HARI MINGGU BIASA XXI THN B
Yos 24:1‑2a.15‑18b;
Ef 5:21‑32; Yoh 6:60‑71
Gereja Stasi Singosari,
Malang 26 Agustus 2012
Buka
Hidup kita manusia zaman ini banyak
tantangannya. Aneka tantangan itu hadir dalam aneka pilihan yang menuntut kita
untuk memilih secara cepat, cermat, dan cerdas. Dunia kehidupan kita zaman ini
ibarat sebuah pasar swalayan yang memberikan kita kesempatan memilih apa yang
kita perlukan. Dunia sebagai sebuah supermarket menyiapkan segala hal yang bisa
dipilih. Pelbagai pilihan itu berpengaruh pada sikap manusia zaman ini untuk
meninggalkan pilihan yang satu lalu
beralih ke pilihan yang lain. Banyaknya pilihan dan kemungkinan yang tersedia
membuat kadar, kualitas kesetiaaan manusia pada sesuatu yang telah dipilih
menjadi kian longgar. Hal itu juga
merambat ke dalam praktik hidup keagamaan kita. Banyak orang tidak setia pada
pilihannya karena adanya aneka tawaran baru. Kesetiaaan untuk mengikuti Tuhan
sering digadaikan dengan jabatan, kuasa, harta, dan uang. Hidup keagamaan dan
nilai-nilai keagamaan seolah-olah sama seperti barang di sebuah toko swalayan
yang bisa dibeli dan diukur dengan harta, kuasan, dan jabatan. Pada zaman ini
cukup banyak orang yang membelot ke jalan yang salah. Pada masa ini tidak
sedikit orang tidak setia dan meninggalkan Tuhan. Saai ini kehidupan manusia
penuh dengan pengingkaran, pengkhianatan, dan ketidaksetiaan.
Kelemahan-kelemahan sepertilah yang hendaknya kita bawa ke hadapan Tuhan
mengawali perayaaan keselamatan ini. Biarlah Tuhan menghilangkan ketidaksetiaan
kita.
Renungan
Kemarin sore
saya masuk ke salah satu toko swalayan di dekat tempat tinggal saya. Saya ke
sana mau membeli baterai kecil untuk kamera saya. Begitu saya tanyakan tentang
baterai, ada begitu banyak jenis baterai yang ditawarkan pelayan toko kepada
saya dengan kualitas baterai yang berbeda. Ada baterai yang menurut pelayan
toko sangat bagus dan tahan lama. Meskipun ada baterai yang bagus dan tahan
lama, saya tidak serta merta membelinya karena kamera saya hanya menggunakan
baterai yang khusus. Saya harus memilih jenis baterai yang memang cocok dengan kamera
yang sudah saya miliki. Kalau saya memilih baterai jenis lain pasti tidak cocok
dan tidak ada gunanya. Saya harus setia pada pilihan jenis bateri sesuai dengan
kamera. Kalau saya tetap setia menggunakan kamera itu maka konsekuensinya saya
harus setia juga pada jenis baterinya. Pada saat yang sama seorang ibu dan
anaknya masuk ke toko itu. Anaknya yang berumur sekitar 4 tahun langsung
memegang satu pesawat terbang mainan yang harganya lumayan mahal. Anak itu
tidak mau beranjak dari tempat itu dan tangannya tidak mau melepaskan pesawat
mainan itu. Ibunya coba menarik dia tetapi anak itu merajuk dan memaksa ibunya
supaya membeli pesawat mainan itu. Ibunya tampak marah-marah karena uang
rupanya tidak cukup untuk membeli pesawat mainan itu.
Untuk menenangkan anaknya ibu itu coba
menawarkan barang yang lain yang harganya lebih murah. Anak itu mati-matian memaksa
ibunya membeli pesawat mainan itu. Karena tidak sabar terhadap anaknya, sang
ibu mengancamnya. Kalau kamu tidak mau ikut mama, nanti kamu tinggal terus di
sini dan mama pulang sendiri. Karena takut ditinggalkan sendirian, anak itu
melepaskan pesawat mainan itu lalu meminta ibunya untuk membelikan pistol
mainan.
Apa yang saya ceritakan ini sebenarnya mau
mengatakan kepada kita bahwa hidup kita manusia ini penuh dengan kegiatan
memilih. Kalau ke kios kita pasti memilih barang yang kita anggap penting kita
beli. Kalau kita masuk ke warung makan kita akan memilih menu makanan yang
cocok untuk kita. Kalau ke pasar juga kita pasti memilih barang yang kita
perlukan. Tidak mungkin kita membeli semua yang ada di kios, makan semua yang
ada di warung atau membeli semua yang ada di pasar. Kita harus memilih apa yang
kita anggap penting dan berguna untuk kehidupan kita. Pendek kata, ke mana pun kita pergi dan di mana pun
kita berada, tindakan memilih itu terus berlangsung. Kemampuan membuat pilihan
yang tepat merupakan hal penting dalam hidup. Kalau setiap orang tidak dapat
memilih sesuatu dengan tepat maka kekacauan akan terjadi dalam kehidupan
manusia. Pilihan yang tepat, baik, dan benar adalah pilihan yang dilakukan
secara sadar, dalam pertimbangan yang matang. Jika tidak orang akan secepatnya
membuang, melepaskan, meninggalkan pilihannya lalu beralih pada hal atau
pilihan lainnya.
Menentukan pilihan yang tepat dan benar belum
menjamin kualitas hidup kita manusia. Mengapa? Karena memilih itu tampaknya
jauh lebih mudah dibandingkan dengan usaha untuk mempertahankan pilihan.
Pilihan yang tepat dan benar harus dapat diuji dalam kesetiaan. Kesetiaan pada
pilihan merupakan alat ukur untuk kualitas pilihan. Kesetiaan pada pilihan pada
zaman ini tampaknya sulit karena ada banyak pilihan baru yang bisa mengalihkan
pilihan sebelumnya.
Bacaan‑bacaan suci hari ini menunjukkan pola
perubahan sikap Israel berhadapan dengan pilihan mereka untuk mencintai Yahwe.
Bangsa Israel semula bersumpah dan berjanji setia kepada Yahwe tetapi kemudian
tergoda untuk melepaskan janji itu. Mereka mengkhianati kesetiaan mereka kepada
Yahwe dan beralih menyembah ‘allah-allah’ yang mereka ciptakan sendiri. Bangsa
Israel meninggalkan Yahwe dan beralih karena mencari nama besar, merebut kuasa,
harta jabatan. Yosua sebagai nabi utusan Yahwe bertugas mengecek kadar
kesetiaan Israel pada perjanjian dengan Yahwe. Yosua berhadapan dengan Israel
yang membelot ke ‘allah’ ciptaan mereka sendiri. Bacaan pertama menyampaikan
kepada kita tentang sikap Yosua yang memberi kebebasan kepada bangsa Israel
untuk memilih Tuhan atau allah‑allah lain. "Jika kamu menganggap tidak
baik beribadat kepada Tuhan, pilihlah pada hari ini kepada siapa kamu akan beribadat."
Sikap nabi tegas dan jelas. Israel harus segera, cepat, cermat, dan cerdas
memilih antara terus mencintai Yahwe atau harus segera beralih kepada ‘allah
lain’ Bangsa Israel berubah sikap dan menganggap tidak baik beribadat kepada Yahwe.
Beribadat kepada yang lain, itulah yang baik bagi mereka. Yosua membiarkan
mereka memilih sesuai dengan anggapan perasaan dan pikiran mereka itu. Inilah
penolakan pertama, suatu penolakan beribadat kepada Tuhan yang dilakukan
Israel. Sikap Israel ini dipertentangkan dengan pilihan sang nabi. Yosua dengan
seluruh keluarganya justru menyatakan komitmen kesetiaannya untuk tetap
mengabdi kepada Yahwe. Kesetiaan nabi menjadi teladan bagi Israel untuk segera
mengubah sikap, memperbaiki pilihan, dan kembali mencintai dan mengakrabi
pilihan awal mencintai Yahwe. Di sini jelas bagi kita bahwa Yosua diutus Yahwe
untuk mengatasi penolakan Israel yang pertama. Yosua mengajarkan tentang
kualitas kesetiaan terhadap Tuhan.
Ketidaksetiaan, pengkhianatan itu tampaknya
bukan hanya monopoli manusia perjanjian lama. Ketidaksetiaaan itu juga menimpa
para murid Yesus. Mereka yang telah dipilih Yesus menjadi penjala manusia pada
akhirnya mengalami goncangan karena banyaknya pilihan lain yang mereka temukan
dalam perjalanan mereka bersama Yesus. Para murid yang mengadakan perjalanan
bersama Yesus harus berhadapan dengan pelbagai pengalaman yang bervariasi.
Mereka tidak saja mengalami peristiwa mukjizat yang menggembirakan tetapi juga mereka berhadapan dengan
tantangan yang menguji iman dan keberanian dan kesetiaan mereka. Para murid
harus berhadapan dengan empasan gelombang danau, para murid harus berhadapan
dengan begitu banyak orang yang sakit. Para murid harus berhadapan dengan
banyak orang yang kerasukan setan. Semua situasi ini membombardir, mengancam
ketahanan dan kesetiaaan para murid untuk terus berjalan bersama Yesus.
Pengalaman
penolakan Israel pada bacaan pertama tampaknya terulang dalam penolakan orang
banyak terhadap Yesus. Kata-kata dan ucapan Yesus dirasakan sebagai pernyataaan
yang kasar untuk orang banyak. Mereka merasa dan menilai bahwa perkataan Yesus
itu keras. Reaksi mereka bukannya mencari tahu tentang sikap Yesus tetapi
mereka justru memilih jalan lain untuk meninggalkan Yesus. Mereka hanya
menuntut supaya kebutuhan mereka dipenuhi Yesus. Injil tadi menggambarkan bahwa
banyak orang yang mengikuti Yesus bersungut‑sungut mendengarkan kata-kata Yesus
yang dinilai "keras". Iman mereka menjadi "goncang"
sehingga banyak di antara mereka "mengundurkan diri dan tidak lagi
mengikuti Dia". Mereka membelot karena kata-kata Yesus dinilai menyinggung
perasaan mereka.
Orang banyak
berbelok mencari jalan lain ketika iman mereka diuji dalam aneka tantangan dan
kesulitan hidup. Mereka maunya hanya menerima dan mengalami yang enak-enak.
Mereka tidak mau berjuang dalam tantangan. Mereka tidak mau berusaha dan
berkorban untuk mempertahankan kesetiaan mereka mengikuti Yesus. Mereka hidup
dengan penuh perasaaan tanpa menilai mengapa Yesus berkata keras seperti itu
kepada mereka. Mereka tidak pernah menilai diri mereka. Mereka hanya menilai
Yesus dan menuntut Yesus supaya memenuhi semua yang mereka inginkan. Ketika
mereka lapar dan haus mereka bersikap setia kepada Yesus tetapi begitu
tantangan menghadang, mereka memilih meninggalkan Yesus.
Sikap para
murid ini jelas menggambarkan mentalitas murid Tuhan yang tidak mau berusaha,
tidak mau menghadapi tantangan dan hanya mau yang enak-enak saja. Mereka
hanya mengakui diri sebagai murid Yesus
kalau mereka menikmati kegembiraaan tetapi kalau ditantang mereka justru membelot.
Para murid Yesus juga terancam meninggalkan Yesus. Karena itulah Yesus
menantang mereka dengan pertanyaan: Apakah kamu tidak mau pergu juga? Simon
Petrus sebagai komandan para murid
menjawab tegas bahwa mereka tidak mungkin pergi karena Yesus adalah
pilihan mereka dan mereka akan tetap memilih Dia. Yesus telah mereka pilih
sebagai yang pertama dan yang terutama. Petrus menyatakan kesetiaan dan imannya
akan Yesus.
Pada zaman kita
ini juga banyak orang katolik yang berubah haluan, membelot karena merasa
tersinggung oleh kata-kata mereka yang berbicara atas nama Kristus. Ada orang
yang lari dari gereja hanya karena tersinggung oleh khotbah para pastor. Selain
itu, kalau kita jujur maka kita harus mengakui bahwa banyak orang tidak mau beribadat,
tidak mau berdoa atau Misa pada hari Minggu atau kesempatan‑kesempatan lainnya
hanya karena perasaaanya tersinggung! Saya percaya hal ini tidak terjadi pada
umat di Keukupan Malang ini. Kalau di tempat-tempat lain, hal seperti ini
menjadi hal yang biasa terjadi.
Di dunia ini
banyak sekali pilihan hidup yang menggiurkan. Dunia ini ibarat sebuah toko,
pasar swalayan atau supermarket atau pasar besar. Dia muncul di depan mata kita
dengan banyak macam tawaran, banyak macam barang yang membuat kita tergoda
untuk melepaskan kesetiaaan kita pada pilihan kita. Hal yang sama meninimpa
kehidupan keluarga katolik yang terancam. Kesetiaan pasangan mulai terbongkar
ketika ada pelbagai tawaran yang menjerat kehidupan keluarga. Itulah yang
selalu ditekankan Paulus seperti yang dinyatakan dalam bacaan kedua tadi.
Paulus mempersoalkan kesetiaan manusia
kepada Tuhan. Hubungan Kristus yang sungguh setia kepada gereja tidak
dikembangkan dalam kesetiaaan hidup keluarga sebagai gereja kecil. Kesetiaaan
pasangan katolik mulai dipertaruhkan pada aneka pilihan hidup yang ditawarkan.
Kesetiaan telah dikalahkan oleh jabatan, harta, dan uang.
Cara dan mental
kerja juga mengalami perubahan. Manusia zaman ini ingin mendapatkan hasil
secepatnya. Mau serba instant. Tidak menghargai proses. Tak mengherankan
misalnya banyak orang melepaskan cara kerja yang memeras keringat lalu mencari
yang lebih gampang mendatangkan uang. Petani melepaskan cara kerjanya,
melepaskan kesetiaannya sebagai petani,
melepaskan tanahnya kepada pemilik modal dan ia sendiri menjadi orang yang
berstatus tanpa lahan. Orang membelot dari profesi petani karena sebutan itu
terasa kurang mentereng. Inilah salah satu contoh kita telah meninggalkan
kesetiaaan kita. Para orang muda, enggan mengikuti pendidikan, tidak serius
belajar. Yang setia mengikuti sekolah akan naik kelas di sekolah, yang lainnya
naik pohon di kebun orang. Sekolah menjadi sepi tetapi dan jalan raya mendadak
ramai. Berhadapan dengan kenyataan dunia dewasa ini, apakah kita seperti para murid,
menjadi goncang iman kita? Apakah kita seperti mereka, banyak yang
"mengundurkan diri dan tidak lagi mengikuti Dia"? Tuhan tidak pernah
mau memaksa kita. Hanya kalau kita mau hidup, dan hidup dengan baik, tidak ada
lain pilihan kita selain dari Dia, pemberi kehidupan.
Tuhan menegaskan dalam Injil hari ini:
"Bagaimanakah jikalau kamu melihat Anak Manusia naik ke tempat di mana Ia
sebelumnya berada? Rohlah yang memberi hidup; daging sama sekali tidak
berguna. Perkataan‑perkataan yang Kukatakan kepadamu adalah roh dan
hidup". Yesus adalah hidup. Dialah hidup itu. "Akulah jalan dan kebenaran
dan hidup" Dia yang adalah hidup
itu, hidup di dalam diri kita dan menghidupkan kita. Melalui Roh‑Nya, Ia
memberikan hidup itu kepada kita. Melalui sabda‑Nya, Ia memberikan hidup itu
kepada kita. Sebab itu yang mengikuti Yesus, ia "memilih hidup" bagi
dirinya. Siapa mengundurkan diri dari Dia dan tidak mengikuti Dia, orang itu
"memilih mati". Di dunia ini tidak ada satu pun yang tinggal tetap.
Santu Agustinus bilang: "Segala sesuatu berlalu. Hanya Tuhanlah yang
tinggal tetap". Dialah satu‑satunya yang tinggal hidup dan tetap hidup
selama‑lamanya. Maka pilihlah Dia supaya engkau hidup dan hidup selama‑lamanya.
Amin.
Rm.Bone Rampung, Pr