Wednesday, July 31, 2013

MISA PERPISAHAN DI SEMINARI KISOL

Renungan Misa Perutusan

Rm.Bone, Rm.Don, Fr.Kristian, Fr.Redy

Kis.3,1-10; Mrk.10,46-52

Seminari Kisol Kamis, 14 Juni 2012



Emas dan Perak tidak ada pada kami….



Bukanlah hal yang baru bagi Komunitas ini untuk menjadikan moment perpisahan sebagai moment perutusan. Karena itu kita lebih suka menggunakan rumusan misa perutusan daripada menggunakan rumusan misa perpisahan. Perpisahan itu konotasinya pasif negatif sedangkan perutusan konotasinya aktif dan positif. Aktif dan positif karena perutusan itu identik dengan tugas yang diterima untuk dilaksanakan sesuatu. Pertanyaan pokoknya satu saja: diutus untuk apa? Pertanyaan lainnya akan mengarah pada pertanyaan pokok ini. Pertanyaan itu, hari ini diarahkan kepada kami berempat dan jawaban kami tentu berbeda-beda sesuai konteks kami. Meskipun demikian sebagai orang beriman tentu kita menyatukan semuanya dalam makna perutusan yang lebih luas lagi. Kami berempat yang telah menjejakkan kaki di tempat ini akan pergi. Kami pergi kamu tinggal, kamu punya harapan atas kami dan kami punya perjuangan untuk harapan kamu. Saat ini kita berada dalam konteks perutusan sebagai orang beriman. Karena itulah, moment ini jangan dilihat sebagai hal istimewa hanya buat kami yang akan pergi tetapi sebagai saat istimewa buat kita semua. Keistimewaan moment ini bagi kita bisa ditemukan melalui pesan firman Tuhan yang diperdengarkan untuk kita saat ini.

Dua kisah tadi terjadi di tempat yang berbeda. Pertama terjadi di Gerbang indah Yerusalem yang merupakan salah satu dari delapan gerbang masuk ke kota Yerusalem. Gerbang indah merupakan gerbang yang paling banyak dilalui para peziarah. Saya pertama kali masuk kota Yerusalem tahun lalu justru melalui gerbang indah ini meski berdesakan dengan ribuan peziarah dari seluruh dunia. Di sana pemandu menunjukkan kami tempat Petrus dan Yohanes menyembuhkan orang lumpuh yang dikisahkan dalam bacaan pertama tadi. Bacaan injil menampilkan kisah yang mirip tetapi lokasinya ada di gerbang kota Yerikho. Pemandu juga telah menunjukkan kami tempat itu setelah melintasi pohon Zakeus dan bukit pencobaan. Sepintas dua kisah tadi memang berkaitan dengan dunia medis karena berbicara tentang penyembuhan orang lumpuh dan orang buta, tetapi bagi saya sebenarnya dua teks ini juga mewacanakan perutusan orang beriman yang berkaitan dengan proses belajar.

Setiap perutusan dapat dikatakan sebagai saat untuk belajar dalam konteks yang seluas-luasnya. Setiap orang yang diutus untuk suatu tugas tertentu dengan sendirinya dan bahkan tanpa disadari ditempatkan ke dalam kerangka prilaku dan peritindak belajar. Mengapa? Karena untuk menjalankan misi perutusan secara benar orang dituntut untuk mempelajari banyak hal. Untuk dapat mempelajari banyak hal orang yang diutus itu harus mampu mendisposisikan dri sebagai orang yang membutuhkan bantuan dan pertolongan orang lain. Orang yang diutus itu harus dan mesti menempatkan diri dan seluruh sikapnya dalam spirit perjuangan seorang lumpuh atau seorang yang buta. Proses perutusan, proses belajar bermula dan terjadi ketika seseorang merasakan adanya keterbatasan pada dirinya. Perutusan juga membahasakan keterbatasan. Orang lumpuh diusung ke gerbang Yerusalem karena keterbatasan fisik. Orang buta ke gerbang Yerikho juga karena keterbatasan fisik.

Dua bacaan tadi menampilkan tokoh-tokoh yang memiliki keterbatasan. Dua bacaan ini tampaknya mirip karena tokoh yang ditampilkan relatif sama-sama berada dalam keterbatasan fisik. Dalam bacaan pertama kita mendengarkan kisah seorang tokoh yang lumpuh secara fisik berhadapan dengan Petrus dan Yohanes. Injil menanmpilkan kisah orang yang buta berhadapan dengan Yesus. Alur kisah dua bacaan yang melibatkan dua tokoh yang sama-sama cacat fisik dengan seting tempat yang berbeda; Gerbang Indah Yerusalem dan Gerbang Yeriko. Yerusalem itu terletak sembilan kilo meter sebelah Timur kota Yerikho. Apa yang terjadi di Gerbang Indah Yerusalem itu? Dan apa yang bisa kita dapatkan dari peristiwa itu? Pesan pokok dari kisah orang lumpuh di Gerbang Yerusalem itu berkaitan dengan adanya empat model manusia berhadapan dengan tawaran Keselamatan Tuhan untuk manusia. Baiklah kita lihat ayat demi ayat bacaan pertama tadi.

Pada suatu hari menjelang waktu sembahyang, yaitu pukul tiga petang, naiklah Petrus dan Yohanes ke Bait . Di situ ada seorang laki-laki, yang lumpuh sejak lahirnya sehingga ia harus diusung. Tiap-tiap hari orang itu diletakkan dekat pintu gerbang Bait Allah, yang bernama Gerbang Indah, untuk meminta sedekah kepada orang yang masuk ke dalam Bait Allah. (ay.1-2). Ayat ini mau menegaskan kepada kita bahwa Tidak semua orang yang pergi ke Bait Allah memiliki motivasi untuk menyembah Allah. Dari teks tadi kita mengenal beberapa golongan orang yang datang ke Bait ALLAH. Golongan pertama diwakili Petrus dan Yohanes. Keduanya "naik" ke Bait ALLAH untuk berkomunikasi dengan Allah, mendekatkan diri kepada Allah. Kata "naik" memiliki arti mencari perkara-perkara yang di atas. Petrus dan Yohanes mewakili manusia yang sungguh-sungguh beribadah. Ayat ini sejalan dengan bagian lain penginjil Markus yang menulis bahwa Yesus mengutus murid-murid-Nya berdua-dua dan melengkapi mereka dengan Firman dan Kuasa Roh Kudus sebagai senjata dalam melawan kuasa roh-roh jahat(Mrk. 6,7)

Model kedua yaitu orang lumpuh. Nama orang lumpuh itu tidak dinyatakan; hanya disebutkan "seorang laki-laki". Orang lumpuh ini mewakili orang-orang yang belum memiliki "nama", artinya orang yang belum menerima keselamatan. Posisi orang lumpuh ini baru berada di dekat pintu gerbang Bait Allah, belum masuk melalui pintu gerbang. Hanya tinggal selangkah lagi baginya untuk memasuki Bait Allah, namun langkah yang menentukan ini belum ditempuhnya. Dia hanya meminta para pengusung meletakkan dirinya di gerbang karena targetnya memintah sedekah. Kita ingat apa yang ditulis Yohanes tentang kata-kata Yesus: Akulah pintu; barangsiapa masuk melalui AKU, ia akan selamat dan ia akan masuk dan keluar dan menemukan padang rumput (Yoh.10,9)

Orang yang belum diantar, masuk lewat pintu gerbang Bait Allah sebenarnya belum dapat disebut orang Kristen sejati. Sebab pintu gerbang itu adalah Kristus sendiri. Sebagai seorang yang belum melangkahkan kakinya melewati pintu gerbang, orang lumpuh ini belum menerima Kristus sebagai Juruselamat.

Dinamika perjumpaan kedua murid dengan orang lumpuh itu berlanjut. Ketika orang lumpuh itu melihat, bahwa Petrus dan Yohanes hendak masuk ke Bait Allah, ia meminta sedekah. Mereka menatap dia dan Petrus berkata: "Lihatlah kepada kami." Lalu orang itu menatap mereka dengan harapan akan mendapat sesuatu dari mereka. (ay.3-5) Kata-kata Petrus ini seolah-olah orang lumpuh itu tidak bisa melihat Petrus dan Yohnaes. Padahal sebelumnya si lumpuh melihat keduanya sebab dia bermaksud meminta sedekah. Pasti dan jelas ada makna khusus yang terkandung dalam kata-kata Petrus kepada si pengemis lumpuh ini, "Lihatlah kepada kami!" Bukan sekadar memandang wajah Petrus dan Yohanes. Yang dimaksudkan Petrus adalah mengubah cara pandang. "Ubahlah cara engkau memandang." Bagi Petrus orang lumpuh itu hanya mata fisiknya yang terbuka melihat tetapi mata hatinya buta tertutup. Berbeda dengan Bartimeus yang mata fisik buta tetapi mata hatinya terbuka. Cara pandang Petrus dan Yohanes sangat bertolak belakang dengan cara pandang si pengemis lumpuh itu.

Petrus dan Yohanes sebagai murid Kristus menegaskan bahwa mereka dapat meminta kepada Allah, tetapi bukan mengemis seperti si lumpuh itu. Orang lumpuh itu justru tidak meminta dan berharap kepada Allah; dia hanya berharap menerima belas kasihan dari manusia yang hanya memberi sedekah sekadarnya. Mengarapkan menerima karena rasa belas kasih sesama manusia adalah mental seorang pengemis. Tidak terbersit kerinduan dan keinginan dalam dirinya untuk mendapatkan kesembuhan melalui para imam dan rasul yang setiap hari lewat di hadapannya menunju Bait Allah. Yang ada dalam pikiran si lumpuh itu hanyalah uang. Pola pikir seperti ini mau diubah Petrus dan Yohanes.

Harapan orang lumpuh untuk menerima banyak uang dari Petrus dan Yohanes adalah harapan yang sia-sia. Sebab Yesus mengutus para murid dengan pesan agar tidak membawa bekal atau pun uang. Hanya tongkat -gambaran salib TUHAN- yang boleh mereka bawa dan menjadi andalan mereka dalam perutusan. Perkataan Petrus, "Lihatlah kepada kami" mengingatkan si lumpuh itu, bahwa Petrus juga tidak memiliki uang, namun tidak membuat Petrus menjadi pengemis. "Lihatlah kami" merupakan ajakan Petrus kepada si lumpuh untuk memikirkan perkara-perkara di atas, untuk melangkahkan kaki masuk ke dalam Bait Allah. Setelah langkah yang terpenting itu dijalani, maka orang akan menerima segala berkat Allah yang mencukupkan segala kebutuhan hidupnya.

Di samping kedua rasul dan orang lumpuh itu, ada kelompok ketiga yaitu orang-orang yang meletakkan si pengemis lumpuh di depan pintu gerbang Bait Allah Kelompok ini menggambarkan orang yang penuh semangat bersaksi dan menolong agar orang lain mau datang kepada Tuhan. Namun sayangnya, niatnya tidak tuntas, kesaksiannya tidak membawa berkat keselamatan bagi orang lain, sebab mereka memberi kesaksian yang salah. Mereka hanya menggembar-gemborkan kesembuhan, berkat kekayaan dan berkat-berkat jasmani lainnya, tetapi tidak menceritakan kasih Allah yang rela mati menyelamatkan orang berdosa. Kesaksian yang tidak memberitakan salib Tuhan tidak akan membawa perubahan pada si pengemis lumpuh itu: orang lumpuh selamanya akan tetap lumpuh!

Salib adalah kuasa kematian dan kebangkitan yang membawa kesembuhan bagi si lumpuh seperti yang dinyatakan Petrus sendiri. Itulah modal perutusan Petrus dan kawan-kawannya. Petrus berkata: "Emas dan perak tidak ada padaku, tetapi apa yang kupunyai, kuberikan kepadamu: Demi nama Yesus Kristus, orang Nazaret itu, berjalanlah!(Kis.3,6). Petrus dan Yohanes hanya memiliki modal Nama Yesus. Di sini jelas bagi kita bahwa pertolongan materi tidak akan mengubah profesi orang lumpuh itu sebagai pengemis. Hanya Nama Yesuslah yang telah mengubahnya secara rohani menjadi pengikut Kristus yang sanggup berjalan dan tidak lagi meminta-minta. Hal ini jelas terlihat dalam ayat berikutnya:

Lalu Petrus memegang tangan kanan orang itu dan membantu dia berdiri. Seketika itu juga kuatlah kaki dan mata kaki orang itu. Ia melonjak berdiri lalu berjalan kian ke mari dan mengikuti mereka ke dalam Bait Allah, berjalan dan melompat-lompat serta memuji Allah (ay.7-8). Petrus membantu si lumpuh itu berdiri merupakan gambaran orang-orang yang telah mengenal kuasa kebangkitan TUHAN memiliki kerelaan membantu orang-orang yang imannya masih lemah. Orang lumpuh ini baru mendengar Nama YESUS dan masih perlu dibantu dan didorong pertumbuhan imannya. Petrus dan Yohanes yang dikuasai Roh Kristus yang bangkit dengan ringan tangan membimbing dan mendoakan orang yang baru mengenal TUHAN agar tetap teguh dalam iman. Lazimnya orang lumpuh sejak lahir tidak akan langsung berdiri, apalagi berjalan. Pasti membutuhkan waktu untuk belajar berjalan. Namun orang lumpuh ini dapat segera berdiri, berjalan, bahkan melompat! Jamahan TUHAN atas orang lumpuh ini membuktikan kuasa Nama Tuhan yang tidak terbatas.

Pertolongan Tuhan yang dialami si lumpuh ini membawanya ke Bait Allah mengikuti Yohanes dan Petrus. Tanpa dikomando, orang yang disembuhkan ini memuji Tuhan sambil melompat-lompat untuk mengekspresikan rasa syukur dan sukacita yang luar biasa. Dan bersama pemazmur berdoa "berbahagialah orang-orang yang diam di rumah Tuhan" (mzr.84,5) Diam di rumah Tuhan berarti sudah masuk melewati pintu gerbang keselamatan, seperti yang dialami si pengemis lumpuh itu.

Golongan keempat adalah orang banyak atau rakyat kebanyakan. Seluruh rakyat itu melihat dia berjalan sambil memuji Allah, lalu mereka mengenal dia sebagai orang yang biasanya duduk meminta sedekah di Gerbang Indah Bait Allah, sehingga mereka takjub dan tercengang tentang apa yang telah terjadi padanya (ay.9-10). Ayat ini jelas menampilkan satu model sikap manusia berhadapan dengan karya Tuhan. Rakyat yang menyaksikan peristiwa kesembuhan si lumpuh di gerbang Indah Yerusalem itu hanya takjub, tidak lebih dari itu. Hati mereka tidak tergerak memuji TUHAN seperti si lumpuh yang disembuhkan. Mereka hanya menjadi penonton yang pasif. Bila sikap seperti ini dipertahankan, sudah pasti selamanya golongan ini hanya akan "menonton" dan menjadi penonton mujizat, bukan mengalami dan menjadi penikmat mujizat.

Tanpa berniat menyamakan diri dengan Petrus dan Yohanes, kami berempat yang diutus hari ini juga tidak punya emas dan perak untuk siapa saja yang selama ini kami jumpai dan kami layani. Frater Redy, dan Frater Kristian, Rm.Don dan saya juga datang ke Seminari ini bukan membawa emas atau perak untuk dibagikan. Kami datang hanya membawa keyakinan bahwa Tuhan sendiri bisa memakai kami untuk sesuatu yang kiranya baik untuk dibagikan. Karena itu kalau memang ada hal baik yang dirasakan sudah kami berikan, janganlah memuji kami. Pujilah Tuhan yang memakai kami untuk meneruskan kebaikan-Nya kepada kita dan siapa saja yang memerlukan keterlibatan kami. Saya berharap ketiga saudara saya yang diutus hari ini juga sepakat bahwa kita datang dan hidup di sini untuk memperkenalkan Kristus yang telah memanggil kita tanpa emas dan perak. Semangat yang sama kiranya terus kami bawa dalam tugas perutusan yang baru. Harapannya semakin banyak orang yang diantar masuk ke rumah Tuhan untuk mengenal dan memuji Tuhan.

Sebagai pengikut Kristus kami berempat kemungkinan masih bertemu dengan banyak orang lumpuh dan orang buta yang membutuhkan setuhan, perhatian Tuhan, jamahan Kasih Tuhan dan menggunakan kami sebagai alat di tangan-Nya untuk melaksanakan karya sebersar dan seagung itu. Kalau Petrus dan Yohanes dihadapkan dengan orang lumpuh di gerbang kota Yerusalem, maka mungkin kami akan menghadapi orang lumpuh yang lain dalam perutusan kami. Kalau Yesus yang mengutus kami dahulu berhadapan dengan Bartimeus yang meminta matanya dicelikkan maka kemungkin kami berempat akan bertemu dengan model kebutaan manusia zaman ini dalam tugas perutsuan yang baru. Terus terang dari kami berempat belum ada yang bisa membuat mujizat membuat orang lumpuh bisa berjalan dan membuat orang buta bisa melihat. Meskipun demikian kami yakin Tuhan telah memakai kami dalam cara Tuhan sendiri untuk membebaskan orang dari model kelumpuhan dan kebutaan dalam bentuk yang lain melalui tugas, pekerjaan kami. Semua itu jelas kami tidak tahu tetapi Tuhan mengetahui semuanya dan tentu orang lain yang bisa mengatakan itu kalau memang mereka merasa mendapatkan kebaikan Tuhan melalui diri kami.

Perutusan itu, sore ini memang difokuskan kepada kami berempat tetapi sesungguhnya semua kita adalah utusan Tuhan karean kita telah menjadi murid Tuhan. Zaman sekarang amat kurang jumlah orang yang lumpuh secara fisik tetapi tetapi di mana-mana kita temukan orang yang lumpuh mentalnya, lumpuh nuraninya, lumpuh karakternya. Zaman sekarang amat kurang orang buta fisik seperti Bartimeus tetapi tidak berkurang manusia yang buta nuraninya, buta mata hatinya, buta mata kehendaknya. Ketika praktik ketidakjujuran, ketidakadilan, kurupsi, menyontek ambisi berkuasa dibiarkan tumbuh dan ditoleransi di sana kelumpuhan demi kelumpuhan, kebutaan demi kebutaan akan bertumbuh. Kalau semua itu dibiarkan, termasuk dibiarkan terjadi di lembaga terhormat lembaga calon imam ini maka hapuslah slogan dan jargon pendidikan karakter dari silabus pendidikan kita. Menyembuhkan orang lumpuh dan buta fisik jauh lebih mudah daripada menyembuhkan orang yang lumpuh dan buta secara mental, kejiwaan dan rohani. Keadilan, kejujuran, kebenaran tidak bisa dibeli dan dinilai dengan uang. Karena itu, sungguh merupakan penghinaan kepada Tuhan yang adil, Tuhan yang benar ketika orang beriman mengukur kejujran, kebenaran, dan keadilan itu dengan uang. Uang bukanlah alat yang pas untuk dipakai sebagai kompensasi sebuah kebenaran dan keadilan. Saya percaya kita semua mau disembuhkan dari lumpuh dan buta metal. Saya percaya kita semua ingin masuk ke dalam rumah Tuhan dan mau berjalan bersama Tuhan membawa kebenaran. Semua kita bisa mengambil kata-kata Petrus: Emas dan Perak tidak ada pada kami tetapi kebenaran tentang Kristus yang bangkit itulah yang kami bawa dan wartakan. Dalam semangat ini kita akan selalu berkata dalam harapan seperti Bartimeus: Tuhan, semoga aku melihat. Kata-kata Bartimeus inilah menjadi semangat perutsan kami berempat di tempat yang baru. Doakan kami berempat agar dalam perutusan kami, kami membawa semangat Petrus dan Yohanes kerinduan Bartimeus. Semoga

Tuesday, July 30, 2013

KHOTBAH PAUS

HOMILI PAUS FRANSISKUS DALAM MISA PENUTUPAN HARI ORANG MUDA SEDUNIA KE-28 DI RIO DE JANEIRO, BRASIL, 28 JULI 2013



Saudara para uskup dan para imam,

Para sahabat muda terkasih,



"Pergilah dan jadikan semua bangsa murid-Ku". Dengan kata-kata ini, Yesus sedang berbicara kepada kita masing-masing, dengan mengatakan: "Hal menakjubkan ambil bagian dalam Hari Orang Muda Sedunia, menghidupi iman bersama-sama dengan orang-orang muda dari empat penjuru bumi, tetapi sekarang Anda harus pergi, sekarang Anda harus meneruskan pengalaman ini kepada orang lain". Yesus sedang memanggil Anda untuk menjadi seorang murid dengan sebuah perutusan! Hari ini, dalam terang sabda Allah yang telah kita dengar, apa yang Tuhan katakan kepada kita? Tiga gagasan sederhana: Pergilah, janganlah takut, dan layanilah.



1. Pergilah. Selama hari-hari ini di sini di Rio, Anda telah dapat menikmati pengalaman menakjubkan bertemu Yesus, bertemu Dia bersama-sama dengan orang lain, dan Anda telah merasakan sukacita iman. Tetapi pengalaman perjumpaan ini tidak harus tetap terkurung dalam hidup Anda atau dalam kelompok kecil paroki Anda, gerakan Anda, atau komunitas Anda. Itu akan menjadi seperti pemotongan oksigen dari api yang sedang membakar kuat. Iman adalah api yang tumbuh lebih kuat semakin iman itu dibagikan dan disalurkan, sehingga setiap orang dapat mengenal, mengasihi dan mengakui Yesus Kristus, Tuhan atas kehidupan dan sejarah (bdk. Rm 10:9).



Bagaimana pun juga, berhati-hatilah! Yesus tidak mengatakan: "jika Anda ingin, jika Anda punya waktu", tetapi: "pergilah dan jadikanlah semua bangsa murid-Ku". Berbagi pengalaman iman, memberi kesaksian bagi iman, memberitakan Injil: ini adalah suatu perintah yang Tuhan percayakan kepada seluruh Gereja, dan itu termasuk Anda; tetapi ini adalah suatu perintah yang lahir bukan dari kehendak untuk menguasai atau kekuasaan, tetapi dari kekuatan kasih, dari fakta bahwa Yesus pertama-tama datang ke tengah-tengah kita dan memberi kita, bukan sebuah bagian dari diri-Nya, tetapi seluruh diri-Nya, Ia memberikan nyawa-Nya untuk menyelamatkan kita dan untuk menunjukkan kepada kita kasih dan belas kasih Allah. Yesus tidak memperlakukan kita sebagai budak, tetapi sebagai orang bebas, sebagai sahabat, sebagai saudara dan saudari; dan Ia tidak hanya mengutus kita, Ia menemani kita, Ia selalu berada di samping kita dalam perutusan kasih kita.



Ke mana Yesus mengutus kita? Tidak ada garis batas, tanpa batas: Ia mengutus kita kepada semua orang. Injil untuk semua orang, bukan hanya untuk beberapa orang. Tidak hanya bagi mereka yang tampaknya dekat dengan kita, lebih mau menerima, lebih ramah. Injil untuk semua orang. Jangan takut untuk pergi dan membawa Kristus ke dalam setiap bidang kehidupan, ke masyarakat pinggiran, bahkan kepada mereka yang tampaknya paling jauh, paling acuh tak acuh. Tuhan mencari semua orang, Ia ingin semua orang merasakan kehangatan belas kasih-Nya dan kasih-Nya.



Secara khusus, saya menginginkan perintah Kristus: "Pergilah" bergetar di dalam Anda orang-orang muda dari Gereja di Amerika Latin, terlibat dalam perutusan benua yang dipromosikan oleh para Uskup. Brasil, Amerika Latin, seluruh dunia membutuhkan Kristus! Santo Paulus mengatakan: "Celakalah aku, jika aku tidak memberitakan Injil!" (1 Kor 9:16). Benua ini telah menerima pemberitaan Injil yang telah menandai sejarahnya dan menyimpan banyak buah. Sekarang pemberitaan ini dipercayakan juga kepada Anda, sehingga memungkinkan berkumandang dengan kekuatan yang menyegarkan. Gereja membutuhkan Anda, antusiasme Anda, kreativitas Anda dan sukacita Anda yang begitu khas. Seorang rasul besar Brazil, Beato José de Anchieta, memulai perutusan ketika ia baru berusia sembilan belas tahun. Apakah Anda tahu apa alat terbaik untuk menginjili kaum muda? Orang muda lainnya. Inilah cara untuk diikuti!



2. Janganlah takut. Beberapa orang mungkin berpikir: "Saya tidak memiliki persiapan khusus, bagaimana saya bisa pergi dan memberitakan Injil". Sahabatku terkasih, ketakutan Anda tidak begitu sangat berbeda dari ketakutan Yeremia, seorang muda seperti Anda, ketika ia dipanggil oleh Allah menjadi seorang nabi. Kita baru saja mendengar kata-katanya: "Ah, Tuhan Allah! Sesungguhnya aku tidak pandai berbicara, sebab aku ini masih muda" (Yer 1:6). Allah mengatakan hal yang sama kepada Anda sebagaimana Ia berkata kepada Yeremia: "Janganlah takut... sebab Aku menyertai engkau untuk melepaskan engkau" (Yer 1:8). Ia bersama kita!



"Janganlah takut!". Ketika kita pergi untuk memberitakan Kristus, adalah Ia sendiri yang pergi mendahului kita dan menuntun kita. Ketika Ia mengutus murid-murid-Nya dalam perutusan, Ia berjanji: "Aku menyertai kamu senantiasa" (Mat 28:20). Dan ini juga berlaku bagi kita! Yesus tidak meninggalkan kita sendirian, Ia tidak pernah meninggalkan Anda sendirian! Ia selalu menemani Anda.



Dan kemudian, Yesus tidak mengatakan: "Salah satu dari Anda pergilah", tetapi "Anda semua pergilah": kita diutus bersama-sama. Sahabat-sahabat muda terkasih, sadarilah persahabatan seluruh Gereja dan juga persekutuan para kudus dalam perutusan ini. Ketika kita menghadapi tantangan bersama-sama, maka kita kuat, kita menemukan sumber yang kita tidak ketahui yang kita miliki. Yesus tidak memanggil para Rasul untuk hidup dalam keterasingan, Ia memanggil mereka untuk membentuk sebuah kelompok, sebuah komunitas. Saya ingin berpesan kepada Anda, para imam terkasih yang berkonselebrasi dengan saya pada Ekaristi ini: Anda telah datang untuk menemani orang-orang muda Anda, dan ini menakjubkan, untuk berbagi pengalaman iman ini bersama mereka! Tetapi itu adalah sebuah tahap pada perjalanan. Silakan lanjutkan untuk menemani mereka dengan kemurahan hati dan sukacita, bantulah mereka untuk menjadi secara aktif terlibat dalam Gereja; jangan pernah membiarkan mereka merasa sendirian! Dan pada titik ini saya ingin menyampaikan terima kasih saya yang tulus kepada kelompok-kelompok pelayanan kaum muda, kepada gerakan-gerakan dan komunitas-komunitas baru yang mendampingi orang-orang muda dalam pengalaman mereka menjadi Gereja. Mereka begitu kreatif, begitu berani. Lanjutkan dan jangan takut!



3. Kata terakhir : layanilah. Kata-kata pembukaan mazmur yang kita serukan adalah: "Nyanyikanlah nyanyian baru bagi TUHAN" (Mzm 96:1). Apa lagu baru ini? Lagu tersebut tidak terdiri dari kata-kata, bukan suatu melodi, lagu tersebut adalah lagu kehidupan Anda, lagu tersebut sedang memungkinkan hidup kita untuk diperkenalkan dengan hidup Yesus, sedang berbagi perasaan-Nya, pikiran-Nya, perbuatan-Nya. Dan kehidupan Yesus adalah suatu kehidupan bagi orang lain. Itulah suatu kehidupan pelayanan.



Dalam Bacaan Kedua kita hari ini, Santo Paulus berkata: "Aku menjadikan diriku hamba dari semua orang, supaya aku boleh memenangkan sebanyak mungkin orang" (1 Kor 9:19). Dalam rangka memberitakan Yesus, Paulus menjadikan dirinya "hamba bagi semua orang". Penginjilan berarti bersaksi secara pribadi bagi kasih Allah, mengatasi keegoisan kita, melayani dengan membungkuk untuk membasuh kaki saudara-saudara kita, seperti yang dilakukan Yesus.



Tiga kata: Pergilah, jangan takut, dan layanilah. Ikutilah tiga kata ini: Pergilah, jangan takut, dan layanilah. Jika Anda mengikuti tiga gagasan ini, Anda akan mengalami bahwa seseorang yang memberitakan Injil diinjili, seseorang yang meneruskan sukacita iman menerima sukacita. Sahabat-sahabat muda terkasih, saat Anda kembali ke rumah Anda, jangan takut untuk bermurah hati bersama Kristus, menjadi saksi bagi Injil-Nya. Dalam Bacaan Pertama, ketika Allah mengutus nabi Yeremia, Ia memberinya kekuatan untuk "mencabut dan merobohkan, untuk membinasakan dan meruntuhkan, untuk membangun dan menanam" (1:10). Ini sama untuk Anda. Membawa Injil adalah membawa kuasa Allah untuk mencabut dan merobohkan kejahatan dan kekerasan, untuk membinasakan dan meruntuhkan hambatan keegoisan, intoleransi dan kebencian, sehingga membangun sebuah dunia baru. Yesus Kristus sedang mengandalkan Anda! Gereja mengandalkan Anda! Paus mengandalkan Anda! Semoga Maria, Bunda Yesus dan Bunda kita, selalu menemani Anda dengan kelembutannya: "Pergilah dan jadikanlah semua bangsa murid-Ku". Amin.

Monday, July 29, 2013

Hati dan Kehendak yang Terjaga

Renungan Pekan I Thn B.2

Samuel 3:1-10.19-20; Markus 1:29-39

Efata, Rabu 11 Januari 2012 (Sidang Pastoral)

Buka

Bacaan yang ditawarkan gereja untuk kita renungkan hari ini pada intinya berbiacara tentang panggilan. Dan, kalau kita berbicara tentang pangggilan maka umumnya kita berbicara tentang pihak yang memanggil dan pihak yang menjawab. Kita sering berpikir tidak proporsional ketika panggilan itu kita maknai masalah bagaimana Tuhan memanggil lalu meremehkan manusia yang menerima panggilan. Dalam konteks bacaan hari ini panggilan itu sesungguhnya berbicara tentang manusia dan sikap serta tanggapannya atas panggilan. Persoalannya bukan karena Tuhan berhenti atau tidak memanggil tetapi teruatama karena manusia tidak mau memberikan jawaban. Tidak mau memberikan jawaban juga terjadi karena kita manusia tidak mau mendengarkan. Samuel terpanggil untuk mendengarkan apa kehendak Tuhan. Kita bersukur telah men jadi orang teranggil. Pertanyaannya apakah kita terus memberikan jawaban dengan terus mendengarkan Tuhan atau sebaliknya kita menilai Tuhan tidal lagi memanggil. Kesetiaan Tuhan tidak bergantung pada jawaban manusia. Lampu rumah Allah belum juga padam dan suara panggilan-Nya terus berkumandang. Kita bedoa semoga kita menjadi orang yang setia mendengarkan Dia bersabda. Kita akuis kesalahan dan dosa kita...

Renungan

Saya tidak tahu apakah ada dari antara kita ini, semalam terjaga beberapa kali hanya karena ada panggilan seperti yang dinarasikan dalam kitab Samuel pagi ini? Yang bisa saya duga semalam mungkin dan bisa saja ada yang terbangun lebih dari tiga kali karena gangguan pencernaan atau karena deringan atau getaran telepon genggamnya. Bacaan pertama hari ini terkesan menarik dan dramatis karena ada dua aksi atau tindakan yang ditampilkan secara seimbang yang akhirnya membingkai sebuah kisah yang bermuatan pesan yang aktual dan relevan bagi kehidupan manusia.

Membaca judul bacaan pertama amat jelas bagi kita berkaitan dengan Panggilan Samuel. Kata panggilan ini mendapat tekanan dan intesitas maknanya sedemikian mendalam justru karena kata panggilan dihubungkan dengan dua model reaksi dalam bentuk aksi Samuel. Dua aksi yang dominan dan relatif ditampilkan seimbang ada dalam kata ”tidur” dan ”bangun”. Tidur dalam teks tadi menjadi sangat penting. Samuel dipanggil dalam keadaan tidur. Tidur adalah gambaran yang menampilkan nuansa pasif. Yang mengherankan kita justru Tuhan memanggil Samuel dalam kondisi yang terkesan pasif seperti itu. Bagi saya cara seperti ini jelas mau menekankan bahwa inisiatif memanggil itu datang dari Allah.

Tiga kali Samuel dipanggil dalam keadaan tidur artinya Allah tak henti-hentinya memanggil. Karena itu, bagi saya kalau ada orang mengatakan bahwa dirinya tidak dipanggil, itu tidak benar. Tuhan selalu memanggil dan panggillan selalu ada dan terjadi. Yang tidak ada adalah jawaban atas panggilan itu. Mengapa tidak ada jawaban? Alasannya karena orang hanya sampai pada tingkat mendengar dan belum sampai pada tingkat mendengarkan. Sepintas kata mendengar dan mendengarkan itu sama karena berkaitan dengan perkara berfungsi tidaknya daun telinga kita, tetapi sesungguhnya ada perbedaan yang amat mendasar antara kata mendengar dan mendengarkan. Mendengar adalah gambaran berfungsinya telinga menangkap bunyi dan suara apa saja. Kita bisa mendengar bunyi sepeda motor yang lalu lalang di jalan. Mendengarkan menggambarkan berfungsinya telinga menangkap bunyi-bunyi dengan tujuan tertentu. Kalau telinga saya menangkap bunyi sepeda motor dan mengatakan bunyi sepeda motor seperti itu adalah bunyi sepeda motornya rm Dion Labur, maka saya bukan sekadar mendengar bunyi sepeda motor tetapi saya telah mendengarkan bunyi sepeda motor.

Imam Eli memberi petunjuk dan kalimat yang benar untuk Samuel: Bersabdalah ya Tuhan, hamba-Mu mendengarkan. Rumusan itu, tidak diubah sedikitpun oleh Samuel. Di sini jelas bagi kita bahwa ada tingkatan dalam respon manusia terhadap panggilan Tuhan. Jawaban Panggilan yang benar harus sampai pada tingkat mendengarkan. Itulah yang terjadi dalam kisah panggilan Samuel. Kita semua juga merupakan orang yang setiap saat dipanggil Tuhan karena Tuhan setia memanggil. Panggilan itu bukan soalnya pada Tuhan, tetapi soalnya ada pada jawaban manusia. Jawaban itu terukur dalam kualitasnya apakah hanya sekadar mendengar atau sudah sampai pada pilihan mendengarkan.

Dalam konteks panggilan Sameul mendengarkan bukan lagi perkara telinga tetapi sudah menyentuh ranah hati untuk menentukan keputusan dan pilihan. Samuel dipanggil dalam kondisi tidur tetapi ia mendengarkan. Itu artinya ada model tidur yang memberi peluang untuk dipanggil Tuhan. Dan itu tidur yang model apa? Tidur sungguhan atau tidur-tiduran? Mata tertutup tidak selalu berarti tidur, mata terbuka tidak selalu berarti terjaga karena ada yang matanya tertutup tetapi hatinya tetap bangun dan ada yang mata terbuka tetapi sesungguhnya ia tidur.

Dalam ungkapan populer ada perbedaan makna antara ungkapan toko wela wa dan wela eta toko wa. Samuel tergolong penganut aliran toko wela wa. Secara fisik tubuhnya melintang mata tertutup tapi telinga dan hati terus terbuka. Lain halnya dengan mereka yang menganut filosofi wela eta toko wa, fisiknya berdiri tegak mata terbuka tetapi telinga dan hatinya tertidur. Para pendukung filosofi wela eta toko wa biasanya mengatakan dirinya tidak pernah dipanggil. Dia mempersoalkan Tuhan yang memanggil dan bukan dirinya yang harus memberi jawaban setelah mendengarkan.

Semauel mendengarkan Panggilan Tuhan dalam keheningan Bait Allah di Yerusalem. Untuk teman yang sudah pulang dari tanah Suci tentu tahu persis berapa lamanya kita berjalan dari Yerusalem ke Kafernaum yang menjadi seting tempat terjadinya kisah injil tadi. Kisah penyembuhan dalam injil tadi terjadi di Kafernaum yang telah menjadi kampung kerja Yesus setelah ditolak dari Nasareth. Injil hari ini sesungguhnya menampilkan siklus hidup Yesus secara lengkap karena disebutkan: Rumah ibadat sebagai gambaran tentang pentingnya doa bersama, pelayanan orang sakit, berdoa di tempat yang sunyi untuk menggambarkan pentingnya doa pribadi, meditasi dan kontemplasi, dan tugas memberitakan Injil.

Kisah injil memang tidak eksplisit berbicara tentang panggilan dan sikap mendengarkan tetapi masalah panggilan dan sikap mendengarkan itu implisit dinyatakan dalam beberapa hal tekait penyembuhan. Saya sudah melihat beberapa tempat di Kafernaum termasuk rentuhan rumah ibadat dan reruntuhan rumah Simon Petrus dan murid lainnya yang disebutkan dalam injil tadi. Kafernaum yang menjadi seting peristiwa injil hari ini sesungguhnya mau menegaskan kepada kita bahwa dalam arti tertentu sebenarnya Kafernaum menjadi awal aktivitas penginjian, evangelisasi, dan tempat strategis bagi orang yang mendengarkan panggilan Tuhan melalui pewartaan Yesus. Ini terbukti, karena banyak murid pertama Yesus berasal dari Kafernaum dan bukan dari Yerusalem.

Kalau dalam injil tadi ada begitu banyak orang mencari Yesus dengan pelbagai macam alasan, sesungguhnya mereka itulah orang yang telah mendengarkan panggilan Tuhan. Kalau di Yerusalem yang mendengarkan itu Samule, di Kafernaum yang mendengarkan itu adalah para murid dan semua saja mereka yang datang mendnegarkan dan mau mengikuti Yesus. Lalu, apa sebenarnya yang perlu kita maknai dari injil terkait tugas panggilan kita?

Injil hari ini pada da¬sarnya menampilkan sikap solidaritas Allah kepada manusia. Simpa¬ti dan perhatian Allah secara nyata digambarkan dalam episode penyembuhan orang-orang sakit. Orang banyak yang disembuhkan Yesus itu diharapkan bisa menjadi tabib bagi orang lain. Kita semua dalam arti terntu juga dipanggil untuk menjadi tabib memerangi pelbagai penyakit yang mendera kehidupan mereka yang kita jumpai dan layani dalam tugas kita. Kehadiran yang menyembuhkan adalah kehadiran yang bermakna bagi orang lain. Kehadiran yang menyem¬buhkan adalah kehadiran manusia yang dirasuki semnagat dan cinta Allah sendiri. Yesus yang digambarkan Injil tadi merupakan sosok cinta Allah yang membutuhkan daya tanggap manusia. Kisah penyembuhan Ibu Mertua Petrus mengisyaratkan dua kebenaran penting ini. Pertama, peristiwa penyembuhan itu merupakan simbol pembebasan dan pemerdekaan yang dibawakan Kristus yang secara sempurna dilaksanakan pada akhir zaman. Kesembuhan dari penyakit adalah simbol pembebasan.

Kedua, proses dan rahmat penyembuhan yang diperoleh haruslah mendorong manusia untuk aktif dan kreatif dalam kehidupan. Wanita yang disembuhkan dalam Injil tadi pada akhirnya bangkit dan langsung melayani. Ia mengalami penyembuhan dan mendorongnya untuk terlibat aktif dalam pelayanan baik itu bagi Allah maupun bagi sesama. Dengan kata lain pengalaman pernah disembuhkan harus membuat seseorang untuk membuktikannya dalam kehidupan nyata. Sebagai manusia jelas kita semua pernah mengala¬mi sakit. Pengalaman rasa sakit kita tidak saja terbatas pada pengertian sakit fisik serangan penyakit, tetapi sebenarnya dalam pelbagai situasi di mana kita merasa tidak aman, tidak tenang, merasakan kekurangan di sana sebenarnya kita juga merasa sakit. Penyembuhan yang dibuat Yesus dalam Injil adalah simbol penyembu¬han situasi dunia. Dunia kita sekarang inipun lagi sakit. Sebagai orang yang dipanggil kita telah disembuhkan untuk dapat menyembuhkan sesama dalam wujud karya bakti dan pelayanan kita masing-masing. Mari kita berusaha bukan hanya agar bisa mendengar suara panggilan Tuhan tetapi lebih dari itu mau mendengarkan Tuhan yang terus memanggil. Semoga

Saturday, July 27, 2013

MINGGU BIASA XVII C/1

MINGGU BIASA KE-17 THN C/1

Kej.18,20-32; Kol.2,12-14; Luk.11,1-13
Komunitas Frateran BHK Malang

Renungan
Dalam beberapa aksi perburuan terhadap kelompok teroris yang dilakukan pasukan densus 88 kita menyaksikan betapa pasukan itu amat hati-hati. Sebelum mengepung biasanya pasukan densun 88 antiteror melakukan pengintaian yang cermat. Tujuannya untuk memastikan sasaran yang tepat dan menghindari terjadinya kesalahan yang membawa korban pada masyarakat sipil di lokasi persembunyian orang yang diduga teroris. Dalam kenyataannya, meskipun sudah diupayakan pengintaian tetap saja ada warga sipil yang tidak bersalah menjadi korban.

Suatu ketika, sorang guru menghukum semua warga sekelas ketika didapati ruangan kelas yang kotor. Semua warga kelas harus mengikuti pelajaran dalam posisi berlutut. Ada sebagian siswa yang protes atas keputusan sang guru karena sesungguhnya hari itu yang bertugas membersihkan kelas adalah Andre dan Bernadet. Warga kelas mendapat hukuman hanya karena dua teman mereka lalai menjalankan tugas membersihkan rungan kelas.

Suatu ketika seorang pemimpin asrama terkejut karena Televisi yang ditempatkan di ruangan rekreasi sebuah asrama mengalami kerusakan dan tidak berfungsi. Pemimpin asrama itu dengan itikat yang baik mengumpulkan semua warga asrama untuk menanyakan dan memastikan warga yang merusakkan televisi itu. Ketika ditanya tidak seorang pun warga asrama yang mengaku sebagai pelakunya. Karena tidak ada yang mengaku, pemimpin asrama itu memberikan mereka hukuman massal. Semua mereka diharuskan mengumpulkan sejumlah uang untuk menggantikan televisi yang rusak.

Dari tiga contoh kasus di atas tampak jelas bahwa manusia cenderung mengorbankan yang lebih besar, lebih banyak hanya karena ada sebagaian kecil yang bersalah. Tampak hukuman terhadap sejumlah besar yang berbenar dilaksanakan hanya karena sejumlah kecil yang bersalah. Ini dan beginilah model dan cara manusia memberikan hukuman yang terkesan tidak seimbang, tidak proporsional.

Sungguh berbeda dengan cara Allah memberi hukuman. Kalau manusia menghukum banyak yang berbenar hanya karena ada sebagaian kecil yang bersalah sedangkan Tuhan justru membebaskan sejumlah besar yang bersalah hanya karena ada sejumlah kecil orang yang berbenar. Dalam bacaan pertama dikatakan, bahwa meskipun hanya 5 orang yang berbenar di kota Sodom dan Gomorah, seluruh warga kota itu tetap diluputkan. Saya kira, kalau Musa meneruskan pertanyaannya, maka meskipun hanya seorang yang berbenar, seluruh warga kota itu tetap diluputkan demi yang satu orang itu.

Betapa besarnya perbedaan antara sikap dan cara bertindak Allah dibandingkan dengan manusia. Kalau manusia bisa tega mengorbankan 99 orang benar demi menghukum satu orang bersalah sedangkan Allah, rela membebaskan 99 orang bersalah demi satu orang yang berbenar. Manusia lebih suka mengamankan 99 domba yang ada di dalam kandang dari pada harus meninggalkan 99 ekor itu hanya demi menemukan seekor yang hilang. Sebaliknya, Allah justru lebih menaruh perhatian pada seekor domba yang tidak ada dalam kandang untuk tetap memiliki 100 ekor domba.

Yang paling inti di sini adalah penghargaan terhadap orang-orang jujur. Allah begitu menghargai seorang yang jujur. Contoh yang paling jelas adalah karena pengorbanan satu orang yang jujur, Yesus Kristus, di kayu salib, maka seluruh dunia yang berdosa diselamatkan. Sebaliknya, manusia sangat sering mengabaikan orang jujur. Betapa sering rakyat suatu negara patuh-tunduk kepada seorang pemimpin yang korup, jahat dan tidak menghiraukan orang yang baik dan hidup dalam kebenaran.

Apakah memang harus demikian? Orang yang tidak mengenal penciptanya mungkin akan berkata: “Ya, begitu memang sikap manusia. Tidak mungkin sama seperti Allah”. Namun, kita yang telah mengenal Allah hendaklah tidak demikian. Kita percaya bahwa kita diciptakan menurut gambaran Allah. Kita adalah citra Allah. Jadi, sifat-sifat Allah yang mahabaik sebetulnya juga ada dalam diri kita, meski tidak sesempurna pada diri Allah. Karena itu, seperti Allah sendiri, kita pun sebetulnya bisa menghargai setiap orang yang benar dan jujur, dan tidak rela mengorbankannya hanya karena kesalahan orang lain.

Injil berbicara tentang doa. Dalam hal berdoa, kita manusia kadang-kadang tidak sadar atau tidak memahami betul apa yang kita minta dalam doa kita sehingga bisa jadi, hari ini kita minta satu hal, dan besoknya kita minta hal lain yang justru bertentangan dengan permintaan kemarin.

Seorang bapa berdoa kepada Allah dengan mendesak-desak. Karena merasa agak terganggu Allah lalu berjanji untuk mengabulkan tiga permintaan yang pertama sang bapa. Mendengar itu, tanpa pikir panjang langsung saja bapa itu meminta supaya istrinya yang sekarang dipanggil pulang ke surga supaya dia bisa kawin dengan wanita yang lebih berkenan di hatinya. Permohonan itu langsung dikabulkan.

Tetapi, pada saat pemakaman, dia begitu terharu melihat begitu banyak yang datang dan hampir semuanya memuji-muji istrinya yang sudah meninggal itu. Waktu itu baru dia sadar bahwa istrinya ternyata memiliki banyak sekali sifat-sifat yang mengagumkan. Maka, pada saat itu juga dia meminta kepada Allah untuk menghidupkan kembali istrinya itu. Istrinya itu pun hidup kembali.

Tinggal satu permintaan lagi. Dia sangat bingung; apakah dia meminta umur panjang, atau uang yang banyak atau kesehatan yang prima. Dia takut melakukan kesalahan lagi. Dia memutuskan untuk meminta nasihat Allah sendiri. Sambil tertawa Allah berkata, “Mintalah saja, supaya kamu puas dengan hidupmu apa pun adanya”.

Injil tadi mengisahkan pemberian doa ‘Bapa Kami’, doa Yesus sendiri. Inilah doa yang selalu cocok untuk segala waktu dan setiap kesempatan. Dalam kalimat-kalimatnya yang pendek dan sederhana, terkandung setiap aspek relasi kita dengan Bapa di Surga. Itulah doa yang paling sederhana, tetapi mengagumkan. Kalau seseorang sungguh menghidupinya, mempraktekkan setiap frase yang terkandung di dalamnya dalam kehidupannya sehari-hari, maka hampir pasti dia akan menjadi sempurna seperti yang dikehendaki Bapa di Surga.

Dalam doa ini Yesus juga mengajarkan kita apa-apa yang paling penting untuk kehidupan kita, yang perlu kita minta kepada Allah, yaitu: (1) Roti, pertama-tama untuk hari ini. Jangan dulu mencemaskan makanan untuk besok, kalau untuk hari ini belum ada, (2) Sikap mengampuni sesama agar kita pun diampuni Tuhan, (3) Kesanggupuan untuk mengatasi godaan dalam berbagai macam bentuknya, dan (4) Pembebasan dari yang jahat. Marilah kita memupuk sikap doa yang benar, dengan mencontohi doa Yesus sendiri. Amin

Friday, July 26, 2013

SABTU BIASA PEKAN XVI THN C/1

Sabtu Pekan Biasa ke-16 thn C/1, 27 Juli 2013

Kel.24,3-8; Mat.13,24-30
Komunitas Frateran BHK Malang

Renungan
Melalui bacaan pertama hari ini kita mendengarkan pernyataan komitmen bangsa Israel untuk setia kepada Yahwe. Komitmen kesetiaan kepada Yahwe itu disampaikan kepada Musa sebagai pemimpin bangsa Israel untuk seterusnya disampaikan kepada Yahwe. Inti komitmen bangsa terpilih itu tidak lain adalah janji untuk setia mendengarkan dan melaksanakan kehendak, perintah, dan Firman Tuhan. Hal yang menarik dalam komitmen bangsa Israel ini adalah penggunaan darah sebagai unsur yang mengikat dan memeteraikan perjanjian mereka. Penggunaan darah dalam meneguhkan perjanjian merupakan bentuk perjanjian dengan tingkat risiko yang besar. Mengapa? Karena darah adalah gambaran kehidupan dan kematian. Jika sebuah janji yang diikat dengan darah berarti janji itu berkaitan dengan perkara hidup dan mati. Artinya, jika orang setia pada janji itu, maka dia akan hidup. Demikian juga sebaliknya, jika orang mengingkarinya maka maut dan kematian akan menantinya.

Israel telah membuat janji dan komitmen untuk setia mendengarkan dan melaksanakan firman Tuhan. Bangsa itu sudah merasa diri sebagai bangsa terpilih sehingga mereka mengikrarkan kaul, janji kesetiaan itu secara terbuka. Dalam arti tertentu kita juga dalam cara yang lain telah merasa diri sebagai orang terpanggil dan secara pribadi kita telah mengikrarkan janji kesetiaan kita pada pilihan dan panggilan kita. Janji dan komitmen kita memang tidak dengan darah tetapi risikonya tetap sama jika kita mengingkarinya.

Pengingkaran manusia terhadap janji dan komitmen itu bisa muncul dalam praktik hidup yang berlawanan dan bahkan mungkin mengancam panggilan kita. Tuhan sudah menabur, menanam dan memelihara benih panggilan itu dalam diri setiap kita dan kita menyadarinya sebagai panggilan kita. Dalam kehidupan kita berjuang agar benih pangggilan itu terus bertumbuh menuju kematangan yang mengeratkan relasi kita dengan diri sendiri, sesama, dan dengan Tuhan yang memanggil kita.

Yesus melalui penginjil Matius hari ini menegaskan kepada kita tentang inisiatif Allah menaburkan benih panggilan itu dalam diri setiap kita. Hal yang perlu untuk kita adalah berusaha untuk tetap terjaga agar tidak ada benih ilalang yang bertumbuh menghimpit dan mematikan panggilan kita. Kisah Injil menyadarkan kita bahwa panggilan kita berpeluang dan berpotensi dirusak oleh pelbagai hal dari lular atau dari dalam diri kita. Kekuatan yang merusak itulah yang dimaksudkan benih ilalang yang harus dicabut dari panggilan kita. Kita diminta untuk terus waspada dan berjaga-jaga jangan sampai benih ilalang itu menyerbu ladang panggilan kita.

Kalalu Tuhan meminta kita membiarkan benih ilalang itu sampai besar tidak berarti kita membiarkan diri dan panggilan kita dikuasai kekuatan yang merusak. Tuhan meminta menunda mencabutnya hanya mau mengatakan agar kita sungguh mempunyai waktu untuk bisa membedakan kekuatan perusak itu dari hidup dan panggilan kita. Bagi Tuhan pembendaan yang cermat dan tepat memungkinkan pilihan tindakan yang tepat pula. Dalam memaknai panggilan, kita diminta untuk selalu dan sepajang hidup bisa membuat pembedaan antara apa yang baik dari yang buruk, apa yang pantas dari yang tidak pantas. Hanya dengan itu kita bisa bertindak tepat dan benar. Semoga Tuhan membantu kita dalam menepati janji panggilan kita sehingga pada waktunya kita terbebas dari himpitan ilalalang kehidupan panggilan kita. Amin




Thursday, July 25, 2013

RENUNGAN SANTO YOAKIM & ANNA

Jumat,Pekan Biasa ke-16 thn C/1, 26 Juli 2013
Sir.44. 1,10-15; Mat.13,16-17
Pesta Santo Santa Yoakim dan Ana
Komunitas Suster Misericordia RKZ Malang

Buka
Hari ini Gereja memperingati Yoakim dan Anna, orangtua dari SP Maria. Memang tidak ada catatan mendetil, baik historis maupun alkitabiah, yang diketahui tentang kehidupan dua orang kudus ini, namun banyak umat beriman dalam suasana doa melakukan permenungan atas kehidupan mereka dan bagaimana mereka sebagai orangtua membesarkan anak mereka yang kelak dipilih untuk menjadi Bunda Allah. Gereja memilih bacaan pertama hari ini dari Kitab Putra Sirakh untuk menyampaikan pujian dan hormat yang pantas diberikan kepada kedua orangtua saleh seperti Yoakim dan Anna yang kita peringati.

Yoakim dan Anna ini memiliki rasa tanggungjawab yang besar untuk melakukan karya suci mendidik dan melatih anak perempuan mereka. Kita dapat mengandaikan bahwa mereka melakukan tugas panggilan mereka setelah didahului dengan banyak doa, yang menaruh kepercayaan sepenuhnya kepada Allah yang menjanjikan segala hikmat-kebijaksanaan dan kekuatan yang mereka perlukan. Buah ketaatan mereka kepada Allah terlihat jelas dalam tanggapan Maria ketika dia didatangi malaikat Gabriel bahwa Roh Kudus akan turun atas dirinya dan kuasa Allah Yang Mahatinggi akan menaungi dirinya; sebab itu anak yang akan dilahirkannya itu disebut kudus, Anak Allah.

Kita berdoa semoga semangat orangtua Maria, Yoakim dan Anna memberi inspirasi dan semangat bagi semua keluarga Kristiani dalam mendidik dan membesarkan anak-anak mereka. Baiklah jika kita akui salah dan dosa kita mengawali perayaan kudus ini.

Renungan

Kita tentu pernah mendengarkan sebuah ungkapan atau pribahasa klasik yang menggambarkan kualitas relasi orangtua dan anak. Ungkpan klasik itu berbunyi: Buah Jatuh tidak jauh dari pohonnya. Ungkapan ini bermakna bahwa pola perilaku dan pola tindak seorang anak, sebaian besar mewarisi pola prilaku dan pola tindak orangtua mereka. Kebiasaan baik atau kebiasaan buruk yang dilakukan seorang anak dalam keluarga biasanya selalu dikait-kaitkan dengan orangtua mereka.

Yoakim dan Anna, orang tua St.Perawan Maria yang kita rayakan hari ini adalah dua tokoh yang berasal dari keturunan raja Daud, dan dikenal karena kesetiaan mereka dalam menjalankan kewajiban keagamaan serta mengabdi dan mengasihi Allah dan sesama dengan ikhlas. Dan karena itu keduanya dianggap layak untuk ikut ambil bagian dalam rencana keselamatan Allah atas dunia. Yoakim dan Anna menjadi penting justru karena keterpilihan Maria menjadi Bunda Allah.

Keterpilihan Maria tidak dapat dipisahkan dari peran kedua orangtuanya. Dikatakan bahwa sejak perkawinannya dengan Yoakim, Anna tidak henti-hentinya mengharapkan karunia Tuhan berupa seorang anak. Kerinduan pasangan Yoakim dan Anna untuk mendaptkan anak terkait dengan tuntutan budaya Yahudi. Bagi orang Yahudi, perempuan yang tidak dapt melahirkan anak dianggap sebagai kutukan Tuhan. Dalam konteks itulah pasangan Yoakim dan Anna berkanjang dan tanpa putus asa berdoa kepada Allah agar kenyataan pahit yang dialami bisa terhindarkan.

Berkanjang dalam doa, berdoa tak mengenal lelah selalu membahasa hasil. Kesetianan pasangan Yoakim dan Anna dalam doa membuat mereka dikaurinia seorang anak yang dikandung tanpa noda yaitu Maria yang pada akhirnya dipilih menjadi bunda Allah. Bagi Yoakim dan Anna kelahiran Maria pada usia senja mereka merupakan bukti betapa Allah mendengarkan doa orang yang tabah, tekun, dan setia dalam pengharapan. Bagi mereka kelahiran Maria, apalagi disaat usia mereka yang sudah tua itu, merupakan buah rahmat Allah, hasil campur tangan Allah sendiri, daripada sesuatu yang kodrati-manusiawi.

Selama bertahun-tahun, Anna memohon kepada Tuhan untuk memberinya anak. Ia berjanji untuk mempersembahkan anaknya itu kelak kepada Tuhan. Ketika sudah lanjut umurnya, Tuhan menjawab doa Anna dengan cara yang amat luar biasa, yang bahkan tidak pernah terbayangkan olehnya. Anak yang lahir bagi St. Yoakim dan St. Anna adalah Santa Perawan Maria Immaculata (yang Dikandung Tanpa Dosa). Perempuan yang paling kudus di antara semua perempuan ini telah menjadi Bunda Allah. Anna merawat, membesarkan dan mendidik Maria dengan penuh kasih sayang selama beberapa tahun. Kemudian mempersembahkan puterinya itu kepada Tuhan, seperti yang telah dijanjikannya. Maria tinggal di Bait Allah di Yerusalem. Di tempat tinggal pasangan Yoakim dan Anna ini saat ini telah didirikan sebuah gereja besar dengan nama gereja Yoakim dan Anna. Tahun 2011 saat berziarah ke Israel saya sempat masuk ke gereja itu dan pelataran gereja tersebut menjadi perhentian pertama rute jalan salib menuju makam kudus.

Apa yang perlu kita petik dari kisah kehidupan kedua tokoh ini untuk kehidupan keluarga zaman ini. Menurut saya ada dua hal penting yang perlu yaitu:

Pertama: keluarga zaman ini perlu belajar pada pasangan Yoakim dan Anna tentang kesabaran dan ketekunan dalam mengharapkan bantuan Allah. Bagi pasangan Yoakim dan Anna anggapan orang dan usia lanjut TIDAK MENGHALANGI ALLAH untuk menunjukkan kuasa-Nya. Kesabaran, ketekunan untuk berkanjang dalam doa selalu mendatangkan rahmat. Pasangan itu hidup dalam prinsi bahwa Tidak ada usaha yang tidak ada hasilnya, tidak ada doa yang tidak terkabulkan, sejauh manusia berkesabaran dan bertekunan.

Kedua: manusia dan keluarga Kristinai zaman ini perlu belajar untuk mengenal diri agar dikuduskan. Pasangan Yoakim dan Anna mengajarkan bahwa segala yang mereka peroleh itu adalah pertama-tama karena campur tangan Allah, bukan semata usaha mereka sendiri. Kehidupan orangtua kristiani harus dikuduskan bagi Allah dan pelayanan kepada-Nya. Dikuduskan berarti dipisahkan secara khusus, untuk mengabdikan diri kepada Allah. Orangtua yang dikuduskan adalah seorang pribadi saleh yang memenuhi perannya dalam kehidupan dengan komitmen untuk melakukan apa yang menyenangkan Allah, bukan dunia. Komitmen ini menciptakan atmosfir spiritual yang memungkinkan seorang anak akan subur dan bertumbuh dalam kasih dan pelayanan bagi Allah. Orangtua yang dikuduskan bagi Allah mengajarkan anak-anak mereka melalui kata-kata dan contoh, bahwa mereka harus percaya dan diselamatkan dan bahwa mereka juga dipanggil untuk melayani.

Para orangtua yang dikuduskan dan saleh akan memperoleh pujian; keturunan mereka akan mewarisi kebenaran mereka dan tetap setia kepada Allah karena teladan baik mereka ; dan keturunan mereka akan tetapi tinggal untuk selama-lamanya, dan kemuliaannya tidak akan dihapus dan gereja di atas bumi akan menghormati mereka. Marilah kita belajar untuk sabar dan tekun dalam menantikan janji Allah sambil melakukan segala yang baik sebagai warisan yang tetap abadi. Tuhan memberkati.

RENUNGAN SANTO YAKOBUS RASUL

Kamis, Pekan Biasa ke-16 thn C/1, 25 Juli 2013
2Kor.4,7-15; Mat.20,20-28
Pesta Santo Yakobus, Rasul
Komunitas Suster Misericordia RKZ Malang

Buka
Hari ini kita dan gereja sejagat memperingati pesta Santo Yakobus Rasul. Santo Yakobus, yang kita peringati hari ini adalah seorang Rasul, yang berasal dari Betsaida di Galilea. Santo Yakobus, Rasul ini berbeda dengan Yakobus, penulis surat dalam Kitab suci yang ayat-ayatnya kita kenal: iman tanpa perbuatan adalah mati (Yak 2 : 26). Ia seorang nelayan yang dipanggil Yesus bersama saudaranya, Yohanes. Kedua orang bersaudara anak Zebedeus ini sering disebut "anak-anak guntur" atau "Putera-putera Halilintar".karena sifatnya yang keras dan semangatnya yang berapi-api. Dialah yang meminta Yesus agar menjatuhkan api dari langit untuk memusnahkan orang-orang Samaria yang tidak mau menerima Yesus dan murid-murid-Nya. Yesus amat menyukai mereka dan mengistimewakannya bersama Petrus, sehingga selalu diajak pada saat-saat penting di mana Yesus berada; misalnya yang tercatat dalam Kitab Suci : Saat Yesus menghidupkan kembali putri Yairus (Mat 9:18 -26), Saat Yesus dimuliakan di Gunung Tabor (Mat 17:1 -13) dan saat Yesus berdoa di taman Zaitun ( Mat 26 : 30)

Dalam injil Ibu Rasul Yakobus ini meminta kepada Yesus agar diberi kedudukan terhormat dalam Kerajaan Kristus. Terhadap permintaan ini, Yesus menantang mereka dengan pertanyaan perihal kemampuan dan kesanggupan meminum piala penderitaan. Pernyataan kesanggupan seperti ini membawa risiko bahwa mereka akan mengalami apa yang dialami Yesus. Yakobus tercatat sebagai Rasul yang pertama minum piala kemartiran karena atas perintah Herodes Agripa I, ia dijatuhi hukuman pancung pada tahun 43/44. Kita berdoa sambil memohon agar semangat Santo Yakobus Rasul memberi inspirasi dalam tugas dana karya kita. Kita sesali segala kelemahan dan dosa kita

Renungan
Panggilan untuk melayani merupakan panggilan yang memberi garansi dan jaminan untuk keselamtan jiwa. Hal inilah yang mau ditegaskan Paulus melalui bacaan pertama hari ini. Panggilan pelayanan itu hanya akan terlaksana ketika manausia mengandalkan kekuatan Tuhan dan bukan kekeuatan manusia sendiri. Paulus mengingatkan kita bahwa harta pelayanan sebagai rasul itu berada dalam bejana tanah liat yang rapuh. Kedasaran akan keterbatasan dan ketidakmampuan dalam pelayanan memungkinkan manusia menandalkan Tuhan. Paulus menegaskan bahwa , kekuatan yang berlimpah itu berasal dari Allah, bukan dari diri manusia sendiri. Paulus mencatat “ Dalam segala hal kami ditindas, namun tidak terhimpit, kami habis akal, namun tidak putus asa; kami dianiaya, namun tidak ditinggalkan sendirian; kami dihempaskan, namun tidak binasa. Dengan pernyataan seperti ini jelas bahwa Paulus mengajak kita untuk mengandalkan Tuhan dalam perjuangan dan dalam karya pelayanan. Menjadi pelayanan yang benar menurut Paulus harus dinyatakan dalam kemampuan manusia untuk mencontohi pelayanan Kristus. Hanya dengan mencontohi model pelayanan Kristus akan semakin banyak orang mengnelan, percaya, dan akhirnya mencintai Tuhan.

Buah pelayanan adalah jaminan keselamatan jiwa dan semua manusia yang percaya kepada Tuhan merindukan keselamatan jiwa seperti itu. Keselamatan jiwa seperti itulah yang diminta Ibu Yakobus dan Yohanes dalam injil tadi. Ibu Yakobus dan Yohanes meminta supaya Yesus menempatkan kedua anaknya di sisi kiri dan kanan Yesus kelak dalam kerajaan-Nya. Namun Yesus menegaskan bahwa hanya Bapalah yang akan menempatkan siapa yang mempunyai hak untuk itu. Murid yang sesungguhnya harus menjadi seorang hamba dari semuanya, sebagaimana halnya Yesus sendiri telah menjadi hamba. Bagi Yesus posisi atau tempat seseorang dalam kerajaan sorga tidak bisa diminta begitu saja oleh siapa saja melainkan akan ditentukan Allah berdasarkan kualitas pelayanan yang dilakukan manusia dalam dan selama hidup. Pelayanan yang paling berkualitas dalam konteks injil tadi adalah pelayanan untuk mengambil bagian dalam peyalanan Kristus yang selalu ditandai dengan tantangan dan derita.

Untuk para suster dan saudara/I yang berkarya dalam bidang medis kata derita, penderitaan sudah seharusnya telah ,menyatu dengan seluruh dinamika pelayanan mereka karena setiap hari selalu berhadapan dengan orang sakit, orang yang menderita. Melayani para pasien dengan baik, dengan cinta, dengan kesabaran, dengan ketulusan,dan sejenisnya adalah model pelayanan yang diharapan Yesus karena semua itu telah dilakukan Yesus selama hidup-Nya. Kata-kata Yesus yang penting untuk kita maknai dan renungkan dalam tugas kita adalah: Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hambamu; sama seperti Anak Manusia: Ia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani, dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang."

Yesus telah mendapatkan tempat dan posisi yang penting dalam kerajaan sorga bukan karena Ia memintanya seperti ibu Yakobus dan Yohnaes tetapi terlebih dan terutama karena Yesus telah menjalankan misi pelaynan kasih itu secara sempurna. Injil hari ini mau menegaskan kepada kita bahwa dimana tempat dan posisi kita kelak ditentukan model dan kualitas pelayanan kita selama hidup. Marilah kita merebut posisi bukan dengan meminta begitu saja kepada Tuhan melainkan dengan melayani Tuhan dan sesama dalam tugas dan karya kita. Tugas kita, kerja kita, karya pelayanan kita apa pun nama dan jenisnya adalah posisi kita dan menentukan posisi kita kelak. Mari kita merebutnya dengan kualitas kerja dan pelayanan kita sambil memohon agar semangat Rasul yakobus menjiwai pelayanan kita. Semoga