Renungan Misa Syukur HUT Nikah
Sirak 51,1-12; Markus
4,35-41
Borong,
21 Juni 2010
Buka
Malam ini kita semua diundang keluarga ini untuk bersama
mereka mensyukuri rahmat dan cinta Tuhan yang telah mengaarahkan dan menyertai
panggilan mereka sebagai suami istri. Kita besyukur karena Tuhan telah
meneguhkan dan menguatkan mereka dalam aneka tantangan dan perjuangan hidup.
Seraya mengucapkan syukur kita juga memohon rahmat peryertaan Tuhan untuk
anak-anak yang akan pergi mencari kebijaksanaan, menuntut ilmu. Kita berdoa
agar Tuhan menolong mereka sekaligus agar mereka senantiasa mendekatkan diri
kepada Tuhan. Agar syukur dan doa kita berkenan kepada Tuhan baiklah kita akui
salah dan dosa kita
Renungan
Manusia biasanya mudah sekali mencari alasan untuk
melakukan sesuatu. Karena itu, logislah bagi kita kalau setiap kegiatan,
aktivitas, tindakan manusia memiliki dasar atan alasan. Alasan yang dipakai itu
bisa dicari atau dicari-cari, bisa dibuat atau dibuat-buat, bisa ada atau
diada-adakan.Hari Jumat yang lalu Pak Markus menjumpai saya di Kisol dan
meminta untuk memimpin perayaan ekaristi di rumah ini dengan ujud syukur atas
HUT pernikahan yang ke-22 dan sekaligus memohon doa restu bagi anak-anak mereka
yang akan mengadu nasib dan mempersiapkan masa depan pada lembaga pendidikan.
Syukur dan memohon doa restu itulah alasan utama mengapa kita ada bersama di
tempat ini saat ini. Pernikahan antara Pak Markus dan Ibu adalah kenyataan. Anak-anak
akan berangkat ke tempat studi juga
kenyataan. Karena itu keberadaan kita di sini bukanlah karena dicari-cari,
diada-adakan, dibuat-buat. Memang waktu Pak Markus menyampaikan hal ini kepada
saya, pikiran saya langsung mengingat pengalaman pribadi saya tahun 2005. Lima
tahun lalu Oktober 2005 pastor Paroki Iteng meminta saya untuk merayakan misa
di kampung dan saya spontan menerima tawaran itu. Di luar dugaan saya misa itu
ternyata dibuat besar-besaran. Saya terkejut saat tiba di kampung ada kemah besar
hampir sama dengan kemah saat misa sulung saya tahun 1995. Ternyata Pastor
paroki dan panitia dan keluarga mau membuat kejutan mau merayakan syukur 10
tahun imamat saya. Kalau waktu misa sulung koor dari SMA Fransiskus, pada misa
10 tahun koor dari SMA St.Maria Iteng. Yang menarik lagi bagi saya saat itu
adalah: panitia misa sulung dulu tetap menjadi panitia misa syukur 10 tahun
itu. Ternyata dulu panitianya belum dibubarkan dan bertahan sampai 10 tahun.
Saya cemas panitia itu juga belum dibubarkan. Saya tidak menduga dan saya tidak
pernah merencanakan hal seperti itu. Karena itu saya ingat dalam sambutan, saya
sampaikan bahwa acara itu tampaknya dibuat-buat, dicari-cari karena biasanya
orang tunggu 25 (perak) tahun, 40 (pancawindu) tahun, 50 (emas) tahun. Saya
tidak tahu kita beri nama apa pesta untuk 10 tahun seperti itu.Mungkin pesta
kayu jati saja. Ini kenyataan dan mungkin cara khas orang Pocoleok yang membuat
saya harus melihatnya dengan cara yang lain.
Pada akhirnya saya menyadari bahwa mereka melakukan itu
sebagai bentuk dukungan terhadap pilihan hidup saya. Intinya mereka mau
mengungkapkan syukur dan saya yakin selama 10 tahun mereka ingat dan mendoakan
saya kalau tidak semua paling kurang panitia yang belum dibuarkan itu. Semula
saya berpikir mereka hanya mau mencari alasan untuk perbaikan gizi karena babi
dan sapi harus jadi taruhan untuk menghiasi meja hidangan. Pikiran saya seperti itu tergeser ketika
nilai ucapan syukur itu diperhadapkan pada inti kehidupan kita sebagai orang
beriman. Bahwa Binatang darat, laut, udara babi dan sapi, ayam ikan harus
melintang itu hanya efek samping yang tidak bisa dibandingkan ekspresi iman
dalam bentuk syukur. Nilai kebersamaan, kekeluargaan, persaudaraan, untuk
salaing mendukung dan menguatkan dalam mengungkapkan syukur ternyata bernilai
melampaui hal material. Karena itu saya dan mudah-mudahan kita juga disadarkan
bahwa syukur itu harus menjadi bagian dari perjalanan hidup kita dari saat-ke
saat. Tidak mesti menunggu 25 tahun, 40 tahun, 50 tahun, 75 tahun atau seratus
tahun karena kita semua bukanlah ahli ilmu pasti yang menentukan. Tuhan yang
menentukan karena itu hari ini kita bersykur. Kalau masih diberi waktu untuk
besok, besok juga begitu seterusnya
syukur menyertai kehidupan kita. Karena itu kiranya kalau pak Markus mengundang
kita untuk merayakan syukur HUT pernikahan ke-22 tahun bukanlah hal aneh atau
dicari-cari dan dibuat-buat. Saya tidak tahu sebagai orang Pocoleok apakah
panitia pernikahan Pak Markus 22 tahun lalu masih menjadi panitia dalam acara
malam ini?
Mengapa syukur itu harus menjadi bagian dari gerak hidup
kita? Jawabannya karena hidup kita di dunia ini merupakan perjuangan. Kita
semua hidup di dunia ibarat pemain bola
piala dunia yang dilepaskan trio 3 pelatih andalan kita yaitu Bapa, Putra dan
Roh Kudus. Kita dilepaskan di arena untuk bermain dalam prosedur standar
sebagai orang beriman, memanfaatkan setiap peluang untuk mengumpulkan nilai dan
mencetak goal-goal indah. Dalam konteks perjuangan seperti itulah syukur harus
menjadi muara gerak hidup kita.
Gambaran tentang suka duka perjunagan hidup manusia
analogis dibahasakan Kitab Putra Sirakh dalam bacaan pertama tadi. Cukup jelas
kiranya bagi kita bahwa penggalan teks Putra Sirakh tadi mewacanakan dinamika
perjuangan manusia dalam kehdiupan ini. Ekspresi syukur dan dan nyanyian pujian
Putra Sirakh secara tidak lansung menggambarkan secara konkret situasi
keseharian hidup manusia. Ibarat pemain bola Putra Sirakh menyadari diri
sebagai pribadi yang berada dalam kepungan lingkungan yang bisa menghancurkan
semua rencana dan cita-citanya. Situasi
Sirakh juga menjadi situasi kita dan semua manusia sepanjang zaman. Rahmat,
kebaikan, perlindungan, penyertaan Tuhan itulah yang bisa ia temukan dalam
setiap pengalaman pahit yan dihadapinya dan itulah yang diolahnya sebagai bahan
untuk bermadah memudi Tuhan.
Saya yakin, dan boleh kita semua yakin bahwa keluarga Pak
Markus juga tidak luput dari situasi dan pengalaman Putra Sirakh. Hidup bersama
selama 22 tahun sebagai suami istri jelas banyak tantangan dan cobaannya.
Berjalan bersama selama 22 tahun tentu banyak krikil tajamnya. Memasuki rimba
kehidupan bersama selama 22 tahun pasti banyak duri yang melukai. Tetapi semua
hal itu terlewatkan dengan baik itulah yang harus disyukuri. Dan itulah membuat
kita semua berada dalam perayaan malam ini.
Dalam setiap pesta pernikahan entah itu terjadi di gunung, pedalaman jauh
dari laut, entah itu di dekat laun biasanya orang menggunakan kata dan simbol
yang berkaitan dengan laut. Sambutan dan ucapan, simbol saat pesta nikah hampir pasti penuh dengan
kata, istilah yang berhubungan dengan laut. Kita dengan ucapan selamat
mengarungi samudera rumah tangga. Selamat memasuki bahtera rumah tangga. Bagi
mereka yang belajar bahasa arab tidak akan menngunakan kata laut dan bahtera
sekaligus karena bahtera itu bukan berarti sampan atau perahu. Bahtera itu
sesungguhnya berarti laut karena laut bahasa arabnya bahrun (jenis masklin).
Mengapa orang yang jauh dari pantai juga pakai kata laut, bahtera, bahrun.
Pilihan kata itu tentu ada alasannya dan itu berkaitan dengan perbandingan
suasna laut dengan kehidupan bermah tangga. Pelbagai tantangan dan cobaan dalam
hidup berkeluarga diparalelkan dengan ancaman badai, gelombang. Suka duka
kehidupan berkeluarga biasanya sudah tergambar dalam pilihan kata dan simbol
seperti itu.
Pilihan apa saja termasuk pilihan hidup berkeluarga dalam
konteks iman kita dilihat sebagai bentuk jawaban manusia atas ajakan dan
panggilan Tuhan. Ajakan dan panggilan Tuhan itu menuntut manusia untuk
memilihnya secara bebas dan bertanggungjawab. Tuhan senantias amengajak manusia
untuk sesuatu yang memungkinkannya selamat. Dan menarik sekali injil tadi
memuat kata-kata ajakan Yesus: Marilah kita bertolak ke seberang. Mengapa Yesus
mengajak ke seberang? Ada apa di seberang, dan bagimana harus ke seberang?
Pertanyaan-pertanyaan ini mendapat jawaband alam injil tadi. Yesus mengajak ke
seberang karena hari sudah petang. Itu
artinya tidak lama lagi kegelapan alam tiba. Itulah gambaran situasi yang tidak
menguntungkan yang bakal menimpa manusia. Itu artinya di seberang sana ada satu
kondisi yang lebih baik dari yang ada saat itu. Mereka ke seberang dengan
menggunakan kapal fery penyeberangan dan bersama-sama dengan Yesus. Yesus
mengajak sekaligus menyertai penyeberangan itu. Itu artinya ada jaminan
pelayaran itu berlangsung aman karena penanggungjawabnya ada bersama mereka.
Bagi Yesus penyeberangan itu dijamin
aman dan akan tiba di seberang karena itu ia membentangkan tikar lalu tidur
nyanyak.
Sikap dan pandangan Yesus ternyata lain dengan pengalaman
para penumpang. Mereka merasakan adanya badai yang mengancam dan Yesus dinilai
sebagai orang yang masa bodoh, tidak peduli. Cara mereka membangungkan Yesus
menjadi bumerang karena Yesus membaca bahwa mereka takut dan tidak percaya
kepada pemimpin rombongan. Krena mereka tidak percaya maka Yesus dengan mudah
memberi perintah agar angin redah dan itu memang terjadi. Setelah angin redah
mereka masih juga belum mengenal Yesus sehingga bertanya tentang siapa
sebenarnya Yesus itu. Dari dinamika penyerangan bersama Yesus ini jelas mereka
tiba dengan selamat bersama Yesus di seberang.
Kalau perkaawinan dianalogikan sebayai suatu upaya
menajawab ajakan Tuhan dan bersedia ikut dalam penyebrangan bersama Tuhan maka
pasti perkawinan itu akan berjalan aman. Kuncinya Yesus harus selalu diyakini
hadir dalam dan bersama ada dalam peyeberangan. Kalau Yesus selalu dirasakan
kehadirannya, maka manusia harus selalu berinisiatif datang mendekati dia dan
memohon pertlindungannya. Kisah injil tadi dengan seluruh dinamika yang terjadi
di dalamnya erat kaitannya dengan panggilan hidup kita sebagai apa saja. Kalau
kita yakin pilihan hidup kita sebagai jawaban atas ajakan dan panggilan Tuhan,
maka kita harus yakin pula bahwa Yesus akan ada bersama-sama dengan kita.
Dalam misa ini kita juga berdoa untuk perjalanan
anak-anak dari keluarga ini untuk
melanjutkan studi. Itu juga harus dilihat sebagai jawaban atas panggilan
Tuhan untuk ke seberarng mencari ilmu yang membuat masa depan lebih baik. Bagi
adik-adik yang hendak berangkat, berangkatlah bersama Yesus, dan manakala ada
tantangan dalam perjalanan mencari ilmu jangan lupa dekati Yesus karena Dia
akan menolong pada waktunya yang tepat. Mudah-mudahan acara seperti ini
menyadarkan dan mengingatkan kita untuk selalu bersyukur kepada Tuhan yang
senantiasa menyertai kita dalam cara yang cocok dan pas untuk kita. Amin