Wednesday, August 7, 2013

MINGGU BIASA KE-28A

Minggu Biasa ke 28 Tahun A/2 13 10 2002

Yes.25,6 10a Fil.4,12 14,19 20 Mat.22,1 14

Paroki St.Yosef Kisol

Buka

Ciri khas kehidupan kita manusia saat ini adalah selalu sibuk. Di mana-mana kita bertemu dengan orang yang sibuk. Alasan untuk sibuk itu tentu saja bermacam-macam. Ada yang sibuk di kebun. Ada yang sibuk di jalan. Ada yang sibuk di pasar. Ada yang sibuk di sekolah. Ada yang sibuk di kantor. Pokoknya sipa saja dan di mana saja dan kapan saja orang sibuk. Akibat kesibukan yang demikian orang lalu mengarahkan seluruh perhatiannya pada kepentingan dan keperluan dirinya sendiri. Dalam kesibukan seperti itu manusia sering lupa untuk sibuk memperhatikan orang lain. Dunia yang sibuk biasanya diwaranai pula dengan persaingan yang tidak sehat. Dunia dan kehidpan manusia yang sibuk sudah dengan sendirinya menutup kemungkinan untuk menaruh perhatian kepada sesamanya. Dan kesibukan manusia itu pada akhirnya menjauhkan dia dari jalan yang Tuhan tentukan. Kesibukan dengan segala jenisnya telah menghilangkan suara Tuhan dan telah menutup mata dan telinga manusia untuk berada pada jalan Tuhan. Kisah injil hari ini, rupa-rupanya ingin menilai secara kritis kehidupan manusia yang sibuk. Yesus membandingkan ajakan keselamatan buat manusia dalam perumpamaan pesta nikah. Kerajaan Allah, perjamuan Tuhan sepi karena banyak yang tak mau datang. Banyak orang yang sibuk dengan perkaranya masing-masing. Kalau toh ada yang mau mendengar undangan Tuhan, orang itu juga tidak tidak sepenuh hati. Banyak dari kita manusia masa kini yang mau mendengar undangan Tuhan tetapi kita seperti orang yang datang ke pesta tanpa pakaian yang pantas. Marilah kita berpantas diri di hadapan Tuhan dan sesama kita pada awal perayaan ini. Menyesali segala kesibukan kita dengan diri kita sendiri sehingga undangan Tuhan tidak kita perhatikan.





Renungan

Saya yakin hampir semua kita yang hadir dalam perayaan Ekaristi pagi hari ini, pernah mengikuti salah satu pesta entah itu pesta nikah atau pesta apa saja. Kalau kita mencoba memperhatikan setiap pesta yang kita ikuti maka pada akhirnya kita bisa menilai soal keberhasilan sebuah pesta itu. Kita semua yakin bahwa mengadakan pesta itu bernyata tidak mudah. Setiap pesta besar biasanya ada panitia dan kepengurusan yang lengkap dengan semua seksinya. Setiap perencanaan pesta sejak awal kepanitiaannya akan bertekad supaya pestanya sukses dan memuaskan semua orang yang diundang. Karena itu pelbagai cara dan strategi coba dipakai demi keberhasilan pesta itu. Penerapan pelbagai cara dan strategi itu menjadikan pesta itu sebagai suatu seni tersendiri. Dan jika kita berbicara soal pesta maka perkara makan minum mau tak mau harus mendapat perhatiaan pertama. Mengapa karena persiapan makan minum amat menentukan jumlah orang yang akan diundang. Jumlah undangan harus disesuaikan dengan besarnya sapi atau kerbau yang dipotong. Orang kita biasanya mengukur keberhasilan sebuah pesta dengan berapa banyak jenis menu maka¬nan, hidangan serta jenis minuman yang disu¬guhkan kepada para undangan. Kepuasan para undangan akan makanan dan minuman itulah ukuran pertama yang menentukan apakah pesta itu berhasil atau tidak. Jika sampai terjadi ada undnagan tidak mendapat makanan dan minuman maka pesta itu akan dinilai kurang berhasil. Lebih bagus lagi jika sebuah pesta dengan makanan minum yang cukup ditambah lagi dengan suguhan acara yang menarik dan memikat. Orang akan pulang membaca cerita yang menyenangkankarena makanannya enak. Hal yang lain biasanya tidak banyak dibicarakan.

Tidak ada satu pesta pun yang bebas dari kecemasan dan ketakutan mengalami kegagalan. Masalah cukup tidak persediaan makanan dan minuman selalu menjadi masalah yang mencemaskan. Dan hal itu bukan hanya berlaku pada zaman kita saat ini. Berdasarkan apa yang disampaikan melalui ketiga bacaan hari ini, paling kurang kita rahu bahwa masalah itu juga berlaku pada masa kehidupan para nabi Perjanjian Lama. Penggalan Nubuat Yesaya yang kita dengar dalam bacaan pertama hari ini memberikan gambaran kepada kita tentang perjamuan atau pesta akbar, pesta besar yang sukses. Gambaran Nabi Yesaya tadi amat menarik dan mengesankaan. Ia menggambarkan satu pesta yang sukses luar biasa. Pesta yang menyenangkan dan menggembirakan. Pesta akbar atau pesta besar yang dikisah¬kan Yesaya tadi terbuka untuk umum. Tidak perlu ada surat undangan segala. Setiap orang boleh datang. Jenis masakannnya juga sangat istimewa. Daging yang disiapkan istimewa. Bukan sapi atau babi yang kurus karena kering seperti sekarang ini. Daging yang disipakan itu daging berlemak dan bersum sum. Tempat pestanya bukan di tenda yang beratap terbal dan berdinding daun kelapa. tempat pesta itu di puncak gunung Sion. Minuman yang disiapkan bukan moke putih atau sopi tetapi anggur paling enak. Wajah wajah orang yang hadir juga menampakkan kegembiraan yang sempurna. Dalam pesta itu mereka merasakan adanya pembe¬basan dan merasa selalu aman. Mereka tidak takut hujan. Mereka merasa aman karena tangan Tuhan sendiri yang melin¬dungi tempat pesta di unung Sion itu.

Betapa senangnya kalau orang, kalau kita berhasil masuk ke dalam tempat pesta seperti yang digam¬barkan Yesaya tadi. Tetapi dalam hidup ini selalau saja da kekecualian. Dalam bacaan kedua kita menden-garkan bagaimana Santu paulus mengangkat satu cerita yang persis berlawanan dengan apa yang digambarkan Yesaya. Surat Santo Paulus kepada jemaat Filipi tadi mengggambarkan kesulitan yang dialami Paulus sebagai orang yang dipilih dan diutus Allah untuk mewarta¬kan kebenaran tentang Kristus. Paulus menga¬lami kekurangan setelah sebelumnya ia menga¬lami kelimpahan. Keluhan Paulus sekaligus meminta bantuan jemaat Filipi. Perjuangan Paulus ternyata tidak mudah. Ia ditolak dan ajarannya tidak sampai mengubah cara hidup jemaat. Ia menerima tantangan itu dengan tabah. Karena itu ia hanya mampu berkata: segala perkara dan kesulitan akan kutanggung dalam Dia, yang telah memberikan kekuatan kepadaku. Ketergantungan Paulus sepenuhnya pada Allah sungguh luar biasa. Ia yakin sepe¬nuhnya bahwa Allah akan membebaskan dia dari kesulitan pewartaaanya. Ia yakin sepenuhnya bahwa Allah akan memenuhi segala keperluannya dalam kelimpahan. Kebi¬jaksanaan yang terungkap lewat perkataan Paulus lahir dari rasa solidaritasnya pada pengalaman Kristus yang menderita dan ditolak. Sikap solider Paulus sebenarnya mau menegaskan bahwa makanan dan minuman itu telah disediakan Allah bagi mereka yang hidup oleh kebenaran dan dalam kebenaran Allah. Paulus yakin bahwa ia juga diperkenankan menik¬mati perjamuan akbar, pesta besar sebagaimana dilukiskan Yesaya dalam bacaan pertama tadi. Iman dan harapan Paulus sudah menjadi jaminan bagi semua yang diharapkannya.

Santo Mateus dalam Injil hari ini mengisahkan tentang penyelenggaraan sebuah pesta perkawinan yang dilakukan sang raja. Pesta yang digambarkan Mateus mirip pula dengan apa yang diangkat Yesaya tadi. Kedua perjamuan itu memiliki kesamaan antara lain: sama sama terbuka untuk semua orang; menu yang disiapkan juga pasti enak karena ini dibuat seorang raja. Namun ada perbedaan yang mendasar antara pesta yang diangkat Yesaya dan perjamuan sang Raja yang diangkat Yesus dalam Injil tadi. Perbedaan itu terjadi berkaitan dengan kese¬luruhan situasi dan suasana yang meliputii pesta itu. Dalam kisah Yesaya pesta itu tidak terlalu banyak mengalami kesulitan tetapi dalam Injil justru terjadi kesulitan besar. Kesuli¬tannya bukan kurang makan minum tetapi kesulitan karena ketidakhadiran orang-rang diundang. Situasi itu mencemaskan si tuan pesta, mencemaskan sang raja. Semua makanan dan minuman telah tersedia tetapi tidak ada orang yang mau menghabiskan semuanya itu. Si tuan pesta menggunakan segala cara. Ia mencoba mengundang lagi secara lisan lisan, secara langsung dengan mengutus para hamban¬ya. Undangan lisan ini pun tanpa hasil karena banyak orang sibuk diri sendiri, sibuk dengan urusan pribadi, sibuk ke ladang, sibuk dengan bisnisnya. Semua yang diundang untuk makan minum gratis itu sibuk dan tidak mau meluangkana waktu sejenak. Lebih dari itu mereka yang diundang tidak hanya sibuk, tidak hanya menolak undangan itu tetapi malahan menangkap para hamba yang datang mengundang dan membunuh mereka. Kita tentu bisa membayangkan bagaimana reaksi sang raja terhadap tindakan brutal seperti itu. Jelas hal itu menyulut murka sang raja. Raja kecewa dobel dan berlipat ganda. Orang tidak datang ke pesta dan hamba-hambanya mati di tangan manusia yang tidak mendengar undangan. Tidak ada cara lain lagi bagi raja selain membinasakan manusia seperti itu dan membakar tempat tinggal mereka. Dua langkah pertama sang raja gagal. Langkah yang terakhir masih ditempun sang Raja. Ia sekali lagi mengutus para hambanya untuk bertindak seperti Polantas di persimpangan jalan. Di perempatan jalan itu mereka mencegat sekaligus mengajak semua yang lewat untuk segera datang menikmati perjamuan bersama sang Raja. Cara ketiga dinilai sukses. Dalam waktu singkat banyak orang memenuhi ruangan pesta. Terjaring pula seorang yang rupanya lapar dan lalu mampir ke ruang pesta. Kehadirannya dilihat meng¬ganggu situasi pesta karena ia tak mengenakan pakaian pesta. Nasib malang menimpa orang itu. Ia terpaksa diikat dan dibuang ke tempat paling gelap. Orang ini dikatakan tidak terpilih dalam proses panggilan. Memang banyak yang dipang¬gil dari persimpangan jalan namun cuma sedi¬kit yang dipilih.

Kisah Injil tadi cukup sulit untuk kita pahami. Kita sulit mema¬hami bahwa orang yang semula dipanggil akhirnya harus diusir. Jika kita melihat apa yang mau disampaikan penginjil ini maka kita bisa mengerti mengapa yang tidak berpakaian pesta diusir dan dibuang. Dengan kisah seperti ini sebenarnya penginjil mau mengatakan bahwa untuk masuk bisa ikut dalam perjamuan kerajaan Allah itu membutuhkan persiapan. Undengan itu memang terbuka tetapi tidak berarti manusia tidak perlu mempersiapkan segalanya. Semua kita manusia diundang. Namun, untuk masuk dan tidak itu sangat bergantung pada pertimbangan pribadi kita. Tak ada unsur paksaan. Manusia bebas memberikan alasan sebanyak-banyak untuk menolak undangan Allah. Undangan Allah itu ada tuntutan minimalnya. Berpakaian pesta dalam injil tadi maksudnya adalah persipan hidup manusia selama di dunia ini. Orang yang diusir adalah manusia yang tidak memenuhi tuntutan dasar untuk masuk kerajaan Allah. Hukum dan perintah Tuhan adalah perlengkapan atau pakaian bagi kita orang beriman. Kalau hidup kita lebih banyak sibuk dengan diri sendiri lalu menmgabaikan hukum dan perintah Tuhan, itu sama artinya kita tidak mau menghadiri pesta tanpa pakaian yang pantas. Hukum dan segala perintah, serta ajaran iman yang kita terima, itulah pakaian yang harus kita miliki dan kita pakai memasuki kerajaan Allah.

Lalu apa yang perlu kita ambil dari semua kisah kitab suci hari ini untuk hidup kita selanjutnya? Pertama kita harus menyadari bahwa Tuhan selalu mengundang kita untuk memasuki kerajaan Allah. Undangan itu harus ditanggapi. Undangan itu harus dijawab dengan tindakan konkret. Tuhan mengundang kita untuk masuk ke dalam cara hidup yang benar. Bukan membiarkan kita sibuk terus dengan urusan kita. Tuhan mengundang untuk dijawab bukan untuk ditolak. Manusia yang selalu sibuk dengan diri sendiri, sibuk dengan urusan dan kepentingan pribadi akan sulit memberikan jawaban atas panggilan Tuhan.

Kedua, Panggilan Tuhan adalah panggilan kebenaran yang membebaskan. Menjawabi panggilan Tuhan sama artinya manusia kembali ke jalan yang benar. Tuhan terus mengundang karena manusia sering mencari jalan sendiri. Manusia sering tersesat. Tuhan memanggil karena manusia sering mencari dan mengejar kekayaan dengan segala cara. Tuhan terus mengundang manusia yang masih sibuk bermimpi tentang tentang angka-angka keramat. Tuhan mengundang manusia yang pikirannya sudah menjadi kebun binatang tempat menemukan shio-shio. Tuhan mengudang manusia yang bermental enak, ingin kaya hanya dengan berkayal, bermimpi tanpa memeras keringat.

Ketiga, Hidup kita manusia ada aturan dan normanya. Aturan dan norma kehidupan itulah yang menjadi panduan yang mengarahkan manusia pada jalan hidup yang benar. Manusia yang mengabaikan tata atauran dan norma dalam kehidupan bersama biasanya akan hidup sesuka hatinya sendiri. Orang seperti itu tidak akan mampu melihat kebenaran dalam diri orang lain. Orang seperti itu akan membawa kesulitan bagi orang lain seperti apa yang dialami paulus berhadapan dengan orang Filipi.

Pakaian pesta kita, pakaian kebesaran kita memasuki kerajaan Allah adalah kebajikan-kebajikan kristiani. Singkatnya apa pun kita dan bagaimanapun kita, kita harus mampu tampil dengan pakaian pesta sebagai orang beriman artinya hidup sesuai dengan iman. Sebagai orang tua kita berpakaian pesta jika kita sungguh memperha¬tikan kebutuhan hidup keluarga dan anak anak kita. Sebagai pendidik kita berpakaian pesta jika kita mampu membagikan ilmu kita kepada pada peserta didik kita. Kita sebagai warga gereja kita berpakaian pesta dalam partispasi dan pelayanan kita yang penuh pengorbanan dan ketulusan. Sebagai remaja kita berpakaian pesta jika kita patuh pada tata cara pergaulan yang layak sebagai orang beriman. Sebagai orang beriman kita berpakaian pesta hanya jika kita hidup berda¬sarkan iman, pengharapan dan kasih akan Tuhan dari hari ke hari

Tuhan terus memanggil kita manusia. Masih kah kita terus menolak undangan Nya? Masihkah kita terus sibuk dengan diri dan kepentingan kita sendiri? Masihkah kita terus berpaling dari Dia? Satu hal yang pasti dan harus kita ingat, Tuhan masih terus berseru. Tuhan masih terus dan setia memanggil dan menanti kita. Kasih setia Tuhan seperti sungai yang mengalir. Tiada pernah mengenal lelah, dan tiada mengenal henti. Tuhan selalu bebas memanggil.Tetapi tidak pernah mau memaksa kita untuk menjawab. Tetapi kalau kita menjawab dengan iman dan praktik hidup yang baik tentu Tuhan akan menyertakan kita pada pesta perjamuan surga-Nya. Amin



Rm. Bone Rampung, Pr

No comments:

Post a Comment