Thursday, August 15, 2013

RENUNGAN MISA HUT KELAHIRAN

Renungan HUT ke-42 Frater Yohanes, BHK

Kamis Pekan Biasa ke-19 Thn.C1

Yos.3:7-10a,11,13-17; Mat.18,21-19:1

Komunitas Frater BHK Claket 21 Malang Kamis, 15-8-2013

Buka

Hari ini ada sesuatu yang lain karena lain dar hari yang lain. Kita merayakan misa khusus. Kalau hari Selasa lalu kita merayakan ekaristi sore hari karena peringatan 140 tahun berdirinya tarekat BHK, sore ini kita berkumpul untuk peringatan kelahiran seorang frater BHK yaitu Frater Yohanes. Bersama dia kita mensyukuri semua bentuk berkat dan karya Tuhan yang telah terjadi dan menjadi bagian dari pengalaman hidupnya; dalam suka maupun tantangan yang dialaminya. Kita bersyukur karena Tuhan masih menyatakan kasih setia-Nya kepada frater Yohanes dan tetap melihara dia sehingga kesehatannya terus membaik. Kita tentu terus memohonkan kebesaran kasih Tuhan menyertai dia dalam perjuangan dan karya selanjutnya untuk mengisi dan memaknai kehidupannya demi kebaikan sesama dan demi kemuliaan Tuhan. Seraya mensyukuri semuanya kita juga memohon agar sanak keluarga dilimpahi berkat dalam tugas dan karya mereka. Agar syukur dan doa kita berkenan kepada Tuhan kita akui kelamahan dan dosa-dosa kita



Renungan

Saya mendengar cerita bahwa saat misa perutusan Frater Hiro, muncul satu ungkapan yang selalu disinggung di kamar makan kumunitas Claket 21 ini “Persaudaraan semakain menipis”. Menipis karena ada yang akan pergi. Persudaraan tampaknya diukur dalam skala dan timbangan kedekatan secara fisik. Kalau sesama saudara kita pergi dan berada di tempat lain kita merasakan “Aroma Persaudaraan” bakal menipis bahkan terkesan hilang terhalang oleh jarak di antara kita. Pernyataan dan kenyataan seperti itu secara tidak langsung sebenarnya kita mengafirmasi, mengakui bahwa dalam kedekatan fisik, dalam berada bersama kita merasakan tebalnya nuansa persaudaraan itu. Kebersamaan kita sore ini, paling kurang meyakinkan kita bahwa kita tidak ingin nuansa persauraaan itu terus menipis tetapi justru harus dan mesti dipertebal dari hari ke hari dalam hiudp kita.

Tadi malam saat makan malam frater Agus sebagai menteri kesejahteraan komunitas Claket berkonsultasi kepada frater Vincent sebagai Presiden Komunitas Claket bersepakat untuk menjadikan hari ini lain dari hari yang lain. Perlainan itu berkaitan dengan peringatan Hari Ulang Tahun ke-42 Kelahiran Frater Yohanes. Suasana perlainan itu berlanjut dengan perubahan jadwal kegiatan komunitas mulai bangun, ibadat pagi, dan perayaan misa yang dilaksanakan sore hari ini. Kehadiran kita sore hari ini adalah bentuk fisik dari kerinduan kita untuk mempertebal nuasana persaudaraan kita. Memang, perlu kita sadari dan akui bersama bahwa jauh dekatnya jarak antara kita tidak dapat dijadikan sebagai barometer tebal tipisnya persaudaraan ini. Keterbatasan kita sebagai manusia kadang-kadang melahirkan anomali pada hukum jarak persaudaraan. Berada bersama tidak menjamin persaudaraan lebih tebal daripada kalau kita berada berjauhan. Begitu juga sebaliknya, berjauhan tidak bisa dijakan alasan untuk menipisnya persuadaraan itu. Persaudaraaan itu menurut saya bukan soal jarak tetapi terlebih pada persoalan sikap dan disposisi HATI kita terhadap sesama kita. Dan persoalan HATI itu bukanlah ranah yang mudah dilacak karena hanya kita sendiri yang bisa menentukan suasana HATI itu berhadapan dengan sesama.

Dalam nada dan nuansa persaudaraan seperti ini, baiklah kalau kita menggunakan momen peringatan HUT salah seorang saudara kita (frater Yohanes) untuk merenungkan kembali hakikat kehadiran, beradaan, dan kehidupan kita. Tanpa kita inginkan dan rencanakan kita telah berada dan hidup di dunia ini. Tuhan sudah merencanakan semuanya itu dan Tuhan juga sudah menyelenggarakan semuanya itu secara unik untuk setiap kita. Tuhan merencanakan kelahiran, kehadiran, dan kehidupan Frater Yohanes secara unik dengan segala situasi kondisi yang menyertainya. Kita yang lain juga demikian dengan situasi kita. Menghadapi semuanya kenyataan seperti ini kita tentu lahir, hadir, ada, hidup tidak sekadar mengisi salah satu pojok kecil semesta tetapi justru dalam rencana Tuhan kita lahir, hadir, ada, dan hidup untuk menggoreskan sesuatu yang patut dikenang pada salah satu pojok semesta ini. Menggoreskan sesuatu yang patut dikenang dalam knteks kehidupan kita sebagai orang terpanggil berarti mau menghadirkan aneka kebaikan dan kebajikan yang Tuhan tanamkan dalam diri dati setiap kita.

Mempertingati dan merayakan hari ulang tahun tentu saja membanggakan dan menggembirakan dan semua kita merindukan umur yang panjang. Kita merindukan umur yang panjang karena itu kita menyanyikan lagu pajang umum. Jarang sekali dalam perayaan ulang tahun orang merindukan kehidupan yan baik. Apa kehidupan yang baik yang semestinya menjadi kerinduan kita. Itu adalah persaudaraan, pengampunan, kerjasama, saling mendukung, saling memaafkan. Usia frater Yohanes dan juga usia setiap kita akan berjalan terus, maju terus, tidak bisa diundur seperti mengatur jam tangan kita. Kita semua menganggap kita terus maju tetapi dalam rencana Tuhan kita sesungguhnya tengah melintasi sebuah lingkaran yang pada akhir berujung pada titik awal kedatangan kita. Setiap kita menginginkan hidup bertambah ke atas dan maju tetapi pada saat yang sama Tuhan mengurangi dan mundur yang memungkinkan jarak antara kita dengan Tuhan semakin dekat. Hidup kita sessungguhnya adalah berjalan maju dalam lingkaran yang membawa kita kembali ke belakang.

Dalam kesadaran akan perjalanan hidup yang semakin mendekatkan kita kepada Tuhan yang merencanakan kelahiran, kehadiran, dan keberadaan kita tentu kita mendekati Tuhan dengan cara yang baik dan pantas. Tuhan menginginkan agar kita juga dituntun ke tanah Terjanji seperti Tuhan menuntun Israel ke tanahTerjanji. Tuhan telah memakai Musa menyeberangkan Israel di tengah laut Merah dan Tuhan yang sama Tuhan memakau Yosua untuk terus menyeberangkan Israel di tengah sungai Yordan menunju tanah Terjanji. Hidup kita ada dalam tuntutan Tuhan yang merencanakan kehadiran kita sama seperti ia menuntun bangsa terpilih sebagaimana digambarkan dalam penggalan kitab Yosua tadi.

Tuhan menuntun Israel bukan sebagai pribadi tetapi dalam satu kawanan, suatu bangsa yang besar. Kita juga dituntun Tuhan dalam kebersamaan dengan orang lain, dalam persaudaraan dengan sesama. Karena itu, jalan kita juga ditentukan dan dipengaruhi oleh proses interaksi kita dengan orang lain. Dalam proses intereaksi itu jelas terjadi pergesekan yang akan dirasakan sebagai beban utang kita terhadap sesama kita. Suatu kehidupan yang bernilai dan berarti dalam konteks Injil Matius hari ini adalah suatu kehidupan berpengampunan. Pesan injil amat terang dan jelas bagi kita. Tentu kisah injil dan pengalaman tokoh-tokohnya jangan menjadi kisah perjalanan hidup kita.

Hidup kita ada batasnya, perjalanan kita ada terminal perhentiannya. Kita tentu harus menyiapkan diri menuju batas dan perhentian itu. Setiap kali mendapatkan ucapan Hari Ulang Tahun, terbersit dalam diri kita sebuah makna usia. Hari demi hari waktu kita berlari tanpa henti, bahkan tanpa kompromi meninggalkan kita. Penyair Roma berkata, “tempus fugit” ( waktu berlari dengan cepatnya). Penulis Mazmur pun dengan tidak ragu-ragu menulis, “masa hidup kami tujuh puluh tahun dan jika kuat, delapan puluh tahun.. Setiap kali kita memperingati HUT, kita harus sadar bahwa umur kita berkurang satu tahun. Karena itu, kita hendaknya memaknai kata penulis Amerika Ralph Waldo Emerson (1803 – 1882):ini, “It is not the length of life, but the depth of life” hidup ini bukan persoalan berapa lama, tetapi berapa dalam. Kedalaman hidup itu terwujud ketika hidup kita memberi kontribusi bagi “dunia”. Kedalaman hidup harus membawa dan menjadikan seseorang itu sebagai orang yang bijaksana.

Persoalan menjadi bijaksana ini penting kita renungkan untuk masing-masing kita. Saya akhiri renungan ini dengan mengutip pandangan Lao Tze seorang pemikir dan tokoh spirtual, pendiri Taoisme, penulis buku Tao Te Ching (sekitar abad– 4 SM ). Lao Tze, ketika ditanya kapan dan bagaimana orang bisa menjadi bijaksanamenjawabnya demikian: pada umur 20 tahun seseorang itu baru belajar untuk bijaksana, pada umur 30 tahun seseorang itu baru tumbuh untuk bijaksana, pada umur 40 tahun seseorang itu baru merasa untuk bijaksana; pada umur 50 tahun seseorang itu baru mencoba untuk bijaksana; pada umur 60 tahun seseorang itu baru mulai bijaksana, dan pada umur 70 tahun seseorang itu baru menjadi bijaksana. Kita berada pada posisi yang mana?

Seraya memohonkan rakmat dan berkat Tuhan kita sampaikan kepada Saudara kita Frater Yohanes selamat memasuki Tahun Baru, “Vivat ad multos annos, ad summam senectutem” Semoga panjang umur dan mencapai usia tertua. Amin

No comments:

Post a Comment