Thursday, October 31, 2013

RENUNGAN NAMA "MARIA"

Materi Rekoleksi
Frater BHK Kumunitas Generalat, Malang
Rabu 30 Oktober 2013

MARIA: NAMA REBUTAN DAN TUNTUTANNYA

1. Tiga Ilustrai Awal

(a)  Di dalam buku lagu Madah Bakti No.547 seperti yang telah kita kumandangkan tadi termuat sederetan syair berisi kata-kata kunci yang bermakna sangat mendalam bagi kita. Inti lagu itu mau mengatakan bahwa Maria itu nama yang punya arti penting bagi kita.
Ya namamu Maria, Bunda yang kucinta.
Merdu menawan hati segala anakmu
Refr: Patutlah nama itu, hidup dibatinku
        Dan nanti kuucapkan di saat ajalku
Ya nama yang keramat, perisai hidupku.
Dengan nama Maria aku pasti menang Refr
Bila hatiku risau dan dirundung duka
Kuingat nama ibu yang pasti menghibur Refr
(b)  Hari Kamis, 14 Maret 2013 pukul 18.10 waktu Roma atau 01.10 WIB (dini hari) cerobong asap dari kapela Sistine mengepulkan asap putih pratanda seorang cardinal telah terpilih menjadi Paus baru menggantikan Paus Benediktus XVI. Karadinal terpilih adalah Jorge Mario Bergoglio. Karena terpilih menjadi Paus nama Jorge Mario Bergoglio itu harus diganti. Pemilihan nama untuk menggantikan nama itu bukan asal pilih dan bukan sembarang nama. Pelbagai media massa dunia yang meliput pristiwa itu mencatat bahwa nama Fransikus Asisi menjadi nama yang tepat untuk menggantikan nama  Jorge Mario Bergoglio. Pemilihan nama Fransiskus bagi paus baru itu ternyata merujuk pada dua nama besar dalam sejarah gereja yaitu Fransiskus Asisi pendiri Ordo Fransiskan yang dikenal karena menyangkal kekayaan untuk hidup  dalam kemiskinan. Fransiskus juga merujuk pada nama Fransiskus Xaverius pendiri tarekat Yesuit yang terkenal sebagai misionaris Asia. 
(c)  Andrew Carnegie, seorang terkaya  yang pernah hidup di dunia membuktikan bahwa sebuah nama sangat penting bagi seorang manusia. Ketika kecil, Andrew Carnegie menangkap seekor induk kelinci berserta belasan ekor anaknya yang masih kecil. Ia kesulitan mencari rumput untuk menghidupi belas kelinci itu. Andrew menawari anak-anak di sekitar rumahnya untuk mencari rumput. Imbalannya,  nama setiap anak akan dijadikan nama untuk anak kelinci. Anak-anak kelinci itu mendapat banyak makanan karena setiap anak ingin namanya dijadikan nama anak kelinci. Sejak itulah, Andrew Carnegie menyadari betapa pentingnya sebuah nama dan bisa menggunakannya untuk memperoleh kekayaan yang luar biasa banyak.
Tiga penggalan kisah singkat ini sengaja saya angkat sekadar membantu kita untuk merenungkan makna tema rekoleksi kita ini berkaitan dengan pemilihan sebuah nama. Satu kebenaran yang tidak bisa disangkal dari proses penggantian nama adalah adanya alasan atau argumentasi yang meyakinkan mengapa sebuah nama dipilih untuk dipakai menggantikan nama sebelumnya.  Kuatnya alasan atau kokohnya argementasi pemilihan nama  tentu tidak cukup dengan menjelaskannya secara verbal dalam seretetan kalimat yang tersususn indah dan rapi. Kekuatan alasan atau argumentasi penggantaian nama justru harus nyata dalam praktik hidup. Artinya, nama yang dipilih untuk mengganti nama yang baru itu bisa direalisasikan dalam kehidupan. Kalau karena mau miskin seperti Fransiskus Asisi maka kemiskinan itu bukanlah definisi kata kemiskinan melainkan perihidup dan semangat hidup dalam kemiskinan.

2. Fakta Seputar Nama
Setiap orang pasti punya nama. Entah itu nama lengkap atau nama panggilan. Apakah kita sadar betapa pentingnya sebuah nama? Saat kita mau berkenalan, yang pertama kali kita sampaikan adalah nama. Ketika bertemu orang lain, yang pertama kita tanyakan nama. Saat  kita meminta bantuan orang, maka kita akan memanggil nama orang itu. Saat menghadiri acara resmi kita harus menuliskan nama kita pada buku tamu dan bukan menempelkan foto kita. Saat seseorang  mendapatkan penghargaan yang tercantum adalah nama.Saat kita melakukan hal yang baik nama kitalah yang akan diingat  bukan wajah. Sebaliknya juga saat kita melakukan hal yang menyimpang  nama kitalah  yang tercemar. Apapun yang terjadi di dunia ini, selalu berkaitan dengan nama. nama pun memiliki keunikan dan menjadi identitas seseorang.
William Shakespeare’s dalam karya yang memuat kisah cinta antara  Romeo & Juliet pernah bertanya : “Apalah arti sebuah nama? Sekuntum bunga mawar akan tetaplah harum meskipun disebut dengan nama lain.” (What’s in a name? That which we call a rose. By any other name would smell as sweet)
Pernyataan dan pertanyaan Shakespeare ini kedengarannya  mengabaikan, meremehkan arti sebuah nama. Nama sangatlah penting, sekuntum bunga mawar dengan nama lain tidak akan seharum sebagaimana yang mestinya.  Sebuah nama mengandung segudang persepsi yang sudah melekat terhadap suatu benda yang berwujud maupun yang tidak berwujud. Selama turun termurun sebuah nama berubah menjadi sebuah pengertian khusus bagi sekelompok individu yang bahkan dapat berubah menjadi bahasa resmi kelompok itu sendiri. Semakin lama dan semakin sering sebuah nama itu dipakai oleh sekelompok masyarakat, maka nama itu akan memiliki kekuatan persepsi yang sangat kuat.
Dalam konteks perusahaan atau bisnis nama perusahaan dan nama produk menjadi sangat penting karena nama itu akan memberi citra tersendiri bagi calon pelanggan. Pemberian nama perusahaan atau produk merupakan akar atau jantung dari pemasaran serta bisnis perusahaan itu sendiri. Nama brand yang sudah memiliki persepsi yang sesuai dengan visi misi perusahaan serta diterima sekelompok masyarakat akan menjamin keberlangsungan perusahan itu. Jika nama dipilih asal-asalan alias tanpa makna maka nama itu tidak akan membawa pengaruh yang kuat bahkan mungkin akan segera ditinggalkan. Nama untuk urusan bisnis haruslah dipikirkan secara baik dan matang karena nama tersebut akan menjadi kunci serta jantung perusahaan. 
Karena forum ini bukan forum diskusi tentang bisnis maka kita tentu harus membataskan diri pada konteks nama kita sendiri. Faktanya, dahulu kita pernah diberi nama dan hampir semunya merupakan nama terberi. Terberi artinya kita menerima nama itu tanpa meminta persetujuan atau melalui diskusi dengan kita. Itu terjadi karena kita diberi nama sejak kecil sebagai identitas kita. Saya yakin kalau dahulu kita belum dinamai dan sekarang meminta kita sendiri yang memberi nama maka kemungkinan kita memilih nama yang lebih trendy. Untung para frater BHK berpeluang karena konstitusi tarekat mengharuskan ganti nama. Dan akrena ada pergantian nama seperti inilah kita diminta untuk memaknainya secara tepat tempatnya dan dalam konteksnya yang benar.

3. Tradisi Ganti Nama dalam Ordo/Tarekat
Nama yang paling banyak dipakai atau mungkin diperebutkan adalah nama Maria. Maria bukan saja diperebutkan oleh kelompok para ibu atau kaum biarawati tetapi juga paling banyak diperebutkan kaum bapa atau oleh sejumlah tarekat religus pria baik, imam, frater, maupun bruder. Pergantian nama dengan nama baru secara teologis biasanya dikaitkan dengan cara hidup yang baru. Nama baru biasanya menandai hidup baru. Ada nama baru yang bagus-bagus. Misalnya kalau sebelumnya orang bernama Pariyem setelah menjadi suster berubah menjadi Maria Lucia. Kalau sebelumnya orang dipanggil Endi Goleng setelah menjadi frater menjadi Maria Achilles. Atau yang sebelumnya dipanggil Kristogenus Gentar harus menjadi Maria Patricius setelah menjadi frater.
Lebih dari alasan adanya kebiasaan dan tradisi dalam beberapa komunitas biara tentang pergantian nama yang paling pokok sebenarnya adalah bagaimana nama baru itu memberi semangat dan spirit bagi orang yang memilih nama itu. Semangat dan spirit sebagai buah dari pengenaan nama baru itu harus nyata dalam praktik hidup. Katakan saja kalau Paus kita sekarang telah memilih nama Fransiskus (Asisi dan Xaverius) sebagai pengganti namanya maka secara moral Paus terikat untuk menghadirkan kembali semangat dan contoh hidup sederhana yang ditunjukkan Santo Fransiskus Asisi dan Fransiskus Xaverius. Paus kita sudah menunjukkan dan membuktikan itu dalam gaya dan corak hidupnya sebagai seorang Paus. Ia berusaha agar semangat kesederhanaan santo Fransiskus Asisi dan semangat missioner Santo Fransiskus Xaverius melalui gaya hidup yang menghindari kemewahan dan menjauhi pelbagai perilaku yang terkesan formal dan protokoler. Bagi Paus nama yang telah dipilih menggantikan namanya adalah nama yang sarat dengan tuntutan moral dan tanggung jawab. Kesadaran akan adanya tanggung jawab moral terkait nama pada giliran menuntun seluruh dinamika pelayanan dan karya pengguna nama.
Dengan beranalogi atau memaralelkan pemaknaan nama seperti ini kita juga bisa renungkan kembali hakikat dan makna nama baru yang kita pilih dan gunakan. Nama yang kita pilih adalah MARIA. Pilihan kita menggantikan nama dengan nama Maria juga mengandung tuntutan moral dan spiritual untuk dimaknai secara lebih kreatif dan dinamis. Pemaknaan secara lebih kaya, kr   eatif dan dinamis itu dikaitkan dengan aneka kebaikan dan kebajikan yang pantas diatributkan kepada Maria. Gereja telah memberi hampir 120 gelar kepada Maria sebagaimana kita temukan dalam doa Litania Santa Prawan Maria. Salah satu gelar yang menjadi gelar kecintaan dan menjadi pilihan para frater BHK adalah gelar Maria Bunda Hati Kudus. Hati Kudus itu milik Yesus sang Putra. Atribut Maria Bunda Hati Kudus yang dipilih para frater sesungguhnya mau menegaskan adanya relasi yang utuh antara Yesus dan Maria dalam tata keselamatan. Konsep per Mariam ad Jesum (melalui Maria kepada Yesus) yang menjadi obsesi Paus Yohanes Palus II, sesungguhnya lahir dari keyakinan akan eratnya relasi Yesus dan Maria. Episode Injil Yohanes yang menampilkan kisah mukjizat dalam peristiwa pernikahan di Kana membuktikan bahwa tuan pesta meminta kepada Yesus melalui Maria. Dalam peristiwa Kana ini Maria berperan sebagai perantara Rahmat. Semua gelar yang diberikan untuk Maria diberikan bukan tanpa dasar. Dasar pemberian gelar itu selalu dikaitkan dengan peri hidup dan perilaku yang menyimpulkan bahwa Maria merupakan nama dengan aneka predikat unggul. 

4. Titik Mula Keunggulan Maria
Titik mula keunggulan Maria yang berperan dalam tata keselamatan bermula dari sebuah keputusan dan komitmen awal yang tegas dan jelas. Keputusan dan komitmen yang tegas dan jelas itu diungkapkan dalam pernyataan kerelasediaannya menerima undangan Allah yang disampaikan melalui malaikat Gabriel sebagai duta surga. Keputusan dan pernyataan akhir dari dialog Maria dengan malaikat itu membawa tuntutan etis dan tanggungjawab yang melekat pada seluruh dinamika kehidupan Maria. Semenjak Maria memutuskan untuk menerima tawaran Tuhan, ia secara otomatis berada dalam kondisi berahmat. Kondisi itu turut menentukan seluruh pengalaman hidup Maria sampai semua program, agenda, proyek, dan rencana Tuhan terlaksana secara tuntas dan paripurna.
Kita bisa mengatakan bahwa sejak Maria menerima tawaran Tuhan, ia mulai hidup dalam sebuah spirit, semangat, roh yang baru. Maria sesudah menerima tawaran malaikat menjadi Maria yang telah berubah, menjadi lain dalam hal makna kehadirannya. Buktinya, ketika Maria menjumpai Elisabeth Maria bukan lagi sekadar saudaranya karena dalam perjumpaan itu Elisabeth bahkan Yohanes yang ada dalam kandung Elisabeth sudah bisa merasakan kehadiran Maria sebagai kehadiran yang sungguh berbeda dari perjumpaan sebelumnya. Fiat Maria menjadi spirit istimewa yang mewarnai seluruh peri kehidupannya sampai proyek kerajaan Allah terlaksanda oleh Putra yang dilahirkan, dijaga, dan dibesarkannya.
Fiat Maria dan hidupnya dalam spirit Fiat itu adalah pilihan baru yang juga memberi warna baru pada seluruh hidupnya. Fiatnya adalah pilihan baru, komitmen baru untuk memberikan kesaksian secara baru. Sebagai suatu pilihan baru Fiat itu penuh risiko dan tantangan. Maria sebagai seorang yang terpanggil untuk mengambil bagian dalam sejarah penyelamatan juga meneriwa tawaran Allah dengan risiko yang besar. Fiatnya: Terjadilah padaku menurut perkataanmu merupakan komitmen Maria menghadapi semua situasi dalam hidupnya. Secara sepintas tidak ada yang istimewa dalam kehidupan Maria. Kitab Suci pun tidak memberikan banyak informasi mengenai Maria.
Hanya satu yang membedakan Maria dibandingkan dengan orang lain pada umumnya. Bukan karena ia mengandung, melahirkan, menyusui, dan mengasuh Yesus,  melainkan karena ia menjalani hidupnya yang biasa secara luar biasa. Sekali ia berkata Ya terhadap panggilan Allah, ia memperjuangkannya untuk selalu tetap setia. Fiat Maria adalah nama baru dan pilihan baru dengan tantangan baru pula. Pilihan menjadi Bunda Allah bukan tanpa risiko. Maria sebagai seorang visioner tahu apa yang akan terjadi pada hidupnya. Dia tahu akan mengalami penderitaan  bersama Putera-Nya. Sejarah membuktikan bahwa Maria berhasil secara sempurna mewujudkan komitmennya melaksnakan kehendak Allah. Ia sukses karena ia menyadari bahwa panggilan untuk menjadi Bunda Allah melulu karena karunia Allah. Ia sadar bahwa hidupnya bukanlah miliknya pribadi, melainkan milik Allah yang membuatnya berserah dan terserah pada Allah. Itulah yang membuat Maria bisa tabah menjalani panggilan hidupnya.
Spiritualitas Maria adalah spiritualitas fiat: terjadilah padaku menurut perkataan-Mu. Ini adalah spiritualitas relasional. Maria menjadi pribadi karena pemberian dirinya. Tuhan memberikan janji-Nya, dan Maria pasrah pada janji itu dalam seluruh hidupnya, karena itu ia mencoba menangkap apa yang terjadi pada hidupnya sebagai kehendak Allah. Dimulai dengan janji Tuhan waktu pewartaan kabar gembira, Maria teguh memegangnya  sepanjang hidupnya sampai pada akhirnya. Inilah salah satu identitas dan keunggulan Maria yaitu setia untuk terus berserah kepada Allah. Kalau kita telah memilih Maria menjadi nama kita maka harapannya juga kita menjalani hidup dan panggilan dalam spiritualitas fiat yang ditandai dengan ketabahan dan kesetiaan apa pun situasi yang kita hadapi. Kalau Maria dan nama Maria menjadi nama rebutan kita dan banyak orang maka itu artinya kita merebut nama itu dalam semua dimensinya. Bukan hanya mengambil segala yang menyenangkan tetapi sebagaimana kita menyukai yang menyenangkan pada Maria, juga kita harus menyengi apa yang menjadi tantangan dan derita Maria. Maria hidup dalam suka dan duka. Dua sisi kehidupan yang mengutuhkan dan menggenapi semua nilai kehdiupan dan perjuangan. Jika kita menerima siang dan malam itu sebagai permainan hari; hujan dan panas itu permainan musim maka kita juga harus menerima bahawa suka dan duka itulah permainan kehidupan.

5. Langkah Memaknai “MARIA”: Devosi dan Aksara Bermakna
Kalau ditanya apa bentuk dan bagaimana caranya kita memberi arti dan makna pada kata “MARIA” yang kita pilih menjadi nama baru tentu setiap kita dapat memberi banyak jawaban. Jawaban yang umum, biasa, terkesan klasik, tanpa berpikir mendalam adalah dengan berdevosi kepada Maria. Jawaban itu tentu tidak salah kalau dijawab oleh orang beriman kebanyakan. Kita tentu mengharapkan jawaban yang lebih spesisfik, refleksitif, mistik karena kita telah memilih nama itu menjadi identitas yang melekat pada diri kita. Kalau Maria menjadikan Fiatnya sebagai spirit dan pemicu dinamika hidupnya yang baru dalam kondisi berahmat maka bagi kita para frater kiranya kata “MARIA” harus bisa dijadikan sebagai amunisi yang bakal mengisi sejata kehidupan kita dalam upaya pemertahanan misi panggilan kita. Dengan ini mau dikatakan bahwa kita bisa memaknai kata MARIA itu dengan Devosi dan menjadikan kata MARIA itu sebagai kata dengan Aksara bermakna.

5.1 Devosi Kita
Devosi sebagai salah satu bentuk pemaknaan kita tentang nama MARIA tentu bukan sekadar kebiasaan rutin tetapi devosi yang disadari sebagai tindakan bernuansa spiritual dalam memaknai nama MARIA. Untuk itu kita berdevosi dalam semangat kitab suci karena devosi itu memilki dasar dalam kitab suci. Paus Paulus VI melalui ensiklik Marialis Cultus memberi dasar dan alasan biblis yang kuat mengapa kita menghormati Maria. Kita bisa temukan itu dalam  injil Lukas 1,26-38 (pemberitahuan Malaikat tentang kelahiran Yesus), Matius 1,20 (pesan malaikat kepada Yusuf dalam mimpi); Yohanes 2,1-11 (Mukjizat di Kana), dan Yohanes 19,25-27 (Maria berada di kaki salib).
Devosi yang benar sebagai pemaknaan terhadap nama MARIA adalah devosi yang dilakukan selalu dalam kaitan dan ikatannya dengan Yesus sang Putra. Devosi kepada Maria menurut Santo Louis-Marie de Montfort (1673-1716) harus dilandaskan pada tiga kesadaran utama yaitu (1) Harus disadari bahwa pusat dan inti penghormatan kepada Maria, bukan berakhir pada Maria. Kebenaran dasar dan devosi yang benar dan sejati kepada Maria hendaknya berangkat dari prinsip bahwa Yesus Kristus adalah tujuan akhir segala devosi kepada Maria. Pusat devosi Maria adalah YESUS. Per Marian ad Jesum (2) Devosi kepada Maria haruslah disadari sebagai bentuk Bakti Sejati, yang berarti penyerahan diri kepada Maria untuk ditujukan kepada Yesus, demi mengikatkan diri kepada Yesus melalui tangan Maria. Oleh penyerahan diri kepada Maria, timbul pula hubungan timbal balik, di mana Maria juga membukakan diri sepenuhnya kepada orang yang menyerahkan diri kepadanya. (3) Devosi sebagai praktik utama bakti sejati kepada Maria, menghormatinya secara pantas sebagai Bunda Allah dengan penghormatan Hyperdullia, merenungkan keutamaan-keutamaan dan perbuatannya dan berusaha meneladani Maria, mengagumi kebesaran Maria, menunjukkan kasih, memuji dan berterima kasih kepadanya, memohon doa kepada Yesus melalui perantaraannya, dan penyerahan diri ke dalam perlindungan Hati Maria yang tak bernoda.
Tiga kesadaran ini penting dalam rangka menepis bahaya, tantangan dan penyimpangan dalam berdevosi kepada Maria. Ada gejala dan bahaya, karena begitu populernya devosi Maria di kalangan umat, seringkali terjadi penyimpangan dan praktik-praktik yang tidak sehat  misalnya (a) Maria dianggap sebagai jalan pintas “pintu belakang” ke surge (b) Dalam devosi orang lebih banyak meminta, ibarat pengemis dan lupa bersyukur (c) praktek devosi Maria terkadang menggeser peran Yesus (d) praktik magis dan tahyul dalam berdevosi, benda-benda rohani dianggap magis (e) Sikap euforia dalam berdevosi, kesombongan, kerakusan rohani sering muncul dalam berdevosi (f) Sasaran devosi tidak lagi pada Allah, hanya berhenti pada Maria dan melupakan Ekaristi. sebagai sumber, pusat dan puncak iman (g) berdevosi tanpa penyerahan diri seperti Bunda Maria dan muncul persaingan tidak sehat antara kelompok-kelompok devosi Maria.

5.2 Nama MARIA dijadikan Aksara Bermakna
Bagi para frater BHK nama MARIA yang dipilih menjadi nama baru jelas tidak memisahkan Maria dari Yesus karena para frater memilih nama MARIA itu sebagai Bunda Hati Kudus. Artinya, Hati Kudus  atau Yesus yang menjadi pusat yang senantiasa dipertalikan dengan seornag Ibu, seorang Bunda. Dari sini jelas bahwa devosi kepada MARIA yang telah menjadi nama Baru selalu dalam kaitannya dengan pemujaan terhadap Yesus sang hati kudus. Karena itu kalau kita sudah mencoba mengabaikan Ekaristi maka itu menjadi tanda devosi kita dan nama kita MARIA akan kekurangan maknanya. Kalau MARIA yang kita pilih sebagai nama adalah MARIA ibu Yesus (sang Hati Kudus) maka kita harus menjadikannya sebagai pilihan dan komitmen untuk menghormati dalam konteks Per Marian ad Jesum.
Mengingat kita telah memilih nama MARIA sebagai nama yang baru baiklah kalau kita mencoba menjadikan aksara-aksara atau huruf-huruf pembentuk kata itu MARIA sebagai aksara bermakna. Andaikan kata MARIA itu sebagai sebuah singkatan, akronim maka  apa kepanjangan kata MARIA itu bagi kita? Bagi saya Maria itu merupakan seorang pribadi MARIA (saya panjangkan menjadi Mau Aman Rendah hati Ikut Allah). Konsekuensinya,kita harus merasa diri diajak untuk tidak tinggi hati, tidak congkak hati, tidak iri hati dan tidak berhati-hati. Maria mengajak kita agar aman dengan Mau rendah hati ikut Allah itu.
Dalam pengertian lebih reflektif kata MARIA perlu kita uraikan setiap aksara sebagai sesuatu yang memuat pesan dan makna khusus. Kita bertanya apa makna huruf/aksara M-A-R-I-A itu? Setiap kita nanti boleh kembangkan sendiri tetapi untuk sementara saya coba memaknai lima aksara itu.
M: mater, mother, mama, bunda, ibu. Maria sungguh seorang mater, mother, mama, ibu. Kepenuhan status keibuan Maria simahkotai di kaki salib puncak golgota. Dari salib, menjelang hembusan nafas terakhir Sang Putra menggunakan dua kata kunci yang menggambarkan relasi ibu dan anak. Ibu inilah anakmu dan anak inilah ibumu. Sebagai seorang ibu, kita yakin sungguh bahwa apa yang kita perlukan akan disampaikan kepada Yesus sang Putra. Peristiwa Kana memberi kita harapan dan opimisme. Meskipun Yesus berkata, Ibu, saat-Ku belum tiba air justru berubah menjadi anggur termanis. Salib Golgota adalah saat penggenapan waktu keselamatan itu. Karena itu, Maria ibu kita yang dikukuhan di kaki salib pasti akan menolong dan sanantiasa mencintai kita sebagai anaknya.
A: Amor, amabilis. Amor dan amabilis adalah ungkapan latin yang menggambarkan sikap hari seseorang yang penuh cinta dan memikat hati. Mencintai adalah hakikat hati dan inti terdalam rasa seorang ibu. Maria adalah figure tipikal sarat dengan ekspresi dan tindakan mencintai. Ia mencintai Putra Allah yang “dititipkan” kepadanya yang nyata dalam rentetan kisah perjuangannya sebagai seorang ibu. Ia harus mengunsi ke Mesir menyelamatkan Yesus. Ia harus kembali ke Yerusalem mencari Yesus yang menghilang. Membantu tuan pesta di Kana. Akhirnya ia harus bersama Yesus sampai di kaki salib. Dalam keyakinan akan cinta yang ada pada Maria kita percaya kita akan selalu didampingi seorang dalam seluruh perjuangan kita, apalagi kita yang telah memilih memakai nama yang merdu menawan hati itu. 
R: Regina, regnatrix yang berarti ratu, yang memerintah, yang berkuasa. Atribut ratu ini dapat kita temukan dalam sebagian litania santa perawan Maria. Ia digelar Ratu Para Malaikat,  Ratu Para Bapa Bangsa,  Ratu Para Nabi, Ratu Para Rasul,  Ratu Para Saksi Iman, Ratu Para Pengaku Iman, Ratu Para Perawan,  Ratu Para Orang Kudus, Ratu yang Dikandung Tanpa Dosa,  Ratu yang Diangkat ke Surga,  Ratu Rosario yang Amat Suci,  Ratu Pencinta Damai. Kekuasan Maria sebagai Ratu bukan dalam pengertian sebagai jabatan melainkan gelar yang dikaitkan dengan prestasi dan keunggulan dalam keutamaan hidup yang patut diteladani. Aksara R itu ada dalam nama MARIA yang menjadi nama Baru para frater maka juga perlu dimaknai sebagai keutamaan yang pantas dianut sehinggan seperti Maria kita juga menjadi tokoh anutan banyak orang.
I: Immaculata: tak bernoda, tak bercela, tak berdosa, murni, nirmala, utuh, sempurna, tak bercacat. Kualitas diri pribadi Maria sebagai manusia nirmala menjadi syarat perkenanan Tuhan untuk memilihnya. Maria menyadari kerapuhan sebagai manusia saat ditawari malaikat untuk menjadi Bunda Allah. Malaikat menjelaskan kepadanya perihal anak yang dikandung Maria adalah buah Roh Kudus. Hal yang sama juga dijelaskan kepada Yusuf yang berniat meninggalkan Maria karena ketahuan berbadan ganda sebelum resmi sebagai suami istri. Maria mengalahkan semuanya sebagaimana ia menginjak ular lambang dosa dan kejahatan di bawah telapak kakinya. Konsep immaculata, tanpa cela  ada pada Maria yang menjadi nama kita. Ini juga jelas mewajibkan kita untuk memperjuangkan suatu kehidupan panggilan tanpa noda.
A: Admirabilis:  mengagumkan, patut dikagumi. Kualitas terakhir ini sesungguhnya merupakan rangkuman akhir dari kehadiran Maria sebagai seorang ibu yang kelimpahan Cinta dan keunggulan dalam aneka kebajikan yang ditunjang kualitas diri yang tanpa cela. Maria dikagumi ketika ia membangun komitmen dalam fiat kerelasediaannya menjadi hamba tempat terjadi dan terlaksananya rencana keselamatan. Ia dikagumi ketika mengucapkan dalam nada tegas, jelas tanpa ragu: Ecce angela Domine; aku ini hamba Tuhan, terjadilah padaku menurut perkataan-Mu. Kita yang menggunakan nama MARIA tentu saja harus bisa hiduip secara mengagumkan seperti Maria yang memiliki spirit Fiat. Kita belajar untuk hidup secara mengaumkan dengan spirit MARIA, nama  yang kita pilih.

6. Buah yang pantas kita rindukan
Jika spirit Maria sungguh menjadi bagian hidup dan panggilan kita maka kita boleh merindukan keberpihakan Maria kepada kita sebagai buah-buah usaha dan perjuangan kita. Apa wujud konkret buah yang bisa kita rindukan. Buahnya, Maria akan berpihak kepada kita dan apa yang kita sampaikan kepadanya akan diestafekannya kepada sang Putra.
Dalam keyakinan dan berdasarkan pelbagai tradisi yang ada dalam gereja buah-buah yang kita rindukan itu terumuskan dalam tiga peran Maria bagi ornag beriman. Ketiga pilar itu sering disebut sebagai Trilogi Peran Maria yaitu sebagi mater advocata, mater mediate, dan mater orate. Sebagai mater advocata nostra Maria menjadi pembela kita, pembela umat beriman, pembela gereja. Sebagai mater mediate, Maria mengantarai kita yang berdoa dengan Putranya. Maria sebagai jembatan kita semakin dekat dengan Allah dan Allah semakin dekat dengan manusia. Akhirnya sebagai mater orate Maria berperan sebagai Bunda pendoa yang setia bagi hidup dan karya kita, hidup dan karya umat, hidup dan karya gereja.

7. Penutup : Lalu Tugas Kita?
Kalau kita yakin Maria yang menjadi milik kita itu menjadi mater advocate, mater mediate, dan mater orate maka tentu kita akan maju dengan langka tegap dan pasti untuk menjadi saksi perbuatan dan karya Tuhan dalam tugas panggilan kita. Kita dipanggilan karena kita telah memilih nama MARIA maka kita berkewajiban memberikan kesakisan hidup seperti Maria.  Maria telah hadir sebagai saksi. Apa arti kata saksi bagi kita? SAKSI berarti Siap Ajarkan Kabar Sukacita Ilahi. “Setelah dirimu diselamatkan, jadilah saksi Kristus. Cahaya hatimu jadi terang, jadilah saksi Kristus. Tujuan hidupmu jadi nyata,jadilah saksi Kristus”. Demikian sepenggal syair lagu dari Madah Bakti nomor 455.
Bunda Hati Kudus akan menyempurnakan semua kesaksian kita. Semoga.


http://renunganlentera.blogspot.com/
Malang, 29 Oktober 2013
Rm.Bone Rampung, Pr

Tuesday, October 29, 2013

OPTION FOR THE POOR

Option For The Poor: Pilihan untuk Menolong
Rm.Bone Rampung, Pr
“Kalau kau lahir dalam keadaan miskin, itu bukan salah kamu, tapi kalau kamu mati dalam keadaan miskin, itu salah kamu" (Donald Trump)

1.Persoalan kita
Oikos edisi ini mengusung tema Option for The Poor (selanjutnya disingkat OTP). Tema ini jelas bukan tema yang baru sama sekali atau sama sekali baru. Ini tema lama, hanya mungkin Oikos ingin memaknainya secara baru yang lebih kontekstual sesuai dengan perkembangan dan dinamika kehidupan masa kini. Tulisan ini hanya salah satu kepingan cara pandang dalam memaknai konsep OTP. Itupun tidak dilengkapi dengan  seperangkat teori yang sitematis dengan harapan membuka makna terdalam dan terluas konsep OTP itu.
Kami sungguh menyadari bahwa telah sekian banyak ulasan dan gagasan yang cenderung ilmiah perihal konsep ini. Dalam konteks iseng kami mencoba meminta konfirmasi mesin pintar dunia maya “Google” tentang penyebaran penggunaan istilah tersebut. Sungguh mencengangkan, dalam hitungan 46 detik “otak umum ini” melaporkan bahwa 262 juta alamat situs yang memuat dan membahas tema OTP ini. Artinya, persoalan ini telah menjadi persoalam mondial yang difokusi pelbagai kalangan dari segala bangsa. Tulisan ini memuat  dua pokok penting  yaitu (1) konteks dan hakikat munculnya konsep  OTP (2) Pemaknaan konsep OTP dalam dinamika masa kini.
2. Konteks dan Hakikat Konsep OTP
Option for The Poor sesungguhnya merupakan ungkapan yang menggambarkan kondisi kehidupan sosial suatu masyarakat. Faktanya, setiap masyarakat selalu didisposiskan dikotomi yang melahirkan opsisi biner. Ketika masyarakat diukur secara ekonomis lahirlah oposisi kaya-miskin; ketika diukur berdasarkan kenjamuan peradaban muncul oposisi modern-primitif. Begitu seterusnya muncul deretan oposisi biner tak terbatas sejauh dan sebanyak criteria yang digunakan. Munculnya konsep OTP menggiring pemahaman mayoritas masyakat untuk melokalisasi konsep itu pada oposisi kaya-miskin yang melahirkan  kelompok yang beruntung-kelompok malang (poor). Menghadapai kenyataan seperti ini, biasanya kelompok beruntung dapat menentukan posisinya sekaligus menentukan sikap dan pilihan berkaitan dengan kelompok yang malang.
Situasi seperti ini bukanlah monopoli masyarakat era digital karena sesungguhnya kenyataan kaya-miskin; untung-malang seperti ini telah berlangsung lama ketika manusia mendisposiskan dirinya sebagai homo economicus yang berupaya untuk survival dalam persaingan. Kelompok yang tidak beruntung itulah yang menjadi sasaran konsep OTP.
Pilihan keberpihakan kepada kaum miskin memiliki akarnya dalam Kitab Suci. Dalam kitab Mazmur dan kitab-kitab Perjanjian Lama ditunjukkan Allah yang mendengarkan jeritan kaum miskin dan melindungi mereka. Dalam Perjanjian Baru, teologi kenosis menyatakan pilihan dan keberpihakan Kristus sendiri kepada mereka yang miskin. Ia bukan hanya meninggalkan keallahan-Nya dan menjadi manusia miskin. Ia bahkan mengidentifikasikan diri-Nya dengan mereka yang miskin dan malang (Mat 25:40). Paus Paulus VI melalui Octogesima Adveniens (art.23) mengajak kita untuk berkaca pada Injil, “Dalam mengajarkan cinta kasih, Injil mengajari kita untuk secara istimewa menghormati orang-orang miskin dan situasi khusus mereka di tengah masyarakat….”.  Dengan kata lain, prinsip ini mengalir dari “perintah radikal untuk mencintai sesama seperti mencintai diri sendiri.” 
“Tujuan utama komitmen spesial kepada orang miskin ini memungkinkan mereka berpartisipasi aktif dalam hidup bermasyarakat. Mereka diberdayakan untuk mampu berbagi dalam dan menyumbang bagi kesejahteraan umum. Karena itu, OTP bukanlah slogan permusuhan yang mengadu satu kelompok atau kelas dengan kelompok atau kelas lain. Prinsip ini menyatakan bahwa ketidakberdayaan kaum miskin melukai keseluruhan komunitas. Tingkat penderitaan mereka adalah ukuran sejauh mana kita telah menjadi sebuah komunitas sejati.
Ujian moral paling dasar bagi sebuah masyarakat adalah bagaimana anggota-anggotanya yang paling lemah diperlakukan. OTP adalah sebuah perspektif yang menguji keputusan-keputusan pribadi, kebijakan lembaga-lembaga publik maupun privat, dan hubungan-hubungan ekonomi dengan melihat bagaimana kaum paling miskin mengalami akibatnya. Apabila kebijakan publik menguntungkan mereka yang paling lemah, kelompok-kelompok lain yang lebih beruntung paling sedikit tidak akan dirugikan. 
Karena pilihannya membantu mereka yang tidak dapat membantu diri sendiri, prinsip ini bertujuan memberdayakan mereka dalam hidup bermasyarakat. Keputusan dan kebijakan publik harus dapat membuat orang miskin mampu membantu diri sendiri. Prinsip ini tidak hanya berkenaan dengan tindakan dan sikap kepada kaum miskin. Mendiang Paus Yohanes Paulus II menekankan bahwa OTP menjadi perwujudan “tanggung jawab sosial, gaya hidup, dan keputusan-keputusan yang kita buat berhubungan dengan kepemilikan dan penggunaan harta benda kita.”  OTP tidak dapat dimaknai sebagai tindakan mengabaikan orang kaya dan kemudian melulu memperhatikan kaum miskin.  OTP bukan prinsip eksklusif, yang meniadakan atau mengabaikan kelompok lain. 
3. Pemaknaan OTP Masa Kini
Melihat  konteks dan hakikat konsep OTP seperti ini, maka secara sederhana OTP itu dapat dirumuskan sebagai sikap dan pilihan untuk menolong. Menolong dalam konteks OTP dapat dipandang sebagai Komunikasi yang melibatkan seseorang atau sekelompok orang untuk membebaskan seseorang atau sekelompok orang dari kondisi yang membatasi dan membelenggunya. Untuk itu perlu dipahami beberapa elemen yang berkaitan pilihan keberpihakan itu dengan segala abentuk penjabarannya. Pilihan untuk berpihak pada kelompok tidak beruntung secara sederhana bermakna memilih untuk Menolong.
3.1 Menolong: Komunikasi kehidupan
Kata menolong biasanya disejajarkan dengan kata membantu. Dua kata itu maknanya hampir sama tetapi sebenarnya bermakna amat berbeda. Orang yang suka menolong biasa disebut penolong dan orang yang suka membantu biasanya disebut pembantu. Orang sering kesulitan membedakan kata penolong dan pembantu secara tepat. Sebenarnya, kalau mau melihat perbedaan dua kata itu, kita cukup melihat dampak dari tindakan itu. Seorang yang membantu dan disebut pembantu biasanya melakukan sesuatu untuk mendapatkan sesuatu. Pembantu pasti dan harus diberi imbalan entah sekecil apapun imbalan itu. Membantu, pembantu adalah tindakan memberi (barang atau jasa) dengan harapan mendapat imbalan atau upah. Lain halnya dengan kata menolong dan seorang penolong. Menolong untuk seorang penolong berarti juga tindakan memberi (barang atau jasa) hanya saja tindakan memberi itu bebas atau tanpa harapan mendapat imbalan atau upah balikannya.
Dalam pengalaman konkret manusia lebih banyak berniat baik untuk membantu bukan berniat baik untuk menolong. Manusia dan kita pada umumnya dilengkapi keinginan untuk membantu dan mau menjadi pembantu. Jarang kita mau menunjukkan kemampuan kita untuk menolong sehingga menjadi penolong. Manusia, dan mungkin juga termasuk kita semua, hanya bermental pembantu-pembantu dan bukannya bermental penolong-penolong. Kalau kita melakukan sesuatu supaya kita mendapat sesuatu baik berupa barang material maupun berupa pujian dan komentar, maka yang kita lakukan itu merupakan ekspresi semangat kita sebagai pembantu. Kalau kita melakukan sesuatu tanpa beban atau bebas dari harapan untuk mendaptkan sesuatu maka di sana kita sungguh mau menjadi penolong.
Dalam praktiknya kita justru berbuat terbalik. Kita mengatakan kita mau menolong tetapi yang terjadi justru kita hanya mau membantu. Kita ingin menjadi penolong tetapi yang kita lakukan kita menjadi pembantu. Ya, mungkin hal ini terjadi karena kita kurang menyadari bahwa antara kata menolong dan membantu itu terdapat muatan makna yang sangat berbeda. Kita sering mencampuradukkan dua hal itu sehingga apa yang kita lakukan kadang-kadang tidak sampai pada sasaran yang sesungguhnya. Sampai di sini paling kurang kita sudah bisa membedakan, mengelompokkan semua kegiatan dan aktivitas kita itu apakah termasuk kegiatan membantu ataukah kegiatan menolong.
Kita juga sudah tahu konsekuensi pemakaian masing-masing kata itu. Menolong itu adalah tindakan yang sifatnya lebih spontan dibandingkan dengan tindakan membantu. Menolong bersifat spontan karena memang ia bebas dari beban menuntut untuk mendapatkan sesuatu. Menolong itu lebih dekat artinya dengan pelayanan sedangkan membantu itu lebih dekat artinya dengan pekerjaan. Kalau menolong itu sejenis pelayanan maka jelas kita tahu bahwa kita tidak perlu dan tidak harus mendapatkan sesuatu sebagai imbalannya. Lain halnya membantu sebagai suatu pekerjaan meskipun orang tidak menyatakannya dengan eksplisit tetapi tetap ada harapan untuk mendapatkan sesuatu.
Idealnya kehidupan yang bermakna itu adalah kehidupan yang ditandai dengan adanya gerakan untuk menolong dan bukan sekadar hidup untuk membantu. Panggilan hidup manusia yang paling ideal jelas panggilan untuk menolong sebagai pelayanan bukan untuk membantu sebagai pekerjaan. Sikap kita untuk memilih antara menolong atau membantu itu sangat dipengaruhi oleh siapa kita dan kita sedang berhadapan dengan siapa. Karena itu, kata kedua yang harus kita uraikan berupa pertanyaan Siapa yang harus menolong? Dalam konteks pilihan pada OTP seperti ini, tentu kita sepakat untuk menentukan bahwa diri kita sendirilah yang harus menolong. Kita semua, harus menjadi penolong itu. Mengapa? Karena tindakan menolong itu merupakan bentuk komunikasi kehidupan.
3.2  OTP: Saya Subjek: The Man in Action
Menentukan diri sendiri untuk menolong berarti mau menjadikan diri sendiri sebagai aktor yang hendak melakukan sesuatu. Aktor mengandaikan aksi, tindakan, aktivitas, kreativitas. Panggilan dan komitmen kita pribadi untuk menolong hanya baru bermakna untuk diri kita dan untuk orang lain kalau komitmen itu dibahasakan dalam tindakan. Artinya gagasan dan niat kita untuk menolong itu harus berbuah dalam tindakan. Menolong sebagai bentuk pelayanan terhadap orang lain berarti kerelaan kita untuk secara aktif dan kreatif meninggalkan diri kita dengan segala kepentingannya untuk secara lebih intensif melibatkan diri pada kebutuhan dan kepentingan orang lain yang hendak kita tolong. Diri kita yang menjadi aku yang berperan sebagai subjek artinya aku mau menjadi manusia yang ada selalu dalam tindakan (the man in action). 
Gerakan menolong orang lain pada dasarnya merupakan gerakan meninggalkan diri sendiri dengan segala atribut dan kepentingannya. Itu juga berarti kita menempatkan diri kita lebih rendah dari orang yang hendak kita tolong. Itu juga berarti kita menyadari bahwa orang lain lebih penting dari diri kita sendiri. Dalam konteks seperti ini, usaha menolong orang lain itu sebenarnya merupakan satu cara kita membahasakan kerendahan hati kita. Kita semua sadar bahwa menolong orang itu merupakan tindakan yang sangat mulia di mata orang lain. Tetapi, untuk kita yang bertindak sebagai subjek atau yang harus melakukannya, usaha menolong itu membutuhkan pengorbanan dari pihak kita. Menolong orang lain artinya kerelaan untuk membiarkan orang lain lebih baik. Menolong artinya  berusaha mengubah suatu kondisi yang kurang menguntungkan menjadi kondisi yang lebih baik.
3.3 Sasaran OTP: Siapa yang Ditolong
Kualitas atau mutu pertolongan yang saya lakukan sangat bervariasi bergantung sasarannya. Untuk siapa dan kepada siapa saya memberikan pertolongan turut menentukan mutu dan model pertolongan yang kita berikan. Karena itu, sebelum kita melakukan tindakan menolong, pertama kita harus mampu menentukan sasarannya. Dalam konteks pangggilan kita yang sifatnya universal dan terbuka maka jelas sasaran tindakan menolong yang kita lakukan itu ditujukan dan terbuka untuk semua orang. Semangat dan keinginan untuk memberikan pertolongan itu hendaknya bercorak inklusif artinya tidak dibatasi oleh pertimbangan-pertimbangan tertentu. Menolong dalam artinya yang penuh juga berarti melakukannya dalam ketidakterbatasan sasaran.
Menolong itu memang idealnya terbuka untuk semua orang, tetapi keterbatasan selalu membenarkan manusia untuk menolong secara selektif  berkaitan dengan pertanyaan siapa yang harus ditolong. Dalam konteks orang terpanggil, dengan mudah kita menjawab bahwa orang yang harus kita tolong adalah mereka yang memang memerlukan pertolongan kita. Dalam pengertian yang lebih konkret pada konteks kehidupan berkomunitas, bertarekat orang pertama yang harus kita tolong adalah sama saudara kita yang memang mengalami kesulitan. Tidak terbayangkan bahwa kehidupan bersama dalam satu komunitas apalagi dalam satu tarekat bebas dari kesulitan. Variasi tipe dan corak kepribadian yang membentuk suatu persekutuan sudah dengan sendirinya menuntut kemampuan kita untuk melihat segala macam masalah dan bahkan harus membentur dengan segala masalah. Benturan yang kita hadapi dalam aneka bentuknya bisa saja membuat kita tidak berdaya. Membuat kita seperti bebek penyakitan yang berjalan terseok-seok.
Sehebat apa pun kita, kita masihlah manusia. Belum menyerupai malaikat. Itu artinya kita masih bermasalah dan menuntut pertolongan orang lain. Konsep persaudaraan atau persaudarian mengharuskan kita untuk menolong saudara kita yang memang dilanda kesulitan dalam hidup panggilan dan perjuangan. Saudara kita haruslah menjadi sasaran atau target tindakan menolong yang hendak kita lakukan. Kita harus menolong mulai dari diri kita sendiri, sesama saudara kita sebelum kita menolong dalam konteks yang lebih luas.
3.4 Merebut Urutan Pertama dalam OTP
Tema OTP mengharuskan orang untuk menjalankan pilihan menolong di mana tidak ada yang menolong’. Ungkapan menolong di mana tidak ada yang tolong berarti kita tahu tempatnya kita melakukan pertolongan setelah kita tahu orang kita yang perlu ditolong. Ungkapan menolong di mana tidak ada yang menolong juga berarti kita memposisikan diri kita pada urutan terakhir dalam tindakan menolong. Ungkapan itu berarti kita baru mau menolong kalau memang orang lain sudah tidak dapat menolongnya. Itu juga berarti kita membiarkan orang berjuang sendiri.  Menolong sesama menunggu sampai tidak ada orang lain lagi yang menolongnya adalah sikap yang berlawanan dengan pilihan dan keberpihakan pada OTP.
Komitmen kita untuk menjadi penolong berarti kita menempatkan diri, memposisikan diri sebagai orang pertama, tokoh kunci (key person). Kalau kita baru mau menolong sesama hanya karena tidak ada lagi yang menolong berarti kita melakukannya bukan dalam kerelaan atas dasar spontanitas melainkan dalam keterpaksaan karena situasi. Persudaraan dan tindakan menolong bernuansa persaudaraan  bukanlah aksi momental, tindakan dadakan sesaat karena keterpaksaan situasi. Persaudaraan itu tidak bisa dipenggal-penggal menurut penggalan waktu, jam atau hari. Persaudaraan itu harus terjadi sepanjang hidup bersama dan konsekuensinya pertolongan juga harus berlaku sepanjang hidup kita. 
 Pilihan dan keberpihakan dalam konteks OTP adalah pihan dan komitmen tanpa batas. Savelberg, Pendiri tarekat SMSJ menggambarkan diskontinuitas pertolongan pertolongan itu dengan merujuk pada cara Allah menolong manusia. Baginya, Tuhan menolong tanpa batas waktu. Ia pernah berkata: Tuhan sudah menolong, Tuhan kini menolong, dan Tuhan akan terus menolong. Ungkapan ini bukanlah permainan kata semata penyedap telinga kita. Ungkapan ini merupakan pengendapan atau sedimentasi dari pengalaman sebagai orang yang dicintai Allah.  Tiga dimensni waktu atau tridimensi temporal (masa lalu, masa kini, dan masa depan) adalah gambaran perjalanan panggilan manusia untuk selalu menolong tanpa batas waktu. Bukan menolong hanya dalam situasi darurat. Tuhan menolong purna waktu, bukan penolong darurat.
Itu artinya, konsep dan penjabaran OTP para pengikut Kristus juga harus mampu menolong sesamanya dalam segala situasi sepanjang hidup. Bukan bermental menolong gaya pemberi obat penenang atau bertindak sebagai petugas P3K yang memberikan pertolongan bersifat sesaat dan untuk sementara. Option for the poor atau sekarang option with the poor, bukanlah sebuah tindakan yang tergantung moment. OTP harus menjadi sebuah tindakan yang berkelanjutan. Option with the poor adalah bila kita berani masuk dalam kehidupan mereka dan terlibat dalam masalahnya. Kita menjadi sahabat mereka dan bersama mereka kita berusaha mengubah hidupnya
Kalau kita sungguh berkomitmen pada prinsip OTP, mau menolong hanya menunggu orang lain tidak lagi mampu menolong sesama berarti kita hidup sebagai tenaga darurat dan petugas P3K yang berfungsi pada waktu tertentu saja. OTP harus membebaskan kita dari peran sekadar tenaga P3K bagi saudara kita yang tertindih reruntuhan masalah dalam kehidupan. Tidak ada yang menolong adalah suatu kondisi yang menuntut kita bukan saja menjadi the man in action (manusia yang mau menolong) tetapi lebih dari itu menjadi The first man in action (manusia pertama yang melakukan) tindakan menolong itu.
3.5 Kemiskinan itu Semangat Bukan Takaran Material
Tindakan menolong sesama biasanya orang langsung membayangkan segala hal secara material. Menolong orang miskin membuat orang membanyangkan sejumlah uang dan sejumlah barang yang harus diberikan. Menolong orang lapar membuat orang membayangkan adanya raskin alias beras miskin. Dalam pengertian biasa, kekurangan, kesulitan itu selalu dikaitkan dengan hal material. Persaudaraan itu tidak memiliki standar harga. Persaudaraan bukanlah semangkok bakso yang bisa dibeli dengan seribu perak. Persaduaran itu bukanlah manisan nano-nano yang dijual di kios sekadar penina bobo si kecil. Persaudaraan itu bukan buah pepaya yang dapat dibeli di pasar atau di petik dari halaman rumah tetangga. Persaudaraan itu bukanlah bubur kacang hijau yang bisa dinikmati selepas lelah. Persaudaran itu tidak dapat ditakar secara material. Persaudaraan itu hanyalah sebuah konsep yang amat abstrak. Meskipun abstrak persaudaraan itu dituntut untuk ada sebagai jiwa, semangat, roh, spirit dalam suatu kebersamaan.
Persaudaran itu sama abstraknya dengan kemiskinan. Tidak bisa di pegang tetapi hanya bisa dirasakan. Kemiskinan dan persaudaraan itu memang tidak kelihatan tetapi dirasakan dan amat diperlukan manusia. Kemiskinan dan persaudaraan sebagi semangat bagaikan nafas kita sendiri. Tidak bisa kita pegang, tidak bisa kita ukur tetapi mutlak kita perlukan. Tindakan atau aktivitas menolong sesama demi persaudaraan sama dengan tindakan menyelamatkan nafas kehidupan kita. Menolong sesama dalam semangat kemiskinan yang dipersyaratkan dalam prinsip OTP berarti tindakan menolong sesama saudara itu jauh lebih penting daripada pemenuhan akan kebutuhan matrial.
Menolong sesama demi persaudaraan tidak mesti dan tidak harus diukur secara material. Menolong dalam kemiskinan artinya menolong secara kejiwaan, secara mental. Ucapan selamat yang jujur, pujian yang sederhana, perhatian yang kecil, simpati yang lugas, empati yang tulus, dukungan yang menguatkan, dorongan yang meneguhkan, senyuman yang menggembirakan, humor yang menggelikan bahkan yang menggilakan atau menggalakan, tingkah laku yang sopan, senyuman yang manis, sentuhan yang ramah, sapaan yang lembut, dll. adalah hal-hal nonmaterial. Tak berwujud, tidak mengisi ruang dan tempat tertentu tetapi diperlukan dalam hidup.
Semua  itu tidak perlu dibeli. Bukan karena tidak dijual tetapi semata-mata karena memang mahal dan tidak terbeli oleh konglomerat dari bangsa mana pun. Dalam usaha kita menolong sesama saudara dalam pilihan OTP semua hal itu perlu dan penting. Menolong dalam kemiskinan artinya kita menggeser pengertian bercorak material dengan pengertian yang bercorak spiritual. Tubuh kita adalah barang material itu. Nafas kita adalah barang nonmaterial itu. Tubuh hanya bernilai sejauh nafas masih mendukungnya. Tubuh selepas nafas meninggalkannya hanyalah sebongkah daging santapan cacing dan ulat tanah. Menolong sesama saudara sebagai pilihan OTP artinya kita memprioritaskan semangat yang bersentuhan dengan dimensi kejiwaan daripada kepentingan material. Di sini dan dengan cara seperti inilah konsep menolong dalam kemiskinan sebagai wujud OTP mendapat aktualitas dan relevansinya yang pas atau cocok.
4. Kata Akhir
Baik dulu maupun sekarang kemiskinan itu bukanlah hal yang membahagiakan. Dalam sisi apapun. Sejatinya Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Di mana pun tempatnya, kemiskinan identik dengan kekalahan dan ketertindasan. Hanya orang istimewa dan para nabi yang dikelilingi orang miskin karena para nabi menjadikan mereka tidak tertindas, dan kemudian mengangkat mereka menjadi lebih sejahtera. Itulah pilihan OTP dalam praksis kehidupan.
Jujur, saat kita mendengar kata miskin, kita sangat membenci kemiskinan kemiskinan keluarga berantakan dan permusuhan pun tinggal menunggu waktu. Pengakuan bahwa miskin itu adalah nasib, sebenarnya bentuk penipuan naïf dari jiwa-jiwa kerdil yang merasa kalah dalam menghadapi tsunami kehidupan, padahal jika ditelisik lebih dalam, itu hanya pukulan ombak yang disapu angin sepoi.
Kalau begitu, di mana persoalan kemiskinan sebenarnya? Jawabannya, persoalan kemiskinan diawali dari dinamika psikologis yang berefek jauh terhadap perilaku yang mendorong kepada kemiskinan, terutama pada sikap bahwa kaya itu hal yang jauh di sana dan tidak terjangkau. Sikap ini yang membawa perilaku untuk bersikap biasa, tidak ada ambisi dan tidak ada impian yang menggairahkan. Memilih OTP berarti siap memperkecil jarak yang terentang antara keadaan yang menyesakkan dengan suasana yang membebaskan. Option for The Poor pada hakikatnya adalah gerakan dan pilihan untuk menolong. Harapannya hanya satu adanya perindahan dari sekadar Option for The Poor menjadi Option with The Poor. Itu tak mudah. Ibaratnya kehalirannya yang disertai rasa sakit.

 Malang, 6 Oktober 2013


Saturday, October 26, 2013

Senin Pekan Biasa ke-28 Thn.C1 14 Okt 2013

Renungan
Ada beberapa popkok pikiran penting yang kiranya bisa kita dapatkan dari dua bacaan hari ini.  Melalui bacaan pertama Paulus menjelaskan sekaligus mempertanggungjawabkan  apa yang menjadi dasar aktivitasnya dalam mewartakan  Injil. Paulus meyakinkan jemaat Roma bahwa tugas, panggilan untuk mewartakan Injil sesungguhnya bukanlah hal yang baru karena Injil yang  berisi tentang kabar sukacita tentang Kristus itu sudah lama disampaikan dalam nubuat para nabi. Surat Paulus dalam bacaan pertama ditujukan kepada orang Roma yang sering mempersoalkan asal usul Yesus  dengan segala kuasa yang dimiliki-Nya.  Paulus menegaskan bahwa pengikut Kristus dipanggil untuk tugas penting yaitu menuntun orang sampai pada kepada iman akan Kristus. Jemaat Roma, tampaknya belum menyadari dan juga belum yakin bahwa mereka juga terpanggil untuk tugas pemberitaan Injil sehingga Paulus memberikan mereka peringatan dan awasan. Bagi Paulus panggilan untuk mengambil bagian dalam pewartaan injil itu merupakan panggilan menuju kekudusan. Semua orang dipanggil untuk kekudusan tetapi tidak berarti yang dipnaggil itu sebelumnya telah menjadi kudus. Santu Agustinus menegaskan bahwa kita dipanggil  bukan krena kita sudah menjadi orang kudus tetapi  justru kita akan menjadi kudus karena dipanggil Tuhan. Non Ideo vocati quia sancti setd ideo sancti quia vocati.
Injil Lukas  hari ini menarasikan  tentang interaksi Yesus dalam pewartaaanya berhadapan dengan orang yang tidak beriman kepada-Nya. Dalam nada yang lumayan kasar Yesus menyebut sekelompok orang yang apatis terhadap pesan pewartaan Yesus ebagai orang jahat yang tidak mudah dicarikan tandingannya. Yesus berhadapan dengan satu generasi  yang dikalim-Nya sebagai angkatan jahat. Kualifikasi kejahatan mereka diukur berdasarkan kemampuan mereka memaknai aneka tanda yang menggambarkan pesan-pesan Tuhan. Semua pewartaaan Yesus tentang Bapa tidak sampai masuk  apalagi mersepai perilaku dan cara pandang karena mereka masih menuntut adanya tanda-tanda yang membuktikan identitas Yesus sebagai Allah. Untuk mengubah cara pandang dan sikap angkatan yang jahat itu Yesus mengangkat tokoh perjanjian Lama yaitu Nabi Yunus yang ditugaskan menyelamatkan ornag Niniwe. Yunus  sesungguhnya menjadi tanda besar  bagi manusia.  Selain tokoh Nabi Yunus, Yesus juga mencoba merujuk Salomo sebagai Raja yang bijaksana. Yesus menegaskan dirinya sebagai orang yang melampaui Yunus dan Salomo.
Dari bacaan hari ini kita yang beriman akan Kristus dan merasa terpanggil untuk mewartakan Kristus  Kita disadarkan sebagai orang terpanggil menuju kekudusan. Benih kekudusan itu telah tertanam dalam diri setiap kita sejak kita dipersatukan dengan Kritus.. Pencapaian kekudusan itu dapat diwujudkan dalam usaha mengenal kehadiran Tuhan dengan segala kemuliaannya melalui pengalaman keseharian hidup.  Setiap hari bukannya TUuan tidak memberikan tanda untuk kita maknai tetapi justru karena setiap hari kita selalu merasa semuanya biasa-biasa saja dan tidak ada apa-apanya. Mari kita mengasah ketajaman rasa dan mata batin kita agar merasakankehadiran  kebesaran Tuhan setiap saat dalam runtintas keseharian kita. Amin.

Friday, October 25, 2013

Jumat Biasa Pkn ke-29 thn C1

Renungan Jumat Biasa Pkn ke-29 Thn C1
Rm.7,18-251; Luk.12,54-59
Komunitas Frateran BHK Malang 25 Okt 2013
Renungan
Ketika manusia dihadapkan pada konsep pengetahuan, maka diri manusia seakan-akan terpenggal menjadi tiga kekuatan. Kekuatan pertama ada pada daya nalar. Instrumen utamanya adalah akal yang menggunakan jasa otak. Kekuatan nalar memungkinkan orang berpikir secara benar atau secara salah. Kekuatan pertama adalah kekuatan permainan logika yang melahirkan istilah benar atau salah. Kekuatan kedua adalah kekuatan fisik. Kekuatan ini akan terjelma dalam perilaku dan peritindak atau yang kita kenal sebagai perbuatan. Kekuatan kedua ini melahirkan istilah baik atau buruk. Pola tindak baik atau buruk adalah arena pertarungan etika. Kekuatan ketiga adalah kekuatan rasa dan ini merupakan kekuatan yang dikendalikan oleh hati. Kekuatan rasa yang dikendalikan hati akan melahirkan konsep menyenangkan atau menyusahkan, kedamaian atau kekacauan, ketulusan atau kenafikan. Kekuatan rasa yang dikenalikan hati merupakan arena pergulatan dunia estetika.
Kalau kita renungkan, sesungguhnya kehidupan kita berada dan berlansung dalam tiga kekuatan itu yakni kekuatan logika, etika dan estetika. Keseimbangan dan keharmonisan antara tiga kekuatan ini memungkinkan hidup kita akan mengalir bagaikan air tanpa persoalan. Yang mendatangkan persoalan dalam kehdiupan biasanya ketika ketiga kekuatan ini berada dalam kondisi yang tidak seimbang. Ketika logika mendominasi maka segala sesuatu akan dirasinalisasi dan hanya akan diterima kalau benar sesuai dengan cara kita bernalar atau berpikir. Ketika tindakan dan kekuatan fisik yang mendominasi maka akan muncul tindakan atau cara hidup yang tidak dapat diterima secara akal sehat. Demikian juga ketika orang hanya dikuasai rasa maka yang lain diabaikan begitu saja.
Surat Paulus kepada jemaat Roma tadi pada dasarnya menggambarkan pergulatan Paulus berhadapan dengan dirinya. Pergulatan itu berkaitan dengan bagaimana ia bisa menjaga keseimbangan antara kekuatan nalar dan keinginan fisiknya untuk mendapatkan suatu suasana hati yang menyenangkan. Paulus berada dalam pergulatan menjaga keseimbangan antara logika, etika dan estika pada dirinyanya. Sebgaian besar istilah dan kata-kata yang ada dalam teks tadi merupakan istilah berkaitan dengan etika. Persoalan baik dan jahat.
Selanjutnya tiga persoalan itu, logika, etika, estetika, cara piker, cara tindak, dan cara merasa secara lengkap digambarkan dalam injil. Yesus sesungguhnya sedang berhadapan dengan manusia yang tengah bergulat dalam tiga kekuatan. Yesus berkata: "Apabila kamu melihat awan naik di sebelah barat, segera kamu berkata: Akan datang hujan, dan hal itu memang terjadi. Dan apabila kamu melihat angin selatan bertiup, kamu berkata: Hari akan panas terik, dan hal itu memang terjadi. Perkataan Yesus ini berkaitan dengan logika.
Tetapi ketika Yesus menyebutkan indetitas orang yang berhadapannya sebagai orang munafik di situ kekuatan etika yang ditonjolkan. Hai orang-orang munafik, rupa bumi dan langit kamu tahu menilainya, mengapakah kamu tidak dapat menilai zaman ini? Nilai adalah persoalan etika soal baik dan  buruk.  Persoalan dan pergulan estetikanya terletak pada keinginan untuk merasakan kedamian karena damai itu indah dan menyenangkan. Di sini pun ada pergulatan karena orang ingin berdamai dengan cara yang tidak etis. Suap dan sogok-sogokan ditengah jalan adalah perbuatan tidak etis. Yesus melalui injil ini mau menggambarkan betapa orang-orang yang dihadpinya itu berada dalam ketidak seimbangan logika, etika dan estetika. Akibatnya orang berpikir salah, beritindak buruk, dan merasa tak nyaman berhadapan dengan Yesus.
Mari kita berjuang agar mampu menjaga keseimbangan antara apa yang kita pikirkan dengan apa yang kita kalukan serta yang kita rasakan. Tentu Tuhan menghendai kita berada dalam kondisi yang seimbang.










Wednesday, October 16, 2013

SANTO IGNATIUS DARI ANTIOKHIA

Reunungan Kamis Pekan ke-28 Thn C1; 16 Okt.2013
Rom.3,21-30;Luk.11,47-54
St. Ignasius dari Antiokia  Komunitas Biara CCD, Malang
Buka
Hari ini kita mengenangkan pesta St. Ignasius dari Antiokia, seorang Uskup dan martir. Dikisahkan bahwa dalam masa pemerintahan kaisar Trajanus, banyak orang kristen dikejar, dianiaya dan dibunuh karena menolak perintah untuk menyembah kaisar sebagai dewa. Banyak orang menolak menyembah kaisar termasuk Ignatius yang saat itu menjadi Uskup di Antiokhia.
Ketika Ignasius menjdi uskup Antiokia, datanglah kaisar ke tempat itu untuk menghukum sendiri setiap orang yang berani melawan perintahnya itu. Ketika orang kristen, termasuk Ignasius dihadapkan kepadanya, sang kaisar bertanya kepada Ignasius: “siapakah engkau, hai orang jahat yang tidak menaati perintahku?” “Jangan menyebut jahat orang yang membawa Tuhan dalam dirinya. Akulah Ignasius, pemimpin orang-orang yang sekarang berdiri di hadapanmu. Kami semua pengikut Kristus, yang telah disalibkan bagi keselamatan umat manusia. Kristus itulah Tuhan kami dan Ia tetap tinggal dalam hati kami dan menyertai kami.” Dialah yang paling layak untuk disembah. Jawaban tersebut membuat sang kaisar marah dan menghukum Ignasius dan teman-teman dengan memasukkan mereka ke kandang singa. Satu hal yang perlu kita teladani dari orang kudus ini, bahwa sebelum dihukum, Ignasius menasihati St. Polikarpus dan umatnya yang masih hidup agar: menjadikan iman dan ekaristi sebagai kekuatan utama dalam menghadapi kesulitan apa saja, termasuk hukuman mati sekalipun. 
Renungan
Dalam kehidupan yang biasa setiap hari,  kita menemukan kenyataan  ada banyak alasan dan argmentasi yang membuat seseorang itu berbangga. Ada yang berbangga kalau harta berlimpah. Ada yang berbangga jika berjabatan dan posisi penting dalam instnasi pemerintahan. Ada yang berbangga kalau mendapatkan gelar sebanyak-banyak.. Kebanggaan-kebanggaan serupa itu sering membuat orang memilih jalan pintas.. Itulah sebabnya kita jumpai banyak orang yang menepuh jalan pintas untuk cepat kaya. Menggunakan jalan pintas biar disebut pintar, menempuh jalan pintas untuk mendapatkan kuasa dan jabatan.  Berbangga karena kaya, karena pintar, atau menjadi pejabat dengan jalan pintas adalah kebanggaan semu. Mengapa? Karena  kebanggaan seperti itu dibangun di atas fondasi yang rapuh, mengabaikan perilaku yang didasarkan pada kebenaran.
Surat Paulus yang ditujukan kepada jemaat Roma dan kepada kita hari ini, mengingatkan kita untuk memiliki kebanggan yang kokoh sebagai orang yang mengimani Kristus. Kebanggaan yang didasarkan pada kebenaran iman pada gilirannya melahirkan pelbagai praktik hidup yang menggairahkan. Bagi Paulus, manusia sesungguhnya tidak mempunyai dasar untuk berbangga dan memegahkan diri. Satu-satu dasar pembenaran pemuliaan dan pemeghan diri manusia adalah Iman. Iman dan beriman adalah tonggak penting tempat kita berdiri untuk bermegah dalam Tuhan. Manusia dibenarkan oleh iman akan Tuhan. Yesus menjadi tokoh anutan kita dalam usaha mencapai pembenaran itu.
Iman sebagai dasar pembenaran  memungkinkan orang percaya masuk di dalam kemegahan bersama Tuhan. Injil  memberikan kita gambaran nasib orang Farisi yang berbangga dan bermegah tanpa dasar. Mereka membangkan diri sebagai orang paling baik, paling taat pada hukum dan merasa diri paling hebat. Bagi Yesus orang farisi akan menerima nasib tak lebih dari seorang penjaga kemaaan atau satpam yang hanya bertugas memegang kunci pintu bagi orang  yang percaya kepada Kristus. Kata Yesus, Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat, sebab kamu telah mengambil kunci pengetahuan tetapi kamu sendiri tidak masuk ke dalam.
Semua kita merindukan agar pada waktunya dapat bermegah di dalam Tuhan karena kita beriman kepada-Nya. Untuk itu kita dituntut hidup secara benar dalam tuntunan Tuhan. Santo Ignatius dari Antiokhia yang kita rayakan pestanya hari ini adalah contoh dan anutan kita dalam hal membela iman dan kebenaran. Semoga semangat santo Ignatius ini mewarnai dan meresapi seluruh arah gerak dan dinamika kehidupan dan keberimanan kita. Kasih dan rahmat Tuhan akan tetap menyertai kita…
Hal diperlukan dari kita adalah cara hidup yang benar sesuai dengan tuntutan iman kita