Wednesday, August 7, 2013

MINGGU PRAPASKA KE-2A

HARI MINGGU PRAPASKA II TAHUN A/2

Kej 12:1 4; 2Tim 1:8 10; Mat 17:1 9

PAROKI SANTO YOSEF KISOL



Buka



Beberapa malam yang lalu saya sempat menonton tayangan tentang dunia binatang melalui saluran TPI. Ada satu bagian dari acara dunia binatang itu yang manarik perhatian saya. Ditayangkan seekor ular sawah raksasa. Ular yang ditayang dalam acara itu adalah seekor ular sawah raksasa yang sedang merayap melintasi celacela batu. Ular itu merayap di cela-cela batu karena ia ingin berganti kulit. Semula penampilan ular itu menakutkan. Tetapi begitu ia melepaskan kulitnya yang lama, muncullah seekor ular sawah raksasa yang mampu menarik perhatian banyak orang. Semula ular itu ditakuti, tetapi begitu ia berganti kulit orang banyak yang menyukainya. Andaikan kita manusia seperti ular, mungkin kita juga perlu berganti kulit. Bacaan-bacaan pada hari Minggu kedua masa tobat hari ini pada dasarnya mengajak dan sekaligus menuntut manusia uantuk berganti kulit. Melepaskan kulit kehidupan yang lama dengan kulit kehidupan yang baru. Masa puasa bagi kita adalah masa bagi kita untuk mencari cela-cela dan kesempatan yang memungkinkan kehidupan kita yang lama kita lepaskan. Masa puasa dalah kesempatan bagi kita untuk berjalan bersama Tuhan ke puncak gunung demi pembaharuan hidup kita. Kita berdoa semoga kita menjadi manusia yang mampu melepaskan segala praktik dan cara hidup kita lama sehingga kita dapat menjadi berkat bagi orang lain. Untuk itu marilah kita memeriksa diri kita. Mungkin diri dan hidup kita sampai saat ini masih dililit oleh cara hidup yang tidak berkenan pada Tuhan dan sesama kita. Mungkin kita masih mengenakan kulit kehidupan kita yang lama. Kita mohon pengampunan dan kerahiman Tuhan…



Renungan

Dua tahun lalu, ketika saya berasistensi dan memimpin misa di salah satu paroki di perbatasan kota Solo, saya sempat bertemu dengan belasan keluarga yang berasal dari Timor Timur. Mereka itu, adalah para pengungsi menyusul hasil jajak pendapat yang menyebabkan Timor Timur melepaskan diri dari negara kesatuan RI. Setelah misa mereka semua datang menemui saya di pastoran. Mereka datang karena mereka tahu bahwa saya berasal dari Flores. Sebagaian besar dari mereka itu tampak sedih. Bahkan, bebarapa ibu sempat menangis karena ingin kembali ke Timtim, tetapi mereka semua takut. Mereka menangis merindukan kampung halaman mereka. Mereka menangis karena ingat akan saudara-saudara mereka, yang mereka tinggalkan. Mereka bercerita banyak tentang sanak keluarga, rumah, sawah, kebun, hewan serta harta kekayaan mereka yang terpaksa mereka lepaskan demi menyelamatkan diri. Mereka bercerita bagaimana perjuangan mereka untuk menyelamatkan diri. Mereka bercerita bagaimana sulitnya perjalanan mereka melalui darat dan laut sampai akhirnya harus terdampar di perbatasan kota Solo tepatnya di pinggiran kali Bengawan Solo. Dari sekian banyak yang tampak sedih itu ada seorang bapak tua yang berkata begini kepada saya. Pastor, kalau saya, tidak terlalu merasa menyesal dan sedih. Saya hanya bersyukur kepada Tuhan karena saya masih dibiarkan hidup. Memang ada banyak barang yang saya tinggalkan di Timtim sana, tetapi saya akan berjuang agar di tempat yang baru ini saya menjadi bahagia. Kami minta pastor doakan kami biar kami juga merasa bahagian di tempat ini.

Melepaskan kampung halaman, sanak saudara dengan segala hal yang membuat orang bahagia, bukanlah hal yang menyenangkan. Kalau kita pergi merantau ke tanah orang, kita pasti merindukan kampung halaman. Kita mau supaya secepatnya kembali untuk menjumpai sanak saudara kita. Lebih dari itu mungkin juga kita akan menangis karena telah meninggalkan segalanya. Hal itu sangatlah manusiawi dan memang wajar adanya. Kerinduan untuk segera pulang pasti akan semakin kuat kalau di tempat yang baru itu orang tidak mendapatkan jamainan yang membuatnya senang dan bahagia. Pergi ke tempat yang baru biasanya membuat orang takut dan cemas. Hanya satu dua orang yang memilki jiwa petualangan yang akan senang kalau diminta untuk pergi menetap di tempat yang baru. Dan orang seperti itu biasanya jumlahnya sangat sedikit.

Bacaan-bacaan hari minggu kedua Prapaskah ini mengambarkan kepada kita tenang kisah perjalanan manusia ke suatu tempat yang baru dan harus meninggalkan kampung halaman dan sanak keluarganya. Kitab kejadian dalam bacaan pertama hari ini mengisahkan seorang bernama Abraham yang dipaksa untuk segera meninggalkan kampung halamannyanya dan pergi ke suatu tempat yang baru. Abraham diminta segera meninggalkan segalanya dan harus bertolak ke tempat yang tidak dapat ia bayangkan. Sebaga manusia, Abraham pasti takut dan cemas. Sebagai manusia ia pasti selalu rindu mau pulang ke kampung halamannya. Sebagai manusia ia pasti merasa sedih karena banyak sahabat yang harus ia tinggalkan. Tetapi, ada hal istimewa yang dapat kita lihat dalam kisah perutusan Abraham tadi. Keistimewaan itu terletak pada adanya jaminan yang pasti yang diberikan Allah kepadanya. Abraham diutus dengan jaminan yang luar biasanya. Tuhan menjanjikan tiga hal penting bagi Abraham. Kepergian Abraham dari kampung halamamnnya bukanlah kepergian tanpa harapan. Kepergian dan perutusan Abraham diberi jaminan luar biasa. Tuhan menjanjikan kepadanya suatu tanah yang menjanjikan harapan, Tuhan menjanjikan kepadanya suatu keturunan yang besar. Dan di atas segalanya itu Tuhan menjanjikan dan memberikan jaminan bahwa Abraham dan segala keturunannya akan menjadi berkat bagi bangsa lain. Ketiga janji itulah yang menjadi tumpuan dan jaminan perjuangan Abraham untuk melepaskan kampoung halamannya menuju ke tempat yang diunjukkan Tuhan kepadanya. Abraham yang semula takut, bimbang dan cemas akhirnya menjadi semakin berani untuk terus berlangkah menjawabi panggilan dan perintah Tuhan itu. Ia melepaskan segala perasaan dan cara hidupnya yang lama di kampungnya yang lama untukd apat berubah, menjadi manusia baru di tempat yang baru sesuai dengan rencana dan kehendak Tuhan. Abraham mau dan menerima tawaran Allah sehingga Abraham menjadi manusia baru. Manusia yang dikuasai oleh kehendak dan rencana Tuhan. Ia menjadi manusia yang selalu mau berjalan di jalan yang ditunjukkan Tuhan kepadanya. Ia melepaskan dan meningglakan keingan dan kemauan pribadinya untuk mengabdi sepenuhnya pada apa yang menjadi kehendak Tuhan. Ia mau berubah menjadi mansuia baru yang mampu membawakan diri sebagai berkat bagai segala bangsa.

Perubahan cara hidup dan sikap manusia seperti tokoh Abraham ini juga dikehendaki Yesus dalam keseluruhan misi perutusan-Nya. Yesus selalu mengehdnaki manusia untuk memperbaharui diri agar dapat menjadi pohon yang bisa menghasilkan buah untuk orang lain. Yesus juga menuntut para pengikut-Nya untuk menjadi berkat bagi orang lain. Injil tadi mengisahkan perjuangan dan perjalanan Yesus bersama beberapa rasul-Nya. Yesus mengajak mereka untuk mendaki ke puncak gunung yang tinggi. Mendaki ke puncak gunung memang hal yang menyenangkan. Tetapi, kalau orang diminta ke gunung dan belum ada jalan ke sana, tentu saja perjalanan itumenjadi perjalananya yang sulit dan tidak menggembirakan. Belum lagi di kawasan gunung itu banyak binatang buas. Yesus mengajak beberapa murid-Nya untuk pergi bersamnya ke gunung. Injil tadi tidak memberikan catatan apakah sudah ada jalan raya ke gunung itu. Juga tidak ada informasi bahwa mereka biasa ke sana. Dengan demikian, jelaslah bagi kita bahwa perjalana Yesus dan para rasulnya itu adalah perjalananya yang sulit dan penuh tantangan. Perjalanan mendaki ke puncak gunung adalah perjalanan yang melelahkan dan membutuhkan kekuatan fisik yang memadai. Kalau orang yang tidak kuat pasti akan memilih turun ke kaki gunung.

Yesus berhasil membawa ketiga orang dekat-Nya Petrus, Yakobus dan Yohanes sampai tiba di puncak gunung. Mereka berhasil mengalahkan semua tantangan kelelahan sampai tiba di puncak gunung. Kita semua mendengar bagaimana perasaan ketiga murid Yesus itu saat tiba di puncak gunung. Mereka mengungkapkan rasa bahagia mereka dengan berkata: Tuhan, betapa bahagianya kami berada di tempat ini. Kebahagiaan yang mereka alami itu terjadi di puncak gunung. Di puncak perjuangan itulah mereka merasakan adanya kebahagiaan yang luar biasa. Lebih dari itu kebahagiaan mereka disempurnakan pula dengan peristiwa perubahan wajah Yesus di hadapan mereka. Wajah Yesus berubah bersinar bagaikan matahari. Mereka menyaksikan Yesus yang sedang berbicara dengan Elia, sebagai seorang nabi besar yang mewartakan pertobatan bagi bangsa israel. Dalam situasi yang membahagiakan seperti itu ketiga murid Yesus lupa akan segala sesuatu yang mereka tinggalkan. Mereka sungguh merasa bahagia tiba dan berada di puncak gunung itu. Bahkan, mereka meminta Yesus agar mengizinkan mereka membuat kemah dan harus menetap di puncak gunung itu. Tuhan, biarkan kami mendirikan tiga kemah di tempat ini. Mereka tidak mau membiarkan kebahagiaan itu berlalu begitu cepat. Mereka telah turut diubah oleh Yesus dalam dan karena berjalan bersama-sama. Mereka telah menjadi manusia baru yang merasakan kebahagiaan puncak gunung sebagai buah dari perjuangan mereka mengikuti Tuhan sampai ke puncak.

Kebahagaiaan yang mereka dapatkan dan alami di puncak gunung itu semakin dikukuhkan lagi ketika dari dalam awan mereka mendengarkan suara yang bernada pemberitahuan sekaligus bernada perintah. Kepada mereka diberitahukan bahwa mereka kini berada bersama dengan Putra Allah yang sungguh berkenan kepada Allah. Kepada mereka diperintahkan untuk mendengarkan Dia. Perintah untuk mendnegarkan sang Putra artinya mereka harus mengikuti apa yang menjadi kehendak sang Putra. Penggalan injil hari ini sengaja dipakai dalam masa prapaskah untuk mengingatkan kita semua bahwa untuk mencapai puncak kegembiraan dan kebahagiaan itu harus me,lalui perjuangan yang tidak kecil. Untuk mencapai kebahagiaan orang harus berjuang melepaskan segalanya. Meninggalkan keterikat pada apa yang memberikan kebahagiaan sementara. Tokoh Abraham, yesus dan para murid sudah menunjukkan semuan itu kepada kita hari ini. Yesus membawa para murid ke puncak gunung untuk mengajarkan kepada mereka bahwa kebahagiaan di pncak gunung itu bermula dari perjuangan yang tidak kecil. Ajakan Yesus ke puncak gunung itu adalah ajakan pertobatan, ajakan bagi manusia, bagi kita semua untuk melakukan proses perubahan dan perbaikan terhadap pola dan perilaku kehidupan. Mau mengikuti Yesus, mau menjadi murid-Nya berarti mau berubah menurut bentuk, pola yang Ia keghendaki.

Masa tobat adalah masa Mendengarkan. Mendengarkan suara Tuhan yang ada di dalam diri kita sendiri. Yang bekerja dalam hati nurani kita. Suara Tuhan selalu menggema dalam keseluruhan hidup kita. Suara itu selalu mengajak kita untuk melakukan segala yang baik. Sura hati kita adalah suara Tuhan yang senantiasa mengendalikan seluruh arah dan gerak hidup kita. Perubahan yang terjadi dipucak gunung adalah gamabaran perubahan cara hidup yang dibangun dari di atas kemauan yang kuat untuk selalu berjalan dalam kehendak Tuhan.

Kita semua, Anda dan saya, tentu saja merindukan kebahagiaan puncak gunung dalam tugas dan karya hidup kita. Pengalaman Petrus, Yako¬bus dan Yohanes bersama Yesus adalah pengalaman yang juga kita dambakan. Kisah injil hari ini adalah kisah pengalaman hidup baru: merasa bahagia, merasa mulia. Pengalaman seperti ini terjadi pada saat berada bersama sama denga Yesus. Di luar Tuhan Yesus tidak terjadi, tidak mereka alami. Hidup bersama dengan Yesus, berada dengan Dia membuat hidup manu¬sia baru, mulia, bahagia. Dan ini terjadi terus, apabila dalam hidup bersama dengan Dia itu, manusia mendengarkan Dia. Manusia bahagia kalau Tuhan hadir dan manusia sendiri mendengarkan Tuhan yang hadir itu untuk menghadapi hidupnya. Pengaruh kedekatan manusia pada Kristus itu akan memberikan dampak psoitif terhadap orang lain. Dan panggilan manusia, panggilan kita sesungguhnya tidak lain adalah menjadikan diri kita sebagai berkat bagi lingkungan, masyarakat dan dunia kehidupan kita. Abraham dan Yesus itu telah menjadi berkat bagi dunia. Dan kita semua, Anda dan saya, adalah para pengikut Kristus. Konsekuensinya, kitas semua juga dituntut untuk menjadi berkat bagi orang lain. Menjadi berkat bagi orang lain artinya kehadiran kita tidak menyebakan orang lain terganggu. Menjadi berkat bagi orang lain artinya kehadiran kita tidak membuat orang lain sakit hati. Menjadi berkat bagi masyarakat artinya kehadiran kita bukannya untuk mengacaukan segala sistem yang berlaku di dalam masyarakat. Menjadi berkat bagi lingkungan artinya kehadiran kita tidak merusak tata norma kehidupan sosial dan moral keagamaan. Hidup kita akan menjadi berkat bagi orang lain, hanya kalau orang merasa betah dan berbahagian berada bersama kita. Menjadi berkat bagi orang lain artinya orang lain harus merasakan kebahagiaan seperti pengalaman ketiga murid di atas puncak gunung. Kita semua adalah murid yang diajak Tuhan ke puncak kebahagiaan. Dan kebahagiaan yang ditawarkan Yesus itu berakhir di puncak salib golgota.

Masa tobat, Prapaska adalah masa pembaruan diri. Kita membarui diri menjadi manusia baru, manusia yang merasa bahagia. Membarui diri bagi kita, bukan karena kita belum hidup bersama Kristus, belum berada bersama Dia. Bukan! Sebagai murid Nya, sesungguhnya kita sudah hidup bersama Yesus, berada bersama Dia. Tuhan mengajak kita untuk menjadikan masa tobat ini sebagai kesempatan untuk mendengarkan Tuhan. Mendengarkan ajakan Tuhan demi pembaharuan cara hidup kita. Tuhan semoga kami mampu mendengarkan ajakan-Mu biar kami merasakan kebahagiaan bersama-Mu. Amin.

No comments:

Post a Comment