Saturday, September 21, 2013

MEMAHAMI KEBENARAN

Menjadi Benar: menjadi manusia baru
Matius 4:17


Apa itu Kebenaran?
Sabda Yesus pada Matius 4:17. Kita akan melanjutkan dari Matius 3:15.

Lalu Yesus menjawab, kata- Nya kepadanya: "Biarlah hal itu terjadi, karena demikianlah sepatutnya kita menggenapkan seluruh kehendak Allah." Dan Yohanespun menuruti- Nya

Di khotbah tentang "Penundukan" kita telah membahas tentang, "Biarlah hal itu terjadi" di Matius 3.15. Ketika Yohanes mencoba untuk mencegah Yesus menerima baptisan, Yesus berkata, "Terimalah Aku untuk dibaptis." Yesus menundukkan dirinya pada baptisan Yohanes. Yang lebih tinggi menundukkan diri pada yang lebih rendah. Dengan demikian Yesus menunjukkan inti dari kebenaran, yaitu sikap penundukan demi Allah untuk menggenapkan seluruh kebenaran.

Di pesan ini, kita akan memusatkan perhatian pada kata 'righteousness (kebenaran)' ini. Yesus berkepentingan untuk menggenapkan seluruh kebenaran, bukan hanya sebagian atau sebagian besar kebenaran, tetapi seluruh kebenaran. Apa artinya? Apakah arti kebenaran di dalam Alkitab? Apa arti menggenapkan seluruh kebenaran? Pada dasarnya, kata itu berarti menggenapkan seluruh perintah atau kehendak Allah bagi kita. Namun kebenaran tidak boleh sekadar dipahami sebagai pelaksanaan perintah eksternal saja.

Kebenaran adalah kata yang sangat praktis di dalam Alkitab, bukan satu istilah teologis yang kabur. Kehidupan terdiri dari berbagai macam hubungan. Dan kebenaran berkaitan dengan kehidupan dan relasi- relasi kita. Kebenaran di dalam Alkitab berkaitan dengan hubungan yang benar dengan Allah dan sesama manusia. Ini adalah hal yang sangat penting untuk dipahami.

Yesus berkata bahwa segenap perintah Allah dapat dirangkum di dalam satu kalimat, yaitu "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu dan dengan segenap akal budimu, dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri." Kalimat itu merangkum segenap kebenaran. Dari sini kita melihat bahwa kebenaran itu adalah hubungan yang benar. Alkitab mendefinisikan hubungan yang benar itu sebagai ungkapan kasih - mengasihi Allah dengan segenap keberadaan, hati, jiwa dan kekuatan Anda, yang tidak dapat dipisahkan dari mengasihi atau memperlakukan sesama manusia seperti diri Anda sendiri.

Demikianlah, Yesus berkata kepada Yohanes Pembaptis, "Terimalah Aku untuk dibaptis, karena Aku menundukkan diri pada baptisanmu, demi menggenapkan seluruh kebenaran." Mengapa? Karena memang inilah perintah dan kehendak Allah.

Setiap perintah Allah dirancang untuk berdampak pada hubungan kita dengan- Nya dan dengan sesama manusia. Sebagai contoh 10 Perintah itu. Setiap dari 10 perintah itu berkaitan dengan hubungan kita, entah dengan Allah atau dengan sesama manusia. Setiap pengabaian pada perintah Firman Allah akan mempengaruhi hubungan kita dengan Allah dan dengan sesama manusia.

Kebenaran juga berada di jantung ajaran Yesus di Matius 4.17 ini. Yesus disebut sebagai pemberita kebenaran. Nuh digambarkan oleh Petrus di 2 Petrus 2:5 sebagai seorang pemberita kebenaran. Setiap pemberita di dalam Alkitab adalah pemberita kebenaran. Sayangnya, kebenaran tidak lagi merupakan tema di lingkungan gereja. Di zaman ini, keselamatan sudah dipisahkan dari kebenaran. Keselamatan tanpa kebenaran menjadi semacam dongeng resmi.

Sekarang ini kebenaran menjadi suatu hal yang diterima sebagai suatu fakta; Anda dinyatakan benar tanpa perlu adanya kebenaran nyata di dalam kehidupan Anda. Dengan kata lain, Anda dinyatakan benar sekalipun Anda tidak memiliki kebenaran dan Anda tidak menjadi benar. Sejujurnya, dongeng resmi semacam ini tidak ada isinya di dalam pengajaran yang alkitabiah.

Apakah Keselamatan hanya sekadar pengampunan dosa?

Kita akan melihat Doktrin Keselamatan sebagaimana yang diajarkan oleh Yesus. Hasrat dan niat saya adalah bahwa tak seorang pun yang mendengarkan pesan ini gagal memahami dengan jelas apa ajaran yang alkitabiah mengenai keselamatan.

Jika ditanya apakah keselamatan itu. Apa yang akan menjadi jawaban Anda? Selalunya jawabannya adalah, "Keselamatan berkaitan dengan pertobatan. Allah mengampuni dosa Anda, dan karena dosa Anda telah diampuni, maka Anda selamat." Itulah kira- kiranya rangkuman dari isi keselamatan yang umumnya diuraikan. Di dalam Alkitab, makna keselamatan jauh lebih mendalam daripada sekadar pernyataan pengampunan. Pengampunan dosa hanya merupakan sebagian saja dari makna sesungguhnya.

Jika yang disampaikan hanya pengampunan dosa, maka ini berarti kita belum mengajarkan keseluruhan tentang keselamatan. Tak heran jika orang yang mendengar itu akan terus menerus melakukan dosa dan kembali lagi untuk meminta pengampunan lalu berbuat dosa lagi dan minta ampun lagi. Dan akhirnya di dalam keputus- asaannya karena tak pernah memenangkan pertempuran melawan dosa, dia memutuskan untuk berhenti menjadi Kristen sama sekali. Sudah banyak sekali orang semacam ini, orang yang hidup dalam kekalahan mutlak, yang tidak dapat mengatasi dosa, yang selalu saja kembali untuk meminta pengampunan setiap minggu. Hidup di dalam lingkaran setan ini membuat mereka sangat frustrasi karena merasa bahwa peperangan demi kebenaran ini tak dapat dimenangkan. Itukah ajaran yang alkitabiah tentang keselamatan?

"Bertobatlah"

Setelah Yohanes Pembaptis ditangkap dan dibunuh oleh Herodes, Yesus memulai pelayanannya, seolah- olah mengambil alih pemberitaan Yohanes. Yesus memberitakan hal yang tepat sama dengan Yohanes Pembaptis. Di Matius 3:2, Yohanes Pembaptis berkata: "Bertobatlah, sebab Kerajaan Sorga sudah dekat!" Dan Yesus di Matius 4:17 memberitakan, "Bertobatlah, sebab Kerajaan Sorga sudah dekat!" Pemberitaan yang persis sama dengan Yohanes Pembaptis! Bedanya adalah Yesus menyampaikan pesan yang lebih mendalam, dibandingkan dengan apa yang mampu dipahami oleh Yohanes Pembaptis saat itu.

Ucapan Yesus yang pertama adalah, "Bertobatlah." Pertobatan hanya bermakna bagi orang yang mengutamakan kebenaran. Karena pertobatan adalah hal berpaling dari dosa dan merangkul kebenaran. Pertobatan berkaitan dengan pembalikan dari hidup lama dalam dosa menuju hidup baru dalam kebenaran. Buat apa orang bertobat jika dia tak peduli pada kebenaran? Dia puas dengan hidupnya dalam dosa. Jika Anda berkata pada orang di jalan, "Bertobatlah." Dia akan menjawab, "Buat apa? Aku tidak keberatan hidupku dikuasai dosa. Hidupku cukup memuaskan." Karena dia tidak peduli dengan kebenaran, maka kata 'bertobat' tidak memiliki makna baginya. Dengan kata lain, pertobatan bukanlah bahasa bagi orang yang tidak tertarik dengan kebenaran. Anda menyia- yiakan waktu meminta orang yang tidak peduli pada kebenaran untuk bertobat.

Mengapa kita harus bertobat? Baik Yohanes Pembaptis maupun Yesus melanjutkan dengan berkata bahwa karena Kerajaan Allah atau Kerajaan Surga sudah dekat. Keduanya merupakan hal yang sama di dalam Perjanjian Baru. (Orang- orang Yahudi menggunakan kata 'Surga' (Heaven) karena mereka tidak mau menyebut nama 'Allah' secara sembarangan. Mereka tidak berani secara langsung menyebutkan nama yang ilahi itu, jadi mereka memakai cara circumlocution, yaitu memakai istilah yang mendekati maknanya dengan menggunakan kata 'Heaven). Jadi kita menyadari bahwa Kerajaan Allah sudah dekat dan kita bertobat.

apakah itu Kerajaan Surga? Kita akan melihat ke dalam Roma 14:17 untuk mendapatkan penjelasan dari Paulus tentang Kerajaan Surga. Sebab Kerajaan Allah bukanlah soal makanan dan minuman, tetapi soal kebenaran (kita kembali pada kata 'kebenaran'), damai sejahtera dan sukacita oleh Roh Kudus. Perhatikan hal ini: kebenaran, damai sejahtera dan sukacita. Ketiganya tak terpisahkan. Tanpa damai sejahtera, Anda tidak mendapatkan sukacita. Tanpa kebenaran, Anda tidak mendapatkan damai sejahtera. Jadi tanpa kebenaran, Anda tidak mendapatkan damai sejahtera dan sukacita. Kebenaran adalah hal yang mendasar.

Banyak orang Kristen yang mengaku telah menjadi Kristen tapi tidak mengalami damai sejahtera dan sukacita. Ini adalah karena kebenaran belum masuk di dalam hidup mereka. Tanpa kebenaran tak akan ada damai sejahtera dan sukacita. Anda tidak akan sampai pada damai sejahtera dan sukacita tanpa melalui kebenaran. Saya harap Anda bisa memahami hal ini dengan jelas.

Jika Anda menjadi Kristen karena di dalam sebuah KKR Anda telah mengacungkan tangan ketika si penginjil meminta Anda melakukannnya. Dan Anda mengira bahwa Anda akan memiliki damai sejahtera dan sukacita, maka Anda akan kecewa karena jika kebenaran belum menjadi realitas di dalam hidup Anda, maka damai sejahtera dan sukacita menjadi hal yang tak akan pernah tercapai di dalam hidup Anda. Kedua hal itu tidak akan menjadi bagian hidup Anda. Damai sejahtera dan sukacita yang rohani tak akan bisa dimiliki tanpa adanya kebenaran.

Terlalu banyak ibadah, terlalu sedikit kebenaran

Jadi apa itu Kerajaan Allah? Kerajaan Allah adalah kebenaran. Ini yang harus terjadi dulu dan yang paling utama, dan selanjutnya damai sejahtera dan sukacita di dalam Roh Kudus. Yaitu, Roh Kudus adalah Pribadi yang menjadikan kebenaran ini. Sangatlah penting untuk memahami hal ini. Roh Kudus adalah Pribadi yang membuat kebenaran dan damai sejahtera dan sukacita ini menjadi nyata di dalam hidup Anda. Jadi Roh Kudus dari Allah adalah kunci untuk memahami Kerajaan Allah. Dengan kata lain, Kerajaan Allah baru menjadi realitas di dalam hidup Anda ketika Roh Kudus dari Allah masuk ke dalam hidup Anda dan meneguhkan kebenaran di situ dan selanjutnya, masuklah damai sejahtera dan sukacita.

Seluruh Alkitab adalah tentang kebenaran. Apakah yang Allah cari dari antara orang Israel di dalam Perjanjian Lama? Semua nabi di dalam Perjanjian Lama memberitakan kebenaran. Sekarang kita paham mengapa Yohanes Pembaptis memberitakan kebenaran. Anda yang telah membaca tentang nabi- nabi dari Perjanjian Lama akan melihat bahwa ada penekanan pada pokok kebenaran dimana- mana. Anda tak akan bisa meluputkannya. Jika Anda lihat Yesaya pasal 1, Anda akan melihat penekanan pada pokok kebenaran. Yesaya berseru kepada umat yang religius ini, yaitu orang- orang Yahudi, dengan berkata, "Masalah kalian adalah bahwa kalian terlalu banyak ibadah tetapi terlalu sedikit memiliki kebenaran."

Saya pikir kita bisa mengatakan hal yang sama pada gereja masa kini - terlalu banyak ibadah tetapi terlalu sedikit memiliki kebenaran, terlalu banyak lagu pujian, terlalu banyak acara gereja, terlalu banyak PA, terlalu banyak bicara, dan terlalu sedikit tindakan. Tak heran jika orang non- Kristen berkata, "Lihat dirimu sendiri, orang Kristen! Kapan kamu lebih baik daripadaku?" Dan apakah jawab orang Kristen? "Yah, ini tak ada kaitannya dengan siapa yang lebih baik. Ini cuma masalah mempercayai pokok ini dan itu sebagai suatu hal yang benar." Tidak kena sama sekali; Alkitab tidak berbicara seperti itu! Jangan coba- coba lari dari tudingan orang- orang non- Kristen ketika mereka berkata, "Kamu berperilaku munafik, jadi, aku tidak mau menjadi orang Kristen." Jangan berkata, "Yah, keselamatan tidak berkaitan dengan hidupku, ini adalah masalah kepercayaan." Itulah kemunafikan! Omong kosong! Kerajaan Allah adalah kebenaran. Dan jika Anda tidak memiliki kebenaran di dalam hidup Anda, maka Anda tidak tahu apa- apa tentang Kerajaan Allah, tak peduli seberapa besar kepercayaan Anda.

Orang Yahudi tidak pernah kekurangan ibadah. Mereka juga tidak kekurangan iman di dalam pengertian ibadah. Apakah orang Yahudi percaya kepada Allah? Tentu saja mereka percaya kepada Allah. Apakah mereka percaya bahwa Allah itu Esa? Tentu saja mereka percaya bahwa Allah itu Esa. Apakah mereka percaya bahwa Alkitab itu Firman Allah? Tentu saja orang Yahudi percaya bahwa Alkitab itu adalah Firman Allah. Lalu apa yang tidak mereka percayai?

Tidak ada orang- orang yang lebih religius dari pada orang Yahudi, akan tetapi Yesaya tetap saja menghardik orang Yahudi. Bacalah Yesaya pasal 1. Di sana disebutkan, "Kamu beribadah ke Bait Allah setiap hari, mempersembahkan korban, kambing dan dombamu dan doamu panjang sekali." Orang- orang Yahudi mengucapkan doa Shema, pengakuan iman yang mendasar bagi orang Yahudi sebanyak 3 kali sehari. Mereka tak pernah lalai berdoa. Setiap hari berkerumun memenuhi Bait Allah. Setiap hari menghaturkan korban dan persembahan. Tetapi Yesaya berkata kepada orang- orang Yahudi, "Bawa pergi persembahan- persembahanmu itu dari sini. Bawa pergi semua. Siapa yang menghendaki darah hewan korban? Yang Kukehendaki adalah kebenaran. Aku tak ingin ibadahmu. Yang ingin Kulihat adalah kebenaran di dalam hidupmu - saat keadilan ditegakkan bagi orang miskin, saat para janda dan anak yatim dipelihara dan bukannya ditindas, saat orang miskin tidak perlu menutupi mukanya dengan debu. Kerjakan ibadahmu di luar sana dan beri Aku kebenaran. Bawa pergi korban persembahanmu." Begitulah pemberitaan dari nabi- nabi Perjanjian Lama.

Inilah yang tertulis di dalam Alkitab. Pesan yang disampaikan memang tidak nyaman. Dan jika Anda baca kitab Amos, maka Anda akan menjumpai hal yang sama: Allah berkata, "Kapan kamu mau bertobat, hai Israel? Kapan kamu mau berpaling? Aku tidak menginginkan persembahanmu. Aku jemu dengan persembahanmu. Beri Aku kebenaran" (Amos 4:5). Dan di dalam Amos 5:24 Allah berkata, "Biarlah kebenaran mengalir seperti sungai yang selalu mengalir. Itulah yang ingin Kulihat."

Tapi sekarang ini, kebenaran telah diencerkan. Keselamatan telah dibuat menjadi gampangan sama seperti yang dilakukan oleh orang Yahudi yang mengira bahwa keselamatan adalah perkara mudah. Kebenaran tak pernah menjadi barang gampangan. Kita tidak bisa menaruh kebenaran di luar Gereja jika kita ingin setia kepada Allah.

Yesus berkata di dalam Matius 5:20, "Jika hidup keagamaanmu tidak lebih benar dari pada hidup keagamaan ahli- ahli Taurat dan orang- orang Farisi ." Orang- orang Farisi adalah kaum yang paling religius yang pernah ada di dunia ini. Di dalam sejarah agama Anda tidak akan menemukan kaum yang lebih religius dari kaum Farsisi. Mereka sangat taat pada perincian aturan dan dalam tata ibadah. Mereka berpuasa 2 kali seminggu dan berdoa 3 kali sehari. Anda tidak akan bisa menyaingi mereka dalam hal kegiatan ibadah. Tetapi Yesus berkata, "Jika hidup keagamaanmu tidak lebih benar dari pada hidup keagamaan ahli- ahli Taurat dan orang- orang Farisi, sesungguhnya kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga." Waah! Benar- benar dahsyat! Tak heran jika banyak gereja juga sering berpikir: Siapa yang akan diselamatkan dengan syarat semacam ini? Karena itu, mari kita encerkan pesannya. Mari kita buat lebih mudah. Akan tetapi Yesus memperingatkan, "Barangsiapa mengurangi tuntutan kebenaran Allah sedikit saja, orang itu akan menghadapi kesulitan untuk masuk ke dalam Kerajaan." (Matius 5:18- 19).

Pertimbangkanlah, kebenaran kita harus melebihi kebenaran orang- orang Farisi. Anda tentu ingat bahwa Paulus sendiri tidak malu menyebut dirinya sebagai orang Farisi. "Aku orang Farisi," bukan "Aku pernah jadi orang Farisi," demikian kata Paulus. Tentunya Anda ingat ayat di dalam Kis 23:6, di mana pada waktu diadili Paulus membuat pernyataan, "Aku orang Farisi." Tahukah Anda mengapa sebagai seorang Kristen, dia tidak takut menyebut dirinya sebagai orang Farisi? Karena orang- orang Farisi memegang doktrin yang hampir seluruhnya sama dengan yang diyakini oleh orang Kristen. Sungguh mengejutkan. Jika ada di antara Anda yang mau membaca satu karya luar biasa yang disusun oleh Strack dan Billerbeck, dua orang cendekiawan Jerman, yang menyusun tafsiran Perjanjian Baru dengan merujuk kepada Talmud, Anda akan terkejut melihat bahwa dari pokok ke pokok yang lainnya, orang- orang Farisi ternyata mengajarkan hal yang sama dengan ajaran Kristen. Jadi janganlah menipu diri sendiri dengan mengira bahwa penjelasan iman yang ortodoks itu menjamin keselamatan Anda.

Yakobus mencoba memperingatkan kita akan hal ini di dalam Yak 2:19, dia berkata, "Jangan katakan pada dirimu, 'Aku percaya hanya ada satu Allah.' Setan percaya akan hal itu juga. Jangan katakan pada dirimu, 'Aku percaya bahwa Yesus adalah Anak Allah.' Setan percaya akan hal itu juga, dan dia justru tahu persis akan hal itu." Tentu Anda ingat bahwa di dalam Injil, orang- orang yang dirasuk setan itulah yang berkata, "Engkau Yesus, Anak Allah." Mereka tahu akan hal itu. Mereka percaya bahwa Yesus adalah Anak Allah. Mereka percaya padanya. Dan Yesus sampai perlu membungkam mereka dengan berkata, "Diamlah!" Dia tidak mengijinkan mereka berbicara. Dia tidak butuh kesaksian dari setan- setan. Akan tetapi para setan itu percaya bahwa Yesus adalah Anak Allah. Setan yang bernama Legion berkata kepada Yesus, "Apakah Engkau datang untuk menyiksa kami sebelum waktunya, hai Anak Allah?" Mereka tahu bahwa dia adalah Anak Allah. Dia adalah Hakim bagi surga dan bumi. Setan- setan percaya itu. Jangan merasa cukup sekadar mempercayai bahwa Yesus adalah Anak Allah. Jika iman Anda belum diubah menjadi kebenaran di dalam hidup, iman itu hanya menjadi semacam pengetahuan saja, dan iman itu tidak akan menyelamatkan Anda. Itulah hal yang disampaikan oleh Yakobus di dalam pasalnya yang kedua.

Bagaimana Mengalahkan Keagamaan orang Farisi?

Hal ini membawa kita masuk ke dalam pokok yang penting. Lalu apa ajaran Tuhan mengenai keselamatan? Bagaimana kita bisa memiliki kebenaran ini? Jika orang- orang Farisi yang berjuang keras dalam ketaatan dan ketelitian beribadah, namun segala perjuangan mereka itu tidak bisa menyelamatkan dirinya, lalu bagaimana kita bisa diselamatkan?

Jangan memberi saya jawaban dangkal dengan satu kata, "Iman,". Kata "Iman" harus diuraikan dengan jelas. Kata 'iman' ini sedemikian mudah dilontarkan oleh orang- orang yang jarang sekali yang memahami apa maknanya. Apa itu iman? Iman tentunya adalah ketaatan. Iman adalah komitmen. Apa yang terjadi ketika Anda memiliki komitmen kepada Allah? Ini adalah hal yang penting. Saya tidak akan menekankan pada iman. Saya mau menekankan pada apa yang dikerjakan Allah di dalam hidup kita. Peran iman tidak banyak di dalam menyelamatkan kita. Allah- lah yang menyelamatkan kita - melalui iman.

Jadi, jika kita ambil dua ayat dari Yesus dan menempatkannya bersisian, maka muncullah jawabannya. Perhatikan kata- kata di dalam Matius 5:20, "Jika hidup keagamaanmu tidak lebih benar dari pada hidup keagamaan ahli- ahli Taurat dan orang- orang Farisi, sesungguhnya kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga." Yesus memiliki ucapan lain yang bagian belakangnya sama persis dengan ayat yang tadi - "...ia tidak dapat masuk ke dalam Kerajaan Allah." Tahukah Anda, ucapan ini dikutip dari mana? Ucapan itu tertulis di dalam Yohanes 3:5, bagian keduanya sama tetapi bagian pertamanya berbeda. "Jika seorang tidak dilahirkan dari air dan Roh, ia tidak dapat masuk ke dalam Kerajaan Allah." Ah! Saya yakin Anda semua tentu tahu persamaan matematika yang sederhana. Jika bagian yang kedua sama, bagian yang pertama juga memiliki perbandingan yang sama antara satu dengan yang lainnya. Dengan kata lain, kalimat "Jika hidup keagamaanmu tidak lebih benar dari pada hidup keagamaan ahli- ahli Taurat dan orang- orang Farisi" sejajar dengan kalimat "jika seorang tidak dilahirkan dari air dan Roh." Di sanalah, kita dapat memahami seluruh rahasia ajaran Tuhan.

Satu- satunya jalan bagi kita untuk bisa mengalahkan hidup keagamaan orang- orang Farisi adalah dengan cara dilahirkan oleh air dan Roh. Roh mengubah kita. Itulah keseluruhan inti dari segenap ajaran Perjanjian Baru mengenai keselamatan. Bukan sekadar tentang hal Allah mengampuni kita di saat kita bertobat. Bukan sekadar masalah mempercayai bahwa Yesus adalah Anak Allah, bahwa dia bangkit dari kematian, bahwa dia mati bagi dosa- dosa kita. Semua itu memang benar. Akan tetapi Anda tidak akan selamat sebelum Roh Allah masuk ke dalam hidup Anda dan mengubah Anda menjadi manusia baru. Itulah apa yang disebut menjadi orang Kristen. Dan apa ciri manusia baru itu? Orang itu adalah orang yang benar!

Diubah oleh Roh Kudus menjadi manusia baru di dalam Kristus

Anda bertanya, "Apa dasarnya?" Dasarnya dapat dilihat di Efesus 4:22- 24. Paulus sangat memahami ajaran Yesus. Uraian Paulus ini sejajar dengan apa yang diajarkan oleh Yesus. "Kamu, berhubung dengan kehidupan kamu yang dahulu, harus menanggalkan manusia lama, yang menemui kebinasaannya oleh nafsunya yang menyesatkan, supaya kamu dibaharui di dalam roh dan pikiranmu, dan mengenakan manusia baru (manusia yang dilahirkan kembali), yang telah diciptakan menurut kehendak Allah di dalam kebenaran dan kekudusan yang sesungguhnya." Itu dia manusia baru!

Seperti apakah manusia baru itu? Manusia baru itu diciptakan dalam gambar dan rupa Allah! Dan apakah gambar dan rupa Allah itu? Kebenaran dan kekudusan yang sesungguhnya! Adalah bagus jika doktrin Anda sangat ortodoks, dan Anda menyakini bahwa Yesus adalah Anak Allah, bahwa dia mati bagi dosa- dosa Anda, bahwa dia bangkit di hari yang ketiga, dan sebagainya. Tetapi Setan juga percaya pada hal- hal tersebut. Namun sebelum kebenaran Allah masuk ke dalam hidup Anda melalui Roh Kudus, maka Anda belum diselamatkan. Camkanlah hal ini baik- baik. Tak peduli seberapa ortodoks doktrin yang Anda pegang, Anda tidak selamat sebelum kebenaran Allah dan Roh Allah masuk ke dalam hidup Anda dan menjadikan Anda manusia baru. Dan manusia baru ini diciptakan menurut gambaran Allah, di dalam kebenaran dan kekudusan yang sejati. Itulah keselamatan sebagaimana yang diajarkan oleh Yesus. Itulah keselamatan sebagaimana yang diajarkan oleh Paulus dalam surat Efesus.

Itu sebabnya mengapa di dalam Galatia 6:15, Paulus mengajukan poin yang sama: disunat tidak penting; tidak disunat juga tidak penting. Lalu apa yang penting? Hanya satu hal yang penting: manusia baru, ciptaan baru di dalam Kristus. Itulah yang disebut orang Kristen. Sunat tidak penting, hal itu tidak menyelamatkan Anda. Ketaatan beribadah tidak menyelamatkan Anda.

Lalu Anda berkata, "Baiklah, jika ketaatan beribadah tidak menyelamatkanku, maka aku akan diselamatkan oleh iman yang tidak berkaitan dengan ketaatan beribadah." Paulus berkata, "Jangan melakukan kesalahan yang ini juga." Tidak disunat juga tidak akan menyelamatkan Anda. Jangan mengira bahwa tidak disunat lebih utama ketimbang disunat karena sunat itu mengikuti Hukum Taurat dan tidak disunat itu tidak berasal dari Hukum Taurat, lantas dianggap sebagai hal yang lebih unggul. Paulus berkata, "Itu salah. Itu bukanlah ajaranku. Itu juga bukan ajaran Yesus."

Karena bukan sunat atau tidak disunat, melainkan manusia baru. Itu saja yang penting. Dia menyampaikan hal yang sama di dalam 2 Korintus 5:17, "Jadi siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru (manusia baru)." Sungguh indahnya! Jika ada yang ingin tahu doktrin keselamatan apa yang saya beritakan, inilah yang saya beritakan karena inilah yang diberitakan oleh Paulus dan Yesus Kristus; inilah yang diberitakan oleh Alkitab. Saya tidak peduli seberapa religius Anda - entah ayah Anda seorang pendeta atau kakek Anda seorang uskup, saya tidak peduli apakah Anda seorang uskup, pendeta atau biarawan, siapapun Anda - saya dapat berkata berdasarkan kewenangan dari Allah, jika Roh Allah tidak masuk ke dalam hidup Anda dan menjadikan Anda manusia baru di dalam Kristus, ciptaan di dalam gambaran Allah dalam kekudusan dan kebenaran sejati, Anda tidak selamat tak peduli seberapa banyak gelar teologi yang Anda miliki. Hal itu tidak menyelamatkan Anda barang sedikitpun! Tidak sedikitpun! Saya tidak akan diselamatkan lantaran saya seorang pendeta, pekerja Kristen atau guru Injil. Hal itu tidak akan menyelamatkan saya sedikitpun. Tidak, satu- satunya hal yang menyelamatkan saya adalah kasih karunia Allah!

Dan bagaimanakah kasih karunia Allah itu dinyatakan? Kasih karunia Allah dinyatakan dalam kemurahan- Nya dalam hal Dia memanggil seorang berdosa seperti saya dan menjadikan saya manusia baru. Itulah pengajaran yang alkitabiah mengenai keselamatan. Dan saya harap Anda memahaminya dengan baik karena keselamatan Anda bergantung pada kemurahan Tuhan. Seperti yang dikatakan oleh Ibrani 12:14 pada kita, "Sebab tanpa kekudusan (kebenaran) tidak seorangpun akan melihat Tuhan." Firman Allah tidak bisa gagal. Dia menyatakannya secara gamblang kepada kita. Tanpa kekudusan tak seorangpun akan melihat Allah. Lalu, bagaimana kita bisa masuk dalam kekudusan ini? Dengan menjadi ciptaan baru, diciptakan dengan kekudusan yang sejati yang datang dari Allah. Di setiap bagian Alkitab kita dapat menemukan penekanan pada hal kekudusan, apakah di dalam ajaran Yesus maupun di dalam ajaran Paulus.

Pengajaran tentang kebenaran di dalam Perjanjian Baru

Alkitab adalah "firman kebenaran"

Tahukah Anda apa sebutan bagi firman di dalam Perjanjian Baru? Ia disebut "firman kebenaran." Setiap orang yang tidak memberitakan kebenaran berarti tidak memberitakan firman. Ibrani 5:13 berkata bahwa, "Mereka yang tidak dewasa tidak terlatih di dalam 'firman kebenaran'. Di dalam 2 Timotius 3:16, Paulus berkata bahwa firman melatih kita di dalam kebenaran.

Seorang Kristen adalah "budak (hamba) kebenaran"

Di dalam Roma 6:18, Paulus menyatakan, "Kamu telah menjadi budak atau hamba kebenaran". Yang dimaksudkan Paulus adalah jika Anda bukan budak kebenaran, maka Anda bukan orang Kristen. Jika Anda tidak memiliki kebenaran, maka Anda bukan orang Kristen, tidak peduli iman jenis apa yang Anda akui.

Hal yang sama terdapat di 2 Korintus 11:15 di mana Paulus berkata, Jadi bukanlah suatu hal yang ganjil, jika pelayan- pelayannya (Setan) menyamar sebagai - pelayan- pelayan kebenaran untuk menipu orang- orang Kristen. Dan di sana, dia menyatakan dengan sangat gamblang bahwa seorang pengabar firman Allah bukanlah seorang pengabar sama sekali jika dia bukan hamba kebenaran. Jadi, untuk bisa menyusup ke dalam Gereja, setan juga akan menipu umat dengan menampilkan dirinya secara ini. Bahkan setan memahami pesan kebenaran secara lebih baik ketimbang sebagian besar orang Kristen. Dia tahu bahwa dia juga harus menunjukkan kecenderungan pada kebenaran, seperti orang- orang Farisi, jika dia ingin menyusup ke dalam gereja. Dia lebih memahami Alkitab dibandingkan kebanyakan orang Kristen.

Orang Kristen sejati adalah kebenaran

Selanjutnya, saya ingin agar Anda mengalihkan perhatian pada satu ayat yang sangat menusuk, 2 Korintus 5:21, yang memberitahu kita mengapa Yesus mati. Dia yang tidak mengenal dosa telah dibuat- Nya menjadi dosa (yaitu menjadi korban penebus dosa) karena kita, - untuk apa? Supaya dalam Dia kita dibenarkan oleh Allah (become the righteousness of God atau menjadi kebenaran dari Allah). Sungguh kata- kata yang penuh kuasa! Mengapa Yesus mati? Yesus menjadi korban penebus dosa; Dia yang tidak mengenal dosa menjadi penebus dosa. Yesus mati supaya kita bisa menjadi kebenaran dari Allah. Saya harap Anda memperhatikan hal ini: bukan supaya kita memiliki kebenaran. Apakah Paulus berkata, "Supaya kita bisa memiliki kebenaran dari Allah? Tidak. Kita selalu saja berbicara tentang hal, "Memperoleh kebenaran dari Allah"; tak ada hal semacam itu yang bisa kita miliki. Kita menjadi kebenaran dari Allah. Siapa kita, dan bukannya apa yang kita miliki, yang menentukan keselamatan kita.

Kebenaran bukan sekadar sesuatu yang diberikan kepada Anda sebagai sebuah paket, di mana Anda bisa mendapatkannya sambil meneruskan hidup di dalam dosa, seperti yang sering kali diajarkan. Tak peduli hidup macam apa yang Anda jalani. Padahal itu adalah hal yang sangat menentukan. Kebenaran bukanlah hadiah yang bisa Anda kantongi seperti paspor. Lalu di hari akhir, saat Anda pergi ke Surga, tak peduli seberapa jauh kehidupan Anda di dalam dosa, Anda cuma perlu mengeluarkan paspor ini dan berkata, "Lihatlah, aku memiliki kebenaran ini sebagai hadiah." Tak ada hal semacam itu. Kebenaran bukanlah hadiah yang bisa Anda lambai- lambaikan sambil berkata, "Lihat, aku mendapat hadiah dari Allah!"

Anda harus menjadi kebenaran dari Allah atau Anda tidak akan memiliki kebenaran dari Allah. Itulah ajaran Paulus. Itulah ajaran Tuhan. Ini hal yang sangat penting untuk kita pahami. Jangan mengira bahwa Anda bisa mengantongi kebenaran sebagai suatu hadiah. Jangan berpikir bahwa Anda telah dinyatakan benar oleh Kristus dan selanjutnya Anda bisa mengantonginya sebagai sebuah kado. Dan Anda terus menjalani hidup yang penuh dosa dan tetap akan dapat sampai ke surga. Tak heran jika "orang- orang Kristen" banyak yang hidup dalam dosa. Mereka mengira bahwa kebenaran bukanlah hal yang penting. Itu bukanlah ajaran Paulus. Paulus berkata bahwa Yesus telah mati bagi kita supaya kita bisa menjadi kebenaran dari Allah. Ini adalah pernyataan yang sangat kuat. Dia menyatakan bahwa kita menjadi ekspresi atau ungkapan dari kebenaran Allah di dunia. Paulus sedang menyatakan hal yang sama dengan yang disampaikan Yesus Kristus - Kamu adalah terang dunia; Anda menjadi terang bagi dunia. Dia tidak berkata, "Suatu hari nanti, kami harap kamu menjadi terang" atau "Aku sangat menyarankan bahwa kamu seharusnya menjadi terang sekalipun sekarang ini kamu belum menjadi terang."

Orang Kristen macam apakah yang sedang kita bicarakan sekarang ini? Orang Kristen sejati adalah kebenaran. Dia adalah kebenaran karena Roh Kudus telah masuk ke dalam hidupnya dan mengubah dia dan menjadikannya manusia baru. Kemanapun dia pergi, dia adalah pernyataan kebenaran dari Allah. Dan kebenaran itu adalah kebenaran dari Allah, bukan kebenaran saya. Saya tidak membuat ciptaan baru dari diri saya sendiri. Itu sebabnya mengapa kita menyebutkan hal itu sebagai kasih karunia Allah, kuasa Allah. Dia menjadikan saya manusia baru. Saya tidak punya hak untuk bermegah. Bukan saya yang menciptakan manusia baru. Jika saya hidup benar, itu karena Allah telah membuat saya menjadi benar oleh Roh yang telah diberikan- Nya kepada saya. Itulah kekristenan yang indah!

Saya tidak perlu berulang- ulang meminta maaf dan berkata, "Maafkan saya karena saya menjadi orang Kristen macam ini. Saya orang jahat. Bersabarlah pada saya. Allah masih belum selesai membentuk saya. Saya baru menjadi Kristen selama 25 tahun." Berapa lama lagi Anda ingin menjadi orang Kristen sebelum Anda berhenti meminta maaf atas kekristenan Anda? Allah- lah yang menjadikan kita benar, dan jika kita tidak menjadi benar, apakah itu menjadi kesalahan Allah? Atau itu menjadi kesalahan Anda, karena Anda tidak menempatkan diri Anda di dalam tangan Allah agar Dia dapat membentuk Anda, supaya Dia bisa menaruh Roh di dalam diri Anda?

Jika Anda terus meminta maaf, bisa berarti Anda sedang mengatakan bahwa Allah tidak bekerja cukup baik dalam menjadikan Anda ciptaan baru, atau mungkin Anda sedang mengaku bahwa Anda sama sekali bukan Kristen karena Anda tidak mau membiarkan Dia menjadikan Anda ciptaan baru. Mana yang benar? Tentunya karena Anda yang tidak membiarkan Dia menjadikan Anda ciptaan yang baru. Allah tidak perlu meminta maaf atas pekerjaan- Nya, ketika Dia membuat seseorang menjadi ciptaan baru, orang itu akan benar- benar menjadi ciptaan baru!

Perhatikan pekerjaan Allah. Semuanya sangat bagus. Di Kejadian, kita baca bahwa Dia melihat pada apa yang telah diciptakan- Nya, dan semua itu bagus. Semuanya bagus. Allah tidak menyesal atas hasil pekerjaan- Nya. Kitalah yang mengacaukan semuanya. Saya memohon kepada Allah agar kita menjadi jemaat yang benar. Jemaat yang menyatakan kepada dunia bahwa Yesus telah mati bagi kita dan kematian- Nya tidak sia- sia, karena kita mengungkapkan kebenaran Allah di dalam dunia ini. Biarlah Allah mengubah jemaat ini. Biarlah Allah mengubah setiap dari kita menjadi jenis orang Kristen yang sesuai dengan tujuan kematian Yesus.

Kebenaran tidak menikahi ketidak- benaran

Paulus berani menyebut orang Kristen sebagai kebenaran! Saya tidak tahu seberapa banyak dari antara orang Kristen yang bisa Anda gambarkan sebagai pernyataan dari kebenaran. Lihatlah 2 Korintus 6:14. Pernahkah Anda dipermalukan oleh ayat ini? Kita sering mengutipkan ayat ini untuk memberitahu orang Kristen agar tidak menikahi orang non- Kristen. Mengapa? Di sini disebutkan, Janganlah kamu merupakan pasangan yang tidak seimbang dengan orang- orang yang tak percaya. Sebab persamaan apakah terdapat antara kebenaran dan kedurhakaan? Atau bagaimanakah terang dapat bersatu dengan gelap? Paulus memahami bahwa seorang Kristen tidak sekadar memiliki kebenaran, tetapi seorang Kristen adalah kebenaran dari Allah. Jadi dia berkata, "Persamaan apa yang terdapat antara kebenaran dan kedurhakaan? Atau antara gelap dengan terang?" Orang Kristen adalah terang. Dia bukan orang yang diharapkan untuk menjadi terang suatu hari nanti. Dia adalah terang atau dia bukan orang Kristen, itu saja.

Alkitab memiliki garis pemisah yang tegas, bukan garis kabur di mana Anda tidak tahu apakah Anda sudah melintasinya. Garisnya tajam dan jelas. Anda adalah terang atau Anda bukan orang Kristen. Anda benar atau Anda bukan orang Kristen. Dan karena Anda benar dan adalah kebenaran Allah, jadi persamaan apakah yang ada antara kebenaran dengan kedurhakaan? Jika Anda tidak benar, wajar kalau Anda berkata, "Apa masalahnya kalau aku menikahi orang non- Kristen?" Tentu saja, jika Anda bukan kebenaran, Anda tidak akan tahu apa masalahnya jika Anda menikahi orang non- Kristen karena Anda sendiri tidak tahu apa itu kebenaran, dan ketidak- benaran. Jadi, tentu saja, perbatasannya menjadi kabur dan Anda tidak tahu bedanya. Setiap orang yang merupakan ciptaan baru akan segera tahu. Dia tidak perlu diberitahu berulang- ulang. Dia tahu: Aku adalah perwujudan kebenaran Allah, oleh kasih karunia- Nya, dan dengan demikian, aku tidak akan berpasangan dengan kedurhakaan." Paulus sanggup berbicara dalam ungkapan- ungkapan yang bersifat mutlak dan hal ini sangat menyegarkan di tengah kekristenan zaman ini yang sudah sangat diencerkan, di mana tak ada sesuatu yang bisa dinyatakan secara tegas sebagai yang hitam atau yang putih. Dan yang terjadi malah garis pemisahnya berada di tempat yang salah.

Jadi sekarang kita sampai pada pokok yang terakhir. Mulai sekarang, saya pikir kita semua mulai mengerti mengapa saya di bagian awal menyatakan bahwa kebenaran adalah kunci, inti, isi dan landasan dari ajaran Tuhan. Saya harap Anda mulai memahami dengan baik, bahwa bukan sekadar Anda akan diselamatkan, tetapi juga ketika Anda mejelaskan hal itu kepada orang non- Kristen, saat Anda bersaksi kepada orang lain, maka Anda bisa menunjukkan arah jalan menuju kehidupan dan bukannya menyebabkan dia menjadi tersandung; dan Anda tidak menjadi orang buta yang menuntun orang buta, lantas ketika Anda jatuh ke dalam lubang, orang itu jatuh ke lubang yang sama dengan Anda. Jangan pernah lagi mengobral Injil dengan berkata, "Yah, tak masalah apakah ada kebenaran atau tidak di dalam hidupmu. Percaya saja pada Yesus dan dia akan mengampuni dosa- dosamu. Dan, jika engkau hidup di dalam dosa, tak masalah, Allah memahaminya; Dia sangat sabar; Dia sangat baik." Ajaran macam apa ini? Ini bukanlah pesan dari Injil.

Jadi ingatlah baik- baik, menjadi manusia baru adalah isi dari keselamatan - kuasa Allah mengubah orang berdosa, mengubah gelap menjadi terang. "Dahulu kamu adalah kegelapan," kata Paulus, "tetapi sekarang kamu adalah terang." Paulus bukan berkata bahwa kamu 'memiliki' terang melainkan kamu adalah 'terang bagi dunia'. Itulah bahasa yang digunakan oleh Paulus. Sangat mudah untuk dipahami, sangat jelas jika Anda memahami bahwa kebenaran adalah dasar pokok dari Alkitab. Keselamatan adalah pernyataan dari kuasa penyelamatan Allah di dalam hidup kita dan Anda menjadi kebenaran Allah.

Demikian besar perhatian Allah pada kebenaran sehingga kita baca di dalam 2 Petrus 3:13, Tetapi sesuai dengan janji- Nya, kita menantikan langit yang baru dan bumi yang baru, di mana terdapat kebenaran. Allah begitu mencintai kebenaran, Dia sangat memperhatikan kebenaran sehingga ketika Dia menciptakan langit dan bumi yang baru, kebenaran akan berdiam di sana. Tahukah Anda apa maksudnya? Setiap kali Allah membuat ciptaan baru, entah yang rohani atau yang jasmani, selalu dengan niat dan tujuan utama agar kebenaran berdiam di sana. Jadi di dalam 2 Petrus 3:13, rasul Petrus berkata bahwa akan ada langit dan bumi yang baru di mana kebenaran berdiam. Itu adalah penglihatan yang membakar hati Petrus. Dia berkata, "sesuai dengan janji- Nya, kita menantikan langit yang baru dan bumi yang baru, di mana terdapat kebenaran."

Dengan demikian kebenaran berarti menjadi serupa dengan Yesus. Di 1 Yohanes 2:1 Yesus digambarkan sebagai yang adil (the righteous atau yang benar). Dia adalah yang adil; Dia adalah kebenaran. Dan kita, sebagai umat yang baru, menjadi serupa dengan dia, bukan karena kita lebih baik dari pada orang lain, bukan karena kita memiliki dasar yang baik, melainkan karena Allah menjadikan kita seperti itu. Kita bersyukur kepada Allah atas keselamatan yang luar biasa ini.

Thursday, September 19, 2013

BAHAN REKOLEKSI FRATER BHK

Bahan Renungan

Peringatan Wafat Pendiri Frater Bunda Hati Kudus

Malang, 20 September 2013



FRATER, BIARAWAN, GURU

MENJADI KELEDAI DI TANGAN TUHAN



1. Pengantar

Hari Kamis 12 September 2013 Frater Vinsen, Oversteh Komunitas Claket bertanya kepada saya. Romo, tanggal 20 ada pergikah? Saya tidak menjawab ya atau tidak tetapi saya malah balik bertanya: memangnya ada ap tanggal itu? “Hari itu ada rencana kegiatan siraman Rohani dalam rangka mengenang kematian sang pendiri Frtar BHK”, begitu, jawaban Fr.Vinsen. Oh kalau begitu saya bisa ikut, lanjut saya. Ya, nanti kami minta Romo juga memberi materi. Setelah itu tidak ada pembicaraan lanjutan. Senin malam, 16 September sambil menuci peralatan makan saya tanyakan kepada Fr.Vinsen apakah acara siraman rohani yang direncanakan itu jadi dilaksanakan? Ya, jadi Romo kata Fr.Vinsen. Lalu saya minta temanya dan kepada saya hanya disampaikan tiga kata yaitu Frater, Biarawan, Guru dengan catatan tambahan harus dikaitkan dengan kitab suci biar dianggap punya dasar biblis.



2. Tiga Kata Biasa yang Diluarbiasakan

Tadi pagi ketika saya mulai duduk di kamar menyiapkan bahan ini saya kesulitan menentukan teks kitab suci yang tepat untuk dijadikan sumber inspirasi. Juga pada saat itu muncul beberapa pertanyaan di dalam hati: apakah ketiga kata: Frater, Biarawan, Guru, yang diberikan kepada saya ini sungguh memiliki keistimewaan sehingga pantas dipilih menjadi payung sebuah kegiatan bertajuk Siraman Rohani? Apakah ketiga kata ini dapat direkayasa untuk menciptakan hujan yang akan menyirami lahan kehidupan para Frater. Apakah ketiga kata ini bisa memberi inspirasi untuk turunnya hujan menyirami lahan rohani para frater? Bukankah ketiga kata ini biasa, sering, selalu kita gunakan? Mengapa harus dijadikan bahan permenungan kita?

Dari pertanyaan-pertanyaan itu saya mencoba merumuskan asumsi dalam pertanyaan: Apakah ketiga kata itu memang punya makna dan penting untuk kita? Apakah karena ketiga kata itu telah mengalami atrisi atau kehilangan makna dan kekuatannya dalam kehidupan para frater? Kalau itu menjadi alasannya: maka dalam konteks pertemuan ini ketiga kata Frater, Biarawan, Guru jelas menjadi tiga kata biasa yang harus dimaknai secara luar biasa atau diluarbiasakan. Jika benar ketiga kata itu telah kehilangan makna, citra, nuansanya dalam keseharian hidup dan panggilan kita maka saat ini harus dijadikan sebagai momen revitalisasi dalamnya kita berusaha mengahadirkan, menyegarkan kembali makna ketiga kata itu.

Jika itu yang kita kehendaki dan jika itu yang terjadi maka perjumpaan ini tepat disebut sebagai peristiwa siraman rohani. Karena konteksnya siraman rohani maka saya percaya semua kita akan membuka lahan hati dan taman jiwa untuk menerima proses pemaknaan tiga kata biasa yang diluarbiasakan ini. Bagaimana kita jadikan tiga kata biasa itu menjadi tiga kata luar biasa? Jawabannya harus kembali pada konteks siapa yang menyebutkan kata-kata itu dan kepada siapa kata-kata itu dialamatkan. Ketiga kata biasa itu diucapkan oleh orang biasa dalam cara yang luar biasa. Orang biasa yang meluarbiasakan kata-kata itu pada akhirnya menjadi orang luar biasa dan dialah Pendiri Tarekat Frater BHK, Ignatius Andreas Schaepman. Tiga kata itu menjadi istimewa karena diucapkan oleh sang pendiri Tarekat Frater BHK dan dialamtkan kepada semua pengikutnya. Saya kira dalam pelajaran tentang sejarah Tarekat para frater telah mempelajari mengapa pendiri menggunakan kata Frater dan bukannya bruder.

Kata Frater, Biarawan dan Guru itu secara istimewa dikatakan pendiri sebagaimana tertulis pada buku doa Kongregasi Frater BHK terbitan tahun 1994 halaman 293 di bawah judul ” Pikiran-pikiran yang Membangun” pada point pertama tertulis kata-kata Pendiri dalam beberapa kalimat ini: (1) Saya memerlukan FRATER-FRATER yang berkeyakinan mendalam tentang pentingnya pendidikan kaum muda. (2) Saya memerlukan BIARAWAN-BIARAWAN yang Rajin yang unggul dalam kebijaksanaan dan kecakapan dijiwai oleh suatu itikat yang murni, pembaktian diri yang besar untuk tugas yang ditunjuk pembesar kepada mereka. (3) Saya memerlukan orang laki-laki yang sanggup mencamkan kebenaran dasariah kepada MURID-MURID yang dipercayakan kepada mereka. Dari kutipan kata-kata pendiri ini kita melihat ada kata Frater, Biarawan, sedangkan kata guru itu disembunyikan atau diandaikan ada dalam kata murid-murid. Kalau kita rumuskan secara singkat kata-kata pendiri tadi menjadi Saya MEMERLUKAN FRATER, BIARAWAN, DAN GURU.

Kata-kata dan kalimat bernada harapan dan membangun yang dikatakan sang pendiri ini tegas dan jelas. Ia MEMERLUKAN FRATAER, BIAARAWAN, DAN GURU. Kata memerlukan yang diletakkan di depan tiga kata itu sangat penting untuk dimaknai. Mengapa? Karena pemilihan untuk menggunakan kata MEMERLUKAN itu oleh pendiri saya kira bukan sebuah kebetulan tetapi memang betul adanya dan itulah yang betul. Pemilihan kata itu sesungguhnya (minimal dalam refleksi saya) merujuk pada satu momen penting dalam misi perutusan Yesus di mana Yesus juga harus menggunakan kata itu. Momen-momen puncak pelaksanaan misi Yesus diwarnai dengan pemakaian kata ”MEMERLUKAN” ini. Kita bisa ambil salah satu momen yaitu ketika Yesus hendak masuk kota Yerusalem Ia ketiadaan fasilitas transportasi. Untuk itu kita akan melihat bagaimana idealisme pendiri ini dikaitkan dengan apa yang menjadi misi Yesus.

Terinspirasi leh kata-kata sebagaipikiran yang membangun dari pendiri ini saya lalu memutuskan mengambil teks Markus tentang kisah Yesus masuk Yerusaelm yang biasanya dipakai pada hari perayaan Minggu Palma. Dalam konteks seperti inilah, saya kemudian merumuskan judul bahan pertemuan menjadi FRATER, BIARAWAN, GURU MENJADI KELEDAI DI TANGAN TUHAN.



3. Harapan Pendiri dalam Konteks Misi Yesus

Ada banyak hal yang menarik yang perlu kita maknai dan renungkan dari teks injil Markus tadi kalau dikaitkan dengan apa yang dikatakan pendiri tadi. Untuk kepentingan dalam pertemuan ini saya mengajak kita semua melihat dan memaknai beberapa kata kunci sebelum kita melihat keseluruhan pesan injil dengan status kita sebagai Frater, Biarawan, dan Guru yang diperlukan pendiri. Dalam teks tadi ada kalimat yang bernada perintah, bermodus imperatif yang sifat mendesak atau emergence. Yesus sudah dalam perjalanan mau ke Yerusalem. Yesus berhadapan dengan masalah biasa yaitu ketiadaan sarana, alat, media yang membawanya ke Yerusalem. Itu kondosinya. Begitu keadaan yang senyatanya. Untuk mengatasi kondisi ril itu Yesus meminta dua orang murid-Nya : "Pergilah ke kampung yang di depanmu itu. Pada waktu kamu masuk di situ, kamu akan segera menemukan seekor keledai muda tertambat, yang belum pernah ditunggangi orang. Lepaskan keledai itu dan bawalah ke mari. Dan jika ada orang mengatakan kepadamu: Mengapa kamu lakukan itu, jawablah: Tuhan memerlukannya.

Dari penggalan teks ini kita coba melihat bahwa Yesus meminta kedua murid itu ke kampung bukan ke kota. Ini jelas bahwa orientasi dan pilihan, opsi Yesus itu diarahkan kepada orang biasa, orang sederhana, orang kampung. Yesus tahu di kota orang tidak mungkin repot memelihara keledai. Perintah Yesus itu tepat, sesuai kenyataan. Ia inginkan agar murid yang disuruh itu tidak kebingungan dan tersesat. Arah dan orientasi pencarian sesuatu itu harus jelas. Dengan cara ini dan dalam model seperti ini Yesus sebagai guru member perintah yang jelas. Perintah Yesus bukan saja jelas tetapi juga bercorak progresif. Yesus tidak menyuruh dua murid itu ke sembarang kampong tetapi kampong yang ada di depan. Dari sini juga jelas bahwa Yesus mau menunjukkan model kehidupan yang terus maju untuk sebuah kejamuan. Yesus memberi arah dan orientasi ke masa depan, dan bukan ke masa lampau karena perjalanan itu harus ke depan bukannya mundur. Sebagai guru yang berhadapan dengan murid-Nya Yesus mengajarkan apa artinya berjalan ke masa depan, berpandangan dan bertindak progresif sekaligus mencegah mentalitas undur-undur yang selalu berjalan mundur.

Kedua murid yang diminta ke kampong di depan itu berhadapan dengan kenyataan seperti yang digambarkan Yesus. Mereka masuk kampong dan mendapatkan keledai yang tertambat. Di sini jelas yang dibutuhkan Yesus dari dua murid itu adalah kerelaaan mereka untuk pergi ke kampong yang ada di depan karena yang dibutuhkan itu sudah dipastikan TUhan. Sampai di sini kita boleh disadarkan bahwa perintah TUhan untuk melakukan sesuatu dan janji-Nya untuk mendapatkan sesuatu itu menjadi sebuah kepastian. Orang yang menjalankan perintah sesuai dengan rencana TUhan pasti mendapatkan apa yang dijanjikan. Dalam kenyataan seringkali orang merasakan bahwa janji-janji Tuhan tidak tergenapi seperti pengalaman dua murid tadi yang mendapatkan keledai yang sudah tertamabat. Kalau kegagalan yang dialami itu bukan karena Tuhan yang tidak menyiapkan tetapi mungkin karena manusia memlih jalan lain, jalan yang lebih panjang dan berliku-liku, mungkin juga karena manusia bukannya ke depan tetapi selalu mau ke belakang. Hal yang sama terjadi dalam soal panggilan. Orang sering mengatakan tidak ada panggilan kalau terpaksa harus meninggalkan biara. Yang benar adalah tidak adanyanya jawaban dari manusia atau orang menunda memberikan jawaban. Yang jarang ada hanya jawaban manusia karena manusia lebih mendengarkan suaranya sendiri, keinginannya sendiri.

Dua murid tadi mendapatkan keledai yang tertambat yang disediakan Tuhan di kampung yang di depan justru karena mereka berada di jalur yang benar dan berjalan maju ke satu sasaran yang tepat. Kedua murid itu dalam bahasa sekarang boleh dikatakan sebagai dua orang yang pandai memanfaatkan momentum. Mereka telah bertindak tepat waktu, tepat arah. Kegagalan yang selalu menimpa manusia bukan pertama-tama karena tidak adanya momentum tetapi terutama karena orang tidak pandai memanfaatkan momentum dalam arti bertindak tepat waktu dan tepat sasaran. Di dunia ini sebenarnya tidak ada orang gagal. Yang ada hanyalah orang yang tidak pandai menciptakan dan memanfaatkan momentum. Dua murid itu mengajarkan kepada kita tentang arti ketaatan dalam menjalankan sebuah amanat untuk mendapatkan apa yang dicari. Ada satu prinsip di kalangan komunitas SVD berkaitan dengan soal momentum ini. Mereka berprinsip dalam melayani, yang paling utama adalah fokus pada rencana dan program pelayanan bukan pada berapa uang yang disiapkan. Bagi mereka, program dan rencana di kantong kita, sedangkan uang Tuhan sudah titipkan di kantong orang. Prinsip ini hanya mau menegaskan bahwa segala kehendak baik pasti ada jalannya.

Keledai yang didapatkan kedua murid Yesus itu sesuai dengan apa yang dikatakan Yesus. Keledai itu didapiti dalam kondisi tertambat, terikat. Keledai yang diperlukan itu ternyata bukan sembarang keledai tetapi keledai memiliki kualifikasi tertentu. Keledai itu umurnya muda, dan juga belum pernah ditunggang orang lain. Kalau kita pikir-pikir sebagai orang kampung, tampaknya Yesus ini mau mencari gara-gara, menacari soal dan masalah. Mengapa? Biasanya kuda tunggangan itu dilatih berulang-ulang sebelum dijadikan kuda tunggangan dan itu membutuhkan keberanian karena kuda yang baru mau ditunggang pasti memberontak. Lalu kuda kampung kalau masuk kota jelas malu. Untuk mengekspresikan rasa malu seekor kuda masuk kota biasanya memberontak dan ingin lari apalagi kalau berhadapan dengan banyak kendaraan. Keledai itu, kalau dilihat mirip dengan kuda. Lalu Yesus mencari masalah: mengambil keledai orang, keledai masih muda, belum pernah dilatih dan ditunggangi, harus bawa masuk kota, harus berhadapan dengan orang banyak yang tidak mengerti perasaan keledai kampung karena mereka bersorak sorai saat keledai ditunggangi Yesus. Bagi kita, aksi Yesus ini tergolong nekad untuk tidak mengatakan gila. Hal yang mengherankan kita justru pemiliknya mengizinkan keledainya pesiar bersama Yesus ke kota Yerusalem. Lebih mengherankan lagi keledai itu tidak merasa asing atau memberontak ketika dibawa dan dipisahkan dari induknya. Keledai itu begitu lugu, tenang, sopan, rela diambil, rela dipisahkan, ditunggang memasuki kota Yerusalem. Tanggal 26 Juni 2011 untuk pertama kalinya saya melintas di jalan minggu palma ini. Setelah melihat kubur nabi Daud kami berjalan dari bukit Sion ke Yerusalem dan harus berjalan turun melewati gereja ayam berkokok, gereja air mata, gereja taman Getzemani di lembah Kidron lalu naik menuju Tembok Ratapan dan masjid Yerusalem. Saat itu saya membayangkan seekor keledai muda dari kampung ditunggang Yesus yang disoraki ribuan manusia seperti yang diksahkan dalam teks tadi.

Kisah keledai muda dengan sederetan kualitasnya yang diplih Yesus dalam teks tadi sesungguhnya juga menjadi bahan permenungan bagi kita. Kalau Yesus memilih keledai muda itu artinya dia akan menjadi pelatih agar keledai itu tidak memberontak saat ditungangi dan saat masuk kota. Terbukti keledai muda itu menjalankan peran dan fungsinya membawa Yesus ke Yerusalem tanpa masalah. Itu artinya, meskipun baru, muda, belum pernah ditunggangi, keledai itu mengikuti, taat pada apa yang dikhendaki Yesus sebagai guru yang menjinakkannya. Sampai di sini kita juga disadarkan bahwa keledai itu memiliki kualifikasi diri yang unggul yang memungkinkan program Yesus itu berjalan sesuai dengan rencana. Sikap keledai yang lugu, tenang, membawa Yesus ke pusat hidup yaitu kenisah Yerusalem masa itu. Juga kita disadarkan bahwa ketika Yesus tiba di Yerusalem karena jasa seekor keledai yakinlah kita bahwa keledai itu memang sudah dilepaskan dari tambatan dan ikatan di kampung asalnya. Suatu model pelepasan dan pembebasan diri untuk dimanfaatkan bagi kepentingan yang lebih besar.

Pertanyaan paling pokok untuk kita adalah: mengapa keledai itu diizinkan diambil, dilepaskan dari ikatan dan tambatannya. Jawabannya hanya satu yaitu “TUHAN MEMERLUKANNYA”. Kisah injil membutktikan bahwa keledai itu telah memenuhi KEPERLUAN TUHAN dengan menjalankan fungsi dan peran yang Tuhan rencanakan.

Dalam terang kata-kata Tuhan ini kita juga percaya bahwa pendiri tarekat frater BHK bukan kebetulan kalau menggunakan rumusan yang sama berkaitan dengan para frater pengikut semangatnya. Sebagai perpanjangan tangan Tuhan yang merindukan keselamatan banyak orang sang pendiri juga melanjutkan kata-kata Tuhan. “Saya MEMERLUKAN” bukan Keledai tetapi pra FRATER, yang berstatus BIARWAN, dengan tugas sebagai GURU. Terus terang sebenarnya saya senang menggunakan teks lain untuk pertemuan ini tetapi ketika saya membaca kata-kata pendiri saya lalu menggantinya dengan teks Tadi. Kata MEMERLUKAN menjadi kata penting sekaligus menghubungkan apa yang dikatakan dalam injil dengan apa yang dirindukan sang pendiri.

Ketiga kalimat yang disampaikan sang pendiri itu memuat tiga kata kunci permenungan kita dan tentu saja kaya arti dan syarat makna. Mengapa? Karena ketiga atribut itu (Frater, Biarawan, Guru). Ketiga kata itu dipilih dan digunakan sebagai atribut yang membedakan dan memisahkan. Pemakaian ketiga kata itu sebagai atribut memberi ciri khas atau pembeda antara apa yang boleh dan tidak boleh, antara apa yang pantas dan tak pantas untuk seorang Frater, biarawan, dan guru. Status kita, tanpa kita sadari telah membenai kita karena ada keharusan yang melekat pada status itu. Ketika kita menyebut diri sebagai frater, biarawan, guru maka sejumlah norma akan diikutsertkan sebagai ciri pembeda. Ciri pembeda berdasarkan status itukemudian terjelma dalam pola perilaku. Dalil dan hukum sosiologis mengatakan bahwa jabatan dan status membuat orang tidak bebas. Mengapa karena setiap jabatan dan status ada keharusan dan kewajibannya. Contoh sederhana: Kalau cara bicara seorang frater tidak itu tidak berbeda dengan cara bicara seorang pemuda yang bukan frater maka di situ status frater tidak lagi memiliki unusr pembeda. Semakin spesisfik dan intens seseorang mengidupi apa yang dipilihnya semakin mudah orang mengafirmasi status orang itu. Maaf sebagai contoh saja: Kalau setiap hari frater Dam mengenakan jubah saat mengikuti misa maka orang yang bukan frater jelas mengakui bahwa dia itu frater karena salah satu identitas pembedanya ia tampakkan. Ketika di warung makan sebelum makan kita membuat tand asalib, maka orang yang bukan katolik yang melihat itu akah mengafirmasi atau menegaskan bahwa kita pasti orang katolik. Persoalan identitas dan unsur pembeda identitas itulah sesungguhnya yang mau dikatakan sang pendiri.

Tiga penggalan kalimat pendiri yang saya kutip tadi disertai dengan unsur yang merujuk pada kondisi dan kualitas tertentu. Kualifikasi itu melekat dan menyatu dengan atribut atau identitas. Identitas FRATER ditandai dengan kedalaman kayakinan akan pentingnya pendidikan. Itu artinya kalau keyakinan akan pentingnya pendidikan kaum muda melemah atau semakin dangkal maka identitas kefrateran itu dipertanyakan. Identias atau status biarawan harus diwarnai dengan kualitas diri yang rajin, unggul dalam kebijaksanaan dan kecakapan, beritikat murni dalam membaktikan diri. Jika kerajinan mengendor kebijaksanaan menipis dan pengabdian tidak total maka sama artinya kita tidak memenuhi harapan dan kerinduan sang pendiri. Atribut guru dikaitkan dengan kualitas interaksi dengan para murid dalam wujud kemampuan menanamkan kebenaran iman.



4. Frater, Biarawan, Guru itu Faktanya

Status Frater, Biarawan, Guru itu sudah menjadi fakta untuk kita. Itu artinya kita adalah orang-orang yang dimaksukan pendiri untuk mengemban misi tertentu (dalam hal ini berkaitan dengan pendidikan) dengan kualifikasi yang standar. Kalau tiga status itu menjadi miliki kita dan melekat pada diri setiap kita para frater maka kita mau tidak mau menyadari atau kalau perlu disadarkan bahwa seiap kita telah memenuhi kriteria standar minimal dalam ukuran sang pendiri. Faktanya kita sudah bergabung dalam persaudaraan frater BHK karena setiap kita telah melepaskan tambatan dan ikatan pada tempat asal dan kampung halaman kita. Karena itu nunasa kebersamaan harus diwarnai semangat pendiri sehingga yang dibicarakan ada wacana bersama dan bukannya wacana dari kampung ke kampung. Keledai yang ditunggang Yesus itu sampai di kota Yerusalem karena telah dilepaskan dari ikatannya di kampung asalnya. Ketika keledai itu dipakai Yesus, pusat perhatian banyak orang bukan lagi pada keledainya melainkan Yesusnya.

Nasib keledai tidak banyak dipersoalkan tetapi yang pasti dia telah melepaskan ikatannya dan berbangga sebagai spesies binantang yang selalu dipilih Yesus. Dalam konteks analogi kita juga telah diambil karena tarekat memerlukan kita, karena itu yang paling utama dan terutama bukan lagi soal diri kita tetapi soal dan misi tarekat. Yang sulit dan sering menjadi masalah dalam kehidupan komunitas religius seperti kita adalah mudah mengucapkan tekad untuk melepaskan tambatan dan ikatan dengan asal kita (kampung, keluarga, dll) tetapi tanpa kita sadari dalam cara berberda kita berlaku seperti laba-laba yang berusaha merajut benang halus yang pada akhirnya justru menjadi tali tambang yang mengikat kita kembali.

Sesungguhnya, jika kita hidup menurut apa yang dikehendaki sang pendiri maka kita akan lebih mudah untuk belajar pada cara sang keledai dalam menjalankan peran dan fungsinya dalam kualifikasi yang tidak diragukan. Keledai itu rela dilepaskan, berjalan jauh, tekun, setia, tabah dan tahan menahan beban karena ditunggangi tetapi dalam semangat yang tak pdam ia terus maju mengantar Tuhan ke tempatnya. Sebagai frater, biarawan, guru kita jelas menerima tugas dan tanggungjawab yang kadang-kadang kita melihatnya sebagai beban. Keledai itu tidak pernah berpikir membawa Yesus itu sebagai beban, Buktinya ia dengan sukses tanpa hambatan ia membawa Yesus ke Yerusalem.

Pendiri dan terekat memerlukan kita karena banyak Yesus muda zaman sekarang yang ketiadaan kendaraan untuk sampai ke pusat kota Yerusalem. Bagi sang pendiri masih banyak Yesus yang hadir dalam diri orang muda yang tidak berpendidikan yang harus diantar untuk menikmati sikacita berupa pengatahuan dan iman yang benar. Pertanyaannya apakah kita masih mau menjadi keledai bagi mereka? Lebih dari itu kalau kita mau menjadi keledai, kualitas apa ygar ang harus kita miliki bisa membawa orang pada kesuksesan?

5. Belajar pada Yesus sebagai Frater, Biarawan dan Guru

Jika kita melihat cara hidup Yesus kita boleh menyebut nya Frater, Biarawan dan Guru. Gelar frater dan biarawan memang tidak pernah dinyatakan di dalam kitab suci tetapi kehidupan para frater dan keberadaan biara zaman ini tidak bisa dilepaskan dari kehidupan dan misi Yesus. Memang banyak gelar yang diberikan kepada Yesus yang ada dalam kitab suci. Gelar guru untuk Yesus muncul justru ketika Ia memiliki pengikut yang kemudian disebut sebagai para murid. Karena yang ada dalam kita suci itu gelar guru baiklah dalam konteks acara ini kita perlu melihat sedikit tentang bagaimana Yesus sebagai guru itu.

Banyak buku atau artikel telah diterbitkan atau dipublikasikan berbicara tentang siapakah Yesus dan karya-Nya. Namun, disayangkan kebanyakan sarjana kurang memperhatikan atau telah mengabaikan potret Yesus sebagai guru.William Barclay menulis sebuah buku berisi empat puluh dua bab dengan masing-masing mengenai gelar Yesus dalam Perjanjian Baru, tetapi tidak satupun yang membahas Yesus sebagai guru (rabi). Demikian juga halnya Frank J. Matera dalam pembahasan tentang Kristologi telah mendaftarkan sejumlah identitas dan gelar Yesus, tetapi tidak memasukkan Yesus sebagai guru, apalagi membahasnya. Pengecualian mungkin R. H. Fuller dalam bukunya berjudul Dasar Kristolgi Perjanjian Baru (The Foundations of New Testament Christology) telah memasukkan Yesus sebagai rabi dalam pembahasannya. Namun, pembahasannya tentang Yesus sebagai rabi juga terlalu singkat hanya sekitar dua halaman penuh dari bukunya.

Gelar Yesus sebagai guru atau rabi berbda dari Rabi Yahudi. Perbdaan itu adalah (1) Ia bukan hanya seorang guru (manusia) seperti para rabi Yahudi, tetapi juga adalah Tuhan dan Mesias (2) Ia tidak pernah belajar pada seorang rabi yang lain seperti kebiasaan para rabi atau guru orang Yahudi pada zaman-Nya (3) Yesus mengajar dengan penuh otoritas dan keberanian. Yesus mengajarkan dengan penuh otoritas. Otoritas Yesus dalam pemberitaan dan pengajaran-Nya jelas terlihat dari instruksi-instruksi-Nya dengan satu pernyataan penekanan “Aku berkata kepadamu.” Bahkan dalam pengajaran-Nya, Yesus sering menunjuk kepada diri-Nya sebagai Anak Manusia, Mesias, Anak Allah. ( 4) Yesus mendapatkan murid-murid dalam satu cara yang sangat berbeda dengan para rabi Yahudi. Pada umumnya murid-murid Yahudi mencari guru-guru mereka, tetapi murid-murid Yesus bukan mencari Dia, melainkan Ia yang mencari dan memanggil mereka di tengah-tengah aktivitas-aktivitas mereka setiap hari (5) Yesus mengajarkan kepada bermacam-macam orang atau pendengar tanpa perbedaan (6) Yesus mengajar bukan hanya menyampaikan informasi, tetapi diikuti oleh contoh dan teladan-Nya (7) Hubungan di antara Yesus dan murid-murid-Nya juga bersifat permanen dan kekal.

Dari perbedaan itu kita bias merumuskan profil Yesus sebagai guru. Ada beberapa profil Yesus sebagai guru yang menarik yaitu:

1. Yesus menemui orang-orang di mana mereka berada dan dengan demikian memampukan mereka menjadi apa yang mereka ingnkan. Dengan tindakan ini, Ia dapat menemui berbagai jenis orang dan orang-orang ini dapat menerima Dia secara serius karena kasihd an kemurahan-Nya sebagaimana terlihat ketika Ia menolong kesulitan dalam pesta pernikahan, mempedulikan perempuan Samaria yang berdosa, menyembuhkan anak pegawai istana (4:46-54), memberi makan lima ribu orang, menyembuhkan orang-orang sakit, dan membangkitkan Lazarus.

2.Yesus seringkali menggunakan unsur-unsur alam sekitarnya, seperti air, angin, makanan, domba-domba, serigala, gembala, untuk menyampaikan dan mengajarkan kebenaran rohani tentang diri-Nya maupun tentang Bapa, supaya menarik perhatian para pendengar-Nya dan membuat mereka lebih dapat mengerti pesan yang ingin disampaikan-Nya. Dalam masing-masing contoh, apakah melalui perumpamaan, amsal-amsal, atau pelajaran-pelajaran dari alam, Yesus telah menggunakan realita-realita setiap hari untuk mengajak para pendengar-Nya untuk melihat hal-hal itu secara berbeda.

3. Yesus hidup sesuai dengan apa yang Ia ajarkan dan sampaikan. Tujuannya untuk membawa perubahan dan pembaharuan pada diri para pendengar-Nya. Yesus mengajar bukan hanya dengan kata-kata yang manis seperti rabi Yahudi, tetapi juga disertai oleh perbuatan-perbuatan-Nya yang sesuai dengan ajaran-Nya.

4. Yesus berpusat pada Allah sebagai sumber otoritas-Nya. Walaupun Ia adalah Anak Allah yang diutus oleh Bapa dengan penuh kuasa dan kehendak-Nya sendiri, Yesus selama di dunia tidak pernah mencari hormat dan kemuliaan bagi diri-Nya sendiri, melainkan senantiasa bergantung dan memuliakan Bapa dalam menyelesaikan tugas Bapa. Ketergantungan-Nya kepada Bapa dinyatakan oleh tindakan-Nya yang senantiasa bersekutu dan berkomunikasi dengan Bapa melalui doa-doa-Nya. Komunikasi-Nya dengan Bapa membuat Ia dapat senantiasa fokus pada tugas Bapa yang harus Ia laksanakan dan selesaikan.

Dalam mengajar sebagai guru Yesus menggunakan beberapa metode yaitu (1) menggunakan perumpamaan (2) menggunakan dialog-dialog dan tanya jawab yang memungkinkan terjadinya interaksi secara langsung; Yesus dapat memperkenankan diri-Nya dan karya-Nya; dapat mengetahui sejauh mana pengertian para pendengar-Nya (3) banyak menggunakan simbol atau metafor dalam menyampaikan kebenaran rohani menyangkut identitas dan karya misi-Nya sebagai Mesias, Anak Allah (4) Ia menggunakan wacana (discourse). Isi wacana Yesus baik berkaitan dengan penyataan diri-Nya tentang Bapa, identitas dan karya misi-Nya menyangkut keselamatan dan hidup kekal bagi orangorang yang percaya, kedatangan Roh Kudus, dan misi Yesus melalui murid-murid yang akan datang.

6. Penutup

Pada suatu hari Kamis Mulla Nasrudin berpakaian lengkap. Ia mengenakan topi, sorban, baju koko, dan kain sarung. Ia menunggang seekor keledai. Semua orang keluar dari rumah menyaksikan Nasrudin yang berpakaian lengkap menunggang keledai. Yang menggemparkan warga adaalah: nasrudin menunggang keledai dengan posisi muka ke kebelakang. Mengapa tuan menunggang keledai dengan wajah ke belakang? Tanya seorang yang berpasan dengan Nasrudin. Ya supaya saya bias melihat apa yang telah saya lalui. Apakah tuan ke tempat pesta? Apakah nanti tuan tidak tersesat? Tidak, keledai ini sudah tahu jalan dan kemana saya diantarnya? Apakah tuan hendak menghadiri pesta? Tidak, saya mau pergi Sholat Jumad di masjid, jawab Nasrudin. Apakah tuan lupa bahwa hari ini baru hari Kamis? Saya ingat hari ini hari Kamis, jawab Nasrudin. Lalu mengapa tuan berangkat hari Kamis? Apakah Anda tidak pernah berpikir bahwa keledaiku berjalan pelan. Syukur-syukur kalau hari Jumad saya tiba di Mesjid, jawab Nasrudin mengakhiri dialog itu.

Kita memperingati hari kematian pendiri berarti kita dipaksa untuk mengambil posisi ke belakang sambil berjalan ke depan untuk melihat kembali semua yang pernah dikatakan dan semua yang pernah dilakukan pendiri dan pendahulu kita. Identitas kita sudah jelas sebagai Frater, Biarawan, dan Guru dan setiap kita ingin member makna pada semua identitas itu.Yang diperlukan adalah rencana dan target kita. Kita tentu ingin menjadi keledai yang membawa Yesus sampai ke Yerusalem atau keledai yang membawa Nasrudin ke Masjid. Semoga harapan dan keinduan Bapak Pendiri terus berbuah dalam karya para Frater. Sekian dan terima kasih. Tuhan memberkati!



Claket Malang Jumat, 20/9/2013 pkl.13.00