Friday, March 29, 2013

RENUNGAN MALAM PASKA

Renungan Malam Paska, 30 Maret 2013
Kej.22,1-18; Ke114,15-15,1; Yes.55,1-11;Rm.6,3-11; Luk.24,1-12
Komunitas Alma, IPI Malang


Ilustrasi
Kalau musim hujan berkepanjangan kodok pun berbunyi. Juga kalau musim hujan berkepanjangan biasanya ada binatang lain yang keluar dari bumi. Kalau binantang itu keluar itu menjadi tanda bahwa hujan sangat lebat. Binatang itu juga biasanya menjadi makanan para kodok. Apa nama binatang itu? Itu namanya LARON (Jawa) atau KELEKATU. Kalau Kodok punya kisah, LARON pun punya Cerita. Mengawali homili ini saya menyampaikan cerita tentang LARON.

Ketika hujan menembusi bumi, air masuk membasahi sarang anai-anai di dalam tanah. Anai-anai yang bersayap yang disebut Laron itu berjuang keluar dari kegelapan sarang di dalam tanah dan ingin terbang. Ketika berhasil keluar dari dalam tanah segerombolan Laron binging dan terkejut karena ternyata dunia ini sangat luas. Yang lebih mengejutkan mereka adalah adanya terang dan cahaya yang sebelumnya tidak mereka alami. Untuk mengatasi kebingungan itu, ketua rombongan laron itu mengumpulkan semua temannya yang baru keluar dari kegelapan. Mereka berkumpul untuk mencari tahu dengan pasti apa sebenarnya terang atau cahaya yang membingungkan itu.

Setelah berkumpul, para laron bersepakat membentuk tiga kelompok masing-masing 5 ekor laron. Ketiga kelompok diutus untuk terbang pergi mencari tempat yang ada cahaya, terang. Setiap kelompok harus meneliti, mencatat, dan melaporkan hasil penelitian kelompoknya kepada laron lain yang menunggu. Kelompok laron pertama terbang ke tempat sebuah api unggun milik pramuka yang lagi berkemah. Anggota kelompok ini terbang mendekati api unggun itu dan merasakan panas yang mengancam keselamatan mereka. Mereka kembali dan melaporkan bahwa cahaya atau terang itu adalah sesuatu yang mengancam kehidupan siapa saja yang mendekatinya. Cahaya dan terang adalah sumber bencana. Kelompok kedua, terbang ke sebuah rumah mewah yang dihiasi lampu-lampu kristal yang membuat laron-laron itu harus menabrak dinding-dinding kaca. Kelompok ini pulang dan melaporkan bahwa cahaya dan terang itu ada perangkap dan jebakan yang dibuat orang kaya.

Kelompok ketiga setelah ditunggu lama, tidak pulang-pulang juga. Semua laron mulai cemas dan gelisah menunggu teman mereka yang belum juga pulang melaporkan hasil penelitian mereka. Karena tidak sabar menunggu semua laron itu terbang mencari cahaya. Dari kejauhkan mereka melihat seberkas cahaya melalui celah dinding sebuah pondok milik petani. Cahaya itu berasal dari lampu sumbuh sebuah lampu pelita. Ternyata benar kelompok ketiga yang dicari melakukan penelitian di tempat itu. Mengapa mereka tidak pulang? Ternyata setiap anggota kelompoknya berusaha terbang dan menempel pada sumbuh pelita milik petani itu. Lima ekor laron, tertempel dan melekat rapi pada sumbuh lampu itu yang menjadikan terangnya lebih besar menerang seluruh ruang pondok itu. Betapa terkejutnya para laron yang datang mencari meraka karena kelima teman mereka telah menyatu dan memperbesar sumbuh sebuah lampu yang kecil. Dalam nada kagum dan penuh rasa bangga mereka berujar: Sesungguhnya kelima Saudara kita inilah yang telah mendapat arti, dan makna terang yang sesungguhnya karena mereka sendiri telah menjadi bagian dari sumber terang itu. Semua laron itu mendapatkan pelajaran yang agung dan mulia melalui lima saudara mereka yang tidak saja mencari arti terang dan cahaya tetapi justru telah menjadi sumber dan cahaya. Lalu semuanya pulang dan terus menceritakan keberanian teman mereka. Berkisah tentang perjuangan menjadi terang dan cahaya.

Malam ini kita menyaksikan dua kenyataan yang mewarnai kehidupan kita. Dua kenyataan itu adalah Kegelapan dan Terang. Situasi gelap dan terang tidak bisa dilepaskan dari pengalaman hidup kita. Upacara kita malam ini sesungguhnya menggambarkan kehidupan kita sebenarnya. Sebelum lilin Paska dinyalakan kita mengalami suasana gelap ibaran Laron-laron yang ada dalam kegelapan. Begitu lilin paska dinyalakan kegelapan tersingkir dan terang bersinar. Ketika kegelapan menyelimuti kita, kita sekan kehilangan harapan. Ketika siang berubah menjadi malam segalanya seakan diam, lumpuh. Sebaliknya, ketika mentari kembali dengan setia mendapati kita waktu fajar, ada harapan bersemi di sana. Ada nuansa kehidupan hendak ditawarkan buat kita setiap kali matahari dengan setia mendatangi kita.

Firman Tuhan yang diperdengarkan kepada kita malam ini mau menggambarkan sejarah perjalanan hidup manusia dengan segala suka dukanya. Bacaan bacaan malam ini memberikan kita gambaran tentang jatuh bangun kehidupan dan perjalanan manusia. Manusia mengalami suka duka, termasuk ketika manusia berhadapan dengan Tuhan sebagai asal dan tujuan hidupnya. Kisah sejarah perjalanan bangsa manusia penuh dengan pelbagai hal yang membingungkan. Bangsa manusia bagaikan sekawanan Laron yang mengalami kebingungan ketika berada dalam dunia yang nyata. Kebingungan manusia itu terjadi sejak perjanjian lama. Dari kisah yang ditampifkan melalui kitab-kitab perjanjian lama tadi kita mengetahui secara pasti bahwa perjalanan manusia itu memang selalu diuji. Iman Abram diuji, kesetiaannya dicoba Allah dengan meminta mengorbankan Ishak putra tunggalnya. Bangsa Israel yang mengalami penindasan oleh kekuasaan di Mesir, dikejar pasukan Firaun. Semuanya menggambarkan betapa perjalanan manusia itu penuh cobaan. Tetapi Tuhan yang menjadi tujuan manusia senantiasa memberikan jalan yang terbaik.

la masih membuka jalan bagi Israel yang setia. Laut menjadi kering dan tiang cahaya senantiasa menuntutun bangsa yang setia pada jalan keselamatan. Allah yang adalah kasih, tetap mencintai manusia yang sering jatuh ke dalam dosa. Ketika manusia berdosa, manusia berada dalam kegelapan. Tetapi, ketika manusia ingin dan berniat untuk keluar dari dosanya di sanalah ia masuk ke dunia yang bercahaya dan terang.

Malam yang gelap adalah gambaran kematian atau hidup tanpa harapan, dan siang yang cerah adalah gambaran kehidupan yang penuh harapan. Kegelapan adalah kematian dan sebaliknya terang adalah gambaran kehidupan. Kenyataan kematian dan kehidupan inilah yang kita rayakan selama pekan suci ini. Kita telah menyaksikan betapa kegelapan menguasai manusia sehingga Yesus Putra Allah disalibkan. Malam ini kita menyaksikan sendiri bagaimana terang sebagai buah kebangkitan menerangi kehidupan kita. Malam ini kita semua menyaksikan Tuhan yang bangkit, Tuhan yang memberikan cahaya buat kehidupan kita, Tuhan yang memberikan semangat baru bagi kehidupan. Karena itu malam ini kita semua dibebaskan dari kebingungan yang sering kita alami karena cahaya Kristus menghalaukan segalanya.

Penginjil Lukas malam ini juga menampilkan kebingungan sekelompok perempuan yang datang ke makam Yesus. Sekelompok perempuan yang berjalan ke makam Yesus bagaikan gerombolan laron yang mau mencari terang pada sumber terang yang sebenarnya. Mereka berziarah ke makam Yesus dengan segala perlengkapan sebagai ungkapan berbela sungkawa. Lebih dari itu kelom[pok perempuan itu datang ke makam untuk mencari sesuatu yang hilang. Mereka mau mencari Tuhan yang diyakini sebagai sumber kehidupan dan harapan. Mereka ke makam untuk mencari tetapi mereka mengalami kebingungan karena tempat pemakaman Yesus sudah terbuka dan kasong. Dalam kebingunan itu mereka mendapat penjelasan Malaikat sehingga sepulang dari sana mereka menceritakan apa yang sebenarnaya, apa yang ssungguhnya terjadi. Kesaksian sekelompok perempuan itulah yang memungkinkan terang kebangkitan Tuhan semakin terpancar luas kepada orang-orang yang mendengarkan kesaksian mereka termasuk kelompok para murid.

Tangggal 26 Juni 2011 saya memipin perayaan ekaristi di gereja taman Getzemani dan tanggal 27 Juni saya bersama rombongan peziarah mengadakan jalan salib ke gereja makam kudus di Golgota. Jalan salib ke Golgota itu dimulai dari Gereja Santa Anna dan Yoyakim dan harus melintasi pasar menuju Gereja Makam Kudus. Jalan salib itu perhentian 1-9 terjadi dilorong-lorng pasar sedangkan perhentian 10-14 berada dalam Gereja Makam Kudus dan umumnya berada dalam keheningan yang luar biasa. Di dalam gereja Golgota setiap peziarah berkesempatan memmaski tempat paling kudus selama setengah menit untuk mencium tempat di mana Yesus mengalirkan darah dan menyerahkan nyawanya di salib. Kita masuk melalui rungan yang sempit menyerupai tirai yang terbelah. Setelah keluar dari tempat itu kita sampai ke tempat di mana banyak orang dari segala bangsa manangis dan meratap, membakar kemenyan dan menabur bunga. Di situ ada batu pualam yang menyerupai tikar yang tebentang dan tempat itu merupkan tempat jezanah Yesus dibaringkan saat diberi rempa-rempa dan dikafani. Dari tempat itu, kita harus menaiki belasan anak tangga dan kita memasuki tempat makam kudus. Di tempat itu setiap peziarah berlutut dan berkesempatan masuk dan mencim makam kudus. Di ata makam kudus itu sebuah salib besar yang diapiti arca Bunda Maria dan Rasul Yohanes. Kiri kanan makam terlihat malaikat-malaikat seperti dikisahkan dalam injil tadi. Sebagai salah seorang yang umat Tuhan yang berkesempatan berziarah ke tanah Suci saya selalu menceritakan apa yang saya lihat dan alami selama 2 minggu berziarah di sana. Maksudnya sama seperti para wanita dalam injil tadi, menceritakan apa yang sebenarnya terjadi dan dialami di sana.

Malam ini kita menerima terang Kristus yang bangkit karena kita yakin kebangkitan Yesus sebagai kebenaran yang harus dikatakan, diwartakan dalam kehidupan kita. Itu artinya kita menerima semangat Kristus. Menerima hidup yang diselamatkan dan tertebus karena itu kita semua yang mendapat terang berkewajiban untuk membagikan terang itu kepada sesama kita. Terang yang kita dapatkan dari Tuhan harus kita bawa dan nyalakan dalam kehidupan harian kita.

Sebagai orang beriman kita-saya dan Anda- harus segera menjadi bagian dari terang itu untuk kita bawa dalam seluruh tugas, karya pelayanan kita. Dunia tempat kita hidup, tempat kita bekerja mungkin masih banyak gelapnya. Tugas kita yang telah menerima terang dan telah menjadi bagian dari terang itu adalah mengatasi kegelapan-kegelapan yang terjelma dalam bentuk praktik hidup yang berlawanan dengan kehendak Tuhan. Di mana saja kita hidup, dan kita hidup sebagai apa itu tidak penting. Yang paling penting kita menjadikan diri kita sebagai terang karena sadar bahwa terang kita bukan dari diri kita tetapi bersumber pada Yesus sang Terang sejati.

Kita lebih dari seekor laron. Karena itu kalau kisah tentang laron membuat kita kagum maka betapa lebih mengaumkan lagi kalau kita menjadi terang. Kita telah membawa lilin sebagai simbol terang Kristus. Lebih dari itu malam kita sudah menjadi sepotong lilin yang bernyala. Mudah mudahan kita menjadi lilin hidup di tempat tugas dan karya kita. Orang bijak pernah bilang: tak ada gunanya engkau menggerutu ketika kegelapan menimpa engkau. Adalah lebih bijaksana bagimu kalau dalam kegelapan engkau berusaha menyalakan sebuah lilin. Tak ada gunanya engkau mengutuk kegelapan dunia kalau kamu tak rela tampil sebagai sebatang lilin yang bernyala di tengah kegelapan. Berkat untuk untuk kita… Amin



Tuhan Bangkit Alleluya….

Thursday, March 28, 2013

MISA KAMIS PUTIH 2023

Renungan Hari Kamis Putih, 28 Maret 2013
Kel.12.1-8.11-14 Ikor.11,23-26 Yoh.13,1-15
Komunitas Alma IPI Malang

Buka

Pada sore hari ini kita berkumpul untuk melaksanakana satu pesan penting yang dulu disampaikan Yesus dalam perjamuan terakhir. Setiap kali kita merayakan Ekaristi sebenarnya kita melaksanakan wasiat Yesus. la telah berpesan bahwa satu-satunya cara bagi kita untuk mengenangkan Kristus adalah merayakan apa yang dimintanya sebelum la kembali kepada Bapa-Nya. Pada sore ini Yesus memberikan tanda khusus untuk kita semua. la menjadikan diri-Nya sebagai makanan dan minuman yang menjamin kehidupan jiwa kita. Melalui peristiwa ini kita diminta untuk menyadari kehadiran Yesus secara simbolis dalam perayaan Ekaristi Kamis Putih ini. Kita hendaknya menaruh pengharapan terhadap Ekaristi sebagai wasiat akhir Yesus untuk kita. Yesus memberikan hidupnya untuk kita dengan maksud agar kita juga bisa menyumbangkan sesuatu untuk orang lain. Kita akui kelemahan kita. Kita kosongkan hati dan diri dari dosa agar rahmat Tuhan sore ini mengalir dan menjamah hidup kita



Renungan
Ilustrasi: Kalau Musim hujan berkepanjangan biasanya orang mendengarkan bunyi binatang. Binatang apakah itu? Itu adalah Kodok. Mengapa Kodok berbunyi kalau musim hujan tiba? Ternyata ada sejarahnya, ada cerita. Beginilah kisah dan ceritanya;

Dulu ada satu keluarga kodok dengan dua ekor anak masing-masing namanya Rambo dan Ramba. Rambo sebagai anak sulung termasuk anak yang baik, setia, taat pada orangtuanya. Lain halnya si Ramba. Yang bertingkah laku aneh. Segala sesuatu dibuat dan dilakukannya secara terbalik. Kalau ibunya meminta ramba menimba air maka dia membawa api. Jika disuruh ke utara maka Rampa pasti ke selatan. Karena itu semua perintah yang diberikan kepada Ramba harus dibuat terbalik.

Ketika Rambo masih merantau, ibu mereka menderita sakit. Menyadari ajal mendekat, induk kodok itu memanggil di Ramba untuk mendengarkan pesan penting. Pesan yang disampikan kepada Ramba “Kalau nanti ibu mati, tolong kuburkan ibu di muara sungai. Dengan pesan ini induk kodok berkeyakinan Ramba nanti akan menguburkan jasadnya di daerah pegunungan biar tidak dilanda banjir. Beberapa hari kemudian induk kodok itu mati. Ramba ingat betul pesan agar ibunya dikuburkan di Muara. Pada saat kematian ibunya Ramba menyadari bahwa selama hidup ia selalu berbuat yang berlawanan. Karena itu, Ramba, berpikir untuk pesan yang terakhir itu harus dilakukan secara benar, tidak boleh dibuat terbalik. Karena itu Ramba tidak menguburkan jasab ibunya di pegunungan di muara sungai sesuai yang dipesankan ibunya. Tak lama kemudian hujan lebat turun sungai banjir dan meluap. Banjir itu menerjang kawasan muara sampai kuburan induknya hilang tanpa bekas. Setelah banjir mereda Ramba ke muara dan ia menangis sepanjang hari karena kuburan ibunya telah disapu banjir. Karena itu, setiap kali ada hujan lebat kodok pasti berbunyi untuk mengenangkan kembali pristiwa tragis yang menimpa ibu mereka.

Kata kunci yang perlu kita ambil dari kisah Kodok ini adalah adanya PESAN menjalng Kematian. Dalam berbagai budaya masyarakat, pesan yang disampaiakan seseorang menjelang ajal dianggap menjadi pesan paling penting untuk diingat, dikenang sekaligus akan menuntun perilaku hidup.

Sore dan malam ini kita berkumpul untuk mengenangkan PESAN Yesus yang dahulu pernah disampaikan kepada para Rasul. Pada hari ini, sebelum merayakan Paska, Gereja mengajak kita semua untuk mengenangkan terjadinya sakramen Ekaristi dan Imamat. Kedua Sakramen ini dibuat Yesus pada malam perjamuan terakhir bersama murid-Nya di ruang atas sebuah rumah. Ruang itu disebut “coenaculum”. Tanggal 26 Juni 2011 saya bersama rombongan peziarah masuk dan berdoa di tempat itu. Tempat Yesus merayakan perjamuan terkahir itu berada di tingkat kedua (sehingga disebut ruangan atas) dan kini berada di dalam gereja yang nama Gereja Ayam Berkokok. Di sisi kanan Gereja itu ada patung Petrus yang mengakal Yesus sat ditanyai perempuan dan saat itu ayam berkokok. Ruangan paling bawah gereja itu dahulu dijadikan tempat Yesus dipenjarakan semalam sebelum setelah ditangkap di taman Getzemani. Taman Getzemani berada sekitar 1 km turun dari gereja ayam berkokok. Antara gereja ayam berkokok dan gereja Taman Getzemani ada gereja Air mata tempat Yesus menangis meramalkan keruntuhan kota Yeusalem. Gereja Taman Getzemani berada di lembah Kidron, tempat mengalirnya air dari kawasan kenisah melalui gerbang sampah salah satu dari delapan gerbang Yerualem. Di ruang atas itu kosong dan cukup luas. Di situ saya membaca ada tulisan: tempat perjamuan terkahir, Yesus bersama muridNya. Di tempat itu kami berdoa sebelum turun ke Gereja Getzemani. Kami berdoa di tempat itu memohonkan rahmat cinta kasih. Mengapa demikian?

Kami semua ingat bahwa di situlah Yesus membasuh kaki para murid-Nya, di tempat itu juga Ia mengadakan sakramen ekaristi: roti dan anggur diubah-Nya menjadi tubuh dan darah-Nya sendiri. Saat itu juga Ia mengadakan sakramen imamat: Ia memberi perintah kepada para rasul agar selalu mempersembahkan korban itu dalam perayaan bersama orang lain, dan mereka yang memimpinnya.

Setelah menerungkan pesan dan amanat Yesus di Gereja Ayam berkokok saya bersama rombongan mendapat kesempatan istimewa untuk meyarakan misa di gereja Taman Getzemani. Saya sendiri merasakan sebagai berkat luar biasa karena boleh merayakan ekaristi misa di sebuah altar yang di depannya menjadi tempat Yesus dahulu berdoa dan berkeringat darah sebelum ditangkap. Bagi saya dan rombongan peziarah merayakan misa di beberapa tempat seperti di Gua padang Gembala, di Gereja Kana, di Gerja Nasareth merupakan pengalaman iman yang luar biasa. Pengamalam iman yang sama kita alami malam ini di tempat ini. Kita merayakan apa yang diminta dan dipesankan Yesus untuk kita.

Pertemuan dan kebersamaan kita di sini saat ini adalah satu kebersamaan untuk mendengarkan nasihat dan wasiat, pesan Yesus Kristus. Dalam perjamuan inilah kita sendiri mendengarkan pesan Yesus itu. Dan semua pesan itu terungkap dalam bacaan hari ini. Hari ini kita semua datang untuk mendengarkan pesan akhir Yesus yang pernah disampaikannya 21 abad silam. Jika bangsa Israel selamat berkat darah anak domba maka kita diselamatkan ber¬kat darah Yesus. Yesus meninggalkan tubuh dan darah Nya untuk menjamin kelangsungan kehidupan kita yang percaya kepada Nya. Dalam perjamuan akhir Yesus secara simbolis menjelaskan tentang tugas perutusan-Nya. Tugas perutusan itu kini diteruskan dan diwariskan kepada para rasul, untuk tetap mengenangkan Dia.

Hal inilah yang menjadi inti tekanan Santo Paulus dalam bacaan kedua tadi. Paulus mengingatkan orang Korintus yang melupakan pesan Tuhan. Itulah sebabnya Paulus mengingatkan: Setiap kali manusia makan dan minum dari piala yang pernah dibuat Yesus, mereka mewartakan derita dan kematian Tuhan. Apa yang dikatakan Paulus itu merujuk pada sakramen Ekaristi.

Sakramen Ekaristi adalah sakramen cinta kasih. Dalam ekaristi manusia seiman bersama-sama menerima rahmat Ilahi: kekuatan surgawi, kerja sama, saling mendukung, sama-sama bersyukur dan berdoa serta mendengarkan sabda dalam kebersamaan yang diikat semangat persaudaraan karena kasih. Dalam sakramen Ekaristi: kita mendengarkan sabda Tuhan yang menguatkan, memberi jalan, memberi kesembuhan, memberi terang. Dalam sakramen ekaristi: kita berdoa bersama, menyanyi bersama. Kita mewujudkan persatuan iman. Tanda kita hadir sebagai putera-puteri Allah. Ekaristi menggantikan korban binatang perjanjian lama seperti yang digambarkan bacaan pertama. Ekaristi adalah kurban baru yang sempurna, sebab Tuhan sendiri menjadi kurban-Nya.

Ekaristis kenangan akan Tuhan tidak dapat terjadi tanpa imam. Itulah sebabnya Yesus juga mengadakan sakramen imamat. Tuhan membutuhkan orang khusus untuk meneruskan semangat cinta kasih-Nya secara turun temurun. Imam-imam dibutuhkan untuk memimpin, mengajar, menguduskan atau menruskan misi kegembalaan Yesus.

Apa yang dikatakan Paulus ditegaskan Yohanes dalam injilnya. Ia melukiskan tindakan Yesus merayakan perjamuan terakhir untuk menunjukkan bentuk dan cara mengenangkan kematian Yesus. Yesus memberikan contoh dengan cara yang paling praktis, gampang, sederhana. Nasehat. pesan Yesus disampaikan dalam tindakan nyata. Yesus bertindak praktis. Ia membuat sesuatu yang sangat jelas dan konk¬ret. Ironisnya para rasul justru tidak mengerti. Mereka tidak mengerti akan apa yang Yesus lakukan. Kehera¬nan itu nyata dalam reaksi Petrus sebagai orang nomor satu dalam kelompok para rasul. Petrus saja tidak mengerti apalagi yang lainnya. Yesus harus menjelaskan kepada mereka perihal maksud tindakan-Nya. Kata-kata Yesus tegas dan jelas: Jika kamu melihat aku gurumu berbuat demikian, maka hendaknnya kamu juga berbuat yang sama. Ini berarti Yesus berpe¬san supaya para rasul berbuat seperti yang dibuat Yesus. Para murid dituntut untuk membasuh kaki sesamanya. Aku gurumu telah memberikan teladan supaya kamu juga berbuat demikian. Pesan dan nasehat Yesus ini amat penting dan mendesak. Ia memberikan nasehat dan pesan dengan berbuat. Ia berpesan dengan tangan bukan dengan mulut.

Palam perjamuan perpisahan Yesus memberikan Tubuh dan Darahnya sendiri sebagai jaminan kehidupan. Harapannya kita semua yang telah menjadi pengikutnya bisa memberikan kehidupan kepada orang lain. Memberi¬kan diri bagi orang lain bukan hal mudah. Dibu¬tuhkan kemauan menyangkal diri. Setiap pelayanan yang diberikan kepada sesama adalah wujud pemberian diri kita kepada orang lain. Hari ini juga dalam cara yang sama Yesus mau menyampaikan pesan itu. Kita diminta untuk memba¬suh kaki sesama, menjadi pembersih sesama.

Saat ini masih begitu banyak orang yang perlu dibasuh, dibersihkan. Masyarakat kita masih banyak yang kotor otak dan perasaannya, kotor jiwa dan raganya. Kotor tutur kata dan tindakannya. Yesus memberi teladan membasuh kaki para murid agar para murid melanjutkan kebajikan melayani itu kepada manusia lain. Kita datang ke tempat ini, mendengar, menyaksikan bagaimana Yesus memberi contoh, teladan berbuat baik itu. Kita membantu sesama berarti kita mau membasuh kaki sesama. Setiap keinginan baik untuk menasihati sesama kita yang hidup tidak sesuai dengan kehendak Tuhan juga cara kita membersihkan kaki sesama. Kita semua dipanggil untuk memba¬suh kaki sesama kita yang ditindih beban kehidupan entah karena hidup dalam dosa, kurang diperhatikan, mengalami kesulitan dalam kehidupan keluarga dan lain lain. Kesungguhan kita untuk bertanggungjawab pada tugas panggilan kita adalah tandanyakita mau membasuh kaki sesama dan melayani sesama.

Gereja punya harapan agar semua pengikut Kristus, yang telah mendengarkan prinsip hidup dalam kasih harus menjalankan hidup penuh cinta kasih. Malam ini kita diundang untuk merayakan, mengenangkan perbuatan Yesus itu. Apa yang diharapkan Tuhan dari kita? Yang diharapkan gereja dari kita adalah Hiduplah saling melayani dalam semangat cinta kasih. saling mengampuni. Dan akhirnya cinta kita kepada Tuhan diungkapan dalam Doa dan ekaristi penjamin kehidupan jiwa kita. Paulus mengingatkan kita: setiap kali saudara makan roti ini dan minum dari piala ini, saudara mewartakan Tuhan sampai la datang. Tuhan memberkati kita… Amin

Wednesday, March 6, 2013

RENUNGAN ARWAH


Misa Pemakaman Frater Silvester, BHK
Yesaya 35,1-10; Matius 21,18-22
Provinsialat Frateran BHK Malang, Minggu, 13 Jan. 2013

Buka

Seminggu sebelum Natal kita berkumpul di tempat ini karena salah seorang yang kita kasihi dalam diri Frater Marianus dipanggil pulang. Hari ini kita berkumpul lagi di tempat ini karena seorang yang kita kasihi juga dipangil pulang. Sebagai orang beriman kita boleh yakin bahwa rasa-rasanya Tuhan terlalu mencintai tarekat Bunda Hati Kudus sampai-sampai dua orang penting dari tarekat ini dipanggil Pulang. Frater Sil dipanggil pulang sebelum ia mewujudkan kerinduannya mengabdi Tuhan di tanah misi, mengemban misi Kongregasi. Sajauh yang saya dengar dari pembicaraan para Frater di komunitas Claket 21 Frater Sil sedang mempersiapkan diri untuk berangkat ke tanah misi. Itu rencana manusia dan rencana tarekat tetapi Tuhan menentukan Frater Sil untuk secepatnya menjalankan misi tarekat di alam yang kekal. Dalam iman dan harapan akan kerahiman dan kemurahan Tuhan saat ini kita berdoa untuk perjalanan Frater Sil kembali ke rumah Bapa. Doa-doa kita melapangkan jalan dan membuka pintu perhentinan kekal bagi Frater Sil. Agar doa kita berkenan kepada Tuhan dan berdaya meneyelamatkan bagi  Jiwa saudara kita ini baiklah kita akusi salah dan dosa kita... 

Renungan

Harian Kompas edisi Minggu 29 Januari 2012 memuat sebuah cerita Pendek berjudul ”Pohon Hayat”. Pohon Hayat yang menjuduli cerpen itu adalah sebatang pohon raksasa yang tumbuh di alun-alun sebuah kota. Seorang kakek bercerita kepada cucunya tentang pohon itu. Suatu hari sang cucu meminta kakek membawanya ke alun-alun kota untuk melihat pohon yang diceritakan itu. Setiba di alun-alun keduanya langsung menuju pohon yang besar, tinggi, dan rindang itu. Kakek menceritakan kepada cucunya bahwa pohon itu tidak diketahui kapan ditanam dan juga tidak diketahui siapa yang menanamnya.  Setelah keduanya berteduh, sang kakek mengajak cucunya untuk menengadah mengamati dahan, ranting, dan daun-daun pohon itu. Sambil mengamati bagian pohon itu, sang kakek berkata kepada cucunya, lihat dan tahukah kamu bahwa ada banyak misteri terungkap dari dahan, ranting, dan daun pohon ini? Setelah lelah mengamati bagian-bagian pohon raksasa itu sang kakek melanjutkan pembicaraannya kepada cucunya, katanya:  kehidupan setiap penduduk di kota ini tersemat pada setiap lembaran daun yang bertengger di cabang, ranting, dan tangkai pohon ini. Setiap kali ada satu daun yang gugur itu artinya ada seseorang di kota ini telah lepas dari kehidupan. Satu daun artinya satu kehidupan, Satu daun adalah satu jiwa, begitu kisah sang kakek.

Setelah mendengarkan penjelasan kekeknya, mata sang cucunya mengamati banyak daun kering berserakan dan terinjak-injak orang yang datang ke alaun-alun kota. Lalu terjadilah dialog lanjuutan antara sang kakek dan cucunya. ”Apakah daun-daun kering yang berserakan ini adalah jasad orang-orang yang sudah mati?” tanya sang cucu sambil memperlihatan daun-daun kering. ”Ya, daun-daun itu adalah sisa jasad mereka dari pohon kehidupan.” ”Berarti  termasuk bekas jasad ayah ada di antara daun-daun kering itu?” lanjut sang cucu. ”Mungkin. Tetapi kakek kira, jasad ayahmu kini sudah menyatu kembali dengan tanah.” Mengapa daun-daun kering itu tidak dibersihkan atau dibakar saja.” ”Tak perlu, karena lambat laun mereka juga akan kembali ke muasalnya, tanah, melebur menjadi tanah. Dari tanah kembali ke tanah.”
”Kalau daun-daun yang mulai tampak kuning yang ada di atas sana itu milik siapa?” tanya sang cucu ” Itu semua milik orang-orang tua yang masih hidup di kota ini, mereka-mereka yang sudah lama bertengger di atas pohon kehidupan.” ”Apakah mereka akan segera gugur.” Ya,”Tentu saja, karena gugur itu adalah nasib dan takdir mereka.” ”Apa kakek ada di antara salah satu daun kuning yang siap gugur?” ”Aku tidak tahu. Itu rahasia yang di atas, tidak seorang pun berhak tahu.”
Sang cucu kembali  menengadahkan kepala sambil mengamati, mencari-cari di mana letak daun milik kakeknya, daun miliknya, daun milik ibunya, dan daun dari sanak keluarganya.”
Apakah ”Tunas-tunas daun yang tersemat di pucuk pohon itu, adalah bayi-bayi yang baru lahir di kota ini?” ”Ya. Benar, memang kenapa?” Ya, ”Berarti, sekarang, aku berada di antara daun-daun muda yang bertengger di atas sana?” ”Ya. Tentu saja lanjut kakek.” ”Wah itu artinya, masa gugurku masih sangat lama.”  ”Siapa bilang? Setiap lembar daun kehidupan yang ada di atas sana adalah rahasia. Tak ada seorang pun yang tahu. Gugur adalah hak semua daun, dari yang kuning, yang masih segar dan hijau, bahkan yang masih tunas pun bisa saja patah dan gugur.”
Seminggu setelah kembali dari alun-alun kota, sang kakek menderita sakit. Makin hari kesehatannya memburuk. Sang cucu teringat akan kata-kata sang kakek sewaktu mereka berteduh di bawah pohon di alun-alun kota. Sang cucu lari ke pohon itu untuk mengamati apakah ada daun kuning yang akan gugur ditiup angin. Setelah satu jam menunggu di bawah pohon itu, sang cucu merasakan datangnya angin menghempas pohon itu. Tampak  olehnya beberapa daun kuning, daun segar, dan pucuk muda dari pohon itu gugur beterbangan lalu rebah ke tanah. Setelah menyaksikan itu sang cucu pulang dan dalam perjalanan ia mendengar tangisan karena ada anak kecil, orang dewasa yang meninggal. Lebih dari itu, setiba di rumah ia menyaksikan kakeknya telah meninggal.
Kisah kakek dan cucu yang diangkat Mashdar Zainal melalui Cerpen Pohon Hayat (pohon hidup)  yang saya jadikan ilustrasi dalam reunungan ini adalah kisah yang sungguh bersentuhan langsung dengan dimensi terdalam atau hal pokok berkaitan dengan hidup dan kehidupan kita. Penulis cerpen ini mengabstrasikan kehidupan nyata melalui dua tokoh rekaannya yaitu kakek dan cucunya yang secara tepat menganalogikan hidup dan kehidupan kita dengan sebatang pohon yang tumbuh di tengah alun-alun kota. Dialog antara kakek dan cucunya dalam cerpen tadi sudah menjadi renungan dan bahan refleksi untuk kita. Diri dan hidup kita bukanlah apa-apa. Kita hanyalah selembar daun yang tumbuh pada salah satu ranting pohon hidup yang juga cepat atau lambat akan menguning dan tua. Kapan gugurnya, kapan agin menerpa, dan menerbangkannya tidak ada yang tahu. Itu misteri yang Tuhan sembunyikan bagi semua kita manusia. Kita hanya bisa membaca gelaja alam  ketika daun mulai kuning kita bisa pastikan daun itu akan gugur. Daun kehidupan manusia menjadi kuning tidak bisa diartikan seperti warna lampu lalulintas, kuning siap berubah menjadi hijau. Warna kuning daun kehidupan manusia menjadi pratanda saat pulang, saat mudik abadi, saat kembali akan segera tiba.
Selembar daun pohon kehidupan telah gugur kemarin dalam diri Frater Silvester, BHK. Kemarin sebagai daun dari pohon kehidupan Saudara kita Frater Sil gugur setelah melewati proses panjang dalam perawatan medis. Upaya Tarekat dan para medis untuk merawatnya hanyalah upaya menahan badai yang datang menmguncang dan membuatnya gugur. Badai itu tampaknya amat dahsyat sampai selembar daun yang kita cinta gugur yang membuat kita terhenyak dan sedih. Frater Sil telah gugur setelah mengisi hari dan merekatkan daun kehidupannya dalam kebersamaan dengan sesama anggota keluarga besar frater Bunda Hati Kudus. Keluarga Besar Frater Bunda Hati Kudus tentu merasa kehilangan selembar daun yang turut memberi citarasa pada persaudaraan para frater dengan kehadiran Frater Sil dalam tugas dan pelayanannya. Keluarga-keluarga bearnya  di Flores, kita semua, dan siapa saja yang pernah mengenal Frater Sil tentu merasa kehilangan. Kepergian Frater Sil, gugurnya selembar daun dari pohon kehidupan sungguh menyadarkan kita semua bahwa almarhum resmi kembali mengakrabi bumi asal. Dia datang dari tanah dan kembali ke tanah. Kemarin Frater Sil ibarat selembar daun yang gugur diterpa angin. Bagi Keluraga Bear Tarekat Frater BHK, keluarga dan yang sungguh mengenalnya, almarhum pasti lebih dari selembar daun, dia adalah sebatang pohon yang terus bertumbuh memunculkan pucuk-pucuk daun baru melalui semangat dan teladan hidupnya yang pantas dikisah dan dan dikenangkan Ia gugur sebagai daun tetapi ia tinggalkan segala hal yang baik kepada kita yang ditinggalkannya. Karena itu, meski secara fisik ia telah hilang dari pandangan kita tetapi secara rohani ia tetap menjadi penyubur pohon kehidupan tarekat oleh teladan dan cara hidupnya yang baik.
Daun kehidupan yang gugur kemarin dalam diri Frater Sil bukanlah daun tanpa arti. Kemarin Frater Sil memulai sebuah perjalanan mudik abadi dan menjawabi panggilan sanga Khalik. Karena itu sebagai orang beriman kita percaya Frater Sil bukanlah pengembara tanpa tujuan. Bagi kita kepergiannya membuat kita sedih sebagai mansia,  tetapi kita yakin Tuhan mempunyai rencana indah bagi almarhum, bagi tarekat,  dan bagi kita. Mungkin kita merasa seperti tanpa harapan tetapi nubuat Yesaya dalam bacaan pertama sungguh menguatkan kita karena Tuhan berkuasa mengubah segalanya. Tuhan berkuasa mengubah situasi gurun menjadi situasi yang membawa sukacita. Padang gurun dan padang kering akan bergirang, padang belantara akan bersorak-sorak dan berbunga; seperti bunga mawar ia akan berbunga lebat, akan bersorak-sorak, ya bersorak-sorak dan bersorak-sorai. Lebih dari itu Tuhan sendiri datang membawa pembalasan dan ganjaran dan membuka jalan bagi Kudus bagi orang benar. Di situ tidak akan ada singa, binatang buas karena orang-orang yang diselamatkan akan berjalan di situ, dan orang-orang yang dibebaskan TUHAN akan pulang dan masuk ke Sion dengan bersorak-sorai.
Gambaran sukacita padang gurun seperti yang dinubuatkan Yesaya ini jelas menjadi harapan kita semua bagi almarhum Frater Sil. Sukacita dan sorak sorai kemenangan itu tentu kita yakin didapat almarhum karena selama hidupnya almarhum telah menjadi pohon ara yang berbuah lebat dan manis dalam berbagai kebajikan dan kebaikan ia lakukan baik untuk tarekat maupun untuk gereja. Kalau melihat kehebatan Frater Sil sebagai seorang Organis, maka dalam iman kita boleh percaya bahwa Tuhan memanggilnya untuk mengiringi paduan suara para malaikat di surga. Kita manusia boleh melupakan semua kebaikan yang dibuat almarhum tetapi Tuhan tidak melupakan segala kebaikan itu.
Apa yang baik dan segala sesuatu yang baik yang manusia lakukan  selama hidup tidak akan dilupakan Tuhan. Tuhan  menghendaki agar manusia hidup sebagai pohon ara yang bisa menghasilkan buah dan buah itu demi kebaikan orang lain. Injil yang diperdengarkan untuk kita saat ini pada intinya mau mengatakan bahwa manusia sebagai ciptaan  Tuhan harus memiliki kebaikan yang berguna untuk orang lain. Kisah dan kasus pohon ara yang diancam Yesus dalam injil tadi terjadi karena pohon ara itu menyalahi hukum musim dan hukum alam untuk berbuah. Pohon ara yang diancam Yesus adalah pohon ara tanpa kebaikan, pohon ara tanpa kebajikan.
Kisah Cerpen Pohon Hayat dalam ilustrasi awal tadi kiranya mendorong kita untuk memaknai perjalanan hidup kita. Dan kisah pohon ara dalam injil seharusnya mewajibkan kita untuk berkehidupan dengan buah-buah kebaikan dan kebajikan. Kehadiran kita dalam peristiwa kepergian Frater Sil ini kiranya menjadi saat rahmat yang membawa kita pada permenungan akan kualitas diri, pohon kehidupan kita. Kisah pohon ara  dan kisah pohon hayat menjadi kisah sarat makna untuk kita semua baik yang masih kecil, yang sudah dewasa maupun yang sudah lanjut usia. Setiap kita bisa menilai apakah daun pada pohon kehidupan kita baru bertumbuh ataukah sudah hijau ataukah sudah mulai berwana kuning. Ingat misteri daun gugur pada pohon kehidupan tidak memandang  umur. Bahwa daun kehidupan kita akan gugur itu sudah pasti tetapi bagaimana kita menyiapkan kepastian itu, itulah yang perlu kita antispasi dengan selalu mau menjadi pohon ara yang berbuah.
Berbuah kebaikan dan kebajikan itulah yang Tuhan inginkan. Bukan sekadar hidup rimbun-rimbunan. Berbuah adalah panggilan kehidupan dan itu terjadi dalam kerja dan usaha. Akhirnya semoga sekembali dari tempat ini kita menata pohon kehidupan kita. Berkat Tuhan untuk kita semua! Amin

Claket, 21 Malang, Minggu, 13 Jan.2013