Sunday, August 26, 2012

MINGGU BIASA PEKAN XXI THN B


HARI MINGGU BIASA XXI THN B
Yos 24:1‑2a.15‑18b; Ef 5:21‑32; Yoh 6:60‑71
Gereja  Stasi Singosari, Malang 26 Agustus 2012

Buka

Hidup kita manusia zaman ini banyak tantangannya. Aneka tantangan itu hadir dalam aneka pilihan yang menuntut kita untuk memilih secara cepat, cermat, dan cerdas. Dunia kehidupan kita zaman ini ibarat sebuah pasar swalayan yang memberikan kita kesempatan memilih apa yang kita perlukan. Dunia sebagai sebuah supermarket menyiapkan segala hal yang bisa dipilih. Pelbagai pilihan itu berpengaruh pada sikap manusia zaman ini untuk meninggalkan pilihan yang   satu lalu beralih ke pilihan yang lain. Banyaknya pilihan dan kemungkinan yang tersedia membuat kadar, kualitas kesetiaaan manusia pada sesuatu yang telah dipilih menjadi  kian longgar. Hal itu juga merambat ke dalam praktik hidup keagamaan kita. Banyak orang tidak setia pada pilihannya karena adanya aneka tawaran baru. Kesetiaaan untuk mengikuti Tuhan sering digadaikan dengan jabatan, kuasa, harta, dan uang. Hidup keagamaan dan nilai-nilai keagamaan seolah-olah sama seperti barang di sebuah toko swalayan yang bisa dibeli dan diukur dengan harta, kuasan, dan jabatan. Pada zaman ini cukup banyak orang yang membelot ke jalan yang salah. Pada masa ini tidak sedikit orang tidak setia dan meninggalkan Tuhan. Saai ini kehidupan manusia penuh dengan pengingkaran, pengkhianatan, dan ketidaksetiaan. Kelemahan-kelemahan sepertilah yang hendaknya kita bawa ke hadapan Tuhan mengawali perayaaan keselamatan ini. Biarlah Tuhan menghilangkan ketidaksetiaan kita.

Renungan

Kemarin sore saya masuk ke salah satu toko swalayan di dekat tempat tinggal saya. Saya ke sana mau membeli baterai kecil untuk kamera saya. Begitu saya tanyakan tentang baterai, ada begitu banyak jenis baterai yang ditawarkan pelayan toko kepada saya dengan kualitas baterai yang berbeda. Ada baterai yang menurut pelayan toko sangat bagus dan tahan lama. Meskipun ada baterai yang bagus dan tahan lama, saya tidak serta merta membelinya karena kamera saya hanya menggunakan baterai yang khusus. Saya harus memilih jenis baterai yang memang cocok dengan kamera yang sudah saya miliki. Kalau saya memilih baterai jenis lain pasti tidak cocok dan tidak ada gunanya. Saya harus setia pada pilihan jenis bateri sesuai dengan kamera. Kalau saya tetap setia menggunakan kamera itu maka konsekuensinya saya harus setia juga pada jenis baterinya. Pada saat yang sama seorang ibu dan anaknya masuk ke toko itu. Anaknya yang berumur sekitar 4 tahun langsung memegang satu pesawat terbang mainan yang harganya lumayan mahal. Anak itu tidak mau beranjak dari tempat itu dan tangannya tidak mau melepaskan pesawat mainan itu. Ibunya coba menarik dia tetapi anak itu merajuk dan memaksa ibunya supaya membeli pesawat mainan itu. Ibunya tampak marah-marah karena uang rupanya tidak cukup untuk membeli pesawat mainan itu.
Untuk menenangkan anaknya ibu itu coba menawarkan barang yang lain yang harganya lebih murah. Anak itu mati-matian memaksa ibunya membeli pesawat mainan itu. Karena tidak sabar terhadap anaknya, sang ibu mengancamnya. Kalau kamu tidak mau ikut mama, nanti kamu tinggal terus di sini dan mama pulang sendiri. Karena takut ditinggalkan sendirian, anak itu melepaskan pesawat mainan itu lalu meminta ibunya untuk membelikan pistol mainan.
Apa yang saya ceritakan ini sebenarnya mau mengatakan kepada kita bahwa hidup kita manusia ini penuh dengan kegiatan memilih. Kalau ke kios kita pasti memilih barang yang kita anggap penting kita beli. Kalau kita masuk ke warung makan kita akan memilih menu makanan yang cocok untuk kita. Kalau ke pasar juga kita pasti memilih barang yang kita perlukan. Tidak mungkin kita membeli semua yang ada di kios, makan semua yang ada di warung atau membeli semua yang ada di pasar. Kita harus memilih apa yang kita anggap penting dan berguna untuk kehidupan kita. Pendek  kata, ke mana pun kita pergi dan di mana pun kita berada, tindakan memilih itu terus berlangsung. Kemampuan membuat pilihan yang tepat merupakan hal penting dalam hidup. Kalau setiap orang tidak dapat memilih sesuatu dengan tepat maka kekacauan akan terjadi dalam kehidupan manusia. Pilihan yang tepat, baik, dan benar adalah pilihan yang dilakukan secara sadar, dalam pertimbangan yang matang. Jika tidak orang akan secepatnya membuang, melepaskan, meninggalkan pilihannya lalu beralih pada hal atau pilihan lainnya.
Menentukan pilihan yang tepat dan benar belum menjamin kualitas hidup kita manusia. Mengapa? Karena memilih itu tampaknya jauh lebih mudah dibandingkan dengan usaha untuk mempertahankan pilihan. Pilihan yang tepat dan benar harus dapat diuji dalam kesetiaan. Kesetiaan pada pilihan merupakan alat ukur untuk kualitas pilihan. Kesetiaan pada pilihan pada zaman ini tampaknya sulit karena ada banyak pilihan baru yang bisa mengalihkan pilihan sebelumnya.
Bacaan‑bacaan suci hari ini menunjukkan pola perubahan sikap Israel berhadapan dengan pilihan mereka untuk mencintai Yahwe. Bangsa Israel semula bersumpah dan berjanji setia kepada Yahwe tetapi kemudian tergoda untuk melepaskan janji itu. Mereka mengkhianati kesetiaan mereka kepada Yahwe dan beralih menyembah ‘allah-allah’ yang mereka ciptakan sendiri. Bangsa Israel meninggalkan Yahwe dan beralih karena mencari nama besar, merebut kuasa, harta jabatan. Yosua sebagai nabi utusan Yahwe bertugas mengecek kadar kesetiaan Israel pada perjanjian dengan Yahwe. Yosua berhadapan dengan Israel yang membelot ke ‘allah’ ciptaan mereka sendiri. Bacaan pertama menyampaikan kepada kita tentang sikap Yosua yang memberi kebe­basan kepada bangsa Israel untuk memilih Tuhan atau allah‑allah lain. "Jika kamu menganggap tidak baik beribadat kepada Tuhan, pilihlah pada hari ini kepada siapa kamu akan beribadat." Sikap nabi tegas dan jelas. Israel harus segera, cepat, cermat, dan cerdas memilih antara terus mencintai Yahwe atau harus segera beralih kepada ‘allah lain’ Bangsa Israel berubah sikap dan menganggap tidak baik beribadat kepada Yahwe. Beri­badat kepada yang lain, itulah yang baik bagi mereka. Yosua membiarkan mereka memilih sesuai dengan anggapan perasaan dan pikiran mereka itu. Inilah penolakan pertama, suatu penolakan beribadat kepada Tuhan yang dilakukan Israel. Sikap Israel ini dipertentangkan dengan pilihan sang nabi. Yosua dengan seluruh keluarganya justru menyatakan komitmen kesetiaannya untuk tetap mengabdi kepada Yahwe. Kesetiaan nabi menjadi teladan bagi Israel untuk segera mengubah sikap, memperbaiki pilihan, dan kembali mencintai dan mengakrabi pilihan awal mencintai Yahwe. Di sini jelas bagi kita bahwa Yosua diutus Yahwe untuk mengatasi penolakan Israel yang pertama. Yosua mengajarkan tentang kualitas kesetiaan terhadap Tuhan.
Ketidaksetiaan, pengkhianatan itu tampaknya bukan hanya monopoli manusia perjanjian lama. Ketidaksetiaaan itu juga menimpa para murid Yesus. Mereka yang telah dipilih Yesus menjadi penjala manusia pada akhirnya mengalami goncangan karena banyaknya pilihan lain yang mereka temukan dalam perjalanan mereka bersama Yesus. Para murid yang mengadakan perjalanan bersama Yesus harus berhadapan dengan pelbagai pengalaman yang bervariasi. Mereka tidak saja mengalami peristiwa mukjizat yang menggembirakan  tetapi juga mereka berhadapan dengan tantangan yang menguji iman dan keberanian dan kesetiaan mereka. Para murid harus berhadapan dengan empasan gelombang danau, para murid harus berhadapan dengan begitu banyak orang yang sakit. Para murid harus berhadapan dengan banyak orang yang kerasukan setan. Semua situasi ini membombardir, mengancam ketahanan dan kesetiaaan para murid untuk terus berjalan bersama Yesus.
Pengalaman penolakan Israel pada bacaan pertama tampaknya terulang dalam penolakan orang banyak terhadap Yesus. Kata-kata dan ucapan Yesus dirasakan sebagai pernyataaan yang kasar untuk orang banyak. Mereka merasa dan menilai bahwa perkataan Yesus itu keras. Reaksi mereka bukannya mencari tahu tentang sikap Yesus tetapi mereka justru memilih jalan lain untuk meninggalkan Yesus. Mereka hanya menuntut supaya kebutuhan mereka dipenuhi Yesus. Injil tadi menggambarkan bahwa banyak orang yang mengikuti Yesus bersungut‑sungut mendengarkan kata-kata Yesus yang dinilai "keras". Iman mereka menjadi "goncang" sehingga banyak di antara mereka "mengundurkan diri dan tidak lagi mengikuti Dia". Mereka membelot karena kata-kata Yesus dinilai menyinggung perasaan mereka.
Orang banyak berbelok mencari jalan lain ketika iman mereka diuji dalam aneka tantangan dan kesulitan hidup. Mereka maunya hanya menerima dan mengalami yang enak-enak. Mereka tidak mau berjuang dalam tantangan. Mereka tidak mau berusaha dan berkorban untuk mempertahankan kesetiaan mereka mengikuti Yesus. Mereka hidup dengan penuh perasaaan tanpa menilai mengapa Yesus berkata keras seperti itu kepada mereka. Mereka tidak pernah menilai diri mereka. Mereka hanya menilai Yesus dan menuntut Yesus supaya memenuhi semua yang mereka inginkan. Ketika mereka lapar dan haus mereka bersikap setia kepada Yesus tetapi begitu tantangan menghadang, mereka memilih meninggalkan Yesus.
Sikap para murid ini jelas menggambarkan mentalitas murid Tuhan yang tidak mau berusaha, tidak mau menghadapi tantangan dan hanya mau yang enak-enak saja. Mereka hanya  mengakui diri sebagai murid Yesus kalau mereka menikmati kegembiraaan tetapi kalau ditantang mereka justru membelot. Para murid Yesus juga terancam meninggalkan Yesus. Karena itulah Yesus menantang mereka dengan pertanyaan: Apakah kamu tidak mau pergu juga? Simon Petrus sebagai komandan para murid  menjawab tegas bahwa mereka tidak mungkin pergi karena Yesus adalah pilihan mereka dan mereka akan tetap memilih Dia. Yesus telah mereka pilih sebagai yang pertama dan yang terutama. Petrus menyatakan kesetiaan dan imannya akan Yesus.
Pada zaman kita ini juga banyak orang katolik yang berubah haluan, membelot karena merasa tersinggung oleh kata-kata mereka yang berbicara atas nama Kristus. Ada orang yang lari dari gereja hanya karena tersinggung oleh khotbah para pastor. Selain itu, kalau kita jujur maka kita harus mengakui bahwa banyak orang tidak mau beribadat, tidak mau berdoa atau Misa pada hari Minggu atau kesempatan‑kesempatan lainnya hanya karena perasaaanya tersinggung! Saya percaya hal ini tidak terjadi pada umat di Keukupan Malang ini. Kalau di tempat-tempat lain, hal seperti ini menjadi hal yang biasa terjadi.
Di dunia ini banyak sekali pilihan hidup yang menggiurkan. Dunia ini ibarat sebuah toko, pasar swalayan atau supermarket atau pasar besar. Dia muncul di depan mata kita dengan banyak macam tawaran, banyak macam barang yang membuat kita tergoda untuk melepaskan kesetiaaan kita pada pilihan kita. Hal yang sama meninimpa kehidupan keluarga katolik yang terancam. Kesetiaan pasangan mulai terbongkar ketika ada pelbagai tawaran yang menjerat kehidupan keluarga. Itulah yang selalu ditekankan Paulus seperti yang dinyatakan dalam bacaan kedua tadi. Paulus mempersoalkan kesetiaan  manusia kepada Tuhan. Hubungan Kristus yang sungguh setia kepada gereja tidak dikembangkan dalam kesetiaaan hidup keluarga sebagai gereja kecil. Kesetiaaan pasangan katolik mulai dipertaruhkan pada aneka pilihan hidup yang ditawarkan. Kesetiaan telah dikalahkan oleh jabatan, harta, dan uang.
Cara dan mental kerja juga mengalami perubahan. Manusia zaman ini ingin mendapatkan hasil secepatnya. Mau serba instant. Tidak menghargai proses. Tak mengherankan misalnya banyak orang melepaskan cara kerja yang memeras keringat lalu mencari yang lebih gampang mendatangkan uang. Petani melepaskan cara kerjanya, melepaskan kesetiaannya  sebagai petani, melepaskan tanahnya kepada pemilik modal dan ia sendiri menjadi orang yang berstatus tanpa lahan. Orang membelot dari profesi petani karena sebutan itu terasa kurang mentereng. Inilah salah satu contoh kita telah meninggalkan kesetiaaan kita. Para orang muda, enggan mengikuti pendidikan, tidak serius belajar. Yang setia mengikuti sekolah akan naik kelas di sekolah, yang lainnya naik pohon di kebun orang. Sekolah menjadi sepi tetapi dan jalan raya mendadak ramai. Berhadapan dengan kenyataan dunia dewasa ini, apakah kita seperti para murid, menjadi goncang iman kita? Apakah kita seperti mere­ka, banyak yang "mengundurkan diri dan tidak lagi mengikuti Dia"? Tuhan tidak pernah mau memaksa kita. Hanya kalau kita mau hidup, dan hidup dengan baik, tidak ada lain pilihan kita selain dari Dia, pemberi kehidupan.
Tuhan menegaskan dalam Injil hari ini: "Bagaimanakah jikalau kamu melihat Anak Manusia naik ke tempat di mana Ia sebe­lumnya berada? Rohlah yang memberi hidup; daging sama sekali tidak berguna. Perkataan‑perkataan yang Kukatakan kepadamu adalah roh dan hidup". Yesus adalah hidup. Dialah hidup itu. "Akulah jalan dan ke­benaran dan hidup"  Dia yang adalah hidup itu, hidup di dalam diri kita dan menghidupkan kita. Melalui Roh‑Nya, Ia memberikan hidup itu kepada kita. Melalui sabda‑Nya, Ia memberi­kan hidup itu kepada kita. Sebab itu yang mengikuti Yesus, ia "memilih hidup" bagi dirinya. Siapa mengundurkan diri dari Dia dan tidak mengikuti Dia, orang itu "memilih mati". Di dunia ini tidak ada satu pun yang tinggal tetap. Santu Agustinus bilang: "Segala sesuatu berlalu. Hanya Tuhanlah yang tinggal tetap". Dialah satu‑satunya yang tinggal hidup dan tetap hidup selama‑lamanya. Maka pilihlah Dia supaya engkau hidup dan hidup selama‑lamanya. Amin.
Rm.Bone Rampung, Pr

Saturday, August 11, 2012

MARIA DIANGKAT KE SURGA



Pekan Biasa XIX Thn.B2 Minggu 12 Agustus 2012
Why.11:19a12:1.3-6a.10ab 1Kor.15,20-26 Luk.1,39-56
Maria Diangkat ke Surga Stasi Singosari, Malang

Buka
Hari ini kita dan gereja sejagat merayakan perta Maria diangkat ke surga. Perayaan ini mengingatkan kita akan perbuatan besar yang dikerjakan Allah bagi Maria, bunda Kristus.  Dalam putera Maria, Allah telah menolong kita me­nurut janjinya kepada Abraham serta keturunannya. Sebab Kristus telah mengalahkan dosa dan kematian, dan la berjaya mulia di hadapan Allah.  Demikian pula setiap orang yang bersatu dengan Kristus akan dibang­kitkan dari alam maut dan berjaya bersama Kristus.  Dalam Maria harapan ini telah dipenuhi, sebab dialah yang paling dekat dengan Kristus. la diangkat ke dalam kemuliaan abadi dengan jiwa raganya, dan maut tidak lagi berkuasa atas dia. Kita semua yang masih mengembara di dunia tentu merindukan dan mendambakan pemuliaan diri kita seperti yang dialami Maria. Maria adalah figur anutan kita dalam ziarah iman kita. Sambil memohonkan rahmat Tuhan agar kita mampu meneladani cara hidup Maria, marilah kita mengakui segala dosa dan salah kita baik terhadap Tuhan maupun terhadap sesama kita……

Renungan
Payung biasanya orang gunakan untuk melindungi diri dari hujan atau panas mata hari. Itu artinya orang mengindari basah karena kehujanan dan panas karena sengatan matahari. Tetapi, kalau sampai ada gadis berpayungkan matahari tentu mengherankan banyak orang dan akan dianggap sebagai sesuatu yang aneh, istimewa, dan luar biasa. Perempuan  istimewa itulah yang digambarkan Yohanes dalam bacaan pertama hari ini. Kitab Wahyu menggambarkan seorang perempuan yang berpenampilan luar biasa. Perempuan yang digambarkan Yohanes itu istimewa karena menjadikan matahari sebagai gaunnya, bulan dipakai sebagai sepatunya dan bintang sebagai mahkotanya. Sulit kita membayangkan seorang gadis mengenakan pakaian matahari, sepatu bulan dan mahkota bintang. Saya hanya bisa membayangkan kalau perempuan itu pergi ke tempat jauh dan agak lama, pasti kita tidak mengenal siang karena matahari, bulan dan bintang dipakai perempuan itu. Yang kita alami tentu kegelapan total. Dan lebih dari itu mungkin kita akan bertabrakan di mana-mana dengan siapa saja.
Kisah penglihatan Yohanes perihal seorang perempuan dengan deskripsi yang simbolik tadi  menuntut kita untuk mencari makna dan pesannya. Perempuan yang berselubungkan matahari, bermahkota bintang, dan bertahktakan bulan adalah gambaran pribadi yang memiliki keunggulan dalam aneka keutamaan. Semua kita tahu bahwa matahari, bulan, dan bintang adalah kekuatan kosmik yang ditampilkan untuk menyadarkan manusia akan suatu kekuatan supernatural. Keakraban tokoh perempuan pada ketiga kekuatan kosmik itu, jelas menggambarkan kedekatan dan intensitas relasi tokoh itu dengan Dia, TUhan yang hadir di dalam ketiga kekuatan itu. 
Kalau kita membolak-balik Kitab suci khususnya perjanjian baru, kita tidak  akan menemukan penggalan  teks kitab suci  yang secara tegas dan jelas mengisahkan peristiwa pengangkatan Maria ke surga. Injil yang kita baca dan dengar tadi juga tidak menyinggung sedikit pun tentang bagaimana persiapan Maria untuk mudik dan transit dari bumi menuju sorga.  Akhir Juni tahun lalu setelah saya merayakan misa di gereja Taman Getzemani, bersama rombongan pezirah, kami diantar masuk ke satu bangunan tua di lembah Kidron. Menurut pemandu itu adalah tempat Maria berada sebelum dia diangkat atau transit ke surga. Di tempat itu memang tidak ada sesuatu yang bisa dijadikan bukti seperti halnya peristiwa Yesus naik surga. Tidak jauh dari situ kita ke sebuah bukit dekat tembok ratapan atau tepi barat masjid Yerusalem. Di bukit itu ada gereja kenaikan  dan gereja Pater Noster.Di gereja kenaikan kita bisa melihat bekas telapak kaki Yesus sebelum naik ke surga. Letaknya berdekatan dengan gereja Pater Noster, tempat Yesus mengajarkan doa Bapa Kami kepada para murid-Nya.
Perayaan atau pesta Maria diangkat ke surga yang kita rayakan hari ini memang tidak didasarkan pada pembuktikan historis tetapi lebih sebagai satu ajaran iman yang tidak terbantahkan kebenarannya. Ajaran iman ini dalam gereja dikenal sebagai dogma yaitu sesuatu yang harus diterima kebenarannya tanpa harus dibuktikan. Dogma tentang Maria diangkat ke surga dengan badan dan jiwa itu diumumnkan 1 November 1950 oleh Paus Pius XII melalui Konstitusi Apostoliknya: Munificientissimus Deus, sebuah dogma atau ajaran iman yang berisi pengakuan akan pengangkatan Maria ke sorga. Dogma atau ajaran iman ini lebih didasarkan pada keyakinan bahwa Maria sejak awal telah dipilih Allah untuk menjadi mempelai Roh Kudus, menjadi Bunda Yesus sang Putra. Untuk itulah Allah melindungi Maria dari noda dosa dan mengangkatnya jauh mengatasi para malaikat orang kudus. Dogma tentang pengangkatan maria ke Surga dilihat sebagai mahkota dari semua bentuk devosi dan telogi seputar Maria. Dalam Konstitusi Apostolik itu Paus menegaskan: Kami memaklumkan, menyatakan, dan menentukan bahwa Bunda Allah yang tidak bernoda, perawan Maria, setelah menyelesaikan hidupnya di dunia ini, diangkat dengan badan dan jiwanya ke dalam kemuliaan surgawi. Pengakuan iman akan pengangkatan Maria ini, juga ditegaskan di dalam dokumen Konsili Vatikan II khususnya dalam Lumen Gentium No.59 yang berbunyi: Akhirnya, setelah menyelesaikan jalan kehidupannya yang fana, Perawan tak bercela yang senantaiasa kebal terhadap semua dosa diangkat ke kerajaan surgawi dengan badan dan jiwanya.
Dogma, ajaran iman perihal pengangkatan Maria ke surga dengan badan dan jiwa, bukanlah hasil perjuangan sesaat. Prestasi seperti ini merupakan hasil rajutan aneka pengalaman suka duka Maria dalam membesarkan dan mengikuti jalan Yesus. Pengalaman Yesus adalah juga pengalaman Maria. Yesus dan Maria tidak terpisahkan sejak episode kandang Betlehem yang penuh sorak gempita pujian para malaikat sampai ke puncak golgota yang mewariskan kepedihan dan duka. Prestasi yang dicapai Maria adalah buah dari kebersamaan, kedekatan, partisipasinya dalam perjalanan dan misi Yesus. Yesus   bertahkta dalam kemuliaan dan Maria juga mengambil bagian di dalam kemuliaan itu.
Saya pribadi sungguh percaya bahwa dogma itu benar adanya. Mengapa? Karena kita tidak bisa memahami, mengimani Yesus tanpa kehadiran seorang tokoh Maria. Ketika saya diperkenankan Tuhan berziarah ke tanah Suci, yang saya dapatkan hanya terangkum dalam satu kata yaitu Kagum. Ketika  memasuki gereja Gantung tempat persembunyian keluarga kudus di tepi sungai Nil Mesir karena dikejar Herodes yang berkuasa di Israel saya kagum. Kagum karena Maria Yosef dan Yesus bersembunyi di situ selama setahun. Menurut penjelasan perjalanan keluarga kudus dari Israel menuju Mesir di tempuh selama tiga tahun. Yesus berada di persembunyai Mesir hanya stahun karena tahun keempat Herodes meninggal dan keluaga Kudus kembali ke Israel. Ketika, memasuki Gereja Betlehem dan melihat kandang tempat Maria melahirkan Yesus saya kagum. Kagum karena Maria  melahirkan dan menghadirkan Allah dalam kesederhanaan. Ketika saya memasuki gereja basilika Nasareth, saya kagum. Kagum karena di tempat itulah Tuhan melalui malaikat menawarkan keselamatan dunia melalui seorang perempuan bernama Maria. Ketika saya merayakan misa di gereja Kana, saya kagum. Kagum karena di tempat itulah Tuhan menyatakan kemuliaannya kepada dunia, berkat intervensi seorang ibu yang  bernama Maria yang prihatin pada kekurangan tuan pesta. Ketika saya memasuki gereja Visitasi (kunjungan Maria), dan gereja Kelahiran Yohanes Pembaptis saya kagum. Kagum, karena di tempat itulah seorang perempuan bernama Maria datang berbagi damai, berbagi salam yang menggembirakan dala kunjungan persaudaraan. Ketika saya mengikuti jalan salib dan tiba di gereja makam kudus  golgota saya kagum. Kagum karena di sana seorang perempuan bernama Maria memangku jasad putranya yang dihukum mati. Akhirnya ketika saya berlut ke makam Yesus aku kagum. Kagum karena di atas makam itu di bawah kaki salib, seorang perempuan berdiri tegar menatap sang Putra meregang nyawa untuk keselamatan dunia. Begitulah Maria itu seorang ibu, seorang prempuan istimewa yang sungguh mengagumkan.
Kisah injil hari ini hanyalah salah satu penggalan episode Partisipasi Maria dalam misi Yesus. Kita mendengar melalui injil tadi bahwa Maria mendatangi saudaranya Elisabeth sekeluarga. Ia mengunjungi mereka karena Maria sendiri telah mendapat kunjungan malaikat. Maria telah menerima kabar sukacita. Sukacita itu tidak ia diamkan untuk dirinya sendiri. Maria mau berbagi dalam kegembiraan bersama orang lain. Ia menghadirkan kegembiraan itu untuk orang lain. Ia berjalan dan pergi dari Nasaret menuju tempat tinggal Elisabeth. Maria harus menepuh perjalanan sejauh 160 km dari Nasareth menuju rumah Zakaria. Untuk mengabadikan peristiwa kunjungan Maria yang dikisahkan injil hari ini, di sana dibangun gereja kunjungan atau gereja visitasi. Tidak jauh dari gereja itu ada gereja kelahiran Yohnaes pembaptis dan di sana ada tempat kudus namanya grotto. Di situlah tempatnya Zakaria bisa berbicara lagi saat memberikan nama kepada Yohanes pembaptis. Dan kita mendengar sendiri bagaimana dampak kehadiran Maria itu terhadap Elisabeth saudaranya. Kehadirannya adalah kehadiran kegembiraan. Dia datang membawa islam, membawa salam, membawa damai. Islam, salam, damai, adalah kekuatan yang menggembirakan. Itulah sebabnya bayi dalam kandungan Elisabeth melonjak kegirangan ketika sebuah, islam, sebuah salam, sebuah damai dibagikan.  Islam, salam, damai itu ibarat alunan musik yangmembuat orang terhipnotis dalam kegembiraan yang meluap-luap.
Apa yang dapat kita petik dari kisah injil dan perayaan hari ini? Mungkin kita perlu belajar pada Maria tentang aneka kebajikan dan keutamaan seperti, kesederhanaan, kerendahan hati, kesabaran, ketekunan, keterbukaan, kerjasama, kerelaan untuk berkorban, kerelaan untuk berbagi,  kemauan baik untuk hidup bersama orang lain. Kehebatan Maria nyata dalam setiap kehadirannya di mana saja dan bersama siapa saja. Kemana saja Maria pergi dan bersama siapa saja ia berada  selalu melahirkan kegembiraan, kesejukan, dan harapan. Pendek kata kehadiran Maria adalah kehadiran yang selalu berdampak plus. Kehadiran yang selalu membawa nilai lebih untuk orang lain.
Untuk dapat hadir memberikan nilai tambah pada orang lain bukanlah perkara mudah. Hal itu mengandaikan adanya relasi yang tetap antara seseroang dengan sang sumber utama yaitu Allah sendiri. Kesadaran itulah yang menjadikan Maria Unggul dalam segala kebajikan. Tidaklah terlalu mengherankan kita kalau injil tadi menampilkan Maria yang memuji kebesaran Allah. Maria yang hari ini diangkat ke sorga telah membuka jalan bagi kita untuk hadir, ada dan hidup memberikan nilai tambah untuk orang lain atau lingkungan. Marilah kita belajar dan menimba aneka keutamaan dari Maria agar kehadiran kita di mana saja dan bersama siapa saja senantias membawa kegembiraan. Mudah-mudahan hidup dan diri kita menjadi sebuah salam yang hidup. Sebuah salam yang membangkitkan kegembiraan dan sukacita. Amin.

Saturday, August 4, 2012

MINGGU BIASA PEKAN XVIII THN B


Renungan Minggu Biasa ke-18 Th.B/2, 5 Agustus 2012

Kel. 16:2-4.12-15;  Ef. 4:17.20-24; Yoh. 6:24-35
Komunitas Frateran BHK Celaket 21 Malang
Buka
Kita semua pernah mendengar pepatah ini: Ada gula ada semut. Kita semua tahu arti pepatah ini. Di mana ada hal yang menguntungkan, menyenangkan, yang menarik biasanya ke sanalah orang-orang akan pergi berbondong-bondong mencari keuntungan. Bacaan cusi pada Minggu Biasa ke-18 mengangkat kisah sekelompok besar manusia yang meningglkan tempat asal mereka untuk mencari sesuatu. Bangsa Israel dalam bacaan pertama bagaikan semut  yang mencari sesuatu di padang gurun.  Orang banyak  yang mencari Yesus juga bagaikan semut yang mencari sesuatu. Hidup mencari keuntungan gaya semut di mata Yesus bukanlah hidup bermakna. Hidup  akan berarti kalau orang mencari dan mendapatkan sesuatu untuk jiwanya. Kita akui kesalahan kita karena sekian sering hidup kita hanyalah kerumuman tanpa arah. Kita sering mencari hal yang menyelamatkan badan tetapi mengorbankan jiwa kita.

Renungan
Kalau kita mengambil inti atau sari dari bacaan hari ini maka kita akan menemukan satu masalah pokok yang hendak diungkapkan. Ada satu perkara besar yang mau diangkat dan itu perkara yang berpautan dengan hidup dan kehidupan manusia. Perkara besar itu tidak lain adalah perkara makan dan minum. Perkara Konsumsi. Perkara perut fisik. Perkara besar itu merupakan masalah klasik. Bukan masalah baru. Mengapa? Karena soal makan minum ini sudah ada sejak manusia pertama. Bahkan, dosa pertama itu terjadi karena kasus/peristiwa makan memakan. Eva dan Adam makan buah terlarang  sehingga tersingkir dari dari Firdaus. Lebih  dari itu mereka harus menerima kematian sebagai akibatnya.
Kerja memakan, aktus memakan ternyata tetap membuat manusia mati. Maka terus dan terus makan bagi manusia tidak mampu menghalangi kematian. Malahan, saat ini semakin banyak jenis makanan yang diproses secara kimia, dikonsumsi manusia, makin besar kemungkinan menderita banyak penyakit. Selama hidupnya manusia makan berkali-kali, berulang-ulang.
Diskusi dan persoalan seputar makan dan minuman selalu menjadi masalah aktual karena menyangkut hidup mati manusia secara fisik. Perkara ini bukan monopoli kita yang hadir di sini. Hal ini sudah menjadi masalah pokok bangsa Israel seperti dikedepakan kitab Keluaran dalam bacaan pertama tadi. Musa harus menghadapi bangsa Israel yang menuntut makanan dan minuman ketika harus berhadapan dengan situasi di padang gurun yang kering. Musa dipaksa untuk memuaskan kebutuhan Israel akan makan minum. Israel merasa diri diperdaya Musa ketika kelaparan dan kehausan. Musa merasa stres berat karena digonggong dari mana-mana. Dia dinilai tidak beratanggung jawab, tidak becus mengurus konsumsi. Orang Israel semuanya protes bukan saja karena menu kamanannya tidak betul tetapi terlebih karena porsi makanannya amat terbatas. Bangsa itu selalu ingat kembali semua makanan enak mereka yang berkelimpahan di rumah sebelum mereka datang ke padang gurun.
Umpatan dan caci maki menjadi makanan utama Musa saat itu. Musa yang dipilih dan dipercayakan untuk menghantar bangsa itu tampaknya tidak putus asa. Ia yakin akan kuasa Tuhan yang segera menolongnya. Keluhan Musa mendapatan tanggapan langsung dari Yahwe. Kuasa itu terbukti ketika Yahwe sendiri menghujankan roti secara langsung dari Surga. Tuhan seakan-akan menurunkan nasi kotak  sebanyak yang dibutuhkan. Tuhan masih punya hati, mencintai Israel dalam bentuk makanan jasmani, makanan untuk tubuh. Tuhan sendiri bersabda: "Sesungguhnya Aku akan menurunkan dari langit hujan roti bagimu. Pada waktu senja kamu akan makan daging dan pada waktu pagi kamu akan kenyang makan roti; maka kamu akan mengetahui bahwa Akulah Tuhan Allahmu."
Pengalaman bangsa Israel ini tentu saja pengalaman yang luar biasa. Betapa rindunya hati kita, kalau kita lapar dan haus lalu tiba-tiba roti, es soda gembira, es campur, pisang goreng, supermi, telur rebus turun dari surga. Kalau itu terjadi maka sekarang tidak perlu ada petani, tidak perlu ada nelayan, tidak perlu ada pegawai, tidak perlu ada guru atau profesi lainnya. Kalau itu yang terjadi maka semua kita menjadi orang yang malas dan hanya menunggu kematian.
Saat ini Tuhan masih menurunkan Roti dan daging itu dalam bentuk yang lain. Padi  dan jagung, kelapa dan hewan apa saja adalah makanan jasmani yang dibutuhkan oleh manusia agar hidup. Tanpa makanan, padi, jagung, ubi atau apa saja kita manusia tidak mungkin hidup. Sebab itu Tuhan selalu menyiapkan dan memberikan itu pada waktunya asalkan manusia bekerja dan berusaha mencari­nya.
Perkara makan untuk Israel tadi adalah makanan jasmani yang sifatnya semenatara. Makanan yang membuat orang tatap merasa lapar dan haus. Karena itulah Tuhan menghendaki agar kita manusia bukan saja menerima dan menikmati makanan yang menjamin kelangsung fisik jasmaniah tetapi terlebih menerima makanan yang menjamin kehidupan jiwa yang sifatnya kekal dan abadi. Makanan jasmani yang diberikan kepada manusia haruslah mampu menghantar manusia pada pengenalan akan Tuhan. Tuhan menyiapkan dan memberikan makanan jasmani agar "kamu mengetahui bahwa Akulah Tuhan Allahmu". Makanan jasma­ni mesti mengantar orang, kita manusia kepada pengetahuan akan Tuhan. Kemakmuran hidup, kelimpahan harta kekayaan mesti membawa orang kepada Tuhan, mesti membuat orang mengenal Tuhan. Dengan kata lain segala bentuk kesibukan manusia dalam memaknai kehidupan harus  mengantarnya pada cita-cita untuk memperoleh jaminan kehidupan yang kekal.
Yesus melalui penggalan Injil Yohanes memberikan satu penjelasan perihal hakikat makanan manusia dari perspektif lain. Yesus memberi kunci rahasia kepada manusia yang menghendaki kehidupan kekal. Yesus berbicara soal makan tetapi bukan makanan jasmani yang kehilangan makna ketika manusia lenyap secara fisik. Ia berbicara perihal makanan atau roti kehidupan yang kekal. Episode perjumpaan Yesus dengan orang banyak yang mencarinya dalam injil tadi telah memberikan kepada kita suatu penjelasan tentang panggilan kehidupan yang pertama dan terutama. Dialog Yesus dengan orang banyak tadi  secara eksplisit  menampilkan dua jenis jaminan kehidupan manusia dan tingkat kualitas yang berbeda. Orang banyak mengikuti Yesus dengan logika kehidupan yang biasa. Mereka mengikuti Yesus sekadar mendapatkan roti pengisi perut jasmani mereka. Pada kesempatan berdialog seperti itulah Yesus menjelaskan visi dan misi perutusan-Nya. Ia secara langsung menepis harapan orang banyak yang mencarinya sekadar mendapat kamanan. Aku berkata kepadamu, sesungguhnya kamu mencari Aku bukan karena melihat tanda melainkan karena ingin mendapatkan roti.
Gerak gerik atau modus operandi orang banyak itu terdeteksi dalam pengelihatan Yesus bahwa mereka hanya mau mencari Roti dan bukannya untuk mencari dan memuji Tuhan yang telah melakukan pelbagai tanda dan mukjizat. Orang banyak itu di mata Yesus termasuk orang yang hidup sekadar hidup, artinya asal selalu dapat makan itu sudah cukup. Tidak lebih dari itu. Itulah sebabnya mengapa Yesus berkata dalam nada imperatif: Bekerjalah bukan untuk mendapatkan makanan yang dapat binasa melainkan untuk mendapatkan makanan yang bertahan sampai kekal. Perintah Yesus itu tegas dan jelas karena dalam perintah itu Yesus menunjukkan secara langsung dan pasti bahwa dirinyalah roti yang menjamin keselamatan jiwa manusia hingga kekal. Orang banyak masih bimbang dan pertanya tentang strategi, taktik yang harus dipakai untuk memperoleh hidup yang kekal. Yesus dengan lemah lembut menjawab mereka: Inilah perkerjaan yang dikehendaki Allah daripadamu yaitu hendaklah kamu percaya kepada Dia yang diutus Allah.
Orang banyak masih bimbang dan meminta tanda. Dalam kesabaran Yesus menjawab dengan mengangkat tanda yang dialami nenek moyang mereka, bangsa Israel yang mendapat Roti di padang gurun. Mereka percaya bahwa nenek moyang mereka mendapat Roti dari Musa. Yesus meluruskan pandangan mereka dengan berkata: Sesungguhnya bukan Musa yang memberikan Roti itu melainkan Bapa-Ku. Penjelasan Yesus sungguh menyentuh hati mereka sehingga mereka secara spontan meminta Roti itu kepada Yesus. Jawaban Yesus hanya satu: Akulah Roti kehidupan itu dan barang siapa percaya akan hidup selamanya.
Dialog antara Yesus dan orang banyak dalam injil tadi berakhir secara mengejutkan. Mengapa? Karena di sana tampak sekali proses dan tahap serta dinamika perkembangan cara berpikir manusia berhadapan dengan apa yang disampaikan Yesus. Semula orang banyak itu datang mencari Yesus hanya untuk mencari makan minum. Tetapi kemudian mereka bukan hanya menerima makan minum untuk jaminan fisik melainkan makan minum yang menjamin kehidupan jiwa mereka. Suatu proses perubahan hati dan hidup dari dalam.
Panggilan hidup kita orang beriman sebagai pengikut Kristus juga mengalami proses dan dinamika mulai dari yang sederhana sampai pada tingkat yang luar biasa. Perkembangan motivasi orang banyak untuk mencari dan mengikuti Yesus berkembang tahap demi tahap. Demikian pula motivasi panggilan kita akan berkembang. Mencari roti saja ataukah mau mengikuti Tuhan sebagai Roti hidup untuk jiwa kita?
Motivasi orang banyak dalam injil hari ini telah dimurnikan sehingga cara pandang mereka untuk mengikuti Yesus juga sudah berubah. Semula mereka datang untuk memenuhi kebutuhan fisik tetapi kemudian mereka berubah mendapatkan pemenuhan kebutuhan jiwa. Mengikuti Yesus berarti rela dan mau berubah seturut patokan Yesus. Dalam bahasa Santu Paulus menurut suratnya kepada jemaat di Efesus hari ini, mengikuti Yesus berarti orang harus mengenakan manusia baru sebagai ciptaan baru. Kalau hidup, cara hidup, tingkah laku, tututur kata kita tidak pernah berubah itu artinya kita belum menjadi manusia baru.
Menerima Yesus sebagai makanan yang menjamin kehidupan jiwa menuntut kita untuk melakukan reorientas dan reformasi dan bila perlu revolusi atas diri dan kehidupan kita. Yakinlah Tuhan berpihak kepada orang yang mau berubah dan berkembang menuju Allah dan kalau Tuhan berpihak kepada kita, siapkah yang berani melawan kita? Tuhan mampu mengubah saya dan Anda, mengubah kita semua…. Amin

SABTU PEKAN XVII THN B


Sabtu Pekan ke-17, 4 Agustus 2012
Yer. 26,11-16,24; Mat. 14,1-12
Komunitas Frater BHK Malang
Renungan:
Hari ini kita peringati pesta Santu Yohanes Maria Vianey. Dia dilahirkan di Prancis  tahun 1786. Ketika masih kanak-kanak, ia menggembalakan domba ayahnya. Ketika Yohanes berumur delapanbelas tahun, ia minta izin kepada ayahnya untuk menjadi seorang imam. Ayahnya berkeberatan karena tenaganya dibutuhkan untuk mengerjakan pertanian keluarga. Dua tahun kemudian ayahnya memberikan mengabulkan permintaannya. Ketika belajar di seminari dia termasuk orang yang dianggap paling bodoh terutama berkaitan dengan penguasaan bahasa Latin. Dia terancam dikeluarkan dari seminari karena kemampuan intelektualnya di bawah standar. Yang manarik dikisahkan bahwa ia mencari jalan keluar dengan meminta bantuan orang kudus. Karena itulah ia memutuskan untuk berangkat kapel St. Yohanes Fransiskus Regis, seorang kudus yang populer  di Prancis masa itu. Ia berjalan 60 mil atau hampir 100 km untuk menemukan jalan keluar dari masalahnya. Di sana Yohanes memohon bantuan doa St. Yohanes Regis. Sepulang ziarah itu ia bersikap tabah menghadapi kesulitan studinya. Meski banyak yang meragukan, akihir dia ditahbiskan menjadi imam dan ditempatkan di satu paroki yang mayoritas umatnya penuh dengan pendosa dan pembangkang dan dibelenggu pelbagai penyakit masyarakat.
Menghadapi umat di Ars itu, Yaohanes yang lemah secara intelektual beusaha menyakinkan dan menobatkan umatnya bukan dengan pendidikan atau cara yang lain. Yang ia buat hanyalah berdoa dan berpantang dengan intesi pertobatan bagi umatnya.Kekuatan daoa dan tapa bagi silih dosa umatnya membuat umatnya berbalik dan bertobat. Umatnya merasa bahwa pastor mereka itu orang kudus karena doa dan laku tapanya. Selama  empat puluh dua tahun ia mengabdi  di Ars hingga  meninggal tahun 1859 pada usia tujuh puluh tiga tahun. St. Yohanes Vianney dinyatakan kudus pada tahun 1925 oleh Paus Pius XI. Ada satu pesan penting berkaitan dengan doa yang mungkin baik untuk kita maknai. Dia menulis:
“Doa pribadi bagaikan jerami yang tercecer di sana sini; jika kamu membakarnya, akan menghasilkan tebaran api kecil-kecil. Tetapi, kumpulkan jerami-jerami itu menjadi satu berkas dan bakarlah, maka kamu akan mendapatkan suatu nyala api yang besar, berkobar bagaikan pancang ke angkasa; doa bersama seperti itu.” ~ Ia mau katakan doa pribadi itu baik tetapi berdoa bersama itu lebih baik lagi….

Friday, August 3, 2012

KAMIS BIASAPEKAN XVII B


Kamis Pekan ke-17, 2 Agustus 2012
Yer. 18,1-6; Mat. 13:47-53
Komunitas Frater BHK Malang
Renungan:

Hari ini Nabi Yeremia menggambarkan perlakukan Tuhan terhadap manusia. Tangan Tuhan adalah mahakarya seniman. Tangan Tuhanlah yang dapat membenahi kejahatan dan membentuknya kembali menjadi indah. Itulah gambaran tangan Tuhan sebagai tangan tukang periuk. Tuhan mengetahui cara terbaik untuk menjadikan orang jahat berubah menjadi baik. Syaratnya: kerelaan menjadi ‘liat’ untuk dibentuk seperti kondisi tanah liat.

Injil menggambarkan  proses Pemilihan Tuhan berlangsung, kalau Ia memilih para rasul menurut yang dikehendaki-Nya. Pemilihan Tuhan berlangsung, kalau Ia membagi-bagi talenta yang tidak sama. Pemilihan Tuhan terjadi lagi, kalau Ia memanggil pekerja pada waktu yang berbeda-beda dan kemudian memberikan upah yang sama, berdasarkan kebaikan-Nya. Tuhan juga membiarkan "seleksi" terjadi lewat perjalanan kodrat dan perlombaan alami: ada yang dilahirkan sehat, ada yang cacat, ada yang jadi kaya, ada yang jatuh miskin, ada yang untung, ada yang malang. Permainan alam kodrat, yang dibiarkan oleh Tuhan: pilihan - penyelenggaraan - atau nasib?
Pukat yang mengumpulkan berbagai-bagai jenis ikan, setelah penuh, dipilih di hadapan Tuhan: "malaikat-malaikat akan datang memisahkan orang jahat dan orang benar." Kejahatan atau kebenaran itu bukan nasib, bukan Tuhan yang menghendaki, ini terjadi karena pilihan manusia sendiri. Memang panggilan bakat dan rahmat, berbeda-beda. Tuhan yang memberikan menurut kerelaan-Nya. Pemilihan atau penolakan manusia terhadap kebaikan Tuhan akan menentukan tempatnya pada akhir zaman
Ada waktunya, yakni pada saat akhir zaman, orang benar dan orang jahat dikelompokkan. Gandum dan ilalang akan dipisahkan. Ini adalah pengertian umum. Yesus masih menambahkan pengertian baru yang lebih khusus yaitu yang menjadi ukuran pemisahan adalah sinkronisasi (rangkuman) hukum lama dan baru. Itulah hukum yang dibawa Yesus, yakni cinta kasih.
Yesus mengingatkan kita bahwa kedatangan Kerajaan Allah akan mencakup juga penghakiman terakhir. Itulah saat yang baik dan yang buruk akan dipisahkan untuk menerima anugerah atau hukuman yang sesuai. Kita diundang untuk senantiasa bertobat agar kelak beroleh anugerah surgawi. Apakah kita bersedia menanggapi undangan ini?

SANTO ALFONS MARIA LIGORI


Pesta St.Alfons Maria Ligori, 1 Agustus 2012
Yer. 15:10,16-21; Mat. 13:44-46
Komunitas Frater BHK Malang
Renungan:
Nabi Yeremia berniat meninggalkan tugasnya sebagai nabi. Maklum, dalam menunaikan tugasnya sebagai nabi, ia telah menderita banyak: ditolak, diejek dan dianiaya. Menurut logika Yeremia, yang menjadi nabi karena dibujuk oleh Allah seharusnya Allah membela dia dan mengganjar musuh-musuhnya. Tetapi Allah membiarkan musuhnya, Yeremia lalu putus asa, merasa diri celaka. Ia merasa Allah telah mengkhianati dan meninggalkan dia bagai "sungai yang curang,air yang tidak dapat dipercaya". Bagaimana reaksi Allah? Jika Yeremia mau kembali, Allah menerima, menyertai dan melindungi dia dalam menunaikan tugas kenabiannya.
Apa yang menarik di sini? Solusi ketika kita menghadapi tantangan, kesulitan bahkan derita dalam mengemban sebuah tugas bukan lari meninggalkan tugas tersebut tetapi mengintrospeksi diri, dan berdiam diri di hadapan Allah. St. Alfonsus de Liguori memberi contoh. Ia selalu membawa pergumulan hidupnya di hadapan Sakramen Mahakudus, hingga akhirnya ia berkata: "Ketahuilah bahwa seperempat jam di depan Yesus dalam Sakramen Mahakudus, engkau akan mendapatkan lebih banyak daripada segala perbuatan baik yang kaulakukan pada hari itu." Kedekatan dan kebergantungan Alfons Maria Ligori pada kehadiran Tuhan ini membuat dikenal sebagai ornag kudus  termasuk ketika ia masih hidup. Ada banyak cerita menarik seputar Maria Ligori ini. Dalam kesempat berdoa dan bermeditasi ia sering mengalami ekstase seperti melayang-layang. Lebih dari itu dia juga dikenal sebagai orang yang bisa hadir di dua tempat yang berbeda dalam cara dan waktu yang sama atau apa yang dikenal sebagai kehadiran bercorak bilokalitas. Kemampuan ini hanya bisa terjadi karena ia telah menyatu dengan Yesus. Ia telah menjadikan Yesus sebagai ladang yang berlimpahkan  rahmat.
Yesus membandingkan Kerajaan Allah itu dengan harta yang terpendam di ladang. Orang rela menjual segalanya dan membeli ladang itu. Kita diundang untuk mencari dan mengumpulkan harta yang bisa bertahan hingga kekal. Itulah iman kepada Yesus. Itulah harta yang menjadi jaminan keselamatan dan masa depan kita. Namun, apakah jerih payah kita setiap hari terarah akan harta yang bertahan hingga kekal? nKita akui salah dan dosa kita…