Saturday, September 19, 2015

RENUNGAN MINGGU BIASA KE-25 THN.B1



HARI MINGGU BIASA XXV THN B1 20 September 2015
Keb 2:12.17‑20; Yak 3:16‑4:3; Mrk 9:29‑36
Kapela STKIP St.Paulus Ruteng
==============================================

Buka

Semua yang baik dan semua yang jahat bisa datang dari sumber yang sama yaitu hati kita. Niat baik dan niat jahat bisa datang dari hati yang mengendalikan arah gerak dan orientasihidup kita. Pesan Tuhan untuk kita hari ini tidak lain membebaskan hati kita dari perasaan iri karena akan membusukan hidup kita. Mari kita memohonkan Tuhan membersihkan hari kita dari semua perasaan iri hati, dengki, dan dendam agar kita diberi hati yang baru untuk suatu kehidupan yang lebih damai dan menyenangkan. Kita awali perayaan ini dengan mengakui kelmahan dan semua dosa yang menguasai hati kita.

Renungan
Jika kepada setiap orang (kita) diminta menyebutkan satu tanda bahwa seseorang itu orang baik, apa jawaban kita? Apa tandanya seorang itu termasuk orang baik? Tandanya yang tepat adalah seorang itu dibenci. Kalau seseorang dibenci karena seseorang itu baik, maka orang itu memang baik. Idealnya, orang baik itu disayangi, disenangi. Logika dan hukum kehidupan yang biasa adalah orang baik disayangi, dan orang jahat dibenci dan dijauhi. Kenyataan membuktikan bahwa pada umumnya orang baik  itu bukannya disayangi tetapi justru dibenci dan menjadi sasaran kebencian orang jahat. Kenyataan lain mebuktikan bahwa setiap kejahatan mendatangkan malapetaka dan penderitaan. Kejahatan menaburkan dan menumbuhkan penderitaan. Setiap kejahatan menyebakan penderiataan baik bagi orang lain maupun terlebih untuk pelaku kejahatan. Kitab Amsal mengingatkan, "Siapa mengejar kejahatan akan ditimpa kejaha­tan" (Ams 11:27) karna kejahatan seserang akan menelan dirinya  sendiri (Pkh 8:6).  Ini logika atau hukum kejahatan. Sebaliknya tidak ada kebaikan yang menyebabkan penderitaan bagi orang lain dan bagi diri sendiri. Setiap kebaikan yang dihidupkan melahirkan ketenangan, keamanan, dan tenteram dalam kehidupan.
Kenyataan menunjukkan kita bahwa kejahatan bukan hanya menimpa penjahat, tetapi justru lebih banyak dialami orang baik. Ketika penjahat melakukan kejahatan, dampaknya bukan saja  dialami si penjahat tetapi juga dialami orang baik.  Saat kejahatan dilakukan pelaku bisa bergembira tetapi orang lain yang menderita akibat kejahatan itu. Korban pertama untuk setiap kejahatan adalah orang‑orang baik yang tidak bersalah.
Semua bacaan yang diperdengarkan kepada kita hari ini menegaskan bahwa dampak kejahatan dialami orang baik. Sastra Kebijaksanaan Salomo dalam bacaan pertama memberikan kita informasi tentang bagaimana niat, rancangan, strategi, dan rencana orang jahat terhadap orang baik. Rencana penjahat itu menucul karena orang baik dianggap sebagai pengganggu dan penghalang pekerjaan mereka yang jahat. "Marilah kita menghadang orang yang baik, sebab bagi kita ia menjadi gangguan serta menentang pekerjaan kita ... Mari kita mencobainya dengan aniaya dan siksa agar kita mengenal kelembutannya serta menguji kesabaran hatinya. Hendaklah kita menjatuhkan hukuman mati keji terhadapnya, sebab menurut katanya ia pasti mendapat pertolongan" (Keb 2:12.19‑20).
Teks ini menyadarkan kita bahwa penderitaan, penyiksaan, dan penga­niayaan yang dialami orang‑orang baik itu datang dari luar, dari para penjahat. Orang baik tidak akan merencanakan dan melakukan kejahatan yang membuat orang lain menderita. Orang baik tidak akan menyiksa diri dan sesamanya, tidak akan menciptakan beban bagi orang lain. Orang baik menderita sengsara karena  datang dari luar, dari orang‑orang jahat. Persis kondisi seperti itulah yang dialami orang-orang baik, para nabi yang digambarkan di dalam kisah-kisah kitab suci. Injil mencatat bahwa  Yesus menderita karena kejahatan orang yang merasa terganggu karena kebaikan Yesus. Yesus menegaskan, "Anak Manusia akan diserahkan ke dalam tangan manusia, dan mereka akan membunuh Dia, dan tiga hari sesudah dibunuh Ia akan bangkit" (Mrk 9:31). Yesus benar‑benar menderita sengsara dan merasa terasing dan dikelilingi oleh permusuhan. Semua bentuk penderitaan yang dialami Yesus datang dari luar, dari manusia jahat dan berdosa.
Jika kita mengkritisi dan bertanya tentang alasan paling mendasar sampai kejahatan itu menimpa orang-orang baik, maka hanya ada dua jawabannya. Surat Santu Yakobus dalam bacaan kedua mencatat dua hal itu tidak lain adalah iri hati dan egoisme. "Setiap iri hati dan egoisme melahirkan kejahatan. Di mana ada iri hati dan mementingkan diri sendiri di situ ada kekacauan dan segala macam perbuatan jahat. Kamu iri hati, namun kamu tidak mencapai tujuanmu, lalu kamu bertengkar dan kamu berkelahi" (Yak 3:16; 4:2). Kekacauan dan perbuatan jahat lahir dari iri hati dan egoisme. Karena iri hati manusia bertengkar dan bermusuhan. Karena ada iri hati manu­sia mengejar sesamanya, menyaingi, dan bahkan membinasakan sesamanya. Kitab Amsal mencatat bahwa satu-satunya kekuatan yang mampu membusukan tulang, adalah sikap iri hati. "iri hati membusukkan tulang" (Ams 14:30). Sesungguhnya iri hati tidak hanya membusukkan tulang tetapi juga membusukkan hati. Hati yang busuk tidak hanya menghasilkan perbuatan busuk, tetapi juga penderitaan yang busuk. Begitulah iri hati membuat orang busuk di dalam hatinya, busuk juga dalam perbuatannya dan akhirnya menciptakan penderitaan yang busuk untuk kehidupan orang lain. Iri hati dan egoisme merupakan kekuatan jahat yang berdaya menghancurkan tatatan kehidupan yang aman dandamai.
Kekuatan iri hati dan egoisme yang menghancurkan itu dibangun dan ditopang hawa nafsu yang saling berjuang dan menguasai manusia. Rasul Yakobus dalam suratnya menulis, "Dari manakah da­tangnya sengketa dan pertengkaran di antara kamu? Bukankah da­tangnya dari hawa nafsumu yang saling berjuang di dalam tubuhmu? Kamu mengingini sesuatu, namun kamu tidak memperolehnya, lalu kamu membunuh" (Yak 4:1‑2). Sengketa dan pertengkaran datang dari dan karena hawa nafsu. Permusuhan antara manusia juga lahir dari banyaknya hawa nafsu yang "saling bersaing" dalam diri, merebut keinginan yang tidak tercapai. Benarlah kalau orang mengatakan bahwa  manusia itu sesungguhnya merupakan nafsu yang berjalan.
Gambaran tentang manusia sebagai nafsu berjalan tampak dalam penggalan injil hari ini. Dalam perjalanan para murid Yesus bertengkar satu sama lain karena nafsu akan kuasa. Di tengah jalan "mereka mempertengkarkan siapa yang terbesar di antara mereka" (Mrk 9:34). Nafsu untuk memperoleh kekuasaan, jabatan, dan prestise serta nafsu untuk menjadi yang terbesar di atas orang‑orang lain melahirkan per­tengkaran, perkelahian dan bahkan pembunuhan di antara manusia. Dengan nafsu yang tidak terkendali untuk mempertahakan dan mengejar kekuasaan dan menjadi orang besar, manusia berperang melawan dirinya sendiri dan melawan orang lain. Saat nafsu menguasai manusia maka ia tidak akan mampu memandang orang lain sebagai "saudara atau sahabat", melainkan sebagai musuh yang harus dilawan, dika­lahkan, dan dimusnahkan.
Sebagai orang baik bagaimana kita harus menghadapi orang‑orang jahat yang dikuasai oleh iri hati, egoisme dan hawa nafsu seperti itu? Apakah kita mesti berhenti menjadi baik, jujur, rendah hati, setia dan menjalankan segala kebaikan dan kebajikan yang ada pada kita, hanya karena taidak mau disebut sebagai pengganggu yang mengancaman menentang pekerjaan orang‑orang jahat? Apakah kita harus menyerah pada perbuatan jahat, biar aman dan tidak lagi diganggu atau dicobai oleh orang‑orang jahat? Aman dalam kejahatan dan dengan kejahatan bukanlah suatu kebajikan yang terpuji. Kebajikan yang terpuji adalah perasaan aman dalam kebaikan dan dengan kebaikan, sebab kebajikan seperti itu akan menguatkan dan meneguhkan kita untuk tetap dan teguh melakukan yang baik. Berada dalan kebajikan kebaikan memungkinkan kita terus  melakukan perbuatan baik dan terus menghasilkan yang terbaik seturut kemampuan kita meskipun ada risiko orang jahat  terganggu seperti pengalaman Yesus.
 Iri hati, egoisme, dan nafsu sering membawa orang pada sikap tidak mau mencari jalan keluar yang baik untuk setiap masalah. Membalas dendam tidak akan menyelesaikan persoalan, tetapi dendam justru menyuburkan, menumbuhkan, dan membuah­kan banyak persoalan baru pada masa depan. Dalam persoalan rasa dendam Paus Yohanes Paulus I menasihatkan, “ lebih baik mengambil sikap diam daripada memilih rencana balas dendam. Dalam sikap diam, engkau akan mampu bertobat untuk mengasihi juga musuh‑musuhmu. Maka, dengan memilih "diam", "perdamaikanlah mula‑mula dirimu dengan Allah, perbaruilah hatimu, tunjukkanlah cinta untuk menggantikan dengki, gantilah kemarahan dengan kesabaran, gantilah ketamakan yang tak terkendalikan dengan kesederhanaan dan ugahari. Jika engkau telah bertobat dalam batinmu dan membar­ui dirimu, maka engkau akan melihat dunia ini dengan mata yang lain dan engkau menemukan suatu dunia yang berubah. Nasihat seperti ini sesungguhnya merupakan penjabaran atau parafrase dari apa yang Yesus ajarkan, "Kamu telah mendengar firman: Kasihilah sesamamu manusia dan bencilah musuh­mu. Namun Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu" (Mat 5:43‑44).  "Kamu telah mendengar firman: Mata ganti mata dan gigi ganti gigi. Namun Aku berkata kepadamu: Janganlah kamu melawan orang yang berbuat jahat kepadamu" (Mat 5:38).
Semua kita, kapan dan di mana saja, pasti merindukan suatu model kehidupan yang aman dan damai. Suasana aman dan damai yang didambakan itu harus mulai dari hati setiap manusia, setiap kita.  Kalau hati kita dipenuhi semangat damai dan aman maka apa yang kita katakan dan lakukan pasti dituntutn oleh semangat damai dan aman itu. Dan musuh hati yang damai, hati yang aman adalah iri hati, ingat diri yang dikendalikan oleh kencenderungan yang disebut nafsu. Dan nafsu itu macam-macam antara lain mau berkuasa, mau dihormati, mau dinilai hebat, mau dianggap paling penting, menjadi yang terkaya, mau menjadi yang paling pintar, mau menjadi segalanya. Semakin banyak kemauan yang tidak realistis menguasa kita semakin hati kita terbagi-bagi dan itu yang membuat kita tidak damai dengan diri sendiri dan juga sulit berdamai dengan orang lain dan lingkungan kita.
Semoga pesan yang Tuhan sampaikan melalui bacaan hari ini mendorong kita untuk terus berupaya mengikis rasa iri yang mengkin sudah mudlai atau telah mengisi ruang hati kita. Kita menyingkirkan iri hati dan egoisme itu karena iri hati membusukan kehidupan kita. Semoga.

 Menjadikan Hati Putih tanpa Iri dan Dendam

Sunday, September 13, 2015

RENUNGAN MINGGU BIASA KE-24 THN.B1



Renungan Minggu Biasa ke-24 Thn.B/1
Yes 50:5‑9a; Yak 2:14‑18; Mrk 8:27‑35
Paroki Kristus Raja, Mbaumuku 13 September 2015
======================================================

 Buka
Tuhan mengingatkan kita dalam bacaan hari ini tentang konsistensi antara pengakuan iman dan perilaku sebagai waujud iman. Kita kadang-kadang mengaku beriman tetapi kadang-kadang pula berbuat berlawanan dengan iman. Kita sadari itu untuk mengawali perayaan keselamatan ini
Renungan
Kisah-kisah injil memberikan kita informasi tentang panggilan dan keterpilihan sekelompok nelayan seputar Danau Galilea untuk menjadi murid dan pengikut Yesus.  Sejak mereka dipilih Yesus, mereka  selalu berada bersama dan dalam kebersamaan dengan Yesus.  Yesus memanggil murid-murid untuk tinggal dan hidup bersama Yesus, mengalami apa yang dialami Yesus.  Berada bersama Yesus memungkinkan mereka kompak dan saling mengenal satu sama lain secara lebih baik dan intensif.  Ada pengandaian yang logis bahwa tinggal dan hidup bersama Yesus berarti membuka kemungkinan bahwa para murid itu dapat mendengarkan pengajaran dan menyaksikan segala tindakan Yesus. Hal ini dilakukan agar murid-murid dapat berpikir dan bertindak seperti Yesus. Keakraban dalam kebersamaan dan saling mengenal dalam kedekatan merupakan target Yesus mengumupulan para murid-Nya.
Tinggal bersama Yesus merupakan masa yang penting untuk membangun sikap “kemuridan”, solidaritas, kekompakan. Kekompakan dan rasa solider satu sama lain hanya bisa diwujudkan jika orang selalu ada bersama karena dalam kebersamaan mereka saling mengenal lebih mendalam. Sikap itulah yang diinginkan Yesus dari para murid-Nya. Yesus menguji kualitas mutu dan intensitas kebersamaan para murid itu selama berada dan hidup bersama Yesus. Ujian untuk kualitas relasi dan kebersamaan di antara para murid itu hanya dirumuskan dalam dua pertanyaan kepada para murid-Nya. Pertanyaan pertama Yesus, ingin mengetahui bagaimana para murid mendengarkan komentar orang-orang banyak di luar para murid, tentang dirinya.  “Kata orang banyak, siapakah aku ini?” Jawaban orang banyak yang direkam para murid itu amat beragam. Jawaban yang beragama itu patut dimengerti karena memang orang banyak tidak hidup bersama dengan Yesus seperti halnya para murid. Pertanyaan kedua isinya tetap sama tetapi yang ditanya adalah pendapat para murid yang sedah lama ada dan berada bersama Yesus. “ Menurut kamu, siapakah Aku ini?”
Jawaban para murid, orang-orang dekat Yesus yang diwakili Petrus itu tegas, pasti, dan tidak mendua. Petrus mewakili kelompok para murid menegaskan bahwa Yesus yang mereka kenal selama ada bersama mereka adalah Mesias. Kepastian dan kebenaran jawaban kelompok para murid ini menegaskan kepada kita bahwa kebersamaan para murid bersama Yesus itu sungguh merupakan kebersamaan yang bermartabat, bernilai, bermutu, dan sesuai dengan apa yang dikehendaki Yesus. Jawaban para murid ini menegaskan dan membenarkan bahwa relasi Yesus dengan para murid itu bukan sekadar kerumunan atau gerombolan manusia tetapi suatu kebersamaan yang memiliki orienasi dan tujuan mului. Jawaban Petrus yang mewakili para murid membenarkan kata-kata dan klaim Yesus untuk para murid itu. Kebersamaan Yesus dengan para murid dan seluruh misi-Nya  membuat murid-murid masuk dalam kehidupan-Nya. Benar dan tepatlah kalau  Yesus bersabda, “Aku menyebut kamu sahabat karena Aku telah memberitahukan kepadamu segala sesuatu yang kudapatkan dari Bapa-Ku” (Yoh 15:15). Yesus meminta para murid untuk tinggal di dalam Dia dan Yesus tinggal di dalam hati mereka. “Tinggallah di dalam Aku dan Aku tinggal di dalam kamu” (Yoh 15:4). Kedua ayat ini memberikan kita keyakinan bahwa kebersamaan Yesus dengan para murid itu merupakan kebersamaan yang penuh makna, bermutu, dan berkualitas.
Proses menjadi pengikut Yesus tidak segampang yang dibayangkan sekalipun murid-murid itu selalu bersama Yesus. Pengakuan spontan Petrus bahwa Yesus itu “Mesias”  sesungguhnya lahir dari konsep dan pemahaman yang lebih khusus dan mendalam tentang pribadi Yesus. Ungkapan  Mesias itu berasal dari pandangan khusus tentang Yesus. Petrus melihat Yesus sebagai “Pemberita yang diurapi Allah” (Pemberita Mesias) dengan tugas Mesianik yang datang untuk melakukan pekerjaan sebagai Imam Raja, Imam Besar (pemberi berkat); imam yang memberi diri sebagai kurban. Tugas Mesianik ini berhubungan dengan pekerjaan menebus, yang dilaksanakan Yesus sendiri sesuai dengan rencana Allah.  Dari pihak Allah, Yusus adalah kurban anugerah untuk menebus manusia berdosa.
Jawaban Petrus adalah kesaksian yang mewakili gambaran dan harapan umat Israel pada saat itu. Bagi Yesus, ungkapan Petrus belum cukup sebagai seorang pengikut Kristus.  Bagi Yesus jawaban Petrus belum pas untuk seorang yang telah menjadi sahabat. Yesus menuntut lebih dari sekadar mengakui Yesus sebagai Mesias. Bagi Yesus para murid harus bisa melakukan, meneladani apa yang dilakukan Yesus. Yesus menuntut penghayatan yang nyata dari kata-kata untuk membuktikan bahwa kebersamaan mereka adalah kebersamaan bermutu, berkualitas. 
Kualitas suatu persahabatan harus bisa dibuktikan dalam sikap dan tindakan yang menyatakan solidaritas. Penghayatan harus disertai dengan perbuatan. Itulah sebabnya Yesus menegaskan “Setiap orang yang mau mengikuti Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikuti Aku” (Mrk 8:34). Yesus mengharapkan para murid tetap bersama Yesus. Yesus mengingatkan mereka semua tentang  sesuatu yang akan terjadi. Yesus mempertanyakan  apakah penghayatan hidup bersama Yesus dapat membuat mereka percaya dan berani menyangkal diri serta rela berkorban demi keselamatan umat manusia?
Tututan Yesus akan  kualitas persahabatan itu adalah perbuatan nyata. Peryataan iman, pengakuan iman tidak cukup tanpa perbuatan. Kata rasul Yakobus dalam bacaan kedua beriman itu adalah tindakan, beriman itu adalah perbuatan, beriman itu adalah bertindak. Iman itu meruapakan tindakan? Jawabannya karena  beriman tanpa perbuatan adalah mati. Dengan kata lain lebih baik orang mati bersama imannnya  daripada ia hidup tanpa perbuatan yang membutikan keberimanannya. Mati setelah melakukan banyak kebaikan meski tidak beriman itu jauh lebih baik dari pada mati setelah beriman tetapi tidak pernah berbuat baik.
Pesan tiga bacaan hari ini amat jelas menuntut kita untuk tidak sekadar beriman tetapi berimat yang berbuat. Menjadi beriman, pengikut Kristus, utusan Tuhan bukan saja mengajar, tetapi juga melaksanakan dan menghayati apa yang diajarkan. Prasyarat karya apostolik yang berhasil yakni adanya pengalaman akan hubungan pribadi yang akrab dengan Kristus. Apa yang kita wartakan sebenarnya memancarkan kualitas hubungan kita yang mendalam dengan Kristus sendiri. Relasi yang baik dan kuat dengan Tuhan memungkinkan kita mampu mengaksikan iman kita. Relasi yang baik dengan Tuhan memungkinkan kita tahan karena kita dibentengi gunung batu yang tidak mungkin terkalahkan.  Yesaya sepeti yang dinubuatkan dalam bacaan pertama meyakinkan kita bahwa iman yang berbuahkan tindakan, iman yang hidup adalah iman yang bersandar pada kekkuatan dan kebesaran kuasa Tuhan.  Yesaya tegar dan tidak berpaling hanya karena ia mengandalkan Tuhan sebagai gunung batunya. Hanya dengan bersandar pada kekuatan Tuhan kita bisa berbicara dan mewartakan Tuhan yang kita imani. Hanya dalam solidaritas dengan Tuhan yang hadir dalam diri sesama kita bisa menjadi murid dan sahabat Yesus.
Tono dan Tomi adalah dua bersahabat yang belasan tahun hidup bersama dalam suana sangat akrab. Selama ada bersama mereka menunjukkan rasa solidaritas  yang tinggi. Banyak orang iri menyaksikan Tono dan Tomi yang hidup rukun dan setia kawan ini. Suatu hari kedua bersahabat ini ke hutan untuk berburu.  Setelah mereka memasuki arena htan rimba, tiba-tiba seekor harimau menguntit mereka. Melihat binatang buas itu Tono segera menyelamatkan diri dan lari mendapatkan sebatang pohon. Ia menyelamatkan diri ke atas dahan pohon dan tidak bergerak. Sementara itu, Tomi yang fisiknya akak besar kesulitan untuk berlari cepat secepat Tono. Menyadari keadaannya tidak memungkinkan Tomi akhirnya jatuh dan ia berpura-pura mati dan menahan napas. Harimau mendekatinya dan mulai mencium tubuh Tomi. Tono mebisu dari balaik dahan menyaksikan adegan menegangkan itu. Ia menyaksikan harimau itu menjilati tubuh Tomi sahabatnya. Ia menyaksikan mulut singa itu mencium telinga Tomi. Singa mengira Tomi sudah lama mati sehingga tidak diapa-apakannya. Saat itu sekor rusa melintas dan hari mau tadi segera tinggalkan Tomi karena harus mengejar rusa yang melintas.
Setlah yakin harimau menjauh Tono turun dari dahan persembunyiannya dan mendapati Tomi yang selamat dari terkemanan harimau. Tono meminta Tomi agar menceritakan apa yang dikatakan atau dibisikan harimau kepada Tomi saat harimau itu mencium telinga Tomi. Tomi menyampaikan ada satu rahasia besar yang harimau sampaikan. Tono mendesak apa rahasia yang dibisikkan harimau itu. Tomi terus didesak dan akrena terdesak Tomi berkata kepada Tono, Teman, harimau itu mengatkan kepada saya dan mengingatkan saya katanya: “Tomi, janganlah sekali-kali engkau bersahabat dengan orang yang segera melepaskan engkau justru saat engkau harus membutuhkan bantuannya”. Tono sangat terpukul karena kata-kata Tomi itu.
Bersahabat dan beriman itu harus dibuktikan dalam perbuatan bukan hanya menjadi kata-kata.  Kita telah mengakui Yesus sebagai Mesias seperti pengakuan Petrus dan para murid. Pengakuan dan beriman saja belum cukup. Mari kita belajar berbuat karena beriman dan beriman untuk berbuat yang baik. Amin

RENUNGAN TUTUP REKOLEKSI MAHASISWA



Renungan Tutup Rekoleksi Mahasiswa STKIP
Jumat, Pekan Biasa ke-23 Tahun B/2
1 Tim 1:1-2,12-14;  Luk 6:39-42
Wae Lengkas, 11 September 2015

Buka
Siang ini kita merayakan Ekaristi dalam rangka permenungan Anda untuk mencari kehendak Tuhan di tempat ini. Setiap Anda kiranya bisa menenmukan sesuatu di tempat ini yang bisa memberi inspirasi buat Anda dalam mengisi waktu studi Anda dalam beberapa Tahaun  ke depan. Kiranya kesempatan seperti ini menyadarkan kita akan tugas yang kita emban dan laksanakan terutama dalam tugas kita sebagai mahasiswa yang sedang membenah dan berbenah diri untuk membuka mata hati, budi dan kehendak kita, menyiapkan masa depan kita. Kita berniat menjadi orang baik yang kelak bisa menuntun orang lain pada jalan yang benar. Semua kita berniat menjadi guru sehingga mau belajar untuk mempersiapkan diri dengan baik. Mari kita bawa semua niat dan rencana masa depan kita ke hadapan Tuhan agar kita ditunutun dalam pengertian yang benar dan menjadi orang rendah hati untuk terus belajar membuka mata dari aneka kebutaan zaman ini. Kita bawa semua rencana pribadi dan rencana bersama kita ke hadapanTUhan sambil memohon pengampunan atas semua salah dan dosa yang telah membutakan mata hati dan pikiran kita.
Renungan

Dalam perumpamaan, Yesus mengajukan sebuah pertanyaan yang sangat mudah dijawab, “Dapatkah orang buta menuntun orang buta, bukankah keduanya akan jatuh ke dalam lubang?” Jawaban pertanyaan itu pasti,“Tidak!”
Kebutaan dalam konteks kisah ini adalah “ketidakmampuan seseorang dalam mengenali kekurangan”. Ada suatu penghalang yang menutupi. Dalam keterangan, Yesus menggunakan kata “balok” yang berarti sesuatu yang sangat besar menutupi semua bagian mata. Balok itulah yang pertama harus disingkirkan, sehingga seseorang bisa melihat “selumbar” dalam mata orang lain. “Menyingkirkan balok” dari mata kita adalah ungkapan “pertobatan pribadi”.
Melalui kisah injil tadi Yesus hendak menunjukkan suatu perbandingan yang tidak mungkin. Ia sesungguhnya mendesak manusia, para pengikut-Nya, kita untuk mengembangkan sikap mawas diri, membuka diri, bersikap rendah hati dalam hidup untuk mendapatkan sesuatu yang lebih baik, yang bisa membuat kita hidup dan bertindak secara tepat dan benar. Semua sikap ini memungkinkan kita memiliki pemahaman, pengertian, wawasan yang baru, yang mengarahkan kita pada sesuatu yang baik.  Santu Paulus dalam bacaan pertama ditampilkan sebagai tokoh yang mengalami perubahan atau dalam bahasa suci disebut mengalami pertobatan sejati. Paulus  adalah contoh petobat sejati, yang berbalik dari jalan yang sesat ke jalan yang benar, dari kebutaan menuju keterbukaan cara pandang yang membawanya pada sikap iman yang benar.  Ia bukan lagi berlakuk sebagai orang buta yang menuntun orang buta. Ia sudah menapak di jalan terang dan dapat menuntun orang kepada terang. Ia telah meninggalkan cara hidupnya yang lama dengan cara hidup baru sesuai dengan kehendak Tuhan yang telah mengutusnya. Ia telah mengeluarkan balok di matanya sebelum ia mengeluarkan benang yang menutupi mata orang lain. Ia telah menjadi orang yang mampu membawa orang lain dalam jalan dan menuju tujuan yang benar. Ia telah mendapatkan orientasi baru dalam hidupnya.
Ajaran Yesus ini juga mengandung arti yang lebih dalam, bagaimana mungkin kita bisa melihat selumbar di mata orang lain, kalau mata kita sendiri terhalang oleh balok? Maka kita disadarkan bahwa dalam hidup, kita harus senantiasa mau merefleksikan diri, agar kita dapat membantu memudahkan hidup orang lain mengalami kebebasan, mengalami Allah dalam hidupnya. Tidak jarang ada orang yang mau menutup kesalahannya sendiri dengan tindakannya itu. Kita bisa bersembunyi di balik kesalahan orang lain. Pesan Yesus bagi kita amat jelas, supaya kita berbenah diri dan mulailah dari diri kita sendiri dengan mencoba melihat sisi positif dalam setiap kesalahan sesama.
Jika kita membaca lebih jauh tentang “orang buta tidak dapat menuntun orang buta”, ada dua hal yang bisa kita perdalam.Pertama, suatu peringatan kepada para murid untuk berhati-hati terhadap “siapa yang mereka ikuti” dan “ke mana mereka diarahkan”. Pada zaman sekarang, kita dapat memperoleh informasi apa pun tentang iman melalui jejaring internet. Dibutuhkan kearifan dari diri kita untuk tidak “memakan” mentah-mentah semua informasi.  Kedua, tanggung  jawab besar bagi para murid Yesus  untuk bisa mengarahkan orang lain dan membawa mereka menuju Yesus.
 Apa yang bisa kita maknai dari pesan Firman Tuhan melalui dua bacaan hari ini? Paulus menegaskan tentang lahirnya pemahaman dan pengertian sebagai dasar dan titik tolak untuk suatu perubahan mental, cara berpikir dan bertindak. Pemahaman dan pengertian itu untuk konteks kita lahir dari suatu proses pendidikan. Anda semua kini dalam status sebagai mahasiswa yang sedang belajar untuk mendapatkan pemahaman dan pengertian yang benar tentang dinamika dan tantangan kehidupan sejak sekarang dan akan dihadapi belasan tahun ke depan. Masa Kuliah adalah masa berbenah diri, masa persiapan diri untuk sesuatu yang lebih baik pada masa depan. Masa kuliah adalah masa Anda berjuang menyingkirkan balok yang menutup dan membutakan mata hati, dan mata pikiran Anda. Masa kuliah adalah masa pertobatan Anda yang lama. Masa kuliah hendaknya dijadikan sebagai saat bagi Anda  untuk berjuang mengubah diri dari kebutaan cara berpikir, kebutaaan karena kurangnya wawasan, kebutaan akan perilaku yang baik.
Anda semua adalah calon-calon guru, pendidik masa depan yang menentukan arah kehidupan generasi yang saat ini menantikan cara kerja dan cara pikir Anda. Anda semua adalah calon-calon penuntun sekian banyak generasi masa depan. Generasi masa depan atau mereka yang menantikan tuntunan Anda adalah orang-orang buta karena mata mereka masih ditutup benang kecil dan balok besar. Anda semua akan menghadapi itu dan Anda perlu mempersiapkan diri dengan benar meyakinkan.
Lembaga STKIP St.Paulus Ruteng adalah pilihan Anda untuk berbenah diri. Pada lembaga ini Anda semua menaruh harapan untuk bisa membuka mata Anda yang mungkin masih buta dan tertutup oleh balok-balok kekederdilan cara berpikir, kesempitan wawasan  berpikir, kekurangan pengetahuan untuk bertidak cepat dan cerdas, kekacauan cara  hidup dan bertindak dalam pergaulan yang tidak sehat. Anda kini belajar untuk membuka mata Anda, membuang semua balok-balok kebodohan, kemalasan, mental cari gampang, konsumtif, kesombongan, pergaulan tidak sehat, sikap boros, sikap tidak menghargai pengorbanan orangtua. Kalau semua balok-balok inimenutup mata Anda dan bahkan menindih Anda maka Anda akan terkurung dalam balok-balok itu dan tidak mungkin Anda bisa keluar dan menuntun orang lain. Sabda Yesus hari ini tegas dan jelas dalam sebuah pertanyaan retoris yang sungguh reflektif: “Dapatkah seorang yang buta menuntun orang buta?”.
Marilah Saudara/i kita jadikan masa belajar kita sebagai masa penyingkiran balok-balok yang menutup mata hati,budi, dan kehendak kita sehingga pada waktunya kita bisa menjadi penuntun dan guru yang benar. Semoga rekoleksi sehari ini membuka mata Anda untuk melihat balok-balok kelemahan Anda untuk selanjut bisa berbenah diri. Semua pada akhirnya Anda tamat sebagai orang yang memilki mata mati, pengertian, budi dan kehendak yang terang. Amin. 


  Bacaan dari Surat Pertama Rasul Paulus kepada Timotius (1:1-2.12-14)   
    
"Tadinya aku seorang penghujat, tetapi kini dikasihani Allah."
   
Dari Paulus, rasul Kristus Yesus atas perintah Allah, penyelamat kita, dan atas perintah Kristus Yesus, dasar pengharapan kita, kepada Timotius, anakku yang sah dalam iman. Kasih karunia, rahmat dan damai sejahtera dari Allah Bapa dan Kristus Yesus, Tuhan kita, menyertai engkau. Aku bersyukur kepada Kristus Yesus, Tuhan kita, yang menguatkan daku, karena ia menganggap aku setia, dan mempercayakan pelayanan ini kepadaku. Padahal tadinya aku seorang penghujat dan seorang penganiaya yang ganas. Tetapi kini aku telah dikasihani-Nya, karena semuanya itu telah kulakukan tanpa pengetahuan, yaitu di luar iman. Malahan kasih karunia Tuhan kita itu telah dilimpahkan bersama dengan iman dan kasih dalam Kristus Yesus.
Demikianlah sabda Tuhan
U. Syukur kepada Allah.

Mazmur Tanggapan, do = g, 2/4, PSS 840
Ref. Bahagia kuterikat pada Yahwe. Harapanku pada Allah Tuhanku.

Ayat. (Mzm 16:1.2a.5.7-8.11)
1.    Jagalah aku, ya Allah, sebab pada-Mu aku berlindung. Aku berkata kepada Tuhan, "Engkaulah Tuhanku, ya Tuhan, Engkaulah bagian warisan dan pialaku, Engkau sendirilah yang meneguhkan bagian yang diundikan kepadaku.
2.    Aku memuji Tuhan, yang telah memberi nasehat kepadaku, pada waktu malam aku diajar oleh hati nuraniku. Aku senantiasa memandang kepada Tuhan; karena Ia berdiri di sebelah kananku, aku tidak goyah.
3.    Engkau memberitahukan kepadaku jalan kehidupan; di hadapan-Mu ada sukacita berlimpah, di tangan kanan-Mu ada nikmat yang abadi.


Bait Pengantar Injil, do = f, 4/4, PS 960
Ref. Alleluya, alleluya, alleluya
Sabda-Mu, ya Tuhan, adalah kebenaran. Kuduskanlah kami dalam kebenaran.
     
Inilah Injil Yesus Kristus menurut Lukas (6:39-42)
   "Mungkinkah seorang buta membimbing orang buta?"
  
Pada suatu ketika Yesus menyampaikan perumpamaan ini kepada murid-murid-Nya, "Mungkinkah seorang buta membimbing orang buta? Bukankah keduanya akan jatuh ke dalam lubang? Seorang murid tidak melebihi gurunya, tetapi orang yang sudah tamat pelajarannya, akan menjadi sama dengan gurunya. Mengapa engkau melihat selumbar dalam mata saudaramu, sedangkan balok dalam matamu sendiri tidak kauketahui? Bagaimana mungkin engkau berkata kepada saudaramu, 'Saudara, biarlah aku mengeluarkan selumbar dalam matamu', padahal balok dalam matamu tidak kaulihat? Hai orang munafik, keluarkanlah dahulu balok dari matamu, maka engkau akan melihat dengan jelas untuk mengeluarkan selumbar itu dari mata saudaramu."
Demikianlah Injil Tuhan
U. Terpujilah Kristus.