Saturday, September 8, 2012

Minggu Biasa ke-23 Th.B

-->
Minggu Biasa ke-23 Th.B, 9 September 2012
Yes 35:4-7a; Yak 2:1-5; Mrk 31:31-37
Stasi Singosari, Malang

Buka
Hari ini Tuhan kembali mengundang kita untuk berjumpa dan menerima Dia sebagai tabib agung kita. Dialah yang menyembuhkan, melepaskan, membebaskan kita dari pelbagai belenggu dan ikatkan yang membuat kehidupan jiwa kita kerdil. Dalam kerapuhan sebagai manusia mulut kita mungkin membisu ketika dituntut untuk mengatakan sesuatu secara benar. Dalam kerapuhan yang sama mungkin telinga hati kita tertutut untuk segala sesuatu yang membawa kabaikan dalam hidup kita dan sesama kita. Marilah kita datang dan hadir sebagai si bisu dan tuli, berserah diri biar Tuhan membuka mulut dan telinga kita untuk suatu masa depan yang membebaskan kita. Seraya memohon rahmat dan kekuatan untuk membangun komitmen dalam perayaan ini kita akui kelemahan dan dosa kita..
Renungan
Seorang ahli pidato namanya Quintilianus pernah berkata: “Tidak ada anugerah yang Lebih indah yang diberikan oleh para dewa, daripada keluhuran berbicara (Quintilianus). Santu Agusttinus membahasakannya secara lain: “Kepandaian berbicara adalah seni yang mencakup segalanya. Martin Luther King menambahkan: “Siapa yang pandai berbicara dia itu manusia, sebab berbicara adalah kebijaksanaan, dan kebijaksanaan adalah berbicara”. Kutipan-kutipan bijak ini bukan sekadar pemberi motivasi agar orang bisa berbicara tetapi lebih dari itu agar orang memanfaat kemampuan berbicara itu untuk memberikan makna pada kehidupan. Saya kira semua kita sepakat bahwa kemampuan berbicara adalah berkat dan anugerah bagi kita. Memang karena kita tergolong orang normal yang bisa berbicara sehingga kita menganggapnya sebagai hal yang biasa-biasa saja. Bagi seorang yang bisu, kalau satu ketika dia tiba-tiba bisa berbicara, maka dia akan melihat hal itu sebagai anugera dan mukjizat.
Kemampuan berbicara sebagai suatu anugerah bagi kehidupan kita manusia tentu tidak akan bermakna kalau pembicaraan itu tidak didenagrkan atau tidak ada yang mendengarkannya. Kata-kata yang keluar dari mulut seseorang bertapa pun indah dan bermaknanya tetapi kalau tidak ada telinga yang mendengarkannya maka kata indah dan penuh makna itu akan terbang bersama angin. Karena itulah, dalam kehidupan yang nyata persoalan berbicara dan persoalan mendengarkan merupakan dua hal yang hanya bisa dibedakan tetapi tidak bisa dipisahkan. Coba banyangkan kalau di dunia ini hanya ada seorang yang bisa berbicara dan semua orang yang lainnya bisu apa yang akan terjadi? Dunia kita pasti hening dan senyap. Coba bayangkan kalau di dunia ini hanya ada seorang yang bisa mendengarkan apa yang terjadi? Dunia kita juga akan hening dan senyap karena orang tak mungkin berbicara kepada semua orang yang tuli.
Dunia dan kehiduapn kita menjadi indah, penuh dinamika terjadi karena kita dilengkapi mulut untuk bisa berbicara dan dilengkapi telinga untuk mendengarkan. Mulut untuk berbicara dan telinga untuk mendengarkan jika berfungsi maksimal maka terjadilah komunikasi dan interaksi dalam kehidupan. Saya kira semua kita akan kesulitan berkomunikasi ketika berhadapan dengan sesama kita bisu atau yang tuli. Kalau kita bisa berbicara tetapi teman bicara kita itu tuli maka bahasa dan kata-kata kita menjadi tak bermakna. Ketika telinga kita normal bisa mendengarkan tetapi teman bicara kita bisu maka telinga kita menjadi tak bermakna. Sampai di sini, kita disadarkan mulut dan telinga, kemampuan berbicara dan kemampun mendnegarkan itu amat penting dalam hidup. Relasi dan komunikasi dalam kehidupan sepenuhnya dipertaruhkan pada kemampuan berbicara dan kemampuan mendengarkan. Sagala bentuk aksi dan tindakan manusia boleh dikatakan dikendalikan oleh dua kemampuan ini. Itu sama artinya, kalau dua kemampuan ini tidak ada pada seseorang maka maka bagi orang itu hidup menjadi beban dan kematian menjadi kerinduannya.
Firman dan sabda Tuhan yang diwartakan untuk kita melalui tiga penggalan bacaan hari ini pada intinya berbicara tentang perkara mulut dan telinga manusia. Soal praktik berbicara dan praktik mendengarkan di antara sesama dalam kehidupan nyata. Nubuat Yesaya dalam bacaan pertama jelas mewacanakan kepada kita tentang pentingnya telinga untuk mendengarkan dan pentingnya mulut untuk membahasakan kegembiraan. Nabi Yesaya dipilih Yahwe untuk menjadi mulut yang berbicara kepada bangsa Israel yang tawar hati. Nabi diutus untuk mengatakan hal yang penting bagi Israel. Nabi diutus untuk mengabarkan dan menawarkan kehidupan yang membebaskan. Nabi diutus sebagai mulut yang bisa membahasakan dan menjabarkan program Allah bagi bangsa yang nyaris tanpa harapan. Yesaya mengajak Israel untuk kembali meyakini Allah, kembali bersandar pada-Nya karena janji Tuhan akan ditepati. Yesaya mengabarkan berita keselamatan mencelikan mata yang buta membuka telinga yang tuli dan melepaskan belenggu kebisuan, dan menguatkan kaki yang timpang dan lumpuh. Yesaya datang mengabarkan dan menyuarakan tentang sukacita bagi Israel yang akan menikmati sumber air yang memancar di padang yang tandus. Program Allah jelas diteruskan sang Nabi. Agenda pembebasan itu hanya akan terjadi kalau Israel membuka telinga hati mereka untuk kembali pada iman yang benar akan Yahwe.
Markus dalam penggalan injil hari ini menarasikan pengalaman pembebasan yang dialami seorang yang tuli dan kesulitan berbicara. Markus menampilkan kuasa kebesaran Allah yang dinyatakan melalui penyembuhan orang tuli dan setengah bisu itu. Yesus menata kembali organ mulut dan telinga orang itu, memfungsingkan kembali sistem bicara dan sistem pendengaran orang itu. Itu artinya bagi Yesus telinga dan mulut itu harus dibebaskan agar manusia bisa memaknai kehidupannya secara benar sebagai manusia. Pembebasan yang dilakukan Yesus itu sekaligus mau menegaskan bahwa jaminan keselamatan dari Allah itu terlaksana dalam diri Yesus Kristus, bahkan mencapai puncak, kepenuhan, dan kesempurnaannya. Ia menjadikan segala-galanya baik” (Mrk 7:37a).
Tindakan pembebasan yang dilakukan Yesus itu dirumuskan dalam satu kata yaitu Efata yang berarti terbukalah. Kata ini merupakan kata kunci yang sekaligus menuntut orang yang tuli itu melakaukan pembaharuan cara hidup (reformasi) dan pembaruan arah (reorientasi) hidup. Terbukalah merupakan sebuah perintah, amanat, imperatif yang harus dilakukan sebagai buah pembebasan. Perintah terbuka itu merujuk pada mulut untuk mengucapkan seuatu secara tepat dan sesuai dan juga merujuk pada telinga agar tidak tertutup pada segala sesuatu yang membawa makna dalam kehidupan. Efata adalah kata kunci pembaruan peribahasa dan perilaku kehidupan seseorang.
Mentalitas dan model kehidupan bangsa Israel semasa nabi Yesaya tampaknmya masih juga menguasai kehidupan manusia sepanjang zaman. Peribahasa, kata-kata dan perilaku sikap masa bodoh yang mengabaikan hukum Tuhan masih mewarnai kehidupan manusia. Di dunia ini banyak yang mulutnya dan telinganya normal tetapi dalam berbahasa banyak yang salah karena ada hal lain yang membelengu mulut untuk mengatakan apa yang jelas dan yang benar. Di dunia ini banyak yang telinganya normal tetapi sulit mendengarkan apa yang bisa mengubah dan membawa harapan baru bagi hidup. Dalam konteks seperti ini hari ini Yesus juga telah membuka belenggu mulut dan sumbatan telinga kita untuk bisa menjadi nabi yang membawa pembabasan, untuk menjadi seperti orang banyak yang membawa si bisu tuli untuk disentuh dan disembuhkan Tuhan. Sebagai pengikut Kristus dalam cara yang berbeda kita dituntut untuk menjadi mulut yang mewartakan dan telinga yang mendengarkan.
Santo Yakobus meberikan kita resep untuk membuka mulut dan telinga manusia zaman ini dalam sikap yang adil tidak membuat pembedaan dengan alasan apapun. Membuka mulut sesama dan membuka telinga sesama hanya akan terjadi dan bermakna kalau kita memperlakukan orang lain secara adil.
Kalau hari ini Markus mengisahkan Yesus membuka mulut dan telinga orang tuli dan bisu dalam rangka menata perilaku mulut dan perilaku telinga, maka tentu kita bisa melihat diri kita apakah mulut dan telinga kita juga mau dibuka Yesus sebelum kita menjalankan misi kenabian dan kerasulan kita untuk membebaskan orang bisu dan tuli dalam kehidupan kita? Segala sesuatu yang tidak sesuai dalam kehidupan adalah wujud kebisuan dan ketulian yang harus disembuhkan. Pelbagai ketindakberesan ada di mana-mana, di dalam keluarga, di lingkungan kerja, di dalam masyarakat. Semunya itu merupakan wujud kebisuan dan ketulian yang menuntut kita untuk menyembuhkannya. Semoga Tuhan memberi kita kekuatan dan berkat untuk membuka mulut dan telinga kita; mulut dan telinga sesama kita… Amin

No comments:

Post a Comment