Sunday, August 26, 2012

MINGGU BIASA PEKAN XXI THN B


HARI MINGGU BIASA XXI THN B
Yos 24:1‑2a.15‑18b; Ef 5:21‑32; Yoh 6:60‑71
Gereja  Stasi Singosari, Malang 26 Agustus 2012

Buka

Hidup kita manusia zaman ini banyak tantangannya. Aneka tantangan itu hadir dalam aneka pilihan yang menuntut kita untuk memilih secara cepat, cermat, dan cerdas. Dunia kehidupan kita zaman ini ibarat sebuah pasar swalayan yang memberikan kita kesempatan memilih apa yang kita perlukan. Dunia sebagai sebuah supermarket menyiapkan segala hal yang bisa dipilih. Pelbagai pilihan itu berpengaruh pada sikap manusia zaman ini untuk meninggalkan pilihan yang   satu lalu beralih ke pilihan yang lain. Banyaknya pilihan dan kemungkinan yang tersedia membuat kadar, kualitas kesetiaaan manusia pada sesuatu yang telah dipilih menjadi  kian longgar. Hal itu juga merambat ke dalam praktik hidup keagamaan kita. Banyak orang tidak setia pada pilihannya karena adanya aneka tawaran baru. Kesetiaaan untuk mengikuti Tuhan sering digadaikan dengan jabatan, kuasa, harta, dan uang. Hidup keagamaan dan nilai-nilai keagamaan seolah-olah sama seperti barang di sebuah toko swalayan yang bisa dibeli dan diukur dengan harta, kuasan, dan jabatan. Pada zaman ini cukup banyak orang yang membelot ke jalan yang salah. Pada masa ini tidak sedikit orang tidak setia dan meninggalkan Tuhan. Saai ini kehidupan manusia penuh dengan pengingkaran, pengkhianatan, dan ketidaksetiaan. Kelemahan-kelemahan sepertilah yang hendaknya kita bawa ke hadapan Tuhan mengawali perayaaan keselamatan ini. Biarlah Tuhan menghilangkan ketidaksetiaan kita.

Renungan

Kemarin sore saya masuk ke salah satu toko swalayan di dekat tempat tinggal saya. Saya ke sana mau membeli baterai kecil untuk kamera saya. Begitu saya tanyakan tentang baterai, ada begitu banyak jenis baterai yang ditawarkan pelayan toko kepada saya dengan kualitas baterai yang berbeda. Ada baterai yang menurut pelayan toko sangat bagus dan tahan lama. Meskipun ada baterai yang bagus dan tahan lama, saya tidak serta merta membelinya karena kamera saya hanya menggunakan baterai yang khusus. Saya harus memilih jenis baterai yang memang cocok dengan kamera yang sudah saya miliki. Kalau saya memilih baterai jenis lain pasti tidak cocok dan tidak ada gunanya. Saya harus setia pada pilihan jenis bateri sesuai dengan kamera. Kalau saya tetap setia menggunakan kamera itu maka konsekuensinya saya harus setia juga pada jenis baterinya. Pada saat yang sama seorang ibu dan anaknya masuk ke toko itu. Anaknya yang berumur sekitar 4 tahun langsung memegang satu pesawat terbang mainan yang harganya lumayan mahal. Anak itu tidak mau beranjak dari tempat itu dan tangannya tidak mau melepaskan pesawat mainan itu. Ibunya coba menarik dia tetapi anak itu merajuk dan memaksa ibunya supaya membeli pesawat mainan itu. Ibunya tampak marah-marah karena uang rupanya tidak cukup untuk membeli pesawat mainan itu.
Untuk menenangkan anaknya ibu itu coba menawarkan barang yang lain yang harganya lebih murah. Anak itu mati-matian memaksa ibunya membeli pesawat mainan itu. Karena tidak sabar terhadap anaknya, sang ibu mengancamnya. Kalau kamu tidak mau ikut mama, nanti kamu tinggal terus di sini dan mama pulang sendiri. Karena takut ditinggalkan sendirian, anak itu melepaskan pesawat mainan itu lalu meminta ibunya untuk membelikan pistol mainan.
Apa yang saya ceritakan ini sebenarnya mau mengatakan kepada kita bahwa hidup kita manusia ini penuh dengan kegiatan memilih. Kalau ke kios kita pasti memilih barang yang kita anggap penting kita beli. Kalau kita masuk ke warung makan kita akan memilih menu makanan yang cocok untuk kita. Kalau ke pasar juga kita pasti memilih barang yang kita perlukan. Tidak mungkin kita membeli semua yang ada di kios, makan semua yang ada di warung atau membeli semua yang ada di pasar. Kita harus memilih apa yang kita anggap penting dan berguna untuk kehidupan kita. Pendek  kata, ke mana pun kita pergi dan di mana pun kita berada, tindakan memilih itu terus berlangsung. Kemampuan membuat pilihan yang tepat merupakan hal penting dalam hidup. Kalau setiap orang tidak dapat memilih sesuatu dengan tepat maka kekacauan akan terjadi dalam kehidupan manusia. Pilihan yang tepat, baik, dan benar adalah pilihan yang dilakukan secara sadar, dalam pertimbangan yang matang. Jika tidak orang akan secepatnya membuang, melepaskan, meninggalkan pilihannya lalu beralih pada hal atau pilihan lainnya.
Menentukan pilihan yang tepat dan benar belum menjamin kualitas hidup kita manusia. Mengapa? Karena memilih itu tampaknya jauh lebih mudah dibandingkan dengan usaha untuk mempertahankan pilihan. Pilihan yang tepat dan benar harus dapat diuji dalam kesetiaan. Kesetiaan pada pilihan merupakan alat ukur untuk kualitas pilihan. Kesetiaan pada pilihan pada zaman ini tampaknya sulit karena ada banyak pilihan baru yang bisa mengalihkan pilihan sebelumnya.
Bacaan‑bacaan suci hari ini menunjukkan pola perubahan sikap Israel berhadapan dengan pilihan mereka untuk mencintai Yahwe. Bangsa Israel semula bersumpah dan berjanji setia kepada Yahwe tetapi kemudian tergoda untuk melepaskan janji itu. Mereka mengkhianati kesetiaan mereka kepada Yahwe dan beralih menyembah ‘allah-allah’ yang mereka ciptakan sendiri. Bangsa Israel meninggalkan Yahwe dan beralih karena mencari nama besar, merebut kuasa, harta jabatan. Yosua sebagai nabi utusan Yahwe bertugas mengecek kadar kesetiaan Israel pada perjanjian dengan Yahwe. Yosua berhadapan dengan Israel yang membelot ke ‘allah’ ciptaan mereka sendiri. Bacaan pertama menyampaikan kepada kita tentang sikap Yosua yang memberi kebe­basan kepada bangsa Israel untuk memilih Tuhan atau allah‑allah lain. "Jika kamu menganggap tidak baik beribadat kepada Tuhan, pilihlah pada hari ini kepada siapa kamu akan beribadat." Sikap nabi tegas dan jelas. Israel harus segera, cepat, cermat, dan cerdas memilih antara terus mencintai Yahwe atau harus segera beralih kepada ‘allah lain’ Bangsa Israel berubah sikap dan menganggap tidak baik beribadat kepada Yahwe. Beri­badat kepada yang lain, itulah yang baik bagi mereka. Yosua membiarkan mereka memilih sesuai dengan anggapan perasaan dan pikiran mereka itu. Inilah penolakan pertama, suatu penolakan beribadat kepada Tuhan yang dilakukan Israel. Sikap Israel ini dipertentangkan dengan pilihan sang nabi. Yosua dengan seluruh keluarganya justru menyatakan komitmen kesetiaannya untuk tetap mengabdi kepada Yahwe. Kesetiaan nabi menjadi teladan bagi Israel untuk segera mengubah sikap, memperbaiki pilihan, dan kembali mencintai dan mengakrabi pilihan awal mencintai Yahwe. Di sini jelas bagi kita bahwa Yosua diutus Yahwe untuk mengatasi penolakan Israel yang pertama. Yosua mengajarkan tentang kualitas kesetiaan terhadap Tuhan.
Ketidaksetiaan, pengkhianatan itu tampaknya bukan hanya monopoli manusia perjanjian lama. Ketidaksetiaaan itu juga menimpa para murid Yesus. Mereka yang telah dipilih Yesus menjadi penjala manusia pada akhirnya mengalami goncangan karena banyaknya pilihan lain yang mereka temukan dalam perjalanan mereka bersama Yesus. Para murid yang mengadakan perjalanan bersama Yesus harus berhadapan dengan pelbagai pengalaman yang bervariasi. Mereka tidak saja mengalami peristiwa mukjizat yang menggembirakan  tetapi juga mereka berhadapan dengan tantangan yang menguji iman dan keberanian dan kesetiaan mereka. Para murid harus berhadapan dengan empasan gelombang danau, para murid harus berhadapan dengan begitu banyak orang yang sakit. Para murid harus berhadapan dengan banyak orang yang kerasukan setan. Semua situasi ini membombardir, mengancam ketahanan dan kesetiaaan para murid untuk terus berjalan bersama Yesus.
Pengalaman penolakan Israel pada bacaan pertama tampaknya terulang dalam penolakan orang banyak terhadap Yesus. Kata-kata dan ucapan Yesus dirasakan sebagai pernyataaan yang kasar untuk orang banyak. Mereka merasa dan menilai bahwa perkataan Yesus itu keras. Reaksi mereka bukannya mencari tahu tentang sikap Yesus tetapi mereka justru memilih jalan lain untuk meninggalkan Yesus. Mereka hanya menuntut supaya kebutuhan mereka dipenuhi Yesus. Injil tadi menggambarkan bahwa banyak orang yang mengikuti Yesus bersungut‑sungut mendengarkan kata-kata Yesus yang dinilai "keras". Iman mereka menjadi "goncang" sehingga banyak di antara mereka "mengundurkan diri dan tidak lagi mengikuti Dia". Mereka membelot karena kata-kata Yesus dinilai menyinggung perasaan mereka.
Orang banyak berbelok mencari jalan lain ketika iman mereka diuji dalam aneka tantangan dan kesulitan hidup. Mereka maunya hanya menerima dan mengalami yang enak-enak. Mereka tidak mau berjuang dalam tantangan. Mereka tidak mau berusaha dan berkorban untuk mempertahankan kesetiaan mereka mengikuti Yesus. Mereka hidup dengan penuh perasaaan tanpa menilai mengapa Yesus berkata keras seperti itu kepada mereka. Mereka tidak pernah menilai diri mereka. Mereka hanya menilai Yesus dan menuntut Yesus supaya memenuhi semua yang mereka inginkan. Ketika mereka lapar dan haus mereka bersikap setia kepada Yesus tetapi begitu tantangan menghadang, mereka memilih meninggalkan Yesus.
Sikap para murid ini jelas menggambarkan mentalitas murid Tuhan yang tidak mau berusaha, tidak mau menghadapi tantangan dan hanya mau yang enak-enak saja. Mereka hanya  mengakui diri sebagai murid Yesus kalau mereka menikmati kegembiraaan tetapi kalau ditantang mereka justru membelot. Para murid Yesus juga terancam meninggalkan Yesus. Karena itulah Yesus menantang mereka dengan pertanyaan: Apakah kamu tidak mau pergu juga? Simon Petrus sebagai komandan para murid  menjawab tegas bahwa mereka tidak mungkin pergi karena Yesus adalah pilihan mereka dan mereka akan tetap memilih Dia. Yesus telah mereka pilih sebagai yang pertama dan yang terutama. Petrus menyatakan kesetiaan dan imannya akan Yesus.
Pada zaman kita ini juga banyak orang katolik yang berubah haluan, membelot karena merasa tersinggung oleh kata-kata mereka yang berbicara atas nama Kristus. Ada orang yang lari dari gereja hanya karena tersinggung oleh khotbah para pastor. Selain itu, kalau kita jujur maka kita harus mengakui bahwa banyak orang tidak mau beribadat, tidak mau berdoa atau Misa pada hari Minggu atau kesempatan‑kesempatan lainnya hanya karena perasaaanya tersinggung! Saya percaya hal ini tidak terjadi pada umat di Keukupan Malang ini. Kalau di tempat-tempat lain, hal seperti ini menjadi hal yang biasa terjadi.
Di dunia ini banyak sekali pilihan hidup yang menggiurkan. Dunia ini ibarat sebuah toko, pasar swalayan atau supermarket atau pasar besar. Dia muncul di depan mata kita dengan banyak macam tawaran, banyak macam barang yang membuat kita tergoda untuk melepaskan kesetiaaan kita pada pilihan kita. Hal yang sama meninimpa kehidupan keluarga katolik yang terancam. Kesetiaan pasangan mulai terbongkar ketika ada pelbagai tawaran yang menjerat kehidupan keluarga. Itulah yang selalu ditekankan Paulus seperti yang dinyatakan dalam bacaan kedua tadi. Paulus mempersoalkan kesetiaan  manusia kepada Tuhan. Hubungan Kristus yang sungguh setia kepada gereja tidak dikembangkan dalam kesetiaaan hidup keluarga sebagai gereja kecil. Kesetiaaan pasangan katolik mulai dipertaruhkan pada aneka pilihan hidup yang ditawarkan. Kesetiaan telah dikalahkan oleh jabatan, harta, dan uang.
Cara dan mental kerja juga mengalami perubahan. Manusia zaman ini ingin mendapatkan hasil secepatnya. Mau serba instant. Tidak menghargai proses. Tak mengherankan misalnya banyak orang melepaskan cara kerja yang memeras keringat lalu mencari yang lebih gampang mendatangkan uang. Petani melepaskan cara kerjanya, melepaskan kesetiaannya  sebagai petani, melepaskan tanahnya kepada pemilik modal dan ia sendiri menjadi orang yang berstatus tanpa lahan. Orang membelot dari profesi petani karena sebutan itu terasa kurang mentereng. Inilah salah satu contoh kita telah meninggalkan kesetiaaan kita. Para orang muda, enggan mengikuti pendidikan, tidak serius belajar. Yang setia mengikuti sekolah akan naik kelas di sekolah, yang lainnya naik pohon di kebun orang. Sekolah menjadi sepi tetapi dan jalan raya mendadak ramai. Berhadapan dengan kenyataan dunia dewasa ini, apakah kita seperti para murid, menjadi goncang iman kita? Apakah kita seperti mere­ka, banyak yang "mengundurkan diri dan tidak lagi mengikuti Dia"? Tuhan tidak pernah mau memaksa kita. Hanya kalau kita mau hidup, dan hidup dengan baik, tidak ada lain pilihan kita selain dari Dia, pemberi kehidupan.
Tuhan menegaskan dalam Injil hari ini: "Bagaimanakah jikalau kamu melihat Anak Manusia naik ke tempat di mana Ia sebe­lumnya berada? Rohlah yang memberi hidup; daging sama sekali tidak berguna. Perkataan‑perkataan yang Kukatakan kepadamu adalah roh dan hidup". Yesus adalah hidup. Dialah hidup itu. "Akulah jalan dan ke­benaran dan hidup"  Dia yang adalah hidup itu, hidup di dalam diri kita dan menghidupkan kita. Melalui Roh‑Nya, Ia memberikan hidup itu kepada kita. Melalui sabda‑Nya, Ia memberi­kan hidup itu kepada kita. Sebab itu yang mengikuti Yesus, ia "memilih hidup" bagi dirinya. Siapa mengundurkan diri dari Dia dan tidak mengikuti Dia, orang itu "memilih mati". Di dunia ini tidak ada satu pun yang tinggal tetap. Santu Agustinus bilang: "Segala sesuatu berlalu. Hanya Tuhanlah yang tinggal tetap". Dialah satu‑satunya yang tinggal hidup dan tetap hidup selama‑lamanya. Maka pilihlah Dia supaya engkau hidup dan hidup selama‑lamanya. Amin.
Rm.Bone Rampung, Pr

No comments:

Post a Comment