Wednesday, August 7, 2013

MARIA DAN PENDIDIKAN

Renungan Rekoleksi Bulanan

Komunitas Seminari Pius XII Kisol

Di Kapela Seminari Kisol Sabtu, 29 Mei 2010





MENDISPOSISIKAN MARIA SEBAGAI PENDIDIK





1.Sekadar Pengantar

Tema rekoleksi yang ditawarkan kepada saya amat singkat “Maria dan Pendidikan”. Tema ini memang singkat tetapi terkait dengan dua isu raksasa perihal seorang tokoh iman dan perihal proses pemanusiaan manusia. Tema ini juga melahirkan sederetan pertanyaan antara lain: Maria itu sekolah di mana, tamat tahun berapa, berapa ijazah yang berhasil disandangnya, gelar akademik apa yang diberikan kepadanya? Pertanyaan-pertanyaan seperti ini hampir pasti muncul dari kita-kita yang sering mengindentikkan pendidikan dengan sekolah. Kalau figur Maria digiring ke ranah pengertian pendidikan sebagai sesuatu yang identik dengan sekolah maka kita harus menutup rekoleksi ini sampai di sini karena kita tidak memilik referensi yang dijadikan titik pijakan untuk suatu pembicaraan yang meyakinkan. Kita tidak memiliki data tentang riwayat sekolah seorang perempuan yang bernama Maria. Karena itu agar tujuan rekoleksi ini mendarat secara tepat pada kesadaran rohani kita maka kita harus memaksa diri untuk membebaskan pikiran dan pemahaman kita yang sering mengidentikkan pendidikan dengan sekolah.

Membicarakan apalagi merenungkan figur Maria secara utuh membutuhkan waktu lama. Demikian pula membicarakan pendidikan tidak akan sempurna karena pendidikan itu terus berkembang seirama dengan kehidupan manusia. Oleh karena itu sebenarnya tidak mudah menguraikan wacana tentang Maria dan Pendidikan ini dalam satu jam rekoleksi.

Tema Rekoleksi kita yang singkat ini tentunya dipilih kemungkinan karena rekoleksi ini dibuat bulan Mei yang didaulat sebagai bulan berdevosi kepada Maria sekaligus bulan kita mengisi kegiatan bernuansa akademik. Lebih dari itu saya kira tema ini juga disinkronkan dengan Tahun Peduli Pendidikan yang digulati untuk digeluti gereja nasional (KWI) dan juga gereja lokal keuskupan Ruteng. Semua itu sudah kita maknai dalam bentuk yang katekese pendidikan, seminar pendidikan, novena pendidikan. Rasa-rasanya omong tentang Pendidikan sudah overload dan semakin banyak mengisi ruang nalar kita.

Menyadari keluasan dua isu tentang Maria dan tenang Pendidikan yang tersurat pada tema yang ditawarkan ini, saya hanya berniat menyoroti Pola tindak Maria yang bisa dimaknai sebagai tindakan bernuansa mendidik (edukatif) dan keterkaitannya dengan arah hidup kita sebagai orang terpanggil. Karena itu saya menawarkan satu rumusan yang menjuduli permenungan kita secara baru dalam kalimat ini: “INDIKASI EDUKATIF KEHIDUPAN MARIA DAN RELEVANSINYA BAGI KEHIDUPAN ORANG TERPANGGIL”.

Ada dua variabel penting dalam kalimat ini (1) Indikasi Edukatif kehiduapan Maria (2) Kehidupan orang-orang terpanggil. Dua variabel ini coba dihubungkan dengan dimensi saling pengaruh peri kehidupan Maria dan peri kehidupan orang-orang terpanggil. Dengan demikian sesungguhnya kita mau melihat bagaimana kita membahasakan kehidupan kita dalam terang bahasa kehidupan Maria. Untuk itu saya mengajak kita semua supaya memusatkan permenungan ini pada teks-teks kitab suci yang menampilkan figur Maria.



2. Rujukan Indikasi edukatif kehidupan Maria

Kita sungguh menyadari bahwa mencari rujukan yang tepat tentang figur Maria yang dihubungkan dengan isu dunia pendidikan amat sulit. Alasannya karena memang Maria tidak pernah ditampilkan sebagai figur yang menerima pendidikan formal. Sebatas pengetahuan saya tampaknya belum ada buku yang mengulas tentang pengalaman belajar yang diterima Maria. Itulah sebabnya mengapa saya merumuskannnya dengan kata indikasi yang artinya bisa diduga, bisa dipakai sebagai penunjuk arah saja. Indikasi edukatif artinya hal-hal yang tampak mengarahkan kita pada muatan pendidikan pada kehidupan Maria. Indikasi edukatif kehidupan Maria tentu bukan dalam konteks pendidikan formal seperti yang dipahami masa sekarang oleh mayoritas manusia. Hidup dan dinamika kehidupan Maria jelas sarat dengan muatan nilai edukatif.

Dalam konteks kehidupan Maria, kita bisa mengatakan bahwa orang berpendidikan ternyata bukan karena ia pernah bersekolah. Orang tidak bersekolah ternyata tetap hidup dengan format dan tatanan yang relatif mapan. Format dan tatanan kehidupan yang relatif mapan itu sengaja dihidupi dan dipertahankan sebagai nilai yang memungkinkan manusia tetap terbedakan dari makhluk lainnya. Nilai-nilai kehidupan itu tidak mesti dan tidak harus diperoleh melalui sekolah formal karena kehidupan manusia secara alamiah mendambakan nilai-nilai. Nilai-nilai itulah yang dijadikan pedoman dalam menjalani kehidupan dan nilai-nilai akhirnya menjadi patokan dalam menakar dan mengukur kualitas hidup seseorang. Pada sisi lain juga kita harus menerima pandangan bahwa orang yang bersekolah tidak otomatis, belum pasti berpola perilaku dan berpola tutur dalam format dan tutunan nilai sebagai orang terdidik. Karena itu, tidaklah mengherankan kalau ada orang yang bersekolah tinggi berpola perilaku seolah-olah tidak bersekolah. Nilai-nilai yang dihidupi dan menjamin kehidupan manusia umumnya lahir mendahului aktivitas bersekolah. Bahkan lebih ekstrem nilai-nilai kehidupan ada sejalan dengan keberadaan manusia, tanpa bersekolah pun orang tetap memiliki dan hidup dalam nilai-nilai. Dan kenyataan itulah yang bisa kita runut, temukan dari figur Maria.

Kalau kita ingin merunut jejak-jejak kehidupan Maria dalam kaitannya dengan isu pendidikan dalam konteks yang luas maka rujukan utamanya tidak lain adalah Kitab Suci perjanjian baru khususnya injil. Acuan pada injil itu juga tampaknya bervariasi karena setiap penginjil menggunakan sudut pandang dan sisi bidik yang berbeda tentang kehidupan Yesus yang dipertalikan dengan tokoh Maria. Rujukan pada injil itu juga tampaknya bervariasi sehingga saya memutuskan untuk menjadikan Injil Lukas sebagai rujukan refleksi ini. Pertimbangannya sederhana. Ketika saya mencoba membandingkan tingkat interese penginjil berkaitan dengan frekuensi penampilan figur Maria dalam injil mereka, tampaknya penginjil Lukaslah yang lebih banyak menarasikan kehidupan Maria. Penampilan citra diri Maria dalam narasi Lukas terkesan lebih dinamis dan searah dengan pola perkembangan hidup manusia. Pola narasi Lukas tentang tokoh Maria yang penuh dinamika ini menurut hemat kami cukup representatif untuk digunakan dalam rangka mengais kecenderungan akan adanya nuansa pendidikan atau indikasi edukatif kehidupan Maria.

3. Teks Injil Lukas yang Relevan.

Aneka Nuansa dan indikasi edukatif kehidupan Maria itu dapat kita temukan di dalam beberapa teks berikut ini. Untuk memudahkan pemahaman kita akan indikasi edukatif kehidupan Maria ini, baiklah kita merefleksikan 12 kutipan teks injil Lukas



1. Lukas 1:27 Malaikat diutus…kepada seorang perawan yang bertunangan dengan seorang bernama Yusuf dari keluarga Daud; nama perawan itu Maria.



Ayat ini menyebutkan nama Maria dengan seluruh konteks relasi dan kehidupannya sebagai manusia. Citra dan kualitas diri Maria digambarkan secara jelas dalam teks ini. Maria namanya, Yusuf keturunan Daud calon “Genok”nya. Perawan statusnya. Dan menarik bahwa Lukas menggunakan majas repetitif dengan mengulang kata “perawan”. Kalau dinilai berdasarkan efektivitas kalimat, pada ayat ini Lukas menggunakan kalimat kurang efektif. Kalau mau efektif harus ditulis saja malaikat diutus kepada Maria, seorang perawan yang bertungan dengan Yusuf. Penggunaan gaya repetisi pada ayat ini tentu mau menekankan kualitas diri dan kehidupan Maria yang menjadi prasyarat dan prakondisi keberkenanan Allah untuk memilih Maria. Semua orang secara apriori perpendapat perawan itu identik dengan kesucian, kemurnian, kejujuran. Nilai-nilai ini tampaknya memiliki daya tarik dan daya pikat yang mengikat perhatian Allah. Teks ini boleh jadi mau mengatakan kepada kita bahwa menjawab panggilan Allah dan cara untuk berkenan kepada Allah menuntut manusia berada dalam kualitas yang menjnjung tinggi kesucian, kemurnian, dan kejujuran dalam hidup. Panggilan dan keterpilihan menuntut kemurnian, kesucian, kekudusan. Maria tidak mengatakan sendiri hal itu kepada kita tetapi narasi injil memberikan kita tuntunan bahwa teks ini berindikasi edukatif buat kita.



2. Lukas 1:28 Ketika malaikat itu masuk ke rumah Maria, ia berkata: "Salam, hai engkau yang dikaruniai, Tuhan menyertai engkau."

Ayat ini menggambarkan sisi lain dari kualitas kehidupan Maria sebagai tokoh yang dikaruniai. Karunia itu diterima dari malaikat berupa Salam, aslam, Islam yang semuanya berarti Damai. Menarik bahwa Lukas mencatat Lokus penyampaian damai itu ketika Maria berada di rumah, bukan di jalan, bukan di pasar, bukan di tempat yang lain. Kalau sampai Tuhan mengirimkan damai ke rumah Maria, maka ada satu kesimpulan logis bisa ditarik yaitu di rumah Maria pasti hidup dalam Salam, damai. Karena di sana, di rumah itu ada damai maka Tuhan menjamin penyertaan agar damai itu tetap menguasai rumah dan kehidupan Maria. Ayat ini bisa jadi merupakan satu indikasi edukatif kehidupan Maria yang mengedepankan situasi damai, hidup dalam aslam, salam,islam, damai.



3. Lukas 1:29 Maria terkejut mendengar perkataan itu, lalu bertanya di dalam hatinya, apakah arti salam itu.

Terkejut sebagai ekspresi dari satu proses yang normal dan wajar seperti pengalaman Maria ini akan membawa makna lebih besar hanya jika ekspresi itu bermuara pada aktus atau tindakan lain yang relevan dengan seluruh proses itu. Tindakan lanjutan Maria dalam teks tadi jelas dinyatakan karena pada akhirnya Maria menindaklanjuti reaksi keterkejutannya itu dengan melontarkan pertanyaan paling pertama dan utama di arahkan ke dalam diri, pribadi, hati, inti diri sendiri. Maria memeprtanyakan inti, esensi, substasi masalah yang memang relevan dengan situasi saat itu.

Ayat ini saya anggap berindikasi edukatif karena ada muatan dan niatan nilai yang mau diprolamasikan kepada kita. Bagi saya teks ini mau mengatakan bahwa hidup manusia, hidup kita harus selalu berada dalam koordinasi yang baik antara keinginan fisik kita dengan tanggapan mental kita. Terkejut itulah bahasa perasaan yang termediasi pada gerakan fisik dan harus membuahkan aksi praktis yang konstruktif.

Kalau satu ketika prefek tiba-tiba melintasi kelas dan sekelompok siswa ribut karena berebutan makan kue saat belajar, tiba-tiba terdiam gigit gigi biar kue di mulut tidak kelihatan, itu tandanya koordinasi fisik dan mental siswa itu masih baik. Mereka diam dan terkejut itu baik meskipun salah. Baik reaksinya tetapi salah tindakannya. Kalau sampai orang diam mendadak bisa ditanyakan mengapa? Jawabannya karena mereka ribut saat yang seharusnya tenang. Mestinya dari kasus ini para pelaku perlu bertanya dalam hati mengapa saya berlaku seperti itu? Jawaban pertanyaan itu semestinya dan sunguh diharapkan mendapatkan jawaban berupa perbaikan dalam hidup selanjutnya.

Tentu patut di sayangkan kalau ada dan memang ada di antara kita yang koordinasi fisik dan mentalnya bukan saja kurang sejalan tetapi lebih dari itu sudah memisahkan antara respon fisik dan mental itu. Pelanggaran adalah bentuk sederhana dari kurang adanya kerjasama antara unsur pembetuk diri seseorang. Mari bekaca pada Maria yang menampilkan keutuhan diri melalui ayat ini.



4. Lukas 1:30 Kata malaikat itu kepadanya: "Jangan takut, hai Maria, sebab engkau beroleh kasih karunia di hadapan Allah.

Di sini Maria ditampilkan sebagai tokoh yang memiliki rasa takut. Takut biasanya dianggap sebagai sesuatu yang negatif. Menurut saya takut adalah suatu kondisi yang masih netral, termasuk kata berkategori ayun artinya bisa positif, bisa negatif tergantung pada konteks dan masalahnya. Perasaan takut Maria dalam teks ini bertalian dengan keterpilihannya untuk menjadi mempelai Roh Kudus. Ketakutan Maria ini sangat positif karena reaksi takut yang membahasakan keterbatasannya sebagai manusia biasa memungkinkan ia mendapatkan jawaban dan jalan keluar yang pasti. Ketakutan yang membahasakan kerendahan hati adalah ketakutan positif. Janji kuasa karunia diberikan kepada Maria lahir dari bahasa takutnya berhadapan dengan berita sang malaikat. Dalam kehidupan manusia, dalam kehidupan kita harus ada rasa memiliki ketakutaan seperti Maria. Kita harus memiliki rasa takut dijauhkan teman supaya kita terdorong hidup rukun dengan sesama.

Kita harus punya rasa takut tidak lulus ujian supaya kita terdorong lebih tekun belajar. Kita harus punya rasa takut keluar dari Seminari karena kurang disiplin harus mendorong kita untuk hidup lebih disiplin. Kita harus pnya rasa takut sakit yang mendorng kita untuk menjaga stamina. Begitulah seterusnya alam hidup kita harus membawa rasa takut sebagai titik star kita ke hal-hal positif. Rasa takut positif inilah yang dapat saya anggap sebagai indikasi edukatif kehidupan Maria dalam teks ini. Mari kita berjuang memiliki rasa takut sebanyak-banyak sebagai peluang untuk melecutkan citra diri sebagai orang yang berkembang ke arah yang lebih baik.



5. Lukas 1:34 Kata Maria kepada malaikat itu: "Bagaimana hal itu mungkin terjadi, karena aku belum bersuami?"

Dalam sambutan pembukaan kegiatan seminar Ilmiah menyambut Hardiknas awal bulan ini saya menegaskan perihal hakikat proses pendidikan yang benar. Hakikat pendidikan yang benar adalah Bertanya Pertanyaan-pertanyaan yang menggugat, mengkritisi aneka persoalan kehidupan harus menjadi muara akhir dari suatu proses pendidikan yang benar. Bagi saya mengukur keberhasilan proses pendidikan sama dan sebagun dengan mengukur seberapa banyak dan seberapa berkualitasnya pertanyaan-pertanyaan yang dihasilkan dari proses pendidikan. Orang cerdas tidak diukur oleh kemampuan menjawab pertanyaan tetapi harus diukur dengan kemampuan mempertanyakan segala hal dalam kehidupan.

Maria memang lahir dan hidup sebelum adanya Hardiknas. Maria memang tidak mengikuti seminar ilmiah tetapi inti, esensi, subtansi, hakikat pendidikan yang kita wacanakan ini sudah dihidupnya 21 abad yang silam. Pertanyaan Maria dalam ayat ini, mengarah pada kepastian jawaban. Kepastian jawaban yang di dapat sangat bergantung pada cara orang bertanya. Bergantung pada 5w dan 1h yang dilontarkan. Maria bertanya dengan 1H tentang bagaimana. Jawaban yang dapatkan itu sungguh memenuhi rasa ingin tahu Maria. Maria bertanya pada waktunya yang pas (dimensi timing). Dia bertanya juga pada orang yang tepat. Referensi Maria jelas dan memang patut diandalkan. Teks ini bagi saya juga bernuansa edukatif karena melalui teks ini Maria mau mengatakan tentang penting bertanya tentang apa yang penting menyangkut pilihan hidup dan jalan hidup. Juga mau mengajarkan agar bertanya pada waktunya tepat tentang masalah dan juga kepada orangnya yang benar. Salah merumuskan pertanyaan, menunda bertanya, dan bertanya pada pihak yang kurang diandalkan akan menjerumuskan manusia pada kesesatan daya nalar, daya tanggap dan daya juang. Kalau orang tersesat daya nalar, daya tanggap, dan daya juangnya maka orang itu hanya bisa berkata seperti Chairil Anwar: Hidup, hanyalah menunda kekalahan. Pendidikan harus menghantar orang menjadi pemenang atas perjuangan hidup dan bukannya membawa orang yang kalah terlindas oleh kesesatan daya pikir. Pernyaaannya: kalau Maria yang tidak bersekolah saja bisa bertanya secara benar, pada waktu yang benar dan pada nara sumber yang benar apakah hal itu sulit bagi kita yang bersekolah….???



6. Lukas 1:38 Kata Maria: "Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu." Lalu malaikat itu meninggalkan dia.



Mengidentifikasikan diri sebagai hamba dalam wacana Maria tampaknya tidak sinkron lagi untuk zaman kita yang konon lebih merindukan sapaan sebagai boss, pimpinan, atasan, majikan. Mengindetifikasikan diri sebagai hamba dan menyebut diri sebagai hamba mungkin memerlukan asupan gizi makanan tambahan karena mau menjadi hamba dan disebut hamba itu harus menghilangkan perasaan. Menyebut diri hamba dan berlaku sebagai hamba boleh jadi menjadi pilihan yang tka pupuler karena memang rawan perasaan. Diksi dan pilihan kata hamba oleh Maria merupakan ungkapan kejujuran tentang kerendahan hatinya berhadapan dengan proyek mulia yang ditawarkan kepadanya. Kebenaran ungkapan kerendahan hati Maria terbukti dalam ekspresi verbal yang mewacanakan pola penyerahan diri kepada Tuhan yang hendak menggunakan diri dan hidupnya. Melalui teks ini mungkin juga kita temukan indikasi edukatif Maria terkait pengungkapan identitas diri yang benar dan penyerahan diri yang tulus.Maria boleh jadi mau mengatakan hal ini kepada kita: hiduplah dalam keadaan senyatannya dan jangan hidup serba seoralh-olah. Berbaskan diri dari hidup seolah-olah karena karena seolah-olah yang diolah akan membawa orang pada sikap sombong dan angkuh.



7. Lukas 1:39 Beberapa waktu kemudian berangkatlah Maria dan langsung berjalan ke pegunungan menuju sebuah kota di Yehuda.

Pendidikan sebagai salah satu jenis pergulatan hidup manusia sudah dengan sendirinya berada dalam satu rentetan aksi dan gerakan. Konsekuansi dari pemahaman kita tentang pendidikan sebagai gerakan harus takluk pada hukum dinamika yang sifat serba probabale alias berada dalam serba kemungkinan. Mengapa? Karena pergulatan itu hampir pasti mengalami fluktuasi karena adanya benturan kondisi dan konteks baik yang sifatnya internal maupun yang becorak eksternal,

Ayat ini secara implisit menghadirkan wacana tentang pendidikan yang dipandang sebagai suatu proses yang berlangsung dalam tindakan. Kalau Lukas menampilkan Maria yang berangkat ke daerah Yehuda melintasi kawasan pegunungan, itu artinya Maria berada dalam satu dinamika pendidikan. Mengapa? Karena Maria berangkat ke sana setelah yang mendaptkan pengetahuan dalam bentuk berita dari malaikat. Bocoran informasi narasumber dari surga, malaikat Gabriel tentang Elisabeth mendisposisikan Maria dalam satu alur yang mengarahkan pilihannya kepada Elisabeth. Maria mendapatkan pengetahuan tentang dirinya dan tentang Elisabeth Saudaranya dalam satu dialog yang kritis, metodis, ilmiah dengan malaikat. Maria tahu, dan berpengetahuan tentang dirinya dan tentang Elisabeth tetapi juga ia tahu pengetahuan itu belum sepenuhnya diketahui Elisabeth. Kondisi kepemilikan dan tingkat kauntas pengetahuan yang berbeda inlah yang memungkinkan terjadinya dinamika, gerakan berjalannya Maria menuju Yehuda.

Teks ini bagi saja juga bermuatan indikasi edukatif kedipan Maria dan bisa dimaknai sebagai ajakan bagi kita untuk membagikan pengetahuan yang kita miliki kepada orang yang memang diketahui masih kurang pengetahuannya. Maria menyadari ia telah mendapatkan yang lebih sehingga dia harus pergi membaginya kepada saudaranya. Kita semua berketerbatasan dalam aneka hal termask dalam ilmu dan pengetahuan. Karena itu tidak ada cara yang lebih pas bagi kita selain membagikannya kepada orang lain. Mengapa kita lakukan itu? Karena kita menyebut diri Putra Maria. Kalau sang bunda sudah lakkan itu, tegakah kita melalaikan kebajikan mulia sang bunda itu?



8. Lukas 1:41 Dan ketika Elisabet mendengar salam Maria, melonjaklah anak yang di dalam rahimnya dan Elisabet pun penuh dengan Roh Kudus,

Ayat ini menampilkan Maria dalam relasinya dengan Elisabeth yang menjadi titik tuju perjalanannya membawa pengetahuan. Hal unik yang ditampilkan dalam ayat ini terkait dampak kehadiran Maria terhadap Elisabeth. Terkesan terjadi efek domino ketika Maria bersama Elisabeth. Saat Malaikat menjumpai Maria, reaksi Maria terkejut dan ketika Maria menjumpai Elisabeth, yang terjadi dua peristiwa besar yaitu bayi dalam kandungan Elisabeth Melonjak dan Elisabeth sendiri penuh dengan Roh Kudus. Dalam konteks pendidikan dua peristiwa ini bisa dikatakan sebagai bukti bahwa pendidikan yang benar harus sampai pada perubahan yang signifikan dalam kehidupan. Kalau seorang gadis melonjak karena mendapat titipan salam dari genoknya lewat ojok itu biasa, tetapai kalau sampai bayi melonjak karena salam itu luar biasa. Indikasi edukatif apa sebenarnya yang bisa kita temkan dalam ayat ini. Bagi saya peristiwa yang dialami Saudara Mia dan Sebeth sungguh merupakan gambaran dan contoh ideal yang harus ada dalam proses pendidikan kita. Dua peristiwa unik ini dapat ditafsir sebagai bentuk pendidikan yang memengalami mbawa transformasi. Kekuatan kata-kata Maria mengalami perubahan wujud, bentuk, format (transformasi). Kata-kata berkekuatan menggerakan. Itu bisa juga ditafsir rumusan pengetahuan harus bisa diaplikasikan dalam aksi yang nyata.

Kalau kita membidik sedikit saja dunia pendidikan kita, maka yang terjadi selama ini sebenarnya lebih pada masalah transinformasi, dan transposisi belum sampai pada transformasi. Penddikan masih terbelenggu pada tataran transinformasi jelas ketika proses pendidikan direduksi sebagai cara memindahkan informasi dari guru ke siswa atau sebaliknya. Juga masih terbelenggu pada konsep transposisi artinya apa yang ada di buku-buku dan catatan guru dipindahkan ke buku cacatan siswa. Pendidikan sekarang harus mengacu pada pola dan gaya kata-kata Maria yang berkekuatan luar biasa membangkitan semangat demontratif dalam diri bayi sekalipun. Pendidikan harus sampai pada penerapan praktis dalam kehidupan. Kata-kata kita baik sebagai guru maupun sebagai siswa harus memiliki daya lonjak maksimal. Artinya sampai pada pilihan mengubah wujud dan bentuk suatu hal.



9. Lukas 1:46 Lalu kata Maria: "Jiwaku memuliakan Tuhan,

Dalam lomba pidato Hardikanas, tema pokok yang diwacanakan para retor terkait pendidikan yang bisa membentuk karakter generasi masa depan. Dan kehidupan beragama selalu menjadi salah satu hal yang ditekankan. Itu artinya semua mereka sepakat bahwa pendidikan dan seluruh proses dan dinamikanya pada akhirnya harus bermuara pada sikap takut akan Allah. Sikap ini dalam bahasa Maria adalah sikap memuliakan Allah. Dinamika keterpilihan Maria dari teks-teks tadi sungguh menggambarkan bahwa sebenarnya secara analogis Maria telah melewati proses dan dinamika pendidikan. Akhir dari semunuanya itu harus mengabdi kepada kemuliaan Tuhan. Pendidikan gaya Maria harus memabwa orang untuk bersikap seperti Ignatius Loyola yang selalu berkarya demi kebesaran dan kemuliaan Tuhan. Ad mayorem Dei Gloriam. Pendidikan harus menjamin karakter pemuliaan Tuhan. Kalau itu terjadi maka pelbagai malapraktik dan penyimpangan dalam dunia pendidikan tidak akan terjadi. Kalau orang mau lulus dan nilai baik dengan cara menyontek itu bukan indikasi mau memuliakan Tuhan karena cara kerja itu berseberangan dengan tuntutan Tuhan yang maha mengetahui. Kalau sampai orang bisa memuliakan Tuhan maka aneka kebajikan lainnya sudah diandaikan telah dimiliki secara lengkap.



10. Lukas 1:56 Dan Maria tinggal kira-kira tiga bulan lamanya bersama dengan Elisabet, lalu pulang kembali ke rumahnya.



Kerberadaan Maria bersama Elisabeth selama tiga bulan menunjukkan intesitas keterlibatan Maria yang membawa perubahan pada diri Elisabeth. Menurut saya inilah pola pendidikan bergaya terlibat langsung untuk merasakan suka duka kehidupan Elisabeth. Dalam konteks pendidikan kita, inilah pola live in gaya Maria. Mengapa Maria harus tinggal tiga bulan? Bagi saya itu tandanya memang apa yang dia bawa untuk Elisabeth itu penting untuk didalami secara bersama-sama.

Dari teks ini kita bisa dapat menemukan indikasi edukatifnya yaitu pendidikan dengan pola pelibatan diri. Dengan cara ini boleh jadi Maria mau mengajarkan kepada kita bahwa kalau mau pendidikan kita membawa transformasi sikap dan perilaku maka intensitas pelibatan diri harus lebih banyak dan intensif.

Bagi Maria ada bersama Elisabeh berarti itu untuk memaknai atau memberi arti pada kebersamaan itu. Pada zaman sekarang berada bersama tidak otomatis orang menghayati kebersamaan. Juga dalam kebersamaan belum tentu orang merasa ada bersama. Saya pernah mampir di salah satu warung makan. Di salah satu pojok ada satu meja dan 6 kursinya sudah ditempat sekelompok orang. Dari antara ada dua orang yang tampaknya sibuk dengan hpnya sementara yang lain asyik bercerita. Dua orang yang sibuk dengan barangnya itu sesekali tampak tertawa sendiri rupanya lagi asyik sms dengan orang di tempat yang jauh. Ketika asyik menikmati bakso tiba-tiba hpnya berdering dan tanpa sadar ia mengangkat sendok bakso dan pentolahnya mengarahkannya ke telinga. Semua temannya tertawa menyaksikan bola bakso menggelinding tanpa aturan. Ini contoh dari kondisi manusia zaman kita yang ada bersama tanpa kebersamaan dan dalam kebersamaan tanpa perasaan ada bersama. Alat Hp yang dulu hanya mendekatkan yang jauh kini justru menjauhkan yang dekat. Badan di warung makan tapi jiwa dan semangat di luar dan keluar dari warung makan. Hasil akhir bakso terguling. Belum lagi orang tanpa sadar Hp dikiranya sendok lalu dipakai untuk menggenjot bulatan bakso. Maria mengajarkan cara ada bersama untuk kebersamaan dan dalam kebersamaan tetap merasa ada bersama. Bukannya menyendiri dalam kebersamaan atau tampak ada bersama tetapi sesungguhnya tak ada bernegara.



11. Lukas 2:5 supaya didaftarkan bersama-sama dengan Maria, tunangannya, yang sedang mengandung.

Teks ini membahasakan kualitas diri Maria dalam kaitannya dengan aturan kehidupan sebagai warga. Maria tidak merasa lebih dari yang lain. Ia tergolong orang yang patuh dan taat pada tatanan dan norma kehidupan bersyarakat. Pilihan Maria ini mau mennjukkan bahwa kepatuhan pada norma kehidupan bersama itu penting. Ketaatan adalah karakter yang harus diperjuangkan dalam pendidikan. Keutamaan dan kebajikan ketaatan itulah indikasi edukatif, pesan pendikan dari Maria untuk kita melalui teks ini.



12. Lukas 2:19 Tetapi Maria menyimpan segala perkara itu di dalam hatinya dan merenungkannya.

Menjaga rahasia juga merupakan keutamaan yang harus menjadi produk dari sauatu proses pendidikan. Maria yang terpilih menjadi Bunda Allah dengan serentetan peristiwa lain yang mengikutinya secara teliti dan cermat menyimpan itu di dalam hatinya. Inilah buah dari penddiikan yang bernar harus mampu mengajarjar orang hanya berbicara tentang yang pntas dibicarakan. Inilah pendidikan untuk menjadikan mulut manusia supaya hemat berkata-kata.



Demikian beberapa hal yang bisa kita temukan dari pribadi Maria semoga berguna dalam perjalanan panggilan hidup kita.



Rm.Bone Rampung, Pr

No comments:

Post a Comment