Wednesday, August 7, 2013

NATALAN BERSAMA

Misa Natal Bersama Orangtua Murid

Di Katedral Ruteng, Senin, 13 Januari 2002

1Kor.1,4-9; Luk.2,15-20

Buka

Hari ini kita berkumpul di sini untuk merayakan Pesta Natal dan Tahun baru bersama sebagai keluarga besar Sanpio. Sebagai anggota gereja kita sudah merayakan Natal itu dan kita juga sudah memasuki tahun yang baru. Saya yakin kita semua sudah mendengar banyak tentang pesan Natal bagi yang me-rayakannya. Karena itu kita bersyukur kepada Tuhan atas anugerah kelahiran putra-Nya sebagai wujud solidaritas Allah pada manusia. Kita bersyukur karena kita telah melampaui tahun 2002 dan masih diberi waktu tahun baru 2003. Tidak ada kata lain yang sepantasnya kita ucapkan selain ucapan syukur. Sebagai orangtua, kita bersyukur karena kita dianugerahi kehidupan yang memungkinkan kita mendukung anak-anak kita yang sedang mencari Tuhan melalu pendidikan. Sebagai siswa kita bersyukur karena Tuhan telah membimbing kita dalam derap perjuangan kita mengolah otak dan mengasah rasa dalam aneka ilmu yang kita pelajari. Sebagai guru/pendidik/pembina kita karena Tuhan tetap memberikan rahmat dan kebijaksanaan kepada kita untuk berperan sebagai pembawa dan pembagi pengetahuan. Sebagai satu keluarga besar Sanpio kita bersyukur karena Tuhan masih berkenan berkarya dan memanggil kita pada jalan kebenaran-Nya. Hari ini juga, kita semua diajak untuk merenungkan peristiwa kelahiran Tuhan di kandang Betlehem sebagai sebuah proses pendidikan. Kandang Betlehem adalah sebuah lingkungan pendidikan, sebuah Seminari pertama. Suasana kelahiran Tuhan di kandang Betlehem adalah situasi bernuasa mendidik atau suatu kondisi edukatif yang disiapkan Allah untuk kita. Kandang Betlehem adalah sekolah, seminari yang dibuka Allah untuk kita. Tempat kita belajar untuk mencari melihat, menjumpai, dan memuji Tuhan. Pada tahun yang baru ini kita semua baik orangtua, siswa, maupun para pembina seminari diajak untuk menjalankan proses pendidikan di seminari dengan mengacu pada kondisi kandang Betlehem dengan pelbagai indikatornya. Kita serahkan segala syukur, harapan, usaha kita untuk tahun yang baru dalam bimbingan penyelenggaraan Tuhan sendiri. Kita ingat dalam doa kita hari ini Romo Remi Asnabun, Pr yang merayakan HUT kelahirannya. Juga kita mohon keselamatan bagi Arwah Bapak Daniel Diwa yang telah berjasa bagi Seminari kita. Agar syukur ini berkenan kepada Tuhan marilah kita mengakui segala kelemahan dan dosa kita.



Renungan

“Mencari Tuhan di Kandang Betlehem sebagai Seminari Pertama”

Konon, suatu ketika seorang pertapa/rahib menunggang seekor kuda. la melarikan kudanya begitu cepat dan melintas di tengah kota yang ramai dan penuh dengan manusia yang sibuk. Orang banyak yang melihatnya merasa heran, lalu bertanya "Hai, pertapa! Ke mana engkau hendak pergi? Mengapa engkau melarikan kudamu secepat itu di tengah keramaian seperti ini?". Sambil tetap melarikan kudanya, sang pertapa itu berkata "Jangan Anda tanyakan ke-pada saya ke mana saya pergi, tetapi tanyakan kepada kuda ini yang membawa saya". Pertapa itu terus memacu kecepatan kudanya. Semua mereka heran atas perilaku rahib itu.

Tidak terasa, kita telah melepaskan Natal 19 hari yang lalu. Tidak terasa pula 13 hari yang lalu kita melepaskan penanggalan tahun 2002. Saya yakin semua kita merayakan natal, melepaskan tahun 2002 dan menerima tahun baru 2003 dalam kondisi yang sadar penuh. Bukan setengah sadar, atau sadar setengah. Kita merayakan Natal sebagai saat kelahiran manusia yang merupa-kan penjelmaan Allah. Natal itu merupakan penggenapan waktu yang dijanjikan Allah untuk menyelamatkan manusia. Natal adalah pelaksanaan agenda dan program kerja Allah untuk kita manusia. Natal yang kita rayakan adalah realisasi proyek Cinta yang diprogramkan Allah sendiri.Natal dalam arti ini menjadi sebuah kelahiran yang membebaskan dan menyatukan kembali manusia dengan Tuhan yang telah terpisah sejak kejatuhan manusia pertama. Natal sebagai suatu kelahiran pada dasarnya adalah suatu proses yang berkaitan dengan waktu. Natal sebagai kelahiran menempatkan kita manusia dalam suatu proses kehidupan yang panjang. Natal atau kelahiran seorang manusia sama artinya dengan pemberian waktu untuk hidup kepada seseroang. Natal sebagai kelahi-ran berarti juga sebagai suatu proses hidup dalam waktu. Kita juga sudah me-napaki tahun yang baru setelah melepaskan tahun yang lama. Pendek kata kita telah melepaskan dua hal penting yang berkaitan dengan waktu. Waktu diberikan kepada kita dan waktu menjadi milik kita. Waktu yang kita terima dan kita miliki tidak mampu kita kekang laju perjalanannya. Ia bagaikan kuda yang terus berlari cepat tanpa menghiraukan manusia. Dalam arti tertentu kita semua telah, sedang dan akan menjadi pengendara kuda seperti pertapa dalam ilustrasi tadi. Hanya yang kita kendalikan bukanlah kuda, tetapi waktu atau zaman kita. Kita adalah pengendara zaman. Kita adalah pengendara waktu, pengendara abad, pengendara millenium. Sebab itu, kita akan melintas terus dari waktu yang satu ke waktu yang lain, dari abad yang satu ke abad yang lain dari millenium yang satu ke millenium berikutnya. Kita akan berjalan dan berlari di atas waktu. Ke mana pun zaman/waktu ini terarah kita juga akan mengikutinya. Zaman ini berjalan, berkembang bahkan berlari demikian cepatnya. Kita sebagai pengendara zaman, sering tidak kuasa mengendalikan perkembangan itu. Ka-rena itu, kita seringkali terbawa atau terhanyut oleh arus perkembangan zaman ini. Kita sering kali terlena dalam perkembangan zaman, lalu tanpa kita sadari tahun terus berlalu. Lalu kita tampil sebagai orang yang merasa diri selalu ter-lambat melakukan sesuatu secara maksimal. Saat pergantian tahun, kita kadang-kadang menyesal karena ada hal yang seharusnya kita lakukan tetapi tidak kita lakukan.

Natal sebagai pesta kelahiran mengingatkan kita akan waktu yang diberikan kepada kita untuk hidup. Kelahiran Tuhan (natal) adalah peristiwa agung bahkan menjadi satu peristiwa pendidikan bagi manusia sejagat raya. Natal menjadi kesempatan bagi Tuhan untuk mengajarkan kepada manusia dan dunia betapa pentingnya usaha untuk memberikan arti, makna pada penggalan waktu dalam hidup kita. Kelahiran Yesus adalah kelahiran untuk mengajarkan manusia bagaimana seharusnya memberikan arti pada waktu, memberikan isi pada kehidupan. Persitiwa pergantian waktu dari tahun yang satu ke tahun yang lain, dari abad yang satu ke abad yang lain, dari milenium yang satu ke milenium yang lain, sudah sepantasnya dilihat sebagai peristiwa yang mengajak kita manusia, mengajak kita semua, untuk mengevaluasi cara kita memngisi waktu, memberi arti pada penggalan kehidupan kita.

Hari ini kita berkumpul bersama sebagai satu keluarga besar. Kita ber-kumpul untuk secara bersama mendengarkan bagaimana Tuhan memberikan kepada kita suatu model pendidikan yang menyelamatkan dan membebaskan. Kita berkumpul untuk merayakan Natal dan tahun baru bersama sebagai satu keluarga karena merasa diri terpanggil oleh Tuhan yang sama. Kita semua di-panggil untuk memberikan tanggapan terhadap panggilan Tuhan dalam tugas dan profesi kita sebagai orangtua, sebagai siswa, dan sebagai guru/pembina. Panggilan Tuhan yang menggema di dalam diri anak-anak kita (para siswa se-minari) menuntut kita orangtua dan para pmebina, pendidik untuk memberi tanggapan yang positif. Kegiatan seperti ini, kiranya bukan hanya sekadar memenuhi sebuah program atau agenda kerja. Kegiatan misa bersama seperti ini hendaknya dipandang sebagai wujud/bentuk komitmen dan tanggungjawab kita dalam pencerdasan manusia. Upaya pencerdasan ini diarahkan pada ter-bentuknya pribadi yang semakin bertanggungjawab terhadap Tuhan yang me-manggil kita. Pendidikan adalah inisiatif Allah yang harus kita pertanggungja-wabkan juga kepada Allah. Anak-anak kita (para siswa kita) adalah titipan ber-harga dari Allah untuk kita orangtua, untuk kita para pendidik dan pembina untuk diajar, dibina, dan didik secara benar. Dengan kata lain, merayakan natal dan tahun bersama seperti ini seharusnya dijadikan momen penyadaran diri, momen pemaknaan atas kelahiran kita sendiri yang akan kita maknai dan isi dengan segala sesuatu yang baik. Natal sebagai kelahiran yang membarui kehidupan dunia, direncanakan Allah hendaknya dipandang sebagai kesempatan bagi kita pribadi melihat model kerja dan kehidupan kita. Melihat prestasi kerja kita sebagai orangtua, melihat prestasi belajar kita sebagai siswa, dan melihat keberhasilan kita sebagai guru dan pendidik. Pergantian tahun yang sudah kita lewati hendaknya juga dilihat sebagai kesempatan untuk melihat mutu dan kua-litas penggunaan dan pemaknaan waktu yang dipercayakan kepada kita sesuai tugas dan profesi kita masing-masing. Pergantian waktu hendaknya menjadi momen pembaharuan panggilan dan komitmen kita pada dunia pendidikan. Tanggungjawab dan komitmen kita sesuai peran kita merupakan faktor penentu keberhasilan proses pendidikan, proses pemanusiaan dan pencerdasan.

Kalender tahun 2002 telah kita copot dari dinding rumah kita. Telah kita turunkan dari dinding ruangan kerja kita. Kita telah menggantinya dengan ka-lender yang baru. Tahun 2002 telah kita lepaskan dari dinding kehidupan kita. Tahun 2003 telah kita gantungkan pada dinding kehidupan kita. Apa artinya kalau kita, mencopot kalender tahun lama dan menggantinya dengan kalender tahun yang baru? Apakah yang dapat dan mesti kita pikirkan kalau orang memberikan kalender kepada kita? Apakah yang dapat kita bahasakan ketika kita berhadapan deretan angka pada kalender yang kita terima? Mungkin kita hanya sampai pada perasaan senang, apalagi kalau kalender itu dihiasi dengan gambar pemandangan yang indah atau artis dan bintang film yang cantik. Ja-rang sekali orang/kita merenungkan makna dari tindakan memberi atau menerima kalender. Pemazmur mengajak kita untuk memaknai sebuah penanggalan atau kalender. Ada satu ajakan penting dari pemazmur untuk kita. Ajakan itu berbunyi: Ajarilah kami menghitung hari-hari kami. Inilah doa Raja Daud kepada Tuhan untuk mengisi dan memberi arti pada waktu dan hari-hari hidupnya. Doa Raja daud ini menurut saya penting kita renungkan dalam konteks perayaan Natal dan tahun baru seperti ini.

Natal sebagai kelahiran, dan memasuki tahun baru sebagai kesempatan menerima kalender yang baru, tahun baru bagi kita orang beriman adalah me-nerima tugas dan tanggungjawab. Kita lahir dan hidup berarti kita bertugas dan bertanggung jawab memberikan makna pada hidup kita. Ajakan untuk menghi-tung hari-hari hidup seperti kata pemazmaur tadi sesungguhnya adalah ajakan agar manusia tahu memberikan arti dan mengisi waktu hidupnya. Agar manusia sadar akan tugas dan profesinya sebagai bentuk tanggung jawab. Angka 365 hari pada kalender tahunan kita adalah deretan beban dan tanggung jawab yang harus kita terima. Kita berkewajiban untuk mengisi sesuatu yang berguna dan baik pada setiap angka itu.

Ajakan untuk menghitung hari artinya menjadikan setiap hari itu berarti dan bermakna. Menghitung hari berarti berusaha menjadikan hidup itu semakin baik dari hari ke hari. Menghitung hari berarti tidak membuang-buang waktu untuk hal yang tidak berguna. Menghitung hari berarti melihat waktu sebagai rahmat Tuhan yang diterima dan disyukuri. Mengitung hari berarti manusia menyadari makna keberadaan dan kelahirannya ke tengah dunia. Merayakan Natal dan Tahun baru bagi kita berarti kita mau membangun tekad, niat untuk mengisi hidup kita, menjalankan tugas profesi kita dengan penuh rasa tanggung jawab, setia pada tugas panggilan kita sebagai orangtua, sebagai siswa, sebagai guru dan pendidik.

Pergantian tahun sebagai perjalanan hidup kita semestinya membawa kita pada pemahaman dan pemaknaan waktu sebagai unsur yang membebaskan kita. Dalam bahasa Santu Paulus, waktu kehidupan kita merupakan saat-saat pelimpahan ramat dan berkat yang memperkaya hidup kita. Dalam waktu dan dalam hidup kita, kita diperkaya dalam segala hal. Aneka bentuk tugas, jabatan, profesi, bakat, kemampuan, kelebihan, keterampilan kita adalah kekayaan yang kita terima dari Tuhan. Setiap kita dapat mengukur mutu dan kualitas, intensitas pemkanaan waktu hidup kita selama tahun yang lalu. Hanya kita sendiri yang dapat menentukan apakah seluruh penggalan waktu yang telah lalu kita termasuk orang yang setia dan bertanggung jawab pada tugas dan profesi kita.

Kita patut bersyukur kepada Tuhan karena kita masih diberi waktu. Hidup kita tidak lain terjadi karena kita masih diberi waktu. Kalau waktu itu diambil dari kita maka itu artinya kita mati. Waktu itu adalah hidup kita. Karena itu kalau kita main-main dengan waktu berarti kita mempermainkan hidup kita. Kalau kita membuang waktu itu artinya kita membuang kehidupan kita, kalau kita kurang disiplin dengan waktu kita itu artinya kita tidak disiplin dengan hidup kita sendiri. Meril Douglas pernah menulis begini: manusia tidak dapat membeli waktu, tidak dapat menyewakan waktu, tidak dapat menyimpan waktu, tidak bisa membuat waktu, tidak bisa menabung waktu. Satu-satunya yang bisa manusia buat terhadap waktu adalah menghabiskannya. Pemimpin menghabiskannya untuk memimpin, pelajar menghabiskannya untuk belajar, pendidik menghabiskannya untuk mengajar dan mendidik, tentara dan polisi menghabisknannya untuk menjaga keamanan Masyarakat, petani menghabiskannya untuk bekerja di sawah dan ladang, penjudi menghabiskannya untuk berjudi dan seterusnya.

Manusia yang tidak dapat mengisi penggalan waktu hidupnya dengan hal yang baik sesuai bidang tugas profesinya biasanya tampil dalam penyesalan berkepanjangan. Menyesal karena waktu buang percuma, menyesal karena belum banyak berbuat yang terbaik. Menyesal karena sering melalaikan tugas dan tanggung jawab, menyesal karena salah menggunakan kuasa dan jabatan, menyesal karena tidak mematuhi kode etik profesi, menyesal karena lebih sibuk urus diri sendiri. Menyesal karena ini, menyesal karena itu. Akibatnya sebagian besar waktu hidup hanya berisi penyesalan.

Belajar bagi para siswa adalah salah satu cara memaknai waktu. Bekerja keras menjacari nafkah dan uang untuk orangtua adalah cara memaknai waktu, mengajar untuk seorang pendidik juga merupakan cara mengisi dan memaknai waktu. Peritiwa Natal dan pergantian tahun adalah cara/modus Allah untuk mendidik manusia. Kandang Betlehem adalah lokasi/tempat/lokus pendidikan yang diselenggarakan Allah. Kandang Betlehem adalah Seminari pertama yang dibuka Allah untuk semua manusia. Kandang Betlehem adalah sekolah panggi-lan pertama yang menjanjikan keselamatan. Kandang Betlehem adalah sekolah keselamatan yang dibuka Allah untuk semua manusia. Sekali lagi, Kandang Betlehem tempat Tuhan lahir adalah Seminari pertama.

Mengapa saya mengatakan bahwa Kandang Betlehem itu sebagai Seminari pertama? Jawabannya dapat kita temukan dalam penggalan Injil Lukas tadi. Peristiwa kelahiran Yesus yang dikisahkan Lukas pada dasarnya merupakan deskripsi/lukisan/gambaran tentang proses pendidikan yang sesungguhnya. Kelahiran Yesus di kandang adalah representasi kondisi edukatif yang paling asali. Indikator apa yang dapat kita pakai sehingga kandang Betlehem itu menjadi wacana, suasana bernuansa edukatif? Paling kurang ada 6 indikator penting yang membuktikan sekaligus menunjukkan suasana Betelehem sebagai sebuah seminari. Kandang Betlehem sebagai sebuah Seminari karena memiliki unsur sebagai berikut sebagai indikatornya

Pertama, Adanya interaksi dan pertemuan antara para gembala dengan Yosef bersama Maria, antara malaikat dan gembala, antara para gembala dan semua orang yang mereka jumpai. Pertemuan dan interkasi adalah ciri sebuah lembaga pendidikan. Tak ada sekolah dan tak ada seminari yang dibangun tanpa interaksi. Seminari adalah medan interaksi dan pertemuan seperti yang terjadi di kandang Betlehem. Pertemuan kita saat ini adalah sebuah interaksi sebagai salah satu indikator dunia pendidikan. Yang kita lakukan saat ini adalah interaksi edukatif.

Kedua, adanya komunikasi. Pertemuan dan interaksi tanpa komunikasi yang baik belum menunjukkan susana edukatif yang sebenarnya. Hal yang ter-jadi di kandang Betlehem bukan sekadar interaksi dan pertemuan yang bersifat spontan. Bukan sekadar berkumpul dalam satu kerumunan, melainkan suatu interaksi dan pertemuan untuk mengkomunikasikan sesuatu yang penting bagi manusia. Di sana, di kandang Betlehem Allah mengkomunikasikan pesan kese-lamatan kepada para gembala melalui malaikat. Malaikat mengkomunikasikan pesan dari Allah kepada para gembala, gembala mengkomunikasikan itu lebih lanjut. Seminari tempat kita belajar bagaikan kandang tempat kita berkomunikasi ide dan gagasan yang kreatif dan konstruktif. Pendidikan adalah sebuah aktus komunikasi.

Ketiga, Aktivitas dan kreativitas. Pendidikan mengandaikan aktivitas dan kreativitas. Aktivitas dan kreativitas ini nyata juga di kandang Betlehem. Para gembala berkata satu sama lain: Marilah kita pergi ke Betlehem untuk mencari, melihat apa yang terjadi di sana. Para gembala pergi, artinya mereka melakukan aktivitas yang terarah. Mereka pergi ke kandang Betlehem untuk membuktikan apa yang dikatakan kepada mereka. Seminari sebagai lembaga pendidikan adalah lembaga bercirikan aktivitas dan kreativitas. Para siswa yang masuk ke seminari seharusnya membawa semangat para gembala yang aktif dan kreatif untuk mencari, melihat dan menemukan Tuhan. Bukan ke seminari hanya mencari ilmu. Gembala ke kandang Betlehem bukan sekadar mencari ilmu melainkan lebih dari itu mereka pergi untuk mencari dan menjumpai Tuhan. Informasi, pengetahuan yang mereka dapat dari malaikat hanyalah sarana yang membantu mereka menjumpai Tuhan. Sekali lagi mereka masuk ke seminari kandang Betlehem untuk mencari Tuhan.

Keempat, adanya Refleksi dan Kontemplasi. Kesibukan para gembala ke kandang Betlehem untuk mencari Tuhan dimbangi pula dengan sikap Maria yang menyimpan segala perkara dalam hatinya. Hakikat pendidikan adalah menyelaraskan dimensi aksi dan refleksi. Menyeimbangkan dimensi sibuk dan diam, mendamaikan dimensi kebersamaan dan kesendirian. Sikap Maria yang diam menyimpan segala perkara dalam hatinya mau mengajarkan kepada kita bahwa mencari Tuhan tidak selamanya sibuk dengan otak dan pikiran. Mencari Tuhan perlu ketenangan, refleksi diam menyendiri. Perlu pengendapan agar pengetahuan itu menjadi bagain dari diri dan kehidupan. Seminari bukan hanya tempat kita sibuk mencari ilmu tetapi juga menjadi tempat kita hening mereflek-sikan perjalanan hidup kita. Seminari bukan hanya medan olah otak, tetapi juga mendan mengasah rasa. Seminari bukan hanya medan pencerdasan budi tetapi tempat pencerdasan rasa yang membantu kita untuk semakin mengenal Tuhan yang memanggil kita.

Kelima, Situasi dan Kondisi. Kandang adalah gambaran tentang situasi ter-tentu. Kandang Betlehem adalah gambaran tentang seting tempat dan situasi yang memungkinkan berlansungnya suatu peristiwa. Kandang Betlehem sebagai seminari pertama, memberikan kita gambaran perihal situasi hidup yang sangat sederhana dan dalam keterbatasan. Kandang adalah gambaran keterbatasan, kekurangan, ketidakenakan, dan kesederhanaan. Para gembala mencari Tuhan justru di kandang seperti itu. Mereka menjumpai Tuhan yang mereka cari itu di kandang, berbaring dalam palungan. Bukan mencarinya di kota, di sebuah hotel mewah dengan menu yang instant. Mereka ke kandang. Inilah suatu gambaran keterbatasan dan kesederhanaan yang tidak cocok dengan logika kehidupan masa kini. Lahir di kandang dan bertilam palungan adalah sebuah ajakan untuk menerima keterbatasan-keterbatasan. Yesus lahir dan dijumpai dalam keterbatasan sebuah kandang. Betlehem adalah seminari berspiritualitas kandang. Mencari Tuhan, mengharuskan orang untuk menghadapi pelbagai kekurangan dan keterbatasan. Seminari kita dengan segala kekurangannya adalah sebuah kandang Betlehem masa kini. Para siswa seminari yang sungguh-sungguh mencari Tuhan di Seminari pasti akan menerima keterbatasan yang ada. Orangtua yang mengirimkan anaknya ke seminari haruslah menerima semua keadaan Seminari yang mungkin seperti kondisi kandang Betlehem itu. Kalau orangtua mengharapkan anaknya hidup seperti di rumah dengan segala kelengkapan fasilitasnya maka kemungkinan besar anaknya sulit menerima keterbatasan yang ada di seminari. Siswa seminari sebagai calon gembala harus belajar dari para gembala dalam injil tadi menerima situasi sebuah kan-dang. Bukan menuntut situasi sebuah hotel dengan menu makanan yang enak dan kasur yang empuk. Mencari Tuhan mengharuskan seseorang bermental, berspiritualitas kandang, bukan bermental, berspiritualitas hotel. Menuntut ma-kanan enak, fasilitas mewah bukanlah semangat seorang gembala yang mencari Tuhan.

Keenam, Pendidikan mengarah pada pencapaian hasil akhir. Upaya pen-carian para gembala ke kandang mengasilkan satu sikap akhir yang luar biasa. Mereka telah pergi dan tiba di kandang Betlehem. Di sana mereka melihat, me-rasakan, mengetahui, mengenal segala sesuatu. Dari sana mereka berubah menjadi diri pribadi yang tahu memuji dan memuliakan Tuhan. Sikap tahu me-muji dan memuliakan Tuhan itu mereka dapatkan bukan di hotel dan restoran melainkan di kandang Betlehem. Seminari kita dalam visi dan misinya men-gemban tugas membentuk manusia utuh yang memiliki kecerdasan spiritual, kecerdasan emosinal, kecerdasan intelektual, dan kecerdasar sosial. Pendidi-kan di seminari mengarahkan kita semua pada sikap akhir yaitu memuji dan memuliakan Tuhan.

Tuhan telah lahir di sebuah sekolah yang sederhana. Tuhan lahir di sebuah kandang sebagai seminari pertama yang paling sederhana tempat para gembara sebagai orang sederhana belajar melihat, mencari, dan menjumpai Tuhan. Mudah-mudahan natal bersama ini memberikan kita nilai baru untuk tugas/karya kita pada tahun yang baru sebagai orangtua, siswa, dan pembi-na/pendidik. Marilah kita hidup dan belajar dari kandang Betlehem sebagai se-kolah keselamatan kita. Amin.



Kisol, Pesta Pembaptisan Tuhan

Rm. Bone Rampung, Pr

No comments:

Post a Comment