Wednesday, August 7, 2013

MINGGU PRAPASKA 1 TAHUN B

MINGGU I PRAPASKA

Kej. 9:8 15; 1Ptr 3:18 22; Mrk 1:12 15



Kasih Terulur: Tanggapan Diulur



Buka

Kasih dan kesetiaan Allah kepada manusia tidak bakal berakhir dengan cara dan sikap hidup manusia. Simpati dan cinta Allah tidak ditaklukkan oleh kelemahan manusia. Allah senantiasa mendekati manusia agar manusia kembali pada jalan yang dirintis Allah, agar dapat kembali ke rumah bapa. Tuhan menyapa kita dan sekaligus mengajak kita melalui firman-Nya pada hari ini agar kita memberi tanggapan secepatnya terhadap tawaran kasih Allah dalam situasi kehidupan kita. Setiap saat Allah mengulurkan kasih pertolongannya untuk membebaskan manusia dari kegelapan hidupnya. Dan dalam masa puasa ini Allah memberikan pe1uang bagi kita untuk semakin mengenal diri dan kehidupan kita. Dalam perayaan ini kita memohonkan kekuatan biar kita semua dimampukan untuk memberi¬kan jawaban pribadi terhadap tawaran keselamatan Allah. Marilah kita menyadari kele¬mahan dan dosa kita terutama dosa kecurigaan dan keraguan kita akan kasih Allah yang setiap saat mendatangi kita.



Renungan

Perkenankanlah kami mengajak Saudara/i sekalian untuk merenungkan firman Tuhan yang menyapa kita hari ini dengan bantuan sebuah cerita kecil berikut ini: Konon seekor kera tambun tergoda untuk masuk ke dalam kebun salah seorang petani. Dari atas pohon kera melihat setandan pisang yang sebagiannya telah matang. Kera berniat untuk menikmati buah pisang itu namun sayang kebun itu dipagar agak tinggi. Kera merasa kesulitan untuk masuk memetik pisang itu. Setelah bersusah payah kera itu berhasil memanjat pagar yang tinggi dengan bantuan sebatang pohon yang tumbuh dekat pagar itu. Kini ia berada di atas pagar dan ingin melompat ke pohon pisang. Kera melompat ke arah pelepah pisang yang berdekatan dengan pagar. Ketika kera melompat pada pelepah pisang itu, pelepah itu tidak mampu menahan tubuh kera yang tambun itu. Pelepah pisang itu patah sehingga si kera terlempar masuk ke dalam sebuah lobang. Lobang yang dalam itu dibuat si pemilik kebun pisang sebagai ranjau untuk babi hutan yang sering merusak tanamannya. Malang nasib si kera itu, ia terpental ke dalam lobang yang dalam dan tidak dapat keluar dari lobang itu.

Seekor kanci1 menyaksikan peristiwa itu. Dengan itikad hendak menolong si kancil mencoba melepaskan seutas tali dan meminta si kera memegang pada ujung tali sebelum ditarik si kancil. Menyaksikan tindakan si kancil itu kera menaruh curiga terhadap gelagat kancil itu. Karena itu, dari dalam lobang kera bertanya kepada kancil tentang maksud si kancil menolongnya. ‘Apa maksud Saudara Kancil mau menolong saya?’ Kancil menjawab kera itu katanya: ‘Aku akan menjelaskan dan menjawab pertanyaanmu setelah engkau keluar dari lobang ini’. Kera tetap pada pendiriannya dan mencurigai tindakan kancil. Kera berkata lagi: ‘Saya baru mau pegang pada ujung tali ini dan keluar hanya jika kamu memberi¬kan jawaban atas pertanyaanku’. Kancil mengalah lalu berkata: ‘Kalau demikian saya harus ke perpustakaan dahulu untuk mencari pada buku ensiklopedi jawaban atas pertanyaanmu itu’. Kera berkata lagi: ‘Bagaimana bisa engkau mencari jawabannya di perpustakaan saya toh tahu bahwa kamu itu buta huruf’. Kancil menjawab: ’Kalau begitu saya harus pergi daftar dan bersekolah dahulu’. Kancil pun pergi, meninggalkan kera itu sendirian berjuang di dalam lobang yang gelap. Setelah sekian lama kera menggerutu karena kancil itu tidak datang-datang untuk menolongnya keluar dari lobang kegelapan yang mengancam keselamatannya nyawanya itu.

Jika kita mendengarkan dengan teliti apa yang dikisahkan dalam bacaan pertama tadi kita boleh menyimpulkan bahwa kisah air bah itu sebenarnya kisah yang menggambarkan kondisi kehidupan manusia di hadapan Allah. Kisah yang digambarkan dalam kitab Kejadian tadi menggambarkan bahwa mayoritas manusia telah bertindak dan hidup dalam kehendaknya sendiri. Kejatuhan manusia pertama yang bermula dari rasa curiga terhadap kebaikan Allah membawa dampak yang luas dalam kehidupan manusia. Nuh yang diluputkan dari kisah dan malapetaka air bah merupakan gambaran jumlah minoritas manusia yang masih mendengarkan dan mengarahkan kehidupannya sesuai dengan kehendak Allah. Kecurigaan manusia akan kebaikan Allah dapat dibandingakan dengan kecurigaan si kera terhadap niat baik si kancil. Dalam sejarah perjalanan manusia, Allah senantiasa menawarkan kasih-Nya untuk membe¬baskan manusia dari kegelapan karena ulahnya sendiri yang mau melompat pagar yang ditetapkan Allah. Manusia yang telah terjerumus ke dalam kegelapan dosa tetap dicari dan didekati Allah. Allah senantiasa berinisitif membangun titian yang menghubungkan kembali manusia yang telah terputus akibat dosa.

Bacaan pertama sangat jelas disampaikan kepada kita tentang Allah yang berinisitif membuat satu perjanjian dengan manusia. Kita sendiri mendengar Allah berkata: ‘Sesungguhnya Aku akan mengadakan perjanjian dengan kamu dengan segala keturunanmu dan dengan segala makhluk hidup yang bersama-sama dengan kamu yang diselamatkan dari bahaya air bah’. Keselamatan ciptaan merupakan isi utama perjanjian Allah yang disampaikan-Nya kepada Nuh. Allah menjamin perjanjian itu dengan menaruh busur anak panah-Nya di langit yang jauh. Busur dan panah adalah simbol kemurkaan Allah namun karena cinta-Nya kepada manusia dan ciptaan kemurkan itu ditempatkannya jauh di langit. Itulah gambaran simpati dan cinta Allah buat manusia yang terjerumus ke dalam jurang kegelapan dosa.

Kisah malapetaka yang menimpa manusia dalam air bah adalah kisah pemusnah dosa manusia. Itulah kisah pemurnian hidup manusia yang inisitifnya datang dari Allah. Gagasan demikian kemudian berkembang dalam perjanjian baru di mana air bah merupakan simbol pembaptisan. Bacaan kedua tadi menegaskan bahwa manusia diselamatkan oleh pembaptisan. Dengan pembapisan, manusia telah dijadikan manusia baru. Dan pembaptisan itu tidak lain berarti kita ikut mati dan bangkit bersama Kristus. Surat Petrus tadi coba menarik satu benang merah yang menghubungkan kembali peristiwa air bah yang di alami Nuh dengan keselamatan yang dibawakan Kristus sendiri. Di sana kita membaca: ‘Juga kamu sekarang diselamatakan oleh kiasan air bah yaitu baptisan yang bertu¬juan bukan untuk membersihkan kanajisan jasmani melainkan untuk memohonkan hati nurani yang baik kepada Allah’. Dan semuanya terlaksana dalam korban dan kebangkitan Kristus. Dalam bacaan pertama Allah menawarkan keselamatan itu dengan perantaraan para nabi tetapi dalam bacaan kedua Allah mnyelamatkan manusia dengan mengutus PutraNya sendiri. Cinta, simpati dan perha¬tian Allah atas manusia belum lagi berakhir.

Penggalan injil Markus yang dipakai dalam pekan ini memang sangat singkat. Kita lalu bertanya mengapa demikian sing¬kat. Ini bukan tanpa Alasan. Alasannya ada pada kalimat-kalimat terkahir dalam injil tadi. Hanya satu alasannya yaitu waktunya telah genap. Waktunya singkat. Karena itu yang di sampai¬kan hanyalah satu pesan yang penting yaitu Bertobat dan Percaya. Injil mengisahkan tentang Yesus yang diantar Roh ke padang gurun untuk tinggal selama 40 hari. Injil sinoptik lainnya menambahkan bahwa di sana Yesus berdoa dan berpuasa. Di sana Yesus dicobai Iblis. Gambaran tentang Yesus yang dicobai iblis ini mau megatakan kepada kita bahwa dalam usaha yang baik apa pun godaan selalu membayangi manusia. Untuk dapat mengatasi semuanya, tidak ada cara lain bagi kita se1ain selalu kembali ke dalam diri sendiri, Kembali ke dalam hati nurani sendiri. Meli¬hat, menilai diri dan kehidupan kita. Waktunya singkat karena itu tanggapan yang segera sangat di harapkan.

Masa Puasa yang tenyah kita jalankan adalah saat yang tepat bagi kita semua untuk kembali ke dalam diri kita melihat dan menilai jalan dan cara hidup kita. Masa puasa ini ada1ah masa Allah menawarkan kesempatan buat kita. Kita semua dalam arti tertentu telah mengalami nasib seperti kera yang terjerumus ke dalam jurang kegelapan. Namun, Allah masih memberi¬kan, mengulurkan, memebentangkan, dan menawarkan tali kasih yang akan membebaskan kita dari kegelapan itu. Masa puasa adalah masa Allah menawarkan seutas tali yang hendaknya segera dipegang manusia biar selamat. Tentu saja kita tidak mau mengalami nasib seperti kera yang terus meringkuk dalam kegelapan hanya karena menolak tawaran keselamatan dari Allah.

Lalu bagaimana konkretnya kita mau keluar dari kegelapan itu pada masa puasa ini? Kita dapat ke1uar dari kegelapan semasa puasa ini harus selalu dikaitkan dengan peranan kita masing di tengah keluarga dan masyarakat. Sebagai biarawan/ti mungkin kita masih dalam kegela¬pan ketika persaudaraan di antara kita mengalami gangguan, ketika arah perjalanan kita mulai menemukan jalan buntu, ketika kita menjadikan komunitas kita tidak lebih sebagai kelompok yang harus disegani lantaran kita mau aman sendiri di balik pagar dan tembok kehidupan kita. Sebagai orangtua mungkin saat ini kita masih berada da1am kegelapan ketika keharmonisan dalam keluarga mengalami ganguan, ketika anggota keluarga mau memperjuangkan kepentingannya sendiri, ketika angota-anggotanya merasa dirinya lebih panting dari yang lain. Sebagai pelajar mungkin saat ini kita masih dalam kegelapan ketika kita tidak memanfaatkan pelbagai peluang untuk belajar secara serius, ketika kita salah menygunakan tanggungjawab yang diberikan orangtua kepada kita. Sebagai anak di da1am keluarga mungkin saat ini juga kita masih dalam kegelapan ketika kita tidak lagi taat pada harapan orangtua kita. Sebagai remaja mungkin saat ini kita masih dalam kegelapan ketika kita menyalahgunakan kebebasan kita, ketika kita melalaikan pelbagai norma dalam pergaulan kita.

Sebagai apa saja kita, mungkin saat ini masih berada dalam kegela¬pan. Dan kita bersyukur kepada Tuhan karena kita masih diberi waktu untuk keluar dari kegela¬pan dan kejatuhan kita dengan menjadikan masa puasa ini sebagai kesempatan menempatkan diri kita pada posisinya yang tepat. Kisah tentang nasib malang yang menimpa kera dalam cerita hendaknya menjadi bahan refleksi dan renungan pribadi kita selama amsa puasa ini. Kera tadi tidak bisa diselamatkan bukan karena tidak ada yang menolong tetapi karena kera sendiri menaruh sikap curiga terhadap kebaikan yang ditawarkan kepadanya. Setiap saat dalam aneka kesempatan dan peristiwa kita bisa jatuh dalam dosa. Setiap saat dan dalam aneka kesempatan yang sama Tuhan menawarkan pertolongan asalkan kita terbuka dan membuka diri dengan menyingkirkan prasangka buruk terhadap orang lain yang mungkin datang sebagai tanda kehadiran Allah. Tuhan tidak pernah meninggalkan kita dalam aneka situasi kehidupan. Hanya persoalannya terletak pada sikap manusia apakah ia menyadari bahwa Allah terlibat dan dilibatkan dalam seluruh pengalaman hidup. Kasih Tuhan senantiasi Terulur dengan harapan manusia tidak mengulur-ulur memberi jawaban atas kasih itu. Amin,



Rm.Bone Rampung Pr

No comments:

Post a Comment