Wednesday, April 29, 2015

HUT PERNIKAHAN MARKUS PORAT

Renungan Misa Syukur HUT Nikah
Sirak 51,1-12; Markus 4,35-41
Borong, 21 Juni 2010

Buka
Malam ini kita semua diundang keluarga ini untuk bersama mereka mensyukuri rahmat dan cinta Tuhan yang telah mengaarahkan dan menyertai panggilan mereka sebagai suami istri. Kita besyukur karena Tuhan telah meneguhkan dan menguatkan mereka dalam aneka tantangan dan perjuangan hidup. Seraya mengucapkan syukur kita juga memohon rahmat peryertaan Tuhan untuk anak-anak yang akan pergi mencari kebijaksanaan, menuntut ilmu. Kita berdoa agar Tuhan menolong mereka sekaligus agar mereka senantiasa mendekatkan diri kepada Tuhan. Agar syukur dan doa kita berkenan kepada Tuhan baiklah kita akui salah dan dosa kita

Renungan
Manusia biasanya mudah sekali mencari alasan untuk melakukan sesuatu. Karena itu, logislah bagi kita kalau setiap kegiatan, aktivitas, tindakan manusia memiliki dasar atan alasan. Alasan yang dipakai itu bisa dicari atau dicari-cari, bisa dibuat atau dibuat-buat, bisa ada atau diada-adakan.Hari Jumat yang lalu Pak Markus menjumpai saya di Kisol dan meminta untuk memimpin perayaan ekaristi di rumah ini dengan ujud syukur atas HUT pernikahan yang ke-22 dan sekaligus memohon doa restu bagi anak-anak mereka yang akan mengadu nasib dan mempersiapkan masa depan pada lembaga pendidikan. Syukur dan memohon doa restu itulah alasan utama mengapa kita ada bersama di tempat ini saat ini. Pernikahan antara Pak Markus dan Ibu adalah kenyataan. Anak-anak akan  berangkat ke tempat studi juga kenyataan. Karena itu keberadaan kita di sini bukanlah karena dicari-cari, diada-adakan, dibuat-buat. Memang waktu Pak Markus menyampaikan hal ini kepada saya, pikiran saya langsung mengingat pengalaman pribadi saya tahun 2005. Lima tahun lalu Oktober 2005 pastor Paroki Iteng meminta saya untuk merayakan misa di kampung dan saya spontan menerima tawaran itu. Di luar dugaan saya misa itu ternyata dibuat besar-besaran. Saya terkejut saat tiba di kampung ada kemah besar hampir sama dengan kemah saat misa sulung saya tahun 1995. Ternyata Pastor paroki dan panitia dan keluarga mau membuat kejutan mau merayakan syukur 10 tahun imamat saya. Kalau waktu misa sulung koor dari SMA Fransiskus, pada misa 10 tahun koor dari SMA St.Maria Iteng. Yang menarik lagi bagi saya saat itu adalah: panitia misa sulung dulu tetap menjadi panitia misa syukur 10 tahun itu. Ternyata dulu panitianya belum dibubarkan dan bertahan sampai 10 tahun. Saya cemas panitia itu juga belum dibubarkan. Saya tidak menduga dan saya tidak pernah merencanakan hal seperti itu. Karena itu saya ingat dalam sambutan, saya sampaikan bahwa acara itu tampaknya dibuat-buat, dicari-cari karena biasanya orang tunggu 25 (perak) tahun, 40 (pancawindu) tahun, 50 (emas) tahun. Saya tidak tahu kita beri nama apa pesta untuk 10 tahun seperti itu.Mungkin pesta kayu jati saja. Ini kenyataan dan mungkin cara khas orang Pocoleok yang membuat saya harus melihatnya dengan cara yang lain.
Pada akhirnya saya menyadari bahwa mereka melakukan itu sebagai bentuk dukungan terhadap pilihan hidup saya. Intinya mereka mau mengungkapkan syukur dan saya yakin selama 10 tahun mereka ingat dan mendoakan saya kalau tidak semua paling kurang panitia yang belum dibuarkan itu. Semula saya berpikir mereka hanya mau mencari alasan untuk perbaikan gizi karena babi dan sapi harus jadi taruhan untuk menghiasi meja hidangan.  Pikiran saya seperti itu tergeser ketika nilai ucapan syukur itu diperhadapkan pada inti kehidupan kita sebagai orang beriman. Bahwa Binatang darat, laut, udara babi dan sapi, ayam ikan harus melintang itu hanya efek samping yang tidak bisa dibandingkan ekspresi iman dalam bentuk syukur. Nilai kebersamaan, kekeluargaan, persaudaraan, untuk salaing mendukung dan menguatkan dalam mengungkapkan syukur ternyata bernilai melampaui hal material. Karena itu saya dan mudah-mudahan kita juga disadarkan bahwa syukur itu harus menjadi bagian dari perjalanan hidup kita dari saat-ke saat. Tidak mesti menunggu 25 tahun, 40 tahun, 50 tahun, 75 tahun atau seratus tahun karena kita semua bukanlah ahli ilmu pasti yang menentukan. Tuhan yang menentukan karena itu hari ini kita bersykur. Kalau masih diberi waktu untuk besok, besok juga  begitu seterusnya syukur menyertai kehidupan kita. Karena itu kiranya kalau pak Markus mengundang kita untuk merayakan syukur HUT pernikahan ke-22 tahun bukanlah hal aneh atau dicari-cari dan dibuat-buat. Saya tidak tahu sebagai orang Pocoleok apakah panitia pernikahan Pak Markus 22 tahun lalu masih menjadi panitia dalam acara malam ini?
Mengapa syukur itu harus menjadi bagian dari gerak hidup kita? Jawabannya karena hidup kita di dunia ini merupakan perjuangan. Kita semua hidup di dunia ibarat pemain  bola piala dunia yang dilepaskan trio 3 pelatih andalan kita yaitu Bapa, Putra dan Roh Kudus. Kita dilepaskan di arena untuk bermain dalam prosedur standar sebagai orang beriman, memanfaatkan setiap peluang untuk mengumpulkan nilai dan mencetak goal-goal indah. Dalam konteks perjuangan seperti itulah syukur harus menjadi muara gerak hidup kita.
Gambaran tentang suka duka perjunagan hidup manusia analogis dibahasakan Kitab Putra Sirakh dalam bacaan pertama tadi. Cukup jelas kiranya bagi kita bahwa penggalan teks Putra Sirakh tadi mewacanakan dinamika perjuangan manusia dalam kehdiupan ini. Ekspresi syukur dan dan nyanyian pujian Putra Sirakh  secara tidak lansung  menggambarkan secara konkret situasi keseharian hidup manusia. Ibarat pemain bola Putra Sirakh menyadari diri sebagai pribadi yang berada dalam kepungan lingkungan yang bisa menghancurkan semua rencana dan cita-citanya.  Situasi Sirakh juga menjadi situasi kita dan semua manusia sepanjang zaman. Rahmat, kebaikan, perlindungan, penyertaan Tuhan itulah yang bisa ia temukan dalam setiap pengalaman pahit yan dihadapinya dan itulah yang diolahnya sebagai bahan untuk bermadah memudi Tuhan.
Saya yakin, dan boleh kita semua yakin bahwa keluarga Pak Markus juga tidak luput dari situasi dan pengalaman Putra Sirakh. Hidup bersama selama 22 tahun sebagai suami istri jelas banyak tantangan dan cobaannya. Berjalan bersama selama 22 tahun tentu banyak krikil tajamnya. Memasuki rimba kehidupan bersama selama 22 tahun pasti banyak duri yang melukai. Tetapi semua hal itu terlewatkan dengan baik itulah yang harus disyukuri. Dan itulah membuat kita semua berada dalam perayaan malam ini.
Dalam setiap pesta pernikahan  entah itu terjadi di gunung, pedalaman jauh dari laut, entah itu di dekat laun biasanya orang menggunakan kata dan simbol yang berkaitan dengan laut. Sambutan dan ucapan, simbol  saat pesta nikah hampir pasti penuh dengan kata, istilah yang berhubungan dengan laut. Kita dengan ucapan selamat mengarungi samudera rumah tangga. Selamat memasuki bahtera rumah tangga. Bagi mereka yang belajar bahasa arab tidak akan menngunakan kata laut dan bahtera sekaligus karena bahtera itu bukan berarti sampan atau perahu. Bahtera itu sesungguhnya berarti laut karena laut bahasa arabnya bahrun (jenis masklin). Mengapa orang yang jauh dari pantai juga pakai kata laut, bahtera, bahrun. Pilihan kata itu tentu ada alasannya dan itu berkaitan dengan perbandingan suasna laut dengan kehidupan bermah tangga. Pelbagai tantangan dan cobaan dalam hidup berkeluarga diparalelkan dengan ancaman badai, gelombang. Suka duka kehidupan berkeluarga biasanya sudah tergambar dalam pilihan kata dan simbol seperti itu.
Pilihan apa saja termasuk pilihan hidup berkeluarga dalam konteks iman kita dilihat sebagai bentuk jawaban manusia atas ajakan dan panggilan Tuhan. Ajakan dan panggilan Tuhan itu menuntut manusia untuk memilihnya secara bebas dan bertanggungjawab. Tuhan senantias amengajak manusia untuk sesuatu yang memungkinkannya selamat. Dan menarik sekali injil tadi memuat kata-kata ajakan Yesus: Marilah kita bertolak ke seberang. Mengapa Yesus mengajak ke seberang? Ada apa di seberang, dan bagimana harus ke seberang? Pertanyaan-pertanyaan ini mendapat jawaband alam injil tadi. Yesus mengajak ke seberang  karena hari sudah petang. Itu artinya tidak lama lagi kegelapan alam tiba. Itulah gambaran situasi yang tidak menguntungkan yang bakal menimpa manusia. Itu artinya di seberang sana ada satu kondisi yang lebih baik dari yang ada saat itu. Mereka ke seberang dengan menggunakan kapal fery penyeberangan dan bersama-sama dengan Yesus. Yesus mengajak sekaligus menyertai penyeberangan itu. Itu artinya ada jaminan pelayaran itu berlangsung aman karena penanggungjawabnya ada bersama mereka. Bagi Yesus  penyeberangan itu dijamin aman dan akan tiba di seberang karena itu ia membentangkan tikar lalu tidur nyanyak.
Sikap dan pandangan Yesus ternyata lain dengan pengalaman para penumpang. Mereka merasakan adanya badai yang mengancam dan Yesus dinilai sebagai orang yang masa bodoh, tidak peduli. Cara mereka membangungkan Yesus menjadi bumerang karena Yesus membaca bahwa mereka takut dan tidak percaya kepada pemimpin rombongan. Krena mereka tidak percaya maka Yesus dengan mudah memberi perintah agar angin redah dan itu memang terjadi. Setelah angin redah mereka masih juga belum mengenal Yesus sehingga bertanya tentang siapa sebenarnya Yesus itu. Dari dinamika penyerangan bersama Yesus ini jelas mereka tiba dengan selamat bersama Yesus di seberang.
Kalau perkaawinan dianalogikan sebayai suatu upaya menajawab ajakan Tuhan dan bersedia ikut dalam penyebrangan bersama Tuhan maka pasti perkawinan itu akan berjalan aman. Kuncinya Yesus harus selalu diyakini hadir dalam dan bersama ada dalam peyeberangan. Kalau Yesus selalu dirasakan kehadirannya, maka manusia harus selalu berinisiatif datang mendekati dia dan memohon pertlindungannya. Kisah injil tadi dengan seluruh dinamika yang terjadi di dalamnya erat kaitannya dengan panggilan hidup kita sebagai apa saja. Kalau kita yakin pilihan hidup kita sebagai jawaban atas ajakan dan panggilan Tuhan, maka kita harus yakin pula bahwa Yesus akan ada bersama-sama dengan kita.
Dalam misa ini kita juga berdoa untuk perjalanan anak-anak dari keluarga ini untuk  melanjutkan studi. Itu juga harus dilihat sebagai jawaban atas panggilan Tuhan untuk ke seberarng mencari ilmu yang membuat masa depan lebih baik. Bagi adik-adik yang hendak berangkat, berangkatlah bersama Yesus, dan manakala ada tantangan dalam perjalanan mencari ilmu jangan lupa dekati Yesus karena Dia akan menolong pada waktunya yang tepat. Mudah-mudahan acara seperti ini menyadarkan dan mengingatkan kita untuk selalu bersyukur kepada Tuhan yang senantiasa menyertai kita dalam cara yang cocok dan pas untuk kita. Amin


PERNIKAHAN KARLO DAN MEI

Renungan Pernikahan
Elias Karllo Wajong & Alberta Parinters Makur
Kej.2,18-24;  Ef.5,22-33; Yoh.15
Paroki Maria Asumpta Katedral Ruteng
Jumat, 24 April 2015

Buka
Hari ini kita semua yang hadir ingin mensyukuri karya Tuhan, karya Kasih-Nya yang dinyatakan kita semua dan terutama kepada kedua mempelai, Karlo dan Mei, yang memungkinkan keduanya bersepakat membentuk dan memangun persekutuan Kasih dalam hidup berkeluarga. Kita mendukung niat baik kedua mempelai ini dengan kehadiran kita dalam doa bersama dan doa pribadi melaluio perayaan ekaristi ini sebagai perayaan pernyataan Kasih Tuhan yang sempurna untuk kita. Agar semua doa dan harapan kita berkenan kepada TUhan, baiklah kita akui kelemahan dan dosa-dosa kita.

Renungan   

Sepasang remaja yang hendak menikah mendatangi seorang guru kebijaksanaan. Keduanya meminta nasihat dan penjelasan tentang persoalan cinta dan perkawinan. Pasangan itu meminta penjelasan sang guru tentang arti cinta  dan cara menemukan  cinta? Sambil menunjuk ke arah ladang bunga milikinya, sang guru berkata, "Karena kalian ingin mengerti tentang cinta dan bagaimana menemukan cinta maka lihatlah, ada ladang bunga yang luas di depan sana. Pergilah, berjalan majulah kalian berdua secara bersama-sama di ladang bunga milikku dan kalian tidak boleh mundur lagi. Cari dan petiklah sekuntum bunga  yang menurut Anda berdua merupakan kuntum terindah dan terharum. Kalau kalian berdua  temukan kutum bunga terindah dan terharum itu, petiklah dan bawa bunga itu kepadaku karena itu pratanda bahwa kalian telah berhasil mengerti dan menemukan cinta yang kalian cari".
 Pasangan itu pun berjalan menuju  ladang bunga yang luas, milik sang guru. Setelah memasuki ladang bunga itu keduanya mengamati sambil mencari sekuntum bunga yang harum dan indah. Keduanya hampir memetik sekuntum bunga, tetapi masih ada keraguan pada diri mereka karena mereka masih bayangkan di depan mereka masih ada bunga yang lebih harum dan lebih indah lagi. Begitulah, berulang-ulang mereka hampir memetik sekuntum bunga di ladang itu tetapi selalu ada keraguan bahwa di depan mereka kemungkinan masih ada kuntum terharum dan terindah. Keduanya tenggelam dalam pencarian sekuntum bunga terharum dan terindah itu. Keduanya asyik dan terus maju dan maju terus  sehingga tanpa mereka sadari keduanya telah sampai di ujung ladang bunga itu. Betapa terkejutnya mereka karena keduanya tiba di ujung ladang tanpa memetik sekutum bunga pun. Keduanya tidak mungkin berjalan mundur lagi sekadar memetik sekuntum bunga lagi.
Keduanya kembali kepada sang guru tanpa membawa apa-apa. Sang guru bertanya,”Mengapa kalian tidak membawa sekuntum bunga kepadaku?" Mereka menjawab:” Yang mulia, kami hanya diizinkan memetik sekutum, dan kami tidak boleh mundur. Sebenarnya dalam perjalanan kami, kami telah menemukan kumtum bunga yang indah dan harum pada awal perjalanan kami di ladang bunga itu, tetapi kami berpikir masih ada bunga yang lebih indah dan harum di depan kami. Karena itu, kami terus maju, maju terus dan tanpa sadar kami tiba di ujung ladang, sementara tidak satu pun bunga yang kami petik. Inginnya kami memetik yang di belakang, tetapi aturan tidak membolehkan kami untuk mundur lagi. Beginilah jadinya,  kami pulang tanpa membawa sekutum bunga. Sang Guru kemudian berkata " Benar dan tepat sekali, begitulah arti dan hakikat cinta yang ingin kalian cari dan ingin kalian dapatkan.
 Tiga hari kemudian pasangan itu kembali mendatangi sang guru untuk meminta penjelasan tentang hakikat perkawinan, dan bagaimana menjalani hidup perkawinan. "Apa itu perkawinan? Bagaimana kami  bisa menjalaninya?”, tanya mereka kepada sang guru.  Gurunya pun menjawab sambil menunjuk ke arah hutan miliknya. "Ada hutan yang subur di depan sana. Berjalanlah kalian tanpa boleh mundur. Cari, pilih, dan tebanglah satu pohon yang menurut Anda berdua merupakan pohon yang paling lurus dan paling tinggi dari semua yang ada hutan itu. Kalau kamu temukan itu, itulah dan begitulah makna perkawinan untuk Anda berdua.
Keduanya  pun berjalan menuju hutan milik sang guru, tetapi tidak seberapa lama kemudian, keduanya kembali. Keduanya membawa sebiji buah pohon yang baru berkecambah. Mereka membawanya di dalam satu polibag kecil. Guru agak terkejut karena keduanya kembali begitu cepat dan tidak membawa pohon yang diminta. "Mengapa kalian begitu cepat kembali dan tidak membawa pohon yang kuminta?”
Sambil menunjukkan biji pohon yang baru berkecambah itu, keduanya berkata: "Guru yang bijaksana, berdasarkan pengalaman kami tiga hari lalu, setelah menjelajah seluruh ladang bunga kami  pulang dengan tangan kosong. Kami tidak menemukan cinta yang kami cari. Jadi, pada kesempatan ini, kami berdua menemukan sebiji buah pohon yang mulai bertumbuh ini. Kami berdua sama-sama yakin bahwa pohon yang tampaknya tidak lurus dan belum terlalu tinggi ini bila kami pelihara dengan pupuk yang baik pasti akan menjadi sebatang pohon yang lurus  tinggi.  Kami berdua sepakat mengambilnya. Guru, mungkin tidak bisa melihat bagaimana lurus dan tingginya sekarang tetapi kami berdua sepakat akan berusaha memelihara benih yang baru mulai tumbuh ini agar menjadi pohon yang paling lurus dan pohon yang paling tinggi bukan di ladang ladang tuan tetapi di ladang milik kami. Kami tidak mau kehilangan kesempatan untuk mendapatkannya". Setelah mendengar penjelasan pasangan itu, sang  guru bijak itu mengangguk-anggukan kepala dan berkata: "Dan benar itulah hakikat perkawinan yang kalian tanyakan dan perkawinan yang hendak kalian masuki "
Bertanya-tanya dan pertanyaan-pertanyaan selalu mengandaikan adanya masalah. Masalah yang dipertanyakan itu banyak, bervariasi, dan tak terhitung pada setiap orang. Ketika kita berhadapan dengan pertanyaan atau masalah, kita merindukan jalan keluar atau jawaban yang tepat mengatasinya. Untuk menemukan jalan keluar dan jawaban atas masalah, kita membutuhkan cara dan kekuatan tertentu.
Pertanyaan, masalah, dua remaja dalam cerita ini boleh jadi menjadi pertanyaan dan masalah pasangan Karlo dan Mei selama ini dan sampai saat ini. Hari ini mereka berdua mengukuhkan, meresmikan, menandatangi komitmen dan pilihan mereka untuk membentuk institusi yang kita sebut keluarga, rumah tangga. Pergelutan dan pergulatan sepasang tokoh dalam cerita tadi boleh jadi juga merupakan pergulatan dan pergelutan pasangan Karlo dan Mei dalam membayangkan masa depan rumah tangga yang mereka bentuk hari ini. Sebagai pasangan baru, kemungkinan besar keduanya akan banyak bertanya perihal cinta, bertanya tentang perkawinan, dan bertanya segala hal yang terkait di dalamnya. Tentu saja keduanya mengharapkan ada banyak guru kebijaksanaan, guru kehidupan yang bisa didatangi untuk dimintai nasihat dan penjelasan atas masalah mereka.  Kalau kedua pasangan ini mengundang kita semua untuk menghadiri pengukuhan pernikahan mereka, itu bisa dimaknai sebagai cara mereka untuk mendapatkan banyak guru kebijaksanaan. Semua yang hadir dalam perayaan ini tentu saja berdoa agar kedua pasangan ini mendapatkan kebijaksanaan itu dalam diri semua yang hadir terutama dalam diri psagan suami istri yang direpresentasikan dalam diri Bapa Mama Saksi.
Sehebat apa pun dan sebijaksana bagaimana pun orang yang akan didatangi dan ditanyai tentang cinta, tentang kehidupan perkawinan hampir pasti tidak akan ada orang yang memberi jawaban secara memuaskan. Mengpa? Jawabannya karena perkawinan atau kehidupan keluarga itu bukan suatu kondisi statis sekali jadi melainkan suatu ziarah yang diwarnai dengan dinamika.  Ziarah hidup berkeluarga diwarnai dengan kemungkinan-kemungkinan dan pilihan-pilihan yang menuntut pasangan untuk menentukan pilihan secara bersama dan secara tepat. Kehidupan berkeluarga ibarat memasuki taman bunga dan hutan rimba yang menuntut pelakunya terus maju dan maju terus memilih yang terindah, terharum dan tinggi dan terlurus. Semua orang merindukan sesuatu yang indah, harum, lurus dan tinggi. Itulah gambaran idealisme masa depan yang mendasari setiap gerak langkah untuk menjadikan diri dan kehidupan itu semakin baik dan berkualitas.
Dari cerita tadi nyata sekali bahwa jawaban atas persoalan cinta, jalan keluar untuk masalah perkawinan harus dapat ditemukan sendiri oleh pasangan itu. Mengapa hanya bisa ditemukan sendiri oleh pasangan itu? Jawabannya, karena pengalaman akan cinta, susana hidup perkawinan untuk setiap orang itu tidak mungkin sama. Yang bisa dan yang biasa orang lakukan hanyalah berusaha mencari dan mengumpulkan segala yang baik dari model penghayatan cinta dan model pemaknaan perkawinan orang lain.  Ikatan cinta dan perkawinan setiap pasangan itu unik karena Tuhan sendiri sudah menghendaki hal itu. Program cinta dan kehidupan perkawinan seseorang sudah direncanakan dalam agenda karya Allah dan akan dilaksanakan manusia. Cinta dan perkawinan direncanakan Tuhan di surga dan dilaksanakan manusia di bumi. Proyek Cinta Karlo dan Mey sudah ada dalam program kerja Tuhan. Kini  keduanya harus menandatangi komitmen untuk melaksanakan proyek Cinta yang Tuhan rancang itu.  Komitmen kedua mempelai bukan sekadar memenuhi tuntutan pranata dan status sosial kemasyarkatan, peralihan status tetapi lebih dari itu komitmen keduanya merupakan jawaban atas rencana Allah untuk menyempurnakan cinta dan dan memperkaya hidup dalam Kasih. Hari ini Karlo dan Mei dalam kebebasan dan dalam kesadaran yang penuh mendeklarasikan diri sebagai satu paket lebih dari paket calon bupati dan wakil bupati. Paket ini tidak perlu pasang baliho di perempatan atau tikungan jalan, tidak perlu tim sukses, tidak perlu pintu masuk partai politik. Paket dan pasangan pengantin ini juga lebih dari paket independen karena ikatan mereka tidak harus mengumpulkan banyak KTP orang lain. Paket ini tidak membutuhkan banyak  pemilih. Hanya satu pribadi yang memilih mereka yaitu Tuhan. Tuhan memanggil dan memilih mereka untuk memenangi tender pelaksanaan proyek Kasih. Konsekuensinya, keduanya harus dapat mempertanggungjawabkan seluruh komitmen mereka kepada Tuhan sebagai pemilik proyek Kasih itu.
Yesus sendiri adalah wujud dan kehadiran Allah yang adalah Kasih. Allah yang adalah Kasih menjelma dalam diri Yesus yang memberi jaminan bagi masa depan kehidupan manusia. Semua orang merindukan masa depan jiwa yang membahagiakan. Masa depan jiwa itu ditentukan dan dirajut dalam kehidupan di dunia masa kini. Dalam konteks seperti itulah kita memahami mengapa orang Saduki dan ahli Taurat bertanya kepada Yesus tentang hukum utama. Orang Saduki dan ahli Taurat sesungguhnya juga merindukan masa depan yang kekal. Dalam kerinduan dan dalam  terminologi hukum  mereka bertanya tentang hukum utama yang bakal menggaransi jiwa mereka. Pertanyaan mereka bukan persoalan sepele yang sifatnya elementer tetapi menukik pada persoalan hukum utama. "Hukum manakah yang paling utama?" Jawab Yesus:  “Kasihilah Tuhan, Allahmu”. Mengasihi Tuhan sebagai hukum utama yang dikatakan Yesus berkualifikasi standar. Kualifikasi standar hukum utama itu  harus utuh, bulat, genap, tidak terbagi-bagi, tidak terpecah-belah, tidak bercabang-cabang. Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu. Kualitas Kasih manusia akan Tuhan yang diwacanakan Yesus harus ditopang dan dinyatakan dalam pilihan untuk mengasihi sesama. Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Tidak ada hukum lain yang lebih utama daripada kedua hukum ini." Bagi Yesus manusia yang memiliki kasih yang utuh, total, kepada Tuhan dan sesama adalah manusia-manusia yang sudah berjalan mendekati kerajaan Allah. "Engkau tidak jauh dari Kerajaan Allah!" Jawaban Yesus itu final dan tuntas. Penginjil membahasaknnya,” seorang pun tidak berani lagi menanyakan sesuatu kepada Yesus”. Artinya, Kasih itu mengalahkan segalanya.
Semua kita yang hadir dalam perayaan ini baik kami yang dipanggil menjadi imam maupun yang dipanggil untuk hiudp berkeluarga sama-sama dipanggil dalam cara berbeda untuk memilki Kasih yang segenap, seutuh, sepenuh, selengkap, yang Yesus sabdakan. Panggilan dan pilihan hidup apa saja termasuk hidup berkeluarga adalah panggilan dan pilihan untuk mengasihi Tuhan yang hadir dalam diri pasangan sebagai citra Allah. Karena itu, kualifikasi satandar Kasih yang dikatakan Yesus harus menjadi  pilihan pasangan suami  istri baik pasangan Karlo-Mei ini maupun pasangan-pasangan lama. Mengapa Yesus menuntut Kasih yang utuh, genap, bulat, lengkap.  Karena Tuhan sendiri telah mengasihi kita manusia secara penuh, utuh dan total.
Cita-cita dan kerinduan Tuhan hanya satu yaitu agar kita manusia memiliki Kasih yang utuh terhadap Tuhan dan Sesama. Cita-cita dan kerinduan manusia juga hanya satu yaitu agar manusia mampu mengasihi Tuhan dan sesama secara utuh. Bedanya, Kasih Tuhan tidak pernah berubah karena kondisi dan keterbatasan manusia. Sebaliknya, kasih manusia sering terbagi, terbelah, terpencar, dan bercabang. Mengapa? Karena kata orang bijak manusia itu hakikatnya adalah nafsu yang berjalan. Nafsu itu bermacam-macam (kuasa, harta, jabatan). Kalau semua itu menguasai manusia maka  Kasihnya pasti akan terbagi-bagi dan berkeping-keping.
Jawaban Yesus terhadap pertanyaan ahli taurat dan orang Saduki dalam injil merupakan bentuk perintah atau imperasi untuk mewujudkan kasih yang utuh. Hal itu sejalan dengan apa yang diharapkan Paulus dalam suratnya untuk jemaat Filipi. Paulus pada dasarnya menekankan pentingnya keutuhan kasih itu. Dia merumuskannya dalam resep panca S- atau resep 5s yaitu  sehati (satu hati), sepikiran (satu pikiran), sekasih  (satu kasih), sejiwa (satu jiwa) dan setujuan (satu tujuan). Konsep panca S atau 5S yang digagaskan Paulus ini justru dipilih pasangan Karlo-Mei sebagai landasan pacu perjalanan hidup rumah tangga mereka.  Untuk mewujudkan panca S atau 5S ini tentu tidaklah  mudah karena Karlo dan Mei tetaplah dua pribadi yang memiliki karakter yang berbeda. Saya tahu adik Mei ini sejak kecil sangat kritis dan berpikir matematis karena banyak berguru pada Pater Flori Laot (almarhum). Tidak heran ia menekuni dunia angka matematika. Karlo saya menduga berkepribadian tenang dan ini tentu tepat dan menunjang pangilannya menjadi seorang dokter. Tidak gegabah menangani orang sakit. Perbedaan dua karakter ini bukannya untuk dipertentangkan tetapi sebaliknya harus saling melengkapi.
Orang Manggarai asal Pocoleok berinisial RIS (Romo Ino Sutam) senang bersemiotika atas angka atau bilangan. Dalam berbagai kesempatan ia selalu berusaha menghubungkan aneka hal termasuk kehidupan manusia sejak lahir hingga mati dalam permainan angka. Romo Ino dalam beberapa kesempatan mengangkat dan memaknai angka lima dalam kehidupan orang Maggarai sebagai angka yang bermuatan filosofi orang Manggarai. Demikianlah angka lima itu menggambarkan kesempurnaan.  Tadi ada lima s untuk dituntut untuk keutuhan Kasih kehidupan orang percaya termasuk keluarga baru ini. Kasih yang utuh dalam lima S itu hanya akan abadi kalau pasangan Karlo dan Mei terpaut dan memiliki pancaada atau 5ada. Yesus berbicara tentang dua hukum utama, Paulus menawarkan panca/lima ada yang harus menjadi milik pasangan ini. Dalam melanggengkan Kasih sebagai hukum utama Paulus mengingatkan agar manusia tetap berpaut pada Kristus. Mengapa? Karena pada Yesus ada lima hal penting. Pasangan Karlo-Mei memilih bacaan pertama yang memuat lima hal penting itu bagi kelanggengan hidup keluarga mereka.  Pasangan ini mau mendengarkan arahan santu Paulus tadi. Jadikan Yesus sebagai andalan karena dalam Kristus ada lima hal pokok  yaitu ada nasihat,   ada penghiburan kasih, ada persekutuan Roh, ada kasih, dan ada belas kasihan. Paulus mengingatkan bahwa segalanya adalah dalam Kristus. Nasihat, penghiburan, persekutuan, kasih, dan belas kasihan itu dapat ditemukan di dalam Kitab suci yang kiranya diakrabi keluarga baru ini. Kelima hal itu kiranya juga ada dalam diri pasangan Karlo-Mei sehingga bisa saling menasihati, saling menghibur, saling mempersatukan, saling mengasihi dan berbelas kasih satu sama lain di dalam keluarga. Kelima hal ini penting dimiliki untuk membebaskan pasangan ini dari sikap mementingkan diri. Kelima hal itu penting agar setiap kita bersikap rendah hati, mengutamakan orang lain, dan mengosongkan diri sendiri.
Kehidupan keluarga  zaman ini penuh tantangan baik dari dalam diri pasangan maupun dari luar. Tanpa bermaksud menakut-nakuti Karlo dan Mei saya mengangkat pengalaman seorang ibu namanya Nancy Anderson. Melalui bukunya berjudul Avoiding The Greener Grass Syndrome (Menghindari Sindrom Rumput yang Lebih Hijau) ia  berkisah tentang rumah tangganya yang nyaris hancur berantakan.  Di dalam buku itu ia membuat perbandingan atau metafor tentang kehidupan perkawinannya yang terancam karena ia menderita simdrom rumput lebih hijau. Kata rumput hijau di sini merupakan metafor untuk orang-orang (perempuan) yang muda. Anderson mengakui bahwa ia selalu mengalami kesulitan dalam hidup berkeluarga karena masing-masing ingin mencintai orang yang lebih muda. Dalam bahasa populer keluarga mereka terancam bubar karena masaing-masing berprinsip  “tua di rumah muda di jalan” di rumah mengaku sebagai bapak, suami, ibu/istri tetapi di jalan di luar rumah mengakui bujangan. Sikap seperti masih ada sampai masa sekarang. Zaman sekarang mungkin lebih gila lagi karena bukan hanya sindrom rumput hijau, tetapi juga ada sindrom rumput kering. Kakacauan hidup perkawinan zaman ini bukan hanya karena pasangan tertarik pada ‘daun’ yang muda-muda tetapi juga karena orang tertarik pada ‘daun’ kering yang bertatus kakek/nenek, opa/oma.. “Daun-daun tua dan kering zaman ini, juga mengecohkan banyak orang karena ada semacam teknologi penghijauan manusia yang orang bilang upaya awet muda dengan segala macam bentuknya. Sindrom daun muada dan daun tua zaman ini bukan hanya berlaku pada kaum pria tetapi juga bersaing dengan kaum perempuan. Kata selingkuh adalah kata baru yang muncul ketika lembaga keluarga terserang sindrom rumput kering dan rumput hijau. Anderson tak ingin banyak orang terjebak dalam sindrom rumput hijau itu. Karena itu dalam bukunya Menghindari Sindrom Rumput lebih Hijau itu Anderson menyarankan pasangan suami istri untuk senantiasa merenungkan Kasih Tuhan yang mengalahkan segalanya, kasih yang utuh dan total.
Hari ini Karlo-Mei menandatangai portofolio kehidupan Adik dalam jabatan sebagai suami dan istri. Hari ini Adik berdua mulai menulis lembaran pertama buku kehidupan perkawinanmu. Hanya Karlo dan Mei yang bisa menentukan tebal tipisnya dan isi buku kehidupan rumah tanggamu. Hari ini kalian mendatangi Tuhan sebagai guru kebijaksanaan Sejati. Tuhan hanya menyiapkan kondisi kehidupan ibarat ladang bunga yang indah tempat kalian menentukan pilihan. Tuhan hanya menyiapkan hutan yang luas tempat kalian membuat pilihan-pilihan. Hari ini kalian berdua ibaratnya baru mendapatkan biji pohon yang baru mau bertumbuh. Lurus tidaknya dan tinggi rendahnya pohon yang Anda pelihara dalam hidup berumah tangga ada dalam kuasa adik berdua. Untuk itu jadikalah Kasihmu itu utuh untuk pasanganmu. Kasih yang utuh dan sempurna akan mengalahkan segalanya. Proficiat dan selamat berbahagia.

Ruteng, 24 April 2015

Rm.Bone Rampung, Pr