Thursday, August 15, 2013

RENUNGAN MISA HUT KELAHIRAN

Renungan HUT ke-42 Frater Yohanes, BHK

Kamis Pekan Biasa ke-19 Thn.C1

Yos.3:7-10a,11,13-17; Mat.18,21-19:1

Komunitas Frater BHK Claket 21 Malang Kamis, 15-8-2013

Buka

Hari ini ada sesuatu yang lain karena lain dar hari yang lain. Kita merayakan misa khusus. Kalau hari Selasa lalu kita merayakan ekaristi sore hari karena peringatan 140 tahun berdirinya tarekat BHK, sore ini kita berkumpul untuk peringatan kelahiran seorang frater BHK yaitu Frater Yohanes. Bersama dia kita mensyukuri semua bentuk berkat dan karya Tuhan yang telah terjadi dan menjadi bagian dari pengalaman hidupnya; dalam suka maupun tantangan yang dialaminya. Kita bersyukur karena Tuhan masih menyatakan kasih setia-Nya kepada frater Yohanes dan tetap melihara dia sehingga kesehatannya terus membaik. Kita tentu terus memohonkan kebesaran kasih Tuhan menyertai dia dalam perjuangan dan karya selanjutnya untuk mengisi dan memaknai kehidupannya demi kebaikan sesama dan demi kemuliaan Tuhan. Seraya mensyukuri semuanya kita juga memohon agar sanak keluarga dilimpahi berkat dalam tugas dan karya mereka. Agar syukur dan doa kita berkenan kepada Tuhan kita akui kelamahan dan dosa-dosa kita



Renungan

Saya mendengar cerita bahwa saat misa perutusan Frater Hiro, muncul satu ungkapan yang selalu disinggung di kamar makan kumunitas Claket 21 ini “Persaudaraan semakain menipis”. Menipis karena ada yang akan pergi. Persudaraan tampaknya diukur dalam skala dan timbangan kedekatan secara fisik. Kalau sesama saudara kita pergi dan berada di tempat lain kita merasakan “Aroma Persaudaraan” bakal menipis bahkan terkesan hilang terhalang oleh jarak di antara kita. Pernyataan dan kenyataan seperti itu secara tidak langsung sebenarnya kita mengafirmasi, mengakui bahwa dalam kedekatan fisik, dalam berada bersama kita merasakan tebalnya nuansa persaudaraan itu. Kebersamaan kita sore ini, paling kurang meyakinkan kita bahwa kita tidak ingin nuansa persauraaan itu terus menipis tetapi justru harus dan mesti dipertebal dari hari ke hari dalam hiudp kita.

Tadi malam saat makan malam frater Agus sebagai menteri kesejahteraan komunitas Claket berkonsultasi kepada frater Vincent sebagai Presiden Komunitas Claket bersepakat untuk menjadikan hari ini lain dari hari yang lain. Perlainan itu berkaitan dengan peringatan Hari Ulang Tahun ke-42 Kelahiran Frater Yohanes. Suasana perlainan itu berlanjut dengan perubahan jadwal kegiatan komunitas mulai bangun, ibadat pagi, dan perayaan misa yang dilaksanakan sore hari ini. Kehadiran kita sore hari ini adalah bentuk fisik dari kerinduan kita untuk mempertebal nuasana persaudaraan kita. Memang, perlu kita sadari dan akui bersama bahwa jauh dekatnya jarak antara kita tidak dapat dijadikan sebagai barometer tebal tipisnya persaudaraan ini. Keterbatasan kita sebagai manusia kadang-kadang melahirkan anomali pada hukum jarak persaudaraan. Berada bersama tidak menjamin persaudaraan lebih tebal daripada kalau kita berada berjauhan. Begitu juga sebaliknya, berjauhan tidak bisa dijakan alasan untuk menipisnya persuadaraan itu. Persaudaraaan itu menurut saya bukan soal jarak tetapi terlebih pada persoalan sikap dan disposisi HATI kita terhadap sesama kita. Dan persoalan HATI itu bukanlah ranah yang mudah dilacak karena hanya kita sendiri yang bisa menentukan suasana HATI itu berhadapan dengan sesama.

Dalam nada dan nuansa persaudaraan seperti ini, baiklah kalau kita menggunakan momen peringatan HUT salah seorang saudara kita (frater Yohanes) untuk merenungkan kembali hakikat kehadiran, beradaan, dan kehidupan kita. Tanpa kita inginkan dan rencanakan kita telah berada dan hidup di dunia ini. Tuhan sudah merencanakan semuanya itu dan Tuhan juga sudah menyelenggarakan semuanya itu secara unik untuk setiap kita. Tuhan merencanakan kelahiran, kehadiran, dan kehidupan Frater Yohanes secara unik dengan segala situasi kondisi yang menyertainya. Kita yang lain juga demikian dengan situasi kita. Menghadapi semuanya kenyataan seperti ini kita tentu lahir, hadir, ada, hidup tidak sekadar mengisi salah satu pojok kecil semesta tetapi justru dalam rencana Tuhan kita lahir, hadir, ada, dan hidup untuk menggoreskan sesuatu yang patut dikenang pada salah satu pojok semesta ini. Menggoreskan sesuatu yang patut dikenang dalam knteks kehidupan kita sebagai orang terpanggil berarti mau menghadirkan aneka kebaikan dan kebajikan yang Tuhan tanamkan dalam diri dati setiap kita.

Mempertingati dan merayakan hari ulang tahun tentu saja membanggakan dan menggembirakan dan semua kita merindukan umur yang panjang. Kita merindukan umur yang panjang karena itu kita menyanyikan lagu pajang umum. Jarang sekali dalam perayaan ulang tahun orang merindukan kehidupan yan baik. Apa kehidupan yang baik yang semestinya menjadi kerinduan kita. Itu adalah persaudaraan, pengampunan, kerjasama, saling mendukung, saling memaafkan. Usia frater Yohanes dan juga usia setiap kita akan berjalan terus, maju terus, tidak bisa diundur seperti mengatur jam tangan kita. Kita semua menganggap kita terus maju tetapi dalam rencana Tuhan kita sesungguhnya tengah melintasi sebuah lingkaran yang pada akhir berujung pada titik awal kedatangan kita. Setiap kita menginginkan hidup bertambah ke atas dan maju tetapi pada saat yang sama Tuhan mengurangi dan mundur yang memungkinkan jarak antara kita dengan Tuhan semakin dekat. Hidup kita sessungguhnya adalah berjalan maju dalam lingkaran yang membawa kita kembali ke belakang.

Dalam kesadaran akan perjalanan hidup yang semakin mendekatkan kita kepada Tuhan yang merencanakan kelahiran, kehadiran, dan keberadaan kita tentu kita mendekati Tuhan dengan cara yang baik dan pantas. Tuhan menginginkan agar kita juga dituntun ke tanah Terjanji seperti Tuhan menuntun Israel ke tanahTerjanji. Tuhan telah memakai Musa menyeberangkan Israel di tengah laut Merah dan Tuhan yang sama Tuhan memakau Yosua untuk terus menyeberangkan Israel di tengah sungai Yordan menunju tanah Terjanji. Hidup kita ada dalam tuntutan Tuhan yang merencanakan kehadiran kita sama seperti ia menuntun bangsa terpilih sebagaimana digambarkan dalam penggalan kitab Yosua tadi.

Tuhan menuntun Israel bukan sebagai pribadi tetapi dalam satu kawanan, suatu bangsa yang besar. Kita juga dituntun Tuhan dalam kebersamaan dengan orang lain, dalam persaudaraan dengan sesama. Karena itu, jalan kita juga ditentukan dan dipengaruhi oleh proses interaksi kita dengan orang lain. Dalam proses intereaksi itu jelas terjadi pergesekan yang akan dirasakan sebagai beban utang kita terhadap sesama kita. Suatu kehidupan yang bernilai dan berarti dalam konteks Injil Matius hari ini adalah suatu kehidupan berpengampunan. Pesan injil amat terang dan jelas bagi kita. Tentu kisah injil dan pengalaman tokoh-tokohnya jangan menjadi kisah perjalanan hidup kita.

Hidup kita ada batasnya, perjalanan kita ada terminal perhentiannya. Kita tentu harus menyiapkan diri menuju batas dan perhentian itu. Setiap kali mendapatkan ucapan Hari Ulang Tahun, terbersit dalam diri kita sebuah makna usia. Hari demi hari waktu kita berlari tanpa henti, bahkan tanpa kompromi meninggalkan kita. Penyair Roma berkata, “tempus fugit” ( waktu berlari dengan cepatnya). Penulis Mazmur pun dengan tidak ragu-ragu menulis, “masa hidup kami tujuh puluh tahun dan jika kuat, delapan puluh tahun.. Setiap kali kita memperingati HUT, kita harus sadar bahwa umur kita berkurang satu tahun. Karena itu, kita hendaknya memaknai kata penulis Amerika Ralph Waldo Emerson (1803 – 1882):ini, “It is not the length of life, but the depth of life” hidup ini bukan persoalan berapa lama, tetapi berapa dalam. Kedalaman hidup itu terwujud ketika hidup kita memberi kontribusi bagi “dunia”. Kedalaman hidup harus membawa dan menjadikan seseorang itu sebagai orang yang bijaksana.

Persoalan menjadi bijaksana ini penting kita renungkan untuk masing-masing kita. Saya akhiri renungan ini dengan mengutip pandangan Lao Tze seorang pemikir dan tokoh spirtual, pendiri Taoisme, penulis buku Tao Te Ching (sekitar abad– 4 SM ). Lao Tze, ketika ditanya kapan dan bagaimana orang bisa menjadi bijaksanamenjawabnya demikian: pada umur 20 tahun seseorang itu baru belajar untuk bijaksana, pada umur 30 tahun seseorang itu baru tumbuh untuk bijaksana, pada umur 40 tahun seseorang itu baru merasa untuk bijaksana; pada umur 50 tahun seseorang itu baru mencoba untuk bijaksana; pada umur 60 tahun seseorang itu baru mulai bijaksana, dan pada umur 70 tahun seseorang itu baru menjadi bijaksana. Kita berada pada posisi yang mana?

Seraya memohonkan rakmat dan berkat Tuhan kita sampaikan kepada Saudara kita Frater Yohanes selamat memasuki Tahun Baru, “Vivat ad multos annos, ad summam senectutem” Semoga panjang umur dan mencapai usia tertua. Amin

Tuesday, August 13, 2013

RENUNGAN HUT KE-140 TAREKAT FRATER BHK

Renungan Misa HUT ke-140 Tarekat Frater BHK

Ef.1,3-6; Yoh.1,43-51

Komunitas Frater BHK Claket 21 Malang Selasa, 13-8-2013

Buka

Sore hari ini semua kita, para Frater BHK sebagai satu persekutuan orang terpanggil hadir dan berada bersama untuk membuat perhentian sejenak. Sebuah perhentian sejenak tetapi harus menjadi perhentian yang kaya arti dan sarat makna bagi kita. Merayakan Hari Ulang Tahun Tarekat menjadi momen perhentian untuk bersama-sama secara sinergis merajut kembali simpul-simpul kisah pejalanan tarekat untuk suatu masa depan yang lebih baik.Hari ini para frater BHK seluruh dunia merajut simpul ke-140 dengan harapan bahwa pada simpul-simpul itulah para frater mengendarai kendaraan bernama BHK itu secara aman. Tercatat 139 simpul dan anak tangga telah dibangun dan dilewati menjadikan tarekat frater BHK sudah berada di tempat yang tinggi. Suatu posisi yang membanggakan sekaligus posisi yang menanti aneka tantangan. Kita berdoa semoga oleh doa Pendiri, para pendahulu dan Bunda Maria kita terus maju membawa Kristus dalam karya pelayanan kita. Kita akui segala kealpaan kita..

Renungan

Kalau saat ini kita ditanya: mengapa kendaraan sepeda motor dan mobil selalu dilengkapi dengan kaca spion? Jawabannya karena mata manusia itu ada di depan dan manusia selalu berjalan ke depan dan mengarah ke depan. Manusia tidak perlu dilengkapi dengan kaca spion karena manusia berkemampuan untuk menoleh. Menoleh seperti kita ketahui berarti melihat ke belakang. Kendaraan tidak berkemampuan menoleh. Karena itulah, manusia melengkapi kendaraannya dengan kaca spion yang berfungsi melihat apa yang sudah dan sedang terjadi di belakang. Kalau kita menjawab bahwa kaca spion itu untuk membantu pengemudi melihat apa yang ada dan terjadi di belakang, itu artinya kita menjelaskan tujuan, fungsi, manfaat sebuah kaca spion. Jelaslah bagi kita bahwa sebuah kaca spion untuk sebuah kendaraan selalu dikaitkan dengan segala sesuatu yang ada dan terjadi di belakang. Karena itu, untuk seorang pengendara segala sesuatu yang berkaitan dengan persoalan di belakang dapat dipantau, dicermati, diamati, dimaknai, dan disikapi secara tepat dengan menggunakan jasa sebuah kaca spion.

Hari kita semua hadir dalam perayaan ekaristi yang sangat spesial. Mengapa? Karena kita menempatkan perayaan ini dalam kaitannya dengan sejarah perjalanan para Frater Bunda Hati Kudus. Segala hal dan kondisi yang dialami para frater saat ini tidak bisa dilepaspisahkan dari apa yang telah dimulai 140 tahun silam. Para frater tentu sangat paham dan mengetahui persis sejarah jatuh bangunnya tarekat ini. Saya memang tidak mengetahui banyak tentang sejarah tarekat BHK tetapi sejauh yang saya baca dari sumber yang terbatas saya menemukan bahwa tarekat ini lahir justru karena keprihatinan pendirinya Mgr.Andreas Ignatius Schaepman terhadap nasib banyak orang miskin terutama kaum muda yang tidak mendapatkan pendidikan yang layak. KEPRIHATINAN pendiri menjadi SIKAP dasar yang memicu rasa SIMPATI dan akhirnya melahirkan aksi EMPATI karena dorongan KASIH untuk mendidik kaum muda. Keprihatian, simpati, empati, dan kasih yang ditunjukkan pendiri adalah sikap dan pilihan yang disandartopangkan dan berpusat pada HATI. Saya kira Spiritualitas HATI yang menganimasi aneka peri tindak dan peri bahasa para frater BHK dalam menjalankan misi tarekat merujuk pada sikap dasar sang Fundator ini.

Jika kita berkilas sejenak ke awal kehaliran tarekat BHK ini maka tampak jelas bagi kita bahwa niat baik dan mulia sang pendiri tidak berjalan mulus. Ia berhadapan tarekat-tarekat yang sulit menangkap niat baiknya. Dalam keadaan seperti itu pendiri berusaha meminta nasihat uskup Swijsen yang telah membentuk tarekat religius Para Frater CMM di Tilburg. Tarekat CMM yang didirikan uskup Swijsen itu terinspirasi oleh keberhasilan Serikat Putri Kasih (PK) yang didirikan oleh St. Vincent de Paulo tahun 1633. Atas dorongan dan kerjasama pendiri dengan uskup Swijsen terbentuklah komunitas baru yang namanya BHK sambil berusaha merumuskan aturan hidup atau konstitusi. Saya kira konstitusi atau aturan hidup para frater BKH termasuk paling baik dan lengkap. Minimal kalau melihat sejarah terumuskannya kosntitusi itu. Yang saya ingat norma kehidupan frater BHK menginduk pada Tarekat Putri Kasih yang dibentuk Vincent de Paulo di Prancis, dikembangkan Tarekat Suster Perawat yang dibentuk Droste di Jerman, ditambahkan oleh tarekat Suster SCMM dan frater CMM yang didirikan Swijsen di Belanda, lalu terkahir disempurnakan untuk frater BHK oleh uskup Schaepman. Setelah aturan hidup disempurnakan, 13 Agustus 1873 atau 140 tahun lalu dimulailah proses formasi bagi Trio Perdana BHK yaitu Fr. Bonifacius, Fr. Gregorius dan Fr. Willibrordus di kota Utrecht. Peristiwa itu ditetapkan sebagai hari kelahiran Kongregasi Frater Bunda Hati Kudus. Cita-cita, niat baik dan usaha pendiri membuka hati sedemikian banyak orang untuk bergabung dalam kongregasi Frater BHK dalam rangka mewujudkan misi sang pendiri. Setelah berjuang jatuh bangun selama 50 tahun akhirnya 6 Maret 1923 keberadaan dan karyanya Kongregasi Frater BHK diakui secara publik. Pengakuan publik ini memungkinkan misi mulia pendiri membebaskan manusia dari kebodohan berkembang ke mana-mana dan berada di mana-mana termasuk ke Indonesia. Sebagai warga bangsa dan sebagai anggota tarekat BHK sudah sepantasnya kita bersyukur karena sejak 140 tahun lalu hingga saat ini Tuhan tidak henti-hentinya mengutus frater BHK menjadi ujung tombak pembentukan dan pencerdasan manusia.

Kalau saja kisah perjalanan, pergelutan dan pergulatan tarekat Frater BHK dianalogikan dengan perjalanan sebuah kendaraan maka kita tentu mau berjalan maju dan terus maju tetapi harus memperhatikan apa yang telah ada dan terjadi di belakang kita. Para frater kini ibaratnya sudah berada dan menjadi penumpang dalam sebuah kendaraan namanya kendaraan BHK. Kini kendaraan para frater BHK sudah meninggalkan 139 terminal perhentian dan sedang memasuki terminal ke 140. Setiap tahun yang dimaknai dan dilewati para frater telah mengabadikan pelbagai kisah yang memberikan kita gambaran tentang dinamika perjalanan kongregasi. Setiap tahun tarekat punya kisah, setiap tahun anggota tarekat punya cerita. Semuanya terjadi dan berlangsung dalam sebuah kendaraan yang namanya BHK. Pernik-pernik perjalanan tarekat yang mewarnai setiap terminal perhentiannya, entah keberhasilan-kegagalan, jatuh-bangun, maju-mundur, suka-duka hendaknya dilihat sebagai kepingan-kepingan kisah yang mengindahkan, menghiasi, dan mengaromai perjalanan para frater selanjut. Semua kepingan kisah itu ibaratnya kepingan kaca yang harus kita ubah menjadi sebuah kaca spion yang menjamin keamanan perjalanan kendaran tarekat yang bernama BHK ini.

Kalau hari ini kita diminta berjalan 140 tahun ke belakang tentu kita hanya bisa mengatakan bahwa 140 tahun silam jelas berbeda dengan situasi saat ini. Wajah BHK 140 silam jelas berbeda dengan wajah BHK saat ini. Meskipun wajahnya berbeda, tetapi tetap ada satu yang sama yaitu HATI kita yang terpanggil melakukan sesuatu yang baik demi kebaikan orang lain. Kalau 140 tahun telah kita jejaki dan lalui itu tanda dan buktinya sudah selama itu pula para pendahulu kita menyiapkan HATI mereka untuk orang lain. Karena itu masalah pokok yang menjadi bahan refleksi kita berkaitan dengan momen spesial hari ini adalah: bagaimana kita memaknai kehadiran dan keberadaan kita di tengah tuntutan zaman ini dalam spirit yang telah ditetapkan pendiri?

Menghayati dan menghidupi spirit pendiri frater BHK pada zaman ini tentu lebih kompleks dibandingkan dengan pengalaman para pendahulu kita. Kita tentu inginkan agar tarekat BHK sebagai kendaraan yang kita tumpangi ini bisa menghantar semua anggotanya sebagai penumpang ke tempat yang sesuai dengan harapan awal pendiri. Kita tentu tidak ingin terjebak dalam kemacetan di tengah hiruk pikuknya kehidupan masyarakat saat ini. Kita tentu ingin menghindari semuanya itu. Tidak ada cara lain selain kita menentukan jalur yang tepat yang memudahkan kita sampai ke tempat yang diidealkan pendiri kita. Kalau peri bertindak dan peri berbahasa kita telah berjalan di luar jalur, apalagi nekad memilih trotoar menjauhi jalur yang ditetapkan pendiri, maka kita harus segera mengatur posisi kaca spion tarekat agar kembali ke jalurnya. Selain, menentukan jalur yang tepat di tengah lalulintas zaman ini, kita juga diharapkan memperhatikan apa yang telah terjadi di belakang kita. Itu artinya, kita mau memberi makna pada hari spesial ini dan bertekad untuk terus maju dengan menggunakan cara pandang yang jelas, jernih. Dengan kata lain peringatan spesial ini menjadi saat kita menemukan kembali kaca-kaca spion yang baik dan jernih untuk melengkapi persaudaraan kita dalam tarekat. Kita diminta agar melengkapi perjalanan tarekat kita dengan kaca spion yang bukan saja selalu terpasang pada tempatnya tetapi lebih dari itu kita dituntut agar menggunakan kaca spion yang utuh, bersih,tidak terpecah belah.

Menemukan dan menggunakan kaca spion utuh, tidak terpecah belah, bersih bagi perjalanan tarekat berarti pula kita kembali memaknai panggilan hidup kita sebagai anugerah dan hadiah dari Tuhan. Kita dipanggil Tuhan, bukanlah kebetulan melainkan kebenaran karena bagi Tuhan tidak ada kebetulan. Tuhan betul-betul memanggil kita jauh melampau batas waktu. Sekali lagi, Tuhan memanggil setiap kita bukan kebetulan.Hanya satu kebertulannya yaitu kita kebetulan bergabung dalam tarekat BHK dari berbagai latar belakang kita. Kebetulan yang didasarkan pada Kebenaran bahwa Tuhan memanggil mengharuskan kita yang tergabung dalam persaudaraan ini membetul-betulkan semua ketetulan itu agar pada waktunya berubah menjadi kebenaran. Membetul-betulkan kebetulan untuk menjadi yang betul-betul yang saya maksudkan di sini berkaitan dengan model dan format formasi bagi para calon anggota. Pendalaman spiritualitas dan hal lainnya bagi para anggota tarekat pada dasarnya merupakan bentuk pembetulan agar pada waktunya setiap anggota menghayati panggilan itu sebagai kebenaran dan bukan lagi sebagai kebetulan. Mudah sekali sebenarnya kita mengetahui apakah kita berada dan hidup pada tingkat kebenaran atau tingkat kebetulan saja. Kalau ada sikap mau menang sendiri, tidak menerima pendapat orang lain, masa bodoh, apatis, rasa kebersamaan, persaudaraan mulai menipis bahkan tergerus dari kehidupan bersama maka itu semua menjadi indikator kehidupan masih pada tingkat kebetulan. Sebaliknya, kalau sikap saling menerima, saling memafkan, peka terhadap sesama, saling mendukung, persaudaraan diperkuat itu menjadi tanda kita berada pada tingkat kebenaran. Ingat, Tuhan memanggil kita bukan kebetulan tetapi kebenaran, tetapi Tuhan menempatkan kita secara kebetulan dalam tarekat BHK dengan tujuan kita menjadikannya sebagai kebenaran orang-orang terpanggil. Pendiri dan pendahulu para frater merindukan kebenaran itu yang dibawa dalam tugas dan pelayanan kita.

Konsep panggilan sebagai kebenaran dan bukan kebetulan ini dapat kita temukan dalam dua penggalan firman Tuhan yang secara spesial dipilih untuk perayaan hari ini. Paulus dalam suratnya kepada jemaat Efesus tadi memang secara singkat menggambarkan hakikat panggilan itu tetapi dalam teks yang singkat itu termuat lima elemen pokok untuk sebuah panggilan sebagai kebenaran. (1) Panggilan itu inisiatif Allah dan diarahkan kepada semua orang sebagai pemberian dan Berkat Rohani. Panggilan berkaitan dengan perkara jiwa berdimensi eskatologis. (2)Panggilan terjadi melampau batas waktu. Tuhan selalu memanggil dan hanya memanggil. Panggilan urusan Tuhan. Manusia hanya bisa menjawab dalam tuntunan Roh Tuhan. Karena itu tidak benar kalau orang mengatakan bahwa tidak ada panggilan, atau Tuhan tidak memanggil. Panggilan itu selalu ada yang tidak selalu ada adalah jawaban manusia karena ada banyak hal yang menutup telinga manusia. Kita semua orang terpanggil, dan kita sudah memberi jawaban dengan cara kita. Tinggal bagaimana kita memberi isi pada jawaban kita. (3) Panggilan kita diarahkan pada satu tujuan yaitu agar menjadi Kudus dan Tidak bercelah. Kehidupan yang kudus dan tidak bercelah adalah kehidupan yang selaras dengan panggilan. Santu Agustinus membahasakannya dengan ungkapan: Non Ideo vocati quia sancti, sed ideo sancti quia vocati. Kita dipanggil bukan karena kita kudus tetapi kita akan menjadi kudus karena dipanggil. Kekudusan bukanlah syarat panggilan tetapi panggilan menjadi syarat untuk kekudusan. Kita adalah orang terpanggil maka potensi menjadi orang kudus terbuka bagi kita sejauh kita memberi isi pada panggilan itu dengan hal yang baik.Bahwa kita berdosa itu tidak disangkal tetapi seperti kata Agustinus: kalau manusia sering menulis bengkok di atas garis yang lurus, Tuhan justru bisa menulis lurus di atas garis bengkok.(4) Kekudusan orang terpanggil itu terpelihara dalam dan karena kekuatan Kasih. Kasih Allah melampaui kedosaan manusia. Kita telah dipilih dalam kondisi kita karena Allah yang adalah Kasih telah menyatakan Kasih itu kepada kita demi kekudusan kita. (5) Kasih Tuhan itu tersalurkan melalui Kristus sesuai dengan kebutuhan manusia. Kita dipanggil karena kasih untuk mengasihi dan Yesus telah memberikan contoh mengasihi secara sempurna.

Injil Yohanes menampilkan dinamika keterpanggilan para murid untuk mengikuti Yesus. Yesus bertemu Filipus dan dalam nada perintah, imperatif Yesus berkata Ikutilah Aku. Itu artinya Yesus sedang berjalan di depan dan memanggil Filipus untuk mengikuti Dia. Perjumpaan Filipus dengan Yesus itu ternyata menyadarkan Filipus akan apa yang pernah dikatakan Musa dalam kitab Taurat. Peristiwa Filipus perjumpaan berefek domino karena Filipus menceritakannya kepada Natanael atau dalam kalangan para rasul disebut Bartolomeus. Informasi tentang Yesus diteruskan kepada Natanael dengan dasar yang jelas yaitu hukum Taurat. Respon Natanael terhadap kisah Filipus umumnya orang menilai negatif sebagai bentuk keraguan. Tetapi sesungguhnya pertanyaan Natalel: ”Mungkinkan sesuatu yang baik datang dari Nazareth?” mau menegaskan bahwa di tengah situasi kehidupan orang Nazareth yang kacau balau orang merindukan datangnya orang baik. Berita yang disampaikan Filipus tentang Yesus kepadanya merupakan berita gembira yang mengejutkan Natanael. Rumusan negatif Natanael merupakan gaya bahasa yang mau menegaskan ternyata ditengah kebobrokan moral orang Nazareth muncul orang baik seperti yang diramalkan dalam kitab Taurat. Itulah sebabnya Yesus dengan tegas mengajak orang sekitar Yesus untuk menjadikan Natanael sebagai contoh. “Lihat inilah orang Israel Sejati, tidak ada kepalsuan di dalamnya” .Saat Yesus berkata bahwa Natanael itu orang Israel sejati (Yunani= alethos), secara harfiah berarti “sungguh-sungguh, benar-benar”. Dari sini jelas bagi nkita bahwa yang diinginkan Yesus adalah orang-orang yang hidup tanpa kepalsuan (Yunani= dolos), jujur, tanpa tipu muslihat.

Panggilan kekristenan sejati (alethos) tanpa kepalsuan (dolos) berarti panggilan tanpa agenda lain selian mempermuliakan Tuhan. Orang Kristen yang sejati, hidup tanpa kepalsuan dijanjikan Tuhan akan melihat hal-hal yang besar, bukan hal-hal duniawi melainkan melihat kemuliaan surga yang dipersiapkan-Nya bagi orang jujur tanpa kepalsuan.

Apa yang menarik dari kisah injil ini untuk konteks perayaan 140 tarekat BHK ini? Dari injil ini kita disadarkan bahwa Tuhan memanggil manusia dengan dua cara yaitu secara langsung dan melalui orang lain. Filipus dipanggil secara langsung untuk mengiktui Yesus sedangkan Natanael dipanggil melalui Filipus. Mengapa Natanael yakin akan ajakan Filipus? Karena Filipus memberikan informasi dengan dukungan data dalam hal ini teks kitab suci.

Para frater BHK juga mengenal Yesus yang memanggil dalam diri seorang Filipus yang terjelma dalam diri seorang pendiri. Hati sang uskup pendiri tergerak untuk mengikuti Tuhan dan gerakan hati itu ia teruskan kepada para frater yang tergabung dalam persaudaraan frater BHK. Para frater BHK saat ini adalah Natanael-Natanael baru yang juga ingin mengikuti Tuhan dalam kesatuan dan kesamaan spirit sang pendiri. Uskup pendiri dan kemudian diperluas lagi para pemimpin, formatores dalam tarekat BHK telah memperkenalkan Yesus itu secara sangat memadai seperti Filipus memperkanlan Yesus kepada Natanael karena itu tidak ada alasan lagi bagi kita untuk mengenal, mengikuti, mencintai Yesus setengah-setengah apalagi mengikutinya dalam kepalsuan.

Kita tentu ingin mendengarkan apa yang Yesus katakan untuk Natanael “Lihat, inilah orang Israel Sejati, tidak ada kepalsuan di dalamnya” dikatakan juga kepada setiap frater. Misalnya saja: kepada

• Fr Ray: “Lihat, inilah orang Turubean Sejati, tidak ada kepalsuan di dalamnya”

• Fr Vincen “Lihat, inilah orang Leworok Sejati, tidak ada kepalsuan di dalamnya”

• Fr.Iren “Lihat, inilah orang Riung Sejati, tidak ada kepalsuan di dalamnya”

• Fr. Hery “Lihat, inilah orang Raman Sejati, tidak ada kepalsuan di dalamnya”

• Fr Yasintus “Lihat, inilah orang Oetule Sejati, tidak ada kepalsuan di dalamnya”

• Fr Patris “Lihat, inilah orang Jawang Sejati, tidak ada kepalsuan di dalamnya”

• Fr Agus “Lihat, inilah orang Wolokota Sejati, tidak ada kepalsuan di dalamnya” dst.



Kalau semuanya menjadi orang sejati maka betapa berbahagiannya sang pendiri Tarekat dan betapa berartinya perayaan kita hari ini. Akhirnya saya mengajak kita semua untuk memaknai kalimat-kalimat akhir ini: Kalau menjelang pesta 140 sebagian tembok dinding dan lantai biara Claket 21 direnovasi maka hendaknya bangunan panggilan kita juga terus direnovasi. Kalau saat HUT 140 tahun kita bersemangat menikmati menu makanan bergizi untuk memperbaiki trombosit tubuh fisik kita maka hendaknya juga kita terus memberi asupan trombosit pada jiwa kita dengan spirit sang pendiri. Dengan kata lain mari kita tempatkan kaca spion yang utuh dan bersih pada kendaraan BHK agar terus melaju dengan pasti ke tujuannya. Proficiat, Bunda Hati Kudus Bunda kita yang Setia, selamat berulang Tahun, Ad Multos Annos!

Thursday, August 8, 2013

MINGGU BIASA KE-31 TAHUN A

Minggu Biasa ke 31 Tahun A.1

Minggu 30 Oktober 2011

Mal.1,4b 2,2b.8 10 1Tes.2,7b 9.13; Mat.23,1 12

Stasi Rende, Paroki Kisol

Buka :

Hari ini kita memasuki Minggu biasa ke-31 sekaligus kita ingin menutup bulan dovosi kita kepada Maria. Kita rupanya belum bisa menemukan kata yang pas untuk menggantikan kata menutup ini. Meskipun demikian tentu bukan maksudnya kita menghentikan devosi dan doa pribadi kita kepada Bunda Maria. Bagaimanapun Maria tetap menjadi tokoh anutan kita karena dia seorang manausia yang dipilih untuk melakukan rencana Allah. Dia orang sederhana dari kampung Nasareth dan tanggal 28 Juni lalu saya sudah sampai di tempat itu. Sebelum tiba di Nazareth tanggal 23 Juni saya mampir di Kairo Mesir dan pergi berdoa di tempat persembunyian keluarga kudus di Mesir ketika dikejar Herodes. Sejarah hidup Maria mulai dari Nazareth sampai di Mesir dan kembali ke Israel merupakan kisah pelaksanaan rencana Allah. Maria telah memberikan diri dan hidupnya bagi kehendak Tuhan dan demi umat manusia. Karena itu, meskipun secara umum devosi ini berakhir dengan berakhirnya bulan Oktober tetapi ketergantungan kita pada Maria akan tetap terjadi sepanjang hidup kita.

Dalam konteks itulah, firman Tuhan yang diperdengarkan untuk kita hari ini pada intinya mengajak kita semua untuk menjadi pelaku firman. Kita berdoa semoga kita tidak menjadi batu sandungan bagi orang lain karena cara hidup kita tidak pantas jadi anutan. Kita diajak untuk meneladani Maria, Santu Paulus dan Yesus sendiri yang menyerahkan diri dalam kesederhanaan hidup mereka untuk deunia dan manusia. Semoga mentalitas orang farisi dan ahli taurat yang dikecam Yesus tidak menjangkiti pola dan peri lakukehidupan kita. Agar perayaan ini sungguh menjamin keselamatan jiwa kita, baiklah kita berpanas diri di hadapan Tuhan dan sesama dengan mengakui kelemahan dan kealpaan kita. Sekian sering kata-kata kita ringan tetapi tangan kita berat untuk melakukan apa yang kita kata..

Renungan :

James Londo, seorang turis a¬sal Inggris, tiba di salah satu kota propinsi di Indonesia. Ketika James turun di terminal kota ia membuka buku panduan wisatanya untuk melihat lokasi salah satu museum bersejarah di kota itu. Dalam buku panduan itu James membaca nama salah satu museum. Museum itu disebutkan saja namanya Museum Caritas. James belum fasih berbahasa Indonesia. Di terminal itu kebetulan ia bertemu dengan seorang Bapak namanya (AK) Andreas Kiri yang baru saja kembali dari kantornya. Turis itu mencoba mendekati Bapak Andreas Kiri untuk menanyakan letak dan rute menuju Museum Caritas. Dengan semangatnya Bapak Andreas Kiri itu memberikan petunjuk kepada James. Bapak Andreas Kiri itu berkata kepada James : Sebentar Mister jalan dari sini lurus terus. Sesudah itu belok kanan maka akan melihat sebuah bengkel kayu. Ambillah jalur sebelah kanan lalu belok ke utara berjalanlah kira kira 25 meter maka Mister akan berhadapan dengan sebuah warung makan. Ambillah jalur utara lalu ke kanan lurus terus maka Mister akan sampai di Museum Caritas. Setelah menden¬gar penjelasan itu James coba berjalan dan sebelum tiba di bengkel kayu ia sudah terse¬sat. Setelah hampir setengah jam ia berjuang tetapi gagal. James bingung lalu ia coba kembali ke terminal. Di sana ia bertemu dengan seorang penjual mangga namanya Bernadus Campe. James bertanya kepada Bernadus Campe tentang jalan ke Museum Caritas. Penjual mangga itu tanpa berkata-kata langsung bangun dan berjalan sambil memberikan isyarat agar turis itu segera mengikuti dia. Dia tidak berani berkata kata karena ia tidak tahu bahasa Inggris. Setelah kurang lebih 10 menit mereka berjalan tibalah mereka di Museum yang dicari itu. Turis itu sangat senang dan memberikan sejumlah besar uang kepada penjual mangga yang mengantarkannya.

Saya yakin kita semua lebih senang dan berpihak kepada Bapak Bernadus Campe dengan caranya si penjual mangga membantu James daripada petunjuk yang panjang dari Bapak yang pertama tadi. Petunjuk yang panjang dan tidak jelas ternyata menyesatkan. Lain halnya orang langsung berjalan menunjukkan jalan. Bertindak langsung itu lebih penting daripada rumusan teori yang panjang. Berjalan di depan untuk menunjukkan arah yang benar itu lebih penting dan lebih berguna daripada memberikan petunjuk dari tempat yang jauh. Praktik ternyata lebih kuat pengaruhnya dibandingkan dengan teori. Orang yang pintar kadang-kadang tidak memiliki keterampilan yang praktis. Orang yang sederhana justru seba¬liknya ia penuh dengan pelbagai tindakan yang praktis. Saat membuat kemah persiapan tahbisan di salah satu kampung, seorang insinyur bangunan yang pintar hadir. Ketika dua tiang pada ujung kemah dipancangkan ternyata perlu beberapa tiang lagi di tengah untuk menyanggah beban. Sang insinyur yang memilki banyak pengetahuan tentang dunia ukur mengukur tiang meminta seorang mengambil gulungan meteran untuk mengukur tinggi tiang penyangga di tengah itu. Di luar dugaan seorang bapak yang biasa buat kemah langsung membalikkan arah kayu yang akan dijadikan tiang itu secara terbalik lalu menentukan batas yang harus dipotong. Dalam waktu singkat tanpa meteran tiang itu diukur sangat pas. Dia praktis saja. Danpersisi itulah yang dibuat si penjual mangga tadi. Lalu mungkin kita tiba pada pertanyaan ini : Apa hubungannya cerita tadi dengan Firman Tuhan yang kita dengan dalam bacaan bacaan hari ini?

Kalau kita coba menangkap dengan teliti apa yang disampaikan lewat ketiga bacaan tadi, maka kita berhadapan dengan satu hal yang sama yaitu munculnya dua model manusia yaitu manusia yang mengandalkan teori semata mata dengan manusia yang lebih mengandalkan per¬buatan yang konkret dan nyata.

Dalam bacaan pertama tadi kita mendengar Nubuat Nabi Malaeakhi tentang penyelewengan yang dilakukan oleh orang yang dipercayakan Tuhan untuk membawakan berkat kepada umat. Maleakhi menampilkan gaya kepemimpinan para otoritas rohani masa itu yang bukannya mem-berikan contoh hidup yang nyata melainkan mengajarkan umat hanya dengan rumusan dan teori semata. Para pemimpin masa itu hanya berbuat seperti yang dibuat bapak yang mem¬beri petunjuk pada James dalam serita tadi tanpa ia sendiri menunjukkan jalan. Hasilnya jelas bukannya membantu orang asing tetapi sebaliknya membuat orang itu semakin tersesat. Sikap hidup yang hanya mengandalkan petunjuk itu meluas pada masa kehidupan Maleakhi. Orang bertindak sesukanya karena orang terpaku pada petunjuk dari atas dan mengikuti apa yang dikatakan dari atas. Dan kehidupan model seperti itulah yang dikecam dalam bacaan pertama tadi.

Memberikan contoh dan petunjuk yang jelas itu secara sangat menarik diungkapkan Paulus dalam bacaan kedua hari ini. Kepada Jemaat di Tesalonika Paulus meminta agar menerima pewartaan Nya tentang Kristus dan haruslah menjadi manusia bertindak praktis dan konkret. Bukan berteori yang serba abstrak. Bukan hanya mendengar petunjuk dari atas yang terkadang menyesatkan. Paulus berkata bahwa dia sendiri telah memberikan contoh yang tepat. Dia berkata : Aku bukan cuma menyerahkan Injil Allah kepadamu melainkan diriku sendiri. Paulus bertindak praktis dan taktis dalam pewartaanya dengan bersikap ramah dan penuh kasih sayang. Paulus mengajak umat Kristen di Tesalonika untuk mengikuti teladan Paulus yang berkarya secara praktis mewartakan Kristus. Paulus sendiri terlebih dahulu melakukan apa yang dia wartakan tentang Kristus. Apa yang dikatakan Paulus dan apa yang dikatakan dalam injil sebenarnya menampilkan dua pola yang berbeda. Injil menampilkan cara dan pola kehidupan para pemuka agama Yahudi dalam diri orang orang Farisi. Orang Farisi dan para ahli Taurat sebagai wujud otoritas yang paling berwibawa dan penentu kebijakan dikecam habis habisan oleh Yesus. Semua orang masa itu harus taat pada kebijakan yang dibuat ahli Taurat dan kaum Farisi. Yesus mengimbau agar orang jangan berlaku taat atau berlaku bodoh dalam mengikuti perbuatan orang Farisi dan ahli Taurat itu. Yesus dengan tegas mengata-kan: Janganlah kamu mengikuti perbuatan mereka karena mereka hanya menga¬jarkan tetapi tidak mereka lakukan. Mereka hanya tahu berteori tetapi sulit untuk mem¬praktikkannya. Mereka mengajarkan belas kasih namun praktiknya mereka menjadikan sesama sebagai kuda beban. Apa yang dibuat orang Farisi itu cumalah iklan yang mau menarik perhatian orang. Mereka menjadikan diri mereka sebagai iklan di tempat pesta dan di tempat yang ramai dikunjungi orang. Kehidupan orang Farisi itu telah terbagi. Diri mereka terpecah oleh kemabukan akan kuasa dan gila hormat.

Pola dan gaya hidup orang Farisi; ahli Taurat belum hilang dari kehidupan manusia zaman kita ini. Pada zaman kita ini masih banyak manusia yang merebut kuasa dan jabatan mengorbankan orang lain. Orang merebut kursi jabatan lantas rakyat kecil dijadikan barang taru¬han. Ketika orang menjadikan dirinya lebih penting, lebih berkuasa saat itulah semangat hidup orang Farisi muncul. Ketika yang berkuasa memainkan kuasanya dengan segala petunjuknya untuk ditaati orang sederhana dan bodoh, saat itulah benih ke munafikan lahir kembali. Ketika banyak orang sederhana harus didikte untuk selalu menyatakan setuju mesti hatinya berbisik lain, saat itulah kemunafikan itu hadir. Di saat orang kecil di paksa untuk taat dan harus selalu ikut petunjuk dari atas dan hanya ikut petunjuk saat itulah kemuna¬fikan tampil untuk kita. Kecaman Yesus dalam Injil hari ini masih berlaku untuk manusia zaman kita. Di zaman ini kita masih bertemu dengan manusia yang mau dan berambisi untuk menjadi orang yang terdepan, terpenting, terhormat. Orang seperti itu umumnya merasa diri hebat. Measa diri sebagai penentu segalanya sekaligus perumus segala teori yang harus dijalankan dan ditaati orang lain. Mereka sendiri tak perlu mempraktikkannya. Orang Farisi merumuskan kecaman anti korupsi dan kolusi tetapi mereka sendiri sangat bersemangat memeras para janda dan yatim piatu. Mereka merumuskan masalah keadilan dan kejujuran untuk orang kecil sementara mereka sendiri mengumpulkan seban¬yak banyaknya lewat permainan kotor yang diatur sekian supaya orang harus mengakui semuanya halal. Mereka merumuskan soal keju¬juran hati nurani tetapi mereka sendiri main suap sana sini.

Singkatnya orang Farisi itu perumus teori untuk orang lain bukan untuk diri mereka sendiri. Kehidupan orang Farisi sama seperti bapak yang menyesatkan si James dalam cerita awal tadi. Ia hidup hanaya mampu memberi petun¬juk untuk orang lain bukan untuk dirinya sendiri. Lain halnya dengan orang sederhana penjual mangga. Ia tak berkata banyak, ia tak kenal teori tetapi ia lebih banyak berbuat dan ia berhasil membawa orang pada tempat yang dituju.

Masih banyak orang seperti James yang terse¬sat dan mencari jalan dalam kehidupan kita ini. Mereka itu adalah manusia yang menghada¬pi tantangan dalam kehidupan. James itu adalah teman kita yang mengalami kesulitan dalam belajar, dalam pergaulan. James itu adalah anak anak yang membutuhkan perhatian orang tua, James adalah para pelajar yang menuntut ilmu dan lain lain. Pertanyaan untuk kita : Beranikah kita, Anda dan saya, bertindak sebagai penunjuk jalan baik bagi orang lain maupun bagi diri kita sendiri? Kita boleh berteori bahwa bersih itu indah, tetapi kalau kelas-kelas kita kotor seperti kandang babi itu artinya kita menjadi orang munafik. Kita boleh berteori bahwa tertib waktu, disiplin waktu itu penting, tetapi kalau kita tidak dapat menggunakan waktu dengan baik, maka kita sama dengan orang farisi. Kita boleh berteori bahwa kejujuran itu adalah kebajikan tetapi kalau kita masih bersemangat menyontek saat ulangan atau ujian, kita sama dengan orang munafik. Kita boleh berteori bahwa kerapian itu baik tetapi kalau kita masih tampil ndehel alias kemomos itu artinya kita masih bersemangat orang farisi. Kita dituntut untuk menyelaraskan antara apa yang kita katakan dengan apa yang kita lakukan. Kita dituntut untuk menyelaraskan antara apa yang kita tahu secara teoretis dengan apa yang kita lakukan secara praktis. Kata-kata kita mungkin baik dan menyenangkan tetapi contoh hidup kita tentu akan menggerakan dan menggugah. Mari kita dahulu aksi dan tindakan sebelum kita berkata dan berteori. Semoga.

Wednesday, August 7, 2013

MINGGU PENTAKOSTA TAHUN A

HARI RAYA PENTEKOSTA

Kis 2:1 11;1Kor 12:3 13; Yoh 20:19 23

Gereja Paroki Borong



Buka

Merenungkan hidup kita sebagai orang kristiani, yang mendasarkan iman kepada Yesus Kristus, oleh Santo Paulus kita diajak merenungkan daya kekuatan, yang memungkinkan kita dapat beriman dan mengakui bahwa Yesus itu adalah Tuhan (1Kor 12:3). Daya kekuatan itu ialah Roh Kudus, Roh Allah sendiri. Roh Kudus itu dianugerahkan kepada para rasul, kepada Gereja dan kepada kita berkat jasa Yesus Kristus. Roh Kudus adalah daya kekuatan hidup ilahi, kebatinan Allah sendiri, yaitu cinta. Roh Kudus adalah Roh Cinta.

Cinta ilahi yang merupakan kebatinan Allah dianugerahkan menjadi kebatinan kita. Dengan begitu, kita dikembalikan menjadi peserta hidup ilahi secara penuh. Dengan kata lain kita dijadikan sebagai anak-anak Allah. Dengan karunia Roh Kudus, kita diajak untuk hidup dalam persatuan dan persaudaraan yang mengatasi perbedaan-perbedaan yang ada dalam hidup kita. Oleh kuasa daya kekuatan Roh Kudus, kita diajak untuk menemukan dan menghayati perbedaan tugas sebagai pelayanan demi terwujudnya hidup cinta persekutuan dan persaudaraan.; juga kita diberi kemampuan untuk meretas perbedaan-perbedaan sosial, ekonomi, etnik, posisi, serta kepribadian yang cenderung memecah belah, menjadi sarana untuk membangun hidup persaudaraan. Kita memohon agar Roh Kudus itu membantu kita dalam penghayatan hidup kita secara baik dan benar di hadapan sesama dan di hadapan Tuhan. Kita akui segala salah dan dosa kita.



Renungan

Saya mengawali renungan ini dengan satu cerita. Gunawan Mohamad pada kolom Catatan Pinggir di Majalah Tempo pernah menulis kolom dengan judul Tertawa. Kolom itu pada intinya mengulas tentang pentingnya tertawa bagi manusia yang lagi disibukkan dan tengah dibebani aneka isu politik Ada bebarapa contoh cerita yang diangkat dalam kolom itu dengan harapan orang bisa tertawa. Salah satunya tentang seorang calon Bupati di kabupaten Anu. Suatu kesempat berkampanye calon bupati bersama tim suksesnya berjuang merebut simpati dari sekelompok warga kampung yang masih terisolasi dan jarang dikunjungi para pejabat pemerintah. Karena kampung yang dikunjungi itu masih tergolong primitif dan daerah tertinggal, warganya banyak yang tidak bisa berbahasa Indonesia. Dalam berkomunikasi mereka hanya mengandalkan bahasa setempat, bahasa mereka sendiri. Saat calon Bupati berkampanye mereka semua diundang. Berkatalah calon Bupati itu: Saudara-saudara sekalian. Kalau Saudara-saudara semua mendukung dan memilih saya untuk menjadi bupatimu, maka bulan pertama saya akan membuka jalan raya ke tempat ini. Semua warga kampung itu diam karena tidak mengerti bahasa Indonesia. Seorang pemuda yang kebetulan pernah bersekolah dan mengerti, langsung berteriak dalam bahasa daerah mereka : Hoya. Mendengar itu semua warga berteriak Hoya, Hoya, Hoya. Mendenrgar terikan itu, si calon bupati berkata lebih lantang lagi: Kalau saya menjadi bupati maka semua warga tidak perlu membayar pajak dan bisa menyekolahkan anaknya secara gratis. Warga kembali berteriak lebih keras: Hoya, Hoya, Hoya. Pidato selesai dan calon Bupati ingin meninjau kawasan rumah yang kumuh di kampung itu. Di jalan bebatuan pemuda yang bisa berbahasa Indonesia tadi mengingatkan si calon bupati agar berjalan hati-hati karena di kampung itu di mana-mana ada hoya karena di sana belum ada kakus. Apa itu hoya? Tanya calon Bupati. Hoya, itu adalah bahasa kami yang sama artinya kotoran manusia alias tai, jawab si pemuda. Si calon bupati bingung karena selama ia berpidato banyak yang berteriak hoya yang dikiranya berarti teriakan mendukungnya. Itu cerita.

Masalah apa sebenarnya yang terungkap dari kisah si calon bupati tadi? Malasah pokoknya adalah soal bahasa dan cara berbahasa. Semua kita sepakat bahwa bahasa adalah sarana komunikasi antarmanusia yang memungkinkan terjadinya pertukaran informasi dan pemahaman akan suatu hal. Orang yang tahu, mengerti, dan memahami banyak bahasa akan lebih mudah berkomunikasi dengan siapa saja. Berkomunikasi dan berbahasa adalah proses mempertukarkan pemahaman akan suatu hal. Pemahaman yang sama akan satu memungkinkan terjadinya komunikasi antar manusia. Bahasalah yang membedakan manusia dari makhluk lainnya. Bahasa merupakan dasar bagi manusia untuk memahami segala hal. Bahasa merupakan kelengkapan kodrat kemanusiaan kita. Konsekuensinya, dalam bahasa manusia harus dapat berbahasa secara baik dan secara benar. Mengapa? Karena bahasa bisa mengantar kita ke dua tempat yang berbeda yaitu ke surga atau ke neraka. Surga dan neraka itu, kata orang, ada dalam hati dan pikiran manusia tetapi dinyatakan dalam tindakan berbahasa, dalam kata-kata.

Hari ini kita merayakan Pentakosta, peristiwa turunnya Roh Kudus yang dengan pelbagai karunia, daya kekuatannya mengubah serta menggerakkan kita untuk berbahasa secara baik dan benar dalam konteks kehidupan kita sebagai orang yang menerima Kristus. Lukas melalui Kisah para rasul dalam bacaam pertama secara jelas mengungkapan bagaimana Roh Kudus menjelma dalam kekuatan bahasa yang luar biasa. Daya ubah yang digerakkan Roh kudus itu telah menguasai, merasapi hati dan perasaan sekelompok masa yang berasal dari pelbagai tempat, suku dan bahasa. Daya kekuatan Roh Kudus telah membuat lidah para rasul semakin fasih mewartakan kebenaran tentang Kristus yang telah bangkit dan telah naik ke surga. Para rasul bukannya berkampanye merebut posisi dan jabatan politik seperti calon bupati dalam cerita awal tadi. Kekuatan daya kejut karya Roh itu melahirkan pertanyaan besar dalam diri lautan masa. Dalam nada heran lautan masa bertanya: “Bagaimana mungkin kita masing-masing mendengar mereka berkata-kata dalam bahasa kita sendiri, yaitu bahasa yang kita pakai di negeri asal kita”. Kekuatan Roh Kudus telah mempersatuan pengertian dan pemahaman mereka untuk menerima kebenaran yang diwartakan para murid.

Mengapa Pembicaraan, penyampaian, pewartaan para rasul dimengerti oleh semua pendengar dari pelbagai suku, bangsa dan bahasa? Jawabannya tidak lain karena yang diwartakan itu memang yang benar. Para rasul bukan mewartakan kepalsuan dan kebohongan. Para rasul tidak berbicara atau berkampanye merebut simpati demi kuasa dan jabtan. Mereka berbicara tentang satu hal yaitu kebenaran karya Allah. Bahasa para rasul adalah bahasa universal dan materi pewartaan mereka juga materi universal. Semua orang , semua kita mengharapkan segala hal yang benar atau mencari kebenaran. Kebenaran yang dicari harus dibahasakan dalam bahasa universal yaitu cinta yang menjadi dasar hidup yang damai dan sentosa.

Sebagai anak-anak Allah, karena memiliki Roh yang sama dan satu, kita memiliki hidup yang sama dan satu yaitu CINTA. Itulah landasan persekutuan hidup yang menjadikan kita satu sama lain. Oleh karena itu dengan turunnya Roh Kudus, kita dibawa masuk ke dalam “permainan bahasa CINTA ALLAH”, untuk membangun dan memelihara persatuan: dengan Allah dan sesama. Bahasa dalam konteks injil disebut Sabda atau Firman. Dan Firman yang menjadi manusia dalam diri Yesus Kristus merupakan tindakan Allah menyucikan bahasa kita manusia. Ketika Sabda atau Firman menjelma menjadi manusia maka saat itulah bahasa manusia hanya memiliki dua kekuatan yakni: bahasa yang tertebus dan bahasa yang tidak tertebus.

Bahasa tertebus adalah bahasa yang dijelmakan dalam tindakan atau perbuatan yang menghidupkan persekutuan kita dengan sesama. Itulah yang kita sebut sebagai bahasa kasih. Sementara itu, bahasa tidak tertebus akan muncul dalam tindakan yang melahirkan kekerasan dan malapetaka. Bahasa tak tertebus itu menghancurkan persaudaraan antara kita. Pelbagai konflik, masalah yang diberitakan dalam media massa kita belakangan ini dapat dilihat sebagai indikasi ketidakmampuan kita untuk mem-bahasa-kan kasih Allah, yang telah dirintis dan diperagakan oleh Sang Firman itu. Kalau sampai orang melecehkan sesama atau membuat berita-berita bohong yang menghina sesama, di sana bahasa telah dipakai secara salah. Cerita dan berita yang membuat banyak orang bingung bukanlah bahasa yang bersumberkan pada Roh. Belakangan ini bahasa yang paling laris adalah bahasa yang menyudutkan dan menghina orang lain entah karena bersaing secara ekonomis atau pun bersaing secara politis. Masyarakat kita dalam beberapa bulan ke depan bakal menjadi masyakarakat yang saling menggeser dan menggusur. Suhu dan kondisi politik bakal menempatkan kita pada kotak-kotak kepentingan, kotak-kotak pertimbangan dan perhitungan yang sifatnya spekulatif. Dan koran-koran murahan bakal memanfaatkan bahasa untuk memojokkan pihak tertentu agar tetap ada bahan untuk berita. Masyarakat dibodohi sambil menanti saat kapan ia akan berteriak ‘hoya’ terhadap semua pembohongan itu.

Roh Kudus yang turun menjiwai para rasul telah menyucikan bahasa-bahasa manusia menjadi bahasa Cinta yang memungkinkan orang merasakan sesamanya sebagai bagian dari dirinya. Dasarnya, adalah pembaptisan yang sama sebagai satu anggota tubuh yang sama. Gagasan inilah yang harus kita maknai dan renungkan dari bacaan hari ini: Yesus bersabda: Roh Kudus akan mengingatkan kamu akan apa yang telah Kukatakan kepadamu”. Inti ajaran Yesus adalah: hukum cinta kasih dalam rangka mewujudkan kehidupan yang aman dan damai. Damai adalah warisan abadi yang dihembuskan atau menghidupkan orang beriman. Yesus mewarisi kita damai dengan maksud kita menjadi duta damai melalui tutur bahasa kita. Damai sentosa yang diharapkan Injil hari ini, hanya akan terwujud kalau manusia menggunakan bahasa tertebus dan menghilangkan bahasa yang memecah belah memancing permusuhan. Sama seperti Bapa mengutus Aku untuk membawa damai demikian juga Aku mengutus kamu untuk membawa damai itu dalam perkataan dan perbuatan yang benar.

Karunia Roh Kudus masa kini perlu menjadi pengumuman hukum baru: bukan lagi dalam rupa log-log batu seperti dahulu kala, melainkan hukum yang dipahatkan pada Hati dan Tangan kita. Allah tidak hanya menyampaikan peraturan-peraturan hidup, melainkan memberikan Roh-Nya, agar kita manusia lebih kreatif dalam mencintai Allah dan sesama. Karunia Roh Kudus itu memungkinkan kita mampu berbicara, berkomunikasi iman dalam pelbagai bahasa yang mempersatukan serta menghidupkan. Kharisma Kasih ini betul-betul membahagiakan kalau didasarkan pada saling mengerti, saling memperhatikan, saling membagi.

Roh Kudus pulalah yang mengingatkan kita bahwa jati diri kita sesungguhnya adalah makhluk “rohani”: kerinduan kita akan Allah tidak berhenti pada keinginan-keinginan daging mengumpulkan harta, merebut kuasa dalam cara yang tidak santun dan tidak elegan. Roh Kudus telah turun ke atas dan ke dalam hati kita untuk mengubah gaya dan pola kehidupan kita. Bukti cinta kita Kristus harus terlihat pada kenyataan apakah kita menuruti Firman-Nya atau tidak. “Jika seorang mengasihi Aku, ia akan menuruti firman-Ku”. Menuruti firman berarti berbuat dan berbicara yang benar. Misteri pentakosta hari ini adalah kisah tentang cara berbahasa yang dapat dipahami dan dapat dipegang sebagai kebenaran.

Dalam banyak perkara orang selalu mencari Kebenaran dan Yesus itu adalah kebanaran yang menjadi patokan bagi para pengikut-Nya. Manusia merindukan kebanran itu. Sekali kita mencoba menerjemahkan kerinduan itu ke dalam “emas dan perak harta” atau kursi jabatan, maka di sana kebenaran dimanipulasi dan kita menggeser posisi Tuhan sebagai sasaran kerinduan kita, karena keinginan kita menjadi sentral. Inilah yang disebut menyembah berhala. Keinginan-keinginan kita berupa harta, kekuasaan, kenikmatan kini menjadi ‘tuhan-tuhan” kita yang baru.akibatnya, relasi kita dengan sesama menjadi rapuh dan penuh dendam dan kebencian, karena landasan persatuan itu bukan cinta kasih Allah, melainkan berhala-berhala baru buatan kita sendiri. Dalam relasi dengan sesama, bisa terjadi keinginan kita berperan sedemikian dominan sehingga orang lain dijadikan sasaran.

Dalam tataran politik, pola hubungan kita terjebak ke dalam pola hubngan subyek-predikat; maksudnya: “yang lain” itu diperlakukan hanya sebagai “fungsi“. Kata ‘rakyat’ sering dipakai sebagai jargon politik para wakil rakyat kita. Hal yang harus disadari bahwa dalam relasi seperti itu “keinginanku” sangat berperan. Paling-paling kata yang sama diobralkan menjelang perebutan posisi dalam pemilu; setelah semuanya selesai, pihak yang dianggap “rakyat” itu tak pernah dihiraukan lagi.

Tetapi, bila Roh Kudus sudi turun jauh di kedalaman hati kita, asal kita mendengarkan bisikannya, kita menjadi mampu membahasakan cinta kasih Allah itu di tengah dunia kita yang hiruk pikuk ini. Roh Kudus akan membaharui pola hubungan kita dengan Tuhan dan sesama karena Dialah yang meneguhkan murid-murid sehingga mereka mampu memegang teguh perintah-perintah Yesus. Roh itulah yang menjadikan orang kristen sehati-sejiwa; memampukan mereka mematuhi sabda-Nya dan demikian mendapatkan jalan bersatu dengan Bapa. Roh itulah yang memampukan para murid untuk menetapkan pilihan, menghargai kebenaran dan nilai. Kita telah menerima Roh Kudus hari ini dengan harapan bahasa manusia kita dimurnikan dari pelbagai pertimbangan manusiawi kita. Sebagai pengikut Kristus, kita semua mau merebut posisi, jabatan, kursi dan harta di surga. Karena itu, dalam arti tertentu marihlah kita menjadikan hidup kita ini sebagai saat berkampanye tentang kebenaran. Kekuatan Tuhan, yaitu Roh Kudus telah dihembuskan ke dalam diri kita dan Tuhan sendiri akan menempati hati kita. Marilah kita mengedepankan bahasa kasih demi perdamaian. Semoga, suara kita diterima, dan dipahami karena kita berbicara secara benar seperti pengalaman para rasul pada hari pentakosta pertama. Amin.





Rm.Bone Rampung, Pr

MINGGU PASKA 4A

Minggu PASKA 4 Tahun A 28 4 1996

Kis.2,14a.36 41 1Pet.2,20b 25 Yoh.10,1 10



Buka

Semua manusia menginginkan hidupnya bahagia dan berjuang agar bebas dari pelbagai macam tantangan yang membahaya¬kan. Jalan keluar yang diperoleh dalam pelbagai kemelut kehidupan terasa sebagai pintu yang membebaskan. Yesus hari lewat firman Tuhan yang kita dengar dan renungkan mengisahkan kepada manusia bahwa diriNya adalah Pintu yang bakal dilewati semua manusia yang akan mendambakan kehidu¬pan dan keselamatan. Yesus adalah pintu yang memungkinkan semua manusia dapat kembali kepada gembala dan pengasuh utamanya yaitu kebahagiaan bersama Allah. Hari ini Yesus mau memanggil semua manusia untuk semakin mendekatkan diri padaNya sebagai pintu yang menjanjikan keselamatan. Hari ini juga gereja berdoa secara khusus bagi panggilan hidup manusia. Hari Minggu panggilan hari ini adalah hari khusus buat kita merenungkan panggilan hidup kita masing masing. Dan apapun jenis panggilan kita itu semua adalah cara kita untuk mendekatkan diri pada Kristus sang pintu utama keselamatan kita. Kita mau bertobat seandainya kehidupan kita bukannya mendekatkan kita pada Kristus tetapi seba¬liknya karena kelemahan kita. Kita mohon kerahiman Tuhan....



Renungan:

Tahun 1996 menurut penanggalan China disebut sebagai tahun tikus. Tahun Tikus demikain diyakini sebagai tahun yang diwarnai dengan pelbagai peristiwa seperti banjir serta kebakaran di mana mana. Ramalan itu memang seakan menjadi kenyataan ketika kepada kita disuguhkan pelbagai berita yang menyedihkan menyusul terjadinya peristiwa kebakaran yang menelan banyak korban. Beberapa waktu lalu kita me¬nyaksikan di televisi atau membaca di surat kabar tentang semua hal itu. Diberitakan antara lain: sebuah bus penum¬pang yang memuat sejumlah manusia hangus terbakar pada ruas jalan kota Jakarta. Hampir semau penumpangnya ter¬panggang. Tim penyelamat dan pencari fakta menemukan da ging manusia itu bertumpuk di dekat pintu bus. Sementara itu terjadi kebakaran di sebuah Toko swalayan yang menelan korban manusia. Tim pencari fakta menemukan tumpukan abu dari tubuh korban yang terperangkap di dekat pintu keluar. Semua mereka mati terbakar dekat pintu. Itu jelas bagi kita mereka sebenarnya berjuang untuk keluar melalui pintu itu sehingga bisa menyelamatkan diri.

Saudara/i... Saya yakin semua kita tahu apa itu pintu, di mana biasanya letak pintu, apa fungsi sebuah pintu, apa syarat sebuah pintu yang baik dan lain lain. Semua rumah itu punya pintu dan umumnya pintu dan letak pintu menentu¬kan bagian depan rumah kita. Pintu dengan merupakan pintu utama. Sedangkan pintu belakang umumnya berkaitan dengan segala hal yang bersifat rahasia. Kalau seorang tamu mam¬pir ke sebuah rumah dan kebetulan tuan rumah ketiadaan gula dan harus memintanya pada tetangga untuk menjamu tam¬unya maka tata adat ketimuran kita mengharuskan seorang anak yang pergi meminta gula itu harus lewat pintu bela¬kang dan diusahakan agar tidak boleh terlihat sang tamu. Inilah untungnya sebuah rumah yang memiliki pintu bela¬kang. Mungkin dari sinilah munculnya istilah main pintu belakang untuk perjuangan tak jujur dan halal. Tentu ger¬ak tipu serupa itu tak akan terjadi kalau rumah hanya terdiri dari satu pintu saja.

Perkara tentang pintu ini diangkat juga oleh Yesus dalam penggalan Injil Yohanes yang kita dengar tadi. Yesus secara sengaja memilih pintu karena semua orang tahu apa itu pintu dengan fungsinya. Yesus bertolak dari penga¬laman biasa manusia sehingga pewartaanNya bukan merupakan sesuatu yang asing bagi mereka. Para pendengarNya tahu apa itu pintu dan peranannya. Kisah bertumpukan jenasah dalam cerita awal tadi sebenarnya mau melukiskan juga bahwa orang tahu peranan pintu sebagai tempat mereka bisa ke¬luar dari ancaman maut. Orang juga tahu bahwa pintu itu mempunyai bahasa tertentu yang melukiskan kepribadian dan watak manusia. Hal itu dijelaskan juga oleh Yesus dalam Injil. Cara orang bersikap terhadap pintu menentukan wa¬tak orang tersebut. Rumah yang pintunya selalu terbuka membahasakan bahwa penghuninya adala htipe manusia yang terbuka dan rela menerima siapa saja. Rumah yagn pintunya selalu terbuka adalah cermin keadaan lingkungan yang aman dan tertib. Orang yang keluar masuk lewat pintu biasanya paling kurang adalah seorang tamu yang berkehendak baik. Tetapi ketika kita menyaksikan seorang manusia masuk keda¬lam sebuah rumah lewat lobang yagn lain selain pintu maka jelas bagi kita bahwa orang itu pasti gelarnya agak lain. Orang seperti itu kalau menurut Yesus tadi patut diberi gelar istimewa yaitu pencuri. Di sini pintu memberikan gelar pada manusia entah manusia baik atau manusia pen¬curi.

Saudara/i... Yesus hari ini berbicara tentang pintu kan¬dang sekawanan domba. Dan dijelaskan bahwa yang dimaksud¬kan pintu itu adalah Yesus sendiri dan kawanan domba itu adalah manusia. Dengan menampilkan diri sebagai pintu maka diharapkan semua yang mengikuti Kristus itu dapat menggu¬nakan pintu itu dengan baik untuk keluar dari pelbagai an¬caman. Yesus sebagai satu satunya pintu yang harus dilalui semua kawanannya. Dan gelar pintu yang diberikan kepada Yesus ini sebenarnya menunjukkan beberapa kebenaran beri¬kut ini: Yesus sebagai pintu kepada Domba juga berarti Ye¬suslah jaminan yang menghantar domba ke tanah lapang yang hijau. Yang menghidupkan. Yesus sebagai pintu berarti ha¬nya dengan memahami Yesus kita bisa memahami Allah yang tak kelihatan. Yesus adalah wujud Allah yang kelihatan pada manusia. Dan sebagai pintu Yesus berada di depan. Dan sebagai gembala Dia berada di depan dan semua dombaNya akan mengikuti Dia ke mana Dia akan pergi. Yesus menghan¬tar dombaNya kepada Bapa dalam jalur yang sama yang dipi¬lih dan ditempuhnya dengan segala resikonya.

Sdra/i menjadikan Yesus sebagai pintu dan sekaligus seba¬gai gembala yang menghantar kita kepada keselamatan diba¬hasakan dalam bacaan kedua tadi sebagai upaya kita untuk kembali kepada gembala dan pengasuh kita. Surat Petrus tadi menegaskan bahwa pengalaman manusia yang mengambil bagian dalam pengalaman Yesus sama artinya manusia sudah kembali kepada Bapa dan pengasuh kita. Yesus menderita bu¬kan karena kejahatannya melainkan karena kebaikan. Inilah logika Allah yang terkadang berlawanan dengan logika kita manusia. Untuk Allah menderita karena berbuat baik adalah satu karunia. Untuk manusia menderita karena berbuat baik sulit dimengerti. Dan Yesus sendiri sudah mengalami nasib yang pertama. Ia menderita bukan karena kejahatan. Sikap¬nya juga lain dari sikap manusia. Ia tidak membalas segala penghinaan yang didengarnya dari musuhnya. Ia sampai mati di salib tanpa reaksi perlawanan apa apa. Dan justru kare¬na itu manusia diselamatkan. Oleh bilur bilurnya kita diselamatkan. Sikap dan cara Yesus ini justru mau membuka mata manusia untuk melihat secara benar bahwa memang Yesus itu berperan sebagai pintu yang akan dilalui manusia per¬caya menuju Bapa. Yesus sebagai pintu yang terus terbuka kepada manusia, domba yang sebelumnya tersesat karena men¬cari jalan di luar yang telah ditentukan. Yesus telah men¬jadi pintu terdepan yang tetap terbuka bagi manusia yang mau mengikuti jejakNya. Yesus sebagai pintu yang terbuka yang memungkinkan manusia kembali kepada gembala dan pen¬gasuh kita yaitu Allah sendiri...

Kisah tentang peranan Yesus sebagai gembala dan pintu yang menentukan jalan kehidupan manusia merupakan bahan utama yang dipakai dalam pewartaan para Murid Yesus. Para murid Yesus lewat Kisah Para Rasul dalam bacaan per¬tama tadi menegaskan dalam kotbah mereka kepada semua orang keturunan Israel untuk segera menerima Yesus sebagai Tuhan dan Almasih. Petrus bersama termannya berkotbah berapi api tentang Yesus yang menjadi pintu keselamatan buat manusia. Kotbah dan pewartaan mereka mendapat perha¬tian dan simpati yang luas. Setelah heran mereka lalu ber¬tanya tentang langkah apa yang perlu mereka ambil. Mereka mencari tahu perbuatan dan tindakan yang perlu. Dan Petrus memberikan satu jawaban sebagai syaratnya. Itu bertobat dan memberikan diri dibaptis. Mereka harus bertobat dan dibaptis karena janji keselamatan itu juga berlaku untuk mereka yang tidak bertobat, untuk keturunan mereka dan un-tuk mereka yang jauh tersesat dari jalan sang gembala uta¬ma yaitu Kristus. Dan setelah mereka tahu apa yang harus dibuat mereka pun memberikan dirinya dibaptis. Kerelaan itu adalah tanda bahwa mereka telah mengenal satu pintu yang benar menuju keselamatan kekal. Mereka terpanggil un¬tuk melepaskan jalan lama mereka. Mereka dipanggil dari cara hidup mereka yang suka lompat pagar atau tak setia. Kini mereka seakan terancam maut, kini mereka merasa diri diancam kematian dan kebakaran. Kesadaran itu mendorong mereka untuk segera mencari pintu keluar untuk menyelamat¬kan diri dan hidup mereka. Dan itu mereka temukan dalam diri Yesus.

Kita semua sebagai orang yang menerima Kristus mau tak mau harus menjadikan Kristus sebagai pintu yang menjamin keselamatan kita. Kristus itu adalah gembala yang mengenal kita secara pribadi. Kita yang telah memilih Kristus sebagai Tuhan berarti kita harus selalu berjalan dalam dan melallui pintu itu dan bukannya lewat pintu yang kita buat sendiri menurut keinginan kita. Kalau kita men¬cari pintu sendiri maka jangan terkejut kita mendapat ge¬lar sebagai pencuri atau perambpok. Dan tentu kita tak suka digelar demikian. Karena itu barangkali kita juga bisa beratnya seperti orang orang dalam bacaan pertama tadi. Apa yang harus kita perbuat untuk menjadikan Yesus sebagai Pintu?

Hari ini ditetapkan sebagai Hari Panggilan. Dan tentu ba¬guslah kalau dalam terang Firman Tuhan yang kita dengar hari ini kita kembali merenungkan panggilan kita. Apakah kita yang berada di sini sudah memilih pintu yang benar sesuai dengan kemampuan kita? Apakah kita tergolong domba yang setia, taat dan mendengarkan suara sang gembala agung yang hadir dalam diri orang tua kita, pendidik kita, pem¬bina kita, pemimpin kita dan dalam diri sesama kita. Sdra/i... Kita semua berada di tempat ini karena kita men¬dengar panggilan yang sama untuk semakin mendekatkan diri pada Kristus Sang Pintu Keselamatan kita. Kita dipanggil untuk selalu melewati pintu keselamatan dalam pelbagai bentuk bidang tugas kita. Kita sebagai siswa berusaha mendekatkan diri pada Kristus Sang Pintu dan Gembala jika kita dari hari ke hari menyadari tujuan keberadaan kita di lembaga ini. Untuk apa kita berada dan datang ke lembaga ini? Para Pembina dan Pendidik juga berusaha mendekatkan diri pada Pintu Keselamatan dengan berusaha setia menja¬lankan tugas dan pengabdian mereka. Para Suster juga beru¬saha mendekatkan diri pada Kristus Sang Pintu dalam pen¬gorbanan dan tugas mereka. Para karyawan/wati juga ter¬panggil mendekatkan diri pada Kristus lewat tugas dan pelayanan mereka. Marilah kita berjuang selalu mendekatkan diri pada Kristus Sang Pintu Kehidupan kita, bukan cuma saat kita terancam bahaya tetapi dalam setiaap tugas yang kita laksanakan.... Semoga.



MINGGU PASKA IIA

Minggu Paska ke II tahun A

Kis.2,42 47 1Pet.1,3 9 Yoh.20,19 31

_________________________________________

Pembukaan :

Manusia jaman kita umumnya tak mudah percaya akan apa yang kita katakan kalau itu t idak kita buktikan dengan perbua¬tan kita. Perbuatan itu lebih kuat pengaruhnya dari kata kata kita. Beriman dan berbuat adalah dua hal yang saling melengkapi. Kita telah mengimani akan kebangkitan kehidu¬pan namun itu tak cukup karena masih harus dibuktikan da¬lam perbuatan kita. Ketiga penggalan Kitab Suci yang kita dengarkan sebentar pada dasarnya menekankan pentingnya keselarasan antara apa yang kita katakan dengan apa yang kita lakukan. Orang akan ragu dan bimbang jika kita berka¬ta lain lalu berbuat lain. PASKA pesta kebangkitan yang telah kita rayakan seharusnya menuntut kita untuk bangkit dalam cara hidup kita. PASKA dan kebangkitan oitu baru bisa menyakinkan orang lain kalau kita sungguh menghidupi iman kita dalam perbuatan kita. Marilah kita bertanya diri entah kita termasuk orang yang beriman hanya dalam perka¬taan ataukah orang yang beriman yang dilengkapi dengan perbuatan? Kita memeriksa diri kita dan menyesali dihada¬pan Tuhan dan sesama kita, biar dilayakkan merayakan per¬istiwa agung ini.... hening.... pernyataan tobat.



Renungan :

Tindakan kita yang membuat orang percaya

________________________________________



Seorang penulis bernama Kahlil Gibran dalam salah satu bu¬kunya berjudul : Orang gila dikisahkan tentang dialog ser¬ta pertengkaran yang terjadi antara anggota tubuh manusia. Pada satu kesempatan berkatalah mata kepada anggota tubuh lainnya. Dibalik lembah dan ditengah lautan biru saya melihat sebuah gunung. Gunung itu indah dan sungguh mempe¬sona. Katalah telinga kepada mata. Itu tidak benar karena selama ini saya belum pernah mendengar tentang gunung itu. Mata bohong. Lalu berkatalah tangan: Saya juga tidak per¬caya karena selama ini tangan saya coba menggapainya namun tak pernah saya memegang sebuah gunung. Mata tipu. Hidung berkata : Saya pun tak percaya karena saya belum pernah mencium bau gunung itu. Mata omong kosong. Karena kecewa dan malu matapun mulai melihat ke tempat yang lain. Tel¬inga, tangan dan hidung terus berdiskusi dan mereka men¬ganggap dan menilai mata itu sudah sinting dan gila. Mata mengalami kerusakan.

Mata memang benar melihat gunung, namun telinga tidak men¬dengarnya, tangan tak merabanya serta hidung tak mencium¬nya. Itulah sebabnya mereka ambil kesimpulan gunung itu tidak ada. Yang ada cumalah mata yang gila dan sinting.

Salah satu masalah dan kesulitan yang paling besar untuk jaman kita sekarang ini adalah kesulitan untuk begitu saja percaya akan apa yang disampaikan seseorang kepada kita. Jaman sekarang sulit kita jumpai manusia yang dengan mu¬dahnya percaya atau menerima apa yang kita sampaikan. Ja-man kita diwarnai dengan pelbagai keraguan. Orang kita selalu menuntut suatu kebenaran. Orang baru percaya kalau dia sendiri secara fisik melihat dan merasakan apa yang disampaikan itu. Dan kisah tentang mata yang berdialog dengan telinga, tangan dan hidung tadi adalah kisah yang menggambarkan tentang proses membuat orang percaya. Tak mudahlah mata membuktikan kebenaran tentang apa yang dilihatnya. Ia melihat gunung namun ia tak bisa membukti¬kannya sehingga telinga, tangan dan hidung tetap tak per¬caya akan apa yang dilihat mata itu. Biar gunung itu benar ada tetapi karena tak bisa dibuktikan maka bagi telinga, tangan dan hidung itu tidak ada. Mereka menuntut pembuk¬tian.

Kisah dan pelbagai cerita sekitar kebangkitan Yesus meru¬pakan kisah yang menimbulkan diskusi yang panjang lebar. Berita tentang kebangkitan Yesus melahirkan dua sikap man¬usia antara percaya dan tidak percaya. Kisah itu membuat orang bimbang dan mencari pembuktian itu. Penggalan Injil Yohanes yang kita baca dan dengar tagi juga menggambarkan dua jenis sikap manusia, dua cara manusia memberikan tanggapan terhadap peristiwa kebangkitan itu. Para Rasul yang telah mengalami masa sulit setelah Yesus disalibkan berkumpul, pada satu tempat. Dan pada saat mereka berada bersama terjadilah peristiwa yang amat mengejutkan mereka semua. Pada saat itu Yesus yang telah bangkit hadir di tengah mereka dan menyapa mereka dengan salam yang menda¬maikan dan menguatkan mereka. Yesus membuka pertemuan itu dengan memberikan salam damai sejahtera. Damai sejahtera bagi kamu. Lalu Dia menunjukkan kepada mereka tangan dan lambungnya yang menampakkan bekas tikaman. Dan saat itulah para rasul yang semula merasa takut lalu sadar bahwa benar Yesus itu sungguh telah bangkit. Mereka pun percaya karena melihat sendiri Yesus yang bangkit itu. Dan saat yang sama Yesus memberikan Roh Kudus yang menguatkan para Rasul un¬tuk mewartakan Yesus yang bangkit itu. Dia berkata sama seperti Bapa yang mengutus Aku, maka akupun mengutus kamu. Karena itu terimalah Roh Kudus yang membuat kamu mampu saling mengampuni. Para Rasul mendapat kekuatan Roh Kudus untuk menjalankan misi perutusan Yesus itu.

Sangat menarik pengalaman para Rasul yang mendapat kunjun¬gan Yesus yang bangkit itu pada saat mereka semua berkum¬pul ketakutan. Namun kisah itu akhirnya terganggu sedikit gara gara seorang Rasul tak ada pada tempat saat Yesus berkunjung itu. Lebih jelek lagi dia yang satu orang itu sulit sekali percaya akan apa yang disampaikan para Rasul lain yang sungguh menyaksikan kedatangan Yesus itu. Rasul Thomassaat itu tidak tahu kemana sehingga saat mereka bercerita kepadanya ita tak mau percaya bahkah mati matian menuntut pembuktian. Thomas sama seperti telinga, tangan dan hidung yang tidak percaya apa yang dilihat mata ten-tang sebuah gunung dalam cerita tadi. Ia tak percaya. Per¬tanyaan untuk kita adalah mengapa Thomas tak mudah per¬caya? Thomas memang tak percaya karena tak terjadi peruba¬han pada diri mereka yang telah melihat sendiri Yesus yang bangkit. Saat Thomas berada kembali bersama mereka, mereka semua masih duduk ketakutan dan bersembunyi. Itulah yang membuat Thomas ragu ragu untuk percaya pada apa yang mere¬ka sampaikan. Thomas tak percaya karena cara dan sikap mereka masih belum berubah, mereka masih takut takut sama seperti saat menjelang Yesus ditangkap. Mereka memaksa Thomas untuk percaya namun sikap mereka tidak bisa mendu¬kung agar Thomas segera percaya. Ada pertengtangan antara apa yang mereka sampaikan dengan sikap mereka. Dalam hal ini sikap Thomas sungguh kritis dan terkesan positif. Thomas mau menantang mereka yang telah menyaksikan Yesus yang telah bangkit itu dengan satu pertanyaan yang amat ekstrim. Saya tidak akan percaya sebelum tanganku masuk ke dalam lambung yang tertikam itu. Thomas menilai mereka se¬mua sudah gila seperti penilaian tangan, telinga dan hi¬dung terhadap mata.

Kisah yang diangkat Yohanes tentang tokoh Thomas itu ada¬lah kisah kehidupan manusia sepanjang jaman termasuk jaman kita ini. Rasa bimbang dan ragu itu adalah sikap manusia yang merasa dirinya pintar dan mau segala sesuatu harus dibuktikan. Orang jaman kitapun banyak yang bersikap dan berpikir seperti Thomas yang baru percaya dan beriman ka¬lau ia melihat bukti dan tanda yang nyata. Namun terlepas dari keraguan yang ada dalam diri Thomas itu sebenarnya kita juga bisa belajar sesuatu secara positif dari Thomas. Thomas juga termasuk orang yang kritis. Ia mempunyai kera¬guan serta mau mengeritik sikap dan cara hidup rasul lain yang sudah menyaksikan Yesus itu bangkit. Mereka sudah mendapat kunjungan Yesus dan juga sudah mendapat kekuatan Roh Kudus namun mereka tetap takut dan tak berani keluar dari tempat persembunyian mereka. Yesus sudah memberikan tugas perutusan kepada mereka namun mereka hanya bangga akan kebangkitan Yesus tanpa membuktikannya dengan sikap dan cara kerja mereka. Itulah sebabnya Thomas enggan untuk percaya. Thomas memang mau dan pada dasarnya merindungan pengalaman akan Kristus yang bangkit. Ia mau agar iman kepercayaannya itu dibuktikan dengan tangannya. Thomas mau agar imannya terungkap pula dalam perbuatan tangannya. Tangan dan perbuatannya harus sungguh menguatkan dan mem¬buktikan kepercayaannya akan Kristus yang bangkit. Lain kata bagi Thomas iman dan kepercayaan yang benar adalah iman yang harus menghasilkan buah. Iman baginya harus mam¬pu merubah cara tindak. Ia mau beriman dengan dibuktikan dalam perbuatan. Dengan ini kita bisa melihat bahwa sikap Thomas itu merupakan sikap seorang yang mau beriman secara benar. Iman bagi Thomas berarti berbuat dan bertindak. Baginya tak cukup percaya bahwa Yesus itu telah bangkit. Yang paling penting adalah bagaimana pengalaman kebangki¬tan itu bisa mempengaruhi cara hidup dan pola tindak dalam kehidupan yang nyata setiap hati. Sering kali kita bersi¬kap dan menilai langsung negatif kalau mendengar tentang sikap Rasul Thomas itu.

Thomas yang kurang percaya pada cerita Rasul lain itu ter¬nyata masih mau hidup dan berada bersama mereka. Dia tidak dikucilkan. Dan ternyata Tuhan tanggap terhadap masalah yang dihadapi Thomas. Dan dengan itu Yesus menampakkan diri sekali lagi dan berusaha menyakinkan Thomas bahwa me¬mang benar iman yang benar adalah iman yang harus nyata dalam perbuatan tangan. Itulah sebabnya Thomas diminta Ye¬sus untuk memasukkan tangan ke dalam lambungnya. Dan Thomas tak berdaya selain percaya dan ia pun mengakuinya dengan berkata : Ya Tuhanku dan Allahku. Suruhan Yesus un¬tuk memasukkan tangan berarti Thomas diminta untuk meng¬gunakan tangannya dalam membuktikan dan memperkuat iman¬nya. Yesus membenarkan sikap Thomas yang kritis dan menun¬tut iman yang hidup dan nyata dalam perbuatan. Saat itulah Thomas sungguh pengalami PASKA dan kebangkitan. Ia beri¬man setelah ia menyaksikan sendiri. Ia juga a kan membagi¬kan imannya itu kepada orang lain dengan perbuatan tangan¬nya.

Thomas mengeritik para Rasul lain yang beriman namun tan¬gan mereka enggap untuk berbuat sesuatu. Dan kita semua adalah orang beriman yang telah merayakan PASKA. Kita se¬mua yakin dan percaya bahwa Yesus itu telah bangkit dan juga sedang berada dalam kehidupan kita. Tetapi beriman tanpa dibuktikan dengan pola tindak tanduk kita sama den¬gan tidak beriman. PASKA dan kebangkitan yang telah kita rayakan itu tak ada gunanya jika kehidupan kita tidak men¬galami perubahan. Kebangkitan Kristus tak punya arti jika kita sendiri tidak bangkit dari cara hidup kita yang lama. Hal inilah yang mau ditegaskan dalam bacaan pertama tadi. Cara hidup jemaat perdana yang dikisahkan dalam Kisah Para Rasul tadi merupakan bukti iman yang nyata dalam perbua¬tan. Kehidupan jemaat perdana itu diwarnai suasana per¬saudaraan. Mereka berkumpul bersama untuk memecahkan roti. Kebangkitan yang meraka alami dibuktikan dengan perjamuan persaudaraan. PASKA bagi mereka berarti harus menghasil¬kan persaudaraan dan perdamaian. PASKA bagi mereka be¬rarti membagikan apa yang mereka miliki kepada orang yang tidak memiliki apa apa. PASKA bagi mereka berari menguta¬makan keadilan dengan memberikan kepada seseorang apa yang sesuai keperluannya. Cara hidup yang demikianlah yang mem¬buat orang suka pada mereka. Orang lain tertarik karena cara hidup mereka sesuai dengan iman mereka akan Kristus yang bangkit. Iman mereka sungguh hidup dalam tindakan mereka. Kehidupan mereka merupakan iman yang hidup untuk orang lain. Beriman bagi mereka berarti berbuat. Dan Tuhan akan menyertai segala perbuatan manusia yang mau menyata¬kan imannya. Dan itulah yang mau dikatakan lewat bacaan kedua tadi. Kristus yang bangkit itu adalah jaminannya.



Kita telah merayakan PASKA kebangkitan Tuhan dan itu baru punya arti kalau kita mau bangkit dalam cara hidup kita. Kita sebagai orang tua bisa memberikan arti pada iman kita akan PASKA kalau kita berani melepaskan kebiasaan buruk dalam keluarga kita seperti mental enak, suka berjudi dan mabuk mabukkan. Kita sebagai pendidik/pegawai bisa membuk¬tikan kebangkitan itu dalam cara hidup kita yang setia menjalankan tugas pengabdian kita.

Kita sebagai remaja membuktikan kebangkitan itu dengan cara hidup dan pergaulan kita yang mematuhi tata tertib pergaulan sebagai remaja. Kita sebagai anak anak memberi¬kan arti pada PASKA kalau kita semakin taat pada orang tua dan mencintai mereka. Singkatnya iman kita semestinya dibuktikan dalam perbuatan kita, tindak tanduk dan cara hidup kita.

Semoga semakin banyak juga orang lain yang senang pada kita karena cara hidup kita yang sungguh membuktikan bahwa kita memang benar mengimani Kristus yang bangkit... Amin.

MINGGU PRAPASKA KE-2A

HARI MINGGU PRAPASKA II TAHUN A/2

Kej 12:1 4; 2Tim 1:8 10; Mat 17:1 9

PAROKI SANTO YOSEF KISOL



Buka



Beberapa malam yang lalu saya sempat menonton tayangan tentang dunia binatang melalui saluran TPI. Ada satu bagian dari acara dunia binatang itu yang manarik perhatian saya. Ditayangkan seekor ular sawah raksasa. Ular yang ditayang dalam acara itu adalah seekor ular sawah raksasa yang sedang merayap melintasi celacela batu. Ular itu merayap di cela-cela batu karena ia ingin berganti kulit. Semula penampilan ular itu menakutkan. Tetapi begitu ia melepaskan kulitnya yang lama, muncullah seekor ular sawah raksasa yang mampu menarik perhatian banyak orang. Semula ular itu ditakuti, tetapi begitu ia berganti kulit orang banyak yang menyukainya. Andaikan kita manusia seperti ular, mungkin kita juga perlu berganti kulit. Bacaan-bacaan pada hari Minggu kedua masa tobat hari ini pada dasarnya mengajak dan sekaligus menuntut manusia uantuk berganti kulit. Melepaskan kulit kehidupan yang lama dengan kulit kehidupan yang baru. Masa puasa bagi kita adalah masa bagi kita untuk mencari cela-cela dan kesempatan yang memungkinkan kehidupan kita yang lama kita lepaskan. Masa puasa dalah kesempatan bagi kita untuk berjalan bersama Tuhan ke puncak gunung demi pembaharuan hidup kita. Kita berdoa semoga kita menjadi manusia yang mampu melepaskan segala praktik dan cara hidup kita lama sehingga kita dapat menjadi berkat bagi orang lain. Untuk itu marilah kita memeriksa diri kita. Mungkin diri dan hidup kita sampai saat ini masih dililit oleh cara hidup yang tidak berkenan pada Tuhan dan sesama kita. Mungkin kita masih mengenakan kulit kehidupan kita yang lama. Kita mohon pengampunan dan kerahiman Tuhan…



Renungan

Dua tahun lalu, ketika saya berasistensi dan memimpin misa di salah satu paroki di perbatasan kota Solo, saya sempat bertemu dengan belasan keluarga yang berasal dari Timor Timur. Mereka itu, adalah para pengungsi menyusul hasil jajak pendapat yang menyebabkan Timor Timur melepaskan diri dari negara kesatuan RI. Setelah misa mereka semua datang menemui saya di pastoran. Mereka datang karena mereka tahu bahwa saya berasal dari Flores. Sebagaian besar dari mereka itu tampak sedih. Bahkan, bebarapa ibu sempat menangis karena ingin kembali ke Timtim, tetapi mereka semua takut. Mereka menangis merindukan kampung halaman mereka. Mereka menangis karena ingat akan saudara-saudara mereka, yang mereka tinggalkan. Mereka bercerita banyak tentang sanak keluarga, rumah, sawah, kebun, hewan serta harta kekayaan mereka yang terpaksa mereka lepaskan demi menyelamatkan diri. Mereka bercerita bagaimana perjuangan mereka untuk menyelamatkan diri. Mereka bercerita bagaimana sulitnya perjalanan mereka melalui darat dan laut sampai akhirnya harus terdampar di perbatasan kota Solo tepatnya di pinggiran kali Bengawan Solo. Dari sekian banyak yang tampak sedih itu ada seorang bapak tua yang berkata begini kepada saya. Pastor, kalau saya, tidak terlalu merasa menyesal dan sedih. Saya hanya bersyukur kepada Tuhan karena saya masih dibiarkan hidup. Memang ada banyak barang yang saya tinggalkan di Timtim sana, tetapi saya akan berjuang agar di tempat yang baru ini saya menjadi bahagia. Kami minta pastor doakan kami biar kami juga merasa bahagian di tempat ini.

Melepaskan kampung halaman, sanak saudara dengan segala hal yang membuat orang bahagia, bukanlah hal yang menyenangkan. Kalau kita pergi merantau ke tanah orang, kita pasti merindukan kampung halaman. Kita mau supaya secepatnya kembali untuk menjumpai sanak saudara kita. Lebih dari itu mungkin juga kita akan menangis karena telah meninggalkan segalanya. Hal itu sangatlah manusiawi dan memang wajar adanya. Kerinduan untuk segera pulang pasti akan semakin kuat kalau di tempat yang baru itu orang tidak mendapatkan jamainan yang membuatnya senang dan bahagia. Pergi ke tempat yang baru biasanya membuat orang takut dan cemas. Hanya satu dua orang yang memilki jiwa petualangan yang akan senang kalau diminta untuk pergi menetap di tempat yang baru. Dan orang seperti itu biasanya jumlahnya sangat sedikit.

Bacaan-bacaan hari minggu kedua Prapaskah ini mengambarkan kepada kita tenang kisah perjalanan manusia ke suatu tempat yang baru dan harus meninggalkan kampung halaman dan sanak keluarganya. Kitab kejadian dalam bacaan pertama hari ini mengisahkan seorang bernama Abraham yang dipaksa untuk segera meninggalkan kampung halamannyanya dan pergi ke suatu tempat yang baru. Abraham diminta segera meninggalkan segalanya dan harus bertolak ke tempat yang tidak dapat ia bayangkan. Sebaga manusia, Abraham pasti takut dan cemas. Sebagai manusia ia pasti selalu rindu mau pulang ke kampung halamannya. Sebagai manusia ia pasti merasa sedih karena banyak sahabat yang harus ia tinggalkan. Tetapi, ada hal istimewa yang dapat kita lihat dalam kisah perutusan Abraham tadi. Keistimewaan itu terletak pada adanya jaminan yang pasti yang diberikan Allah kepadanya. Abraham diutus dengan jaminan yang luar biasanya. Tuhan menjanjikan tiga hal penting bagi Abraham. Kepergian Abraham dari kampung halamamnnya bukanlah kepergian tanpa harapan. Kepergian dan perutusan Abraham diberi jaminan luar biasa. Tuhan menjanjikan kepadanya suatu tanah yang menjanjikan harapan, Tuhan menjanjikan kepadanya suatu keturunan yang besar. Dan di atas segalanya itu Tuhan menjanjikan dan memberikan jaminan bahwa Abraham dan segala keturunannya akan menjadi berkat bagi bangsa lain. Ketiga janji itulah yang menjadi tumpuan dan jaminan perjuangan Abraham untuk melepaskan kampoung halamannya menuju ke tempat yang diunjukkan Tuhan kepadanya. Abraham yang semula takut, bimbang dan cemas akhirnya menjadi semakin berani untuk terus berlangkah menjawabi panggilan dan perintah Tuhan itu. Ia melepaskan segala perasaan dan cara hidupnya yang lama di kampungnya yang lama untukd apat berubah, menjadi manusia baru di tempat yang baru sesuai dengan rencana dan kehendak Tuhan. Abraham mau dan menerima tawaran Allah sehingga Abraham menjadi manusia baru. Manusia yang dikuasai oleh kehendak dan rencana Tuhan. Ia menjadi manusia yang selalu mau berjalan di jalan yang ditunjukkan Tuhan kepadanya. Ia melepaskan dan meningglakan keingan dan kemauan pribadinya untuk mengabdi sepenuhnya pada apa yang menjadi kehendak Tuhan. Ia mau berubah menjadi mansuia baru yang mampu membawakan diri sebagai berkat bagai segala bangsa.

Perubahan cara hidup dan sikap manusia seperti tokoh Abraham ini juga dikehendaki Yesus dalam keseluruhan misi perutusan-Nya. Yesus selalu mengehdnaki manusia untuk memperbaharui diri agar dapat menjadi pohon yang bisa menghasilkan buah untuk orang lain. Yesus juga menuntut para pengikut-Nya untuk menjadi berkat bagi orang lain. Injil tadi mengisahkan perjuangan dan perjalanan Yesus bersama beberapa rasul-Nya. Yesus mengajak mereka untuk mendaki ke puncak gunung yang tinggi. Mendaki ke puncak gunung memang hal yang menyenangkan. Tetapi, kalau orang diminta ke gunung dan belum ada jalan ke sana, tentu saja perjalanan itumenjadi perjalananya yang sulit dan tidak menggembirakan. Belum lagi di kawasan gunung itu banyak binatang buas. Yesus mengajak beberapa murid-Nya untuk pergi bersamnya ke gunung. Injil tadi tidak memberikan catatan apakah sudah ada jalan raya ke gunung itu. Juga tidak ada informasi bahwa mereka biasa ke sana. Dengan demikian, jelaslah bagi kita bahwa perjalana Yesus dan para rasulnya itu adalah perjalananya yang sulit dan penuh tantangan. Perjalanan mendaki ke puncak gunung adalah perjalanan yang melelahkan dan membutuhkan kekuatan fisik yang memadai. Kalau orang yang tidak kuat pasti akan memilih turun ke kaki gunung.

Yesus berhasil membawa ketiga orang dekat-Nya Petrus, Yakobus dan Yohanes sampai tiba di puncak gunung. Mereka berhasil mengalahkan semua tantangan kelelahan sampai tiba di puncak gunung. Kita semua mendengar bagaimana perasaan ketiga murid Yesus itu saat tiba di puncak gunung. Mereka mengungkapkan rasa bahagia mereka dengan berkata: Tuhan, betapa bahagianya kami berada di tempat ini. Kebahagiaan yang mereka alami itu terjadi di puncak gunung. Di puncak perjuangan itulah mereka merasakan adanya kebahagiaan yang luar biasa. Lebih dari itu kebahagiaan mereka disempurnakan pula dengan peristiwa perubahan wajah Yesus di hadapan mereka. Wajah Yesus berubah bersinar bagaikan matahari. Mereka menyaksikan Yesus yang sedang berbicara dengan Elia, sebagai seorang nabi besar yang mewartakan pertobatan bagi bangsa israel. Dalam situasi yang membahagiakan seperti itu ketiga murid Yesus lupa akan segala sesuatu yang mereka tinggalkan. Mereka sungguh merasa bahagia tiba dan berada di puncak gunung itu. Bahkan, mereka meminta Yesus agar mengizinkan mereka membuat kemah dan harus menetap di puncak gunung itu. Tuhan, biarkan kami mendirikan tiga kemah di tempat ini. Mereka tidak mau membiarkan kebahagiaan itu berlalu begitu cepat. Mereka telah turut diubah oleh Yesus dalam dan karena berjalan bersama-sama. Mereka telah menjadi manusia baru yang merasakan kebahagiaan puncak gunung sebagai buah dari perjuangan mereka mengikuti Tuhan sampai ke puncak.

Kebahagaiaan yang mereka dapatkan dan alami di puncak gunung itu semakin dikukuhkan lagi ketika dari dalam awan mereka mendengarkan suara yang bernada pemberitahuan sekaligus bernada perintah. Kepada mereka diberitahukan bahwa mereka kini berada bersama dengan Putra Allah yang sungguh berkenan kepada Allah. Kepada mereka diperintahkan untuk mendengarkan Dia. Perintah untuk mendnegarkan sang Putra artinya mereka harus mengikuti apa yang menjadi kehendak sang Putra. Penggalan injil hari ini sengaja dipakai dalam masa prapaskah untuk mengingatkan kita semua bahwa untuk mencapai puncak kegembiraan dan kebahagiaan itu harus me,lalui perjuangan yang tidak kecil. Untuk mencapai kebahagiaan orang harus berjuang melepaskan segalanya. Meninggalkan keterikat pada apa yang memberikan kebahagiaan sementara. Tokoh Abraham, yesus dan para murid sudah menunjukkan semuan itu kepada kita hari ini. Yesus membawa para murid ke puncak gunung untuk mengajarkan kepada mereka bahwa kebahagiaan di pncak gunung itu bermula dari perjuangan yang tidak kecil. Ajakan Yesus ke puncak gunung itu adalah ajakan pertobatan, ajakan bagi manusia, bagi kita semua untuk melakukan proses perubahan dan perbaikan terhadap pola dan perilaku kehidupan. Mau mengikuti Yesus, mau menjadi murid-Nya berarti mau berubah menurut bentuk, pola yang Ia keghendaki.

Masa tobat adalah masa Mendengarkan. Mendengarkan suara Tuhan yang ada di dalam diri kita sendiri. Yang bekerja dalam hati nurani kita. Suara Tuhan selalu menggema dalam keseluruhan hidup kita. Suara itu selalu mengajak kita untuk melakukan segala yang baik. Sura hati kita adalah suara Tuhan yang senantiasa mengendalikan seluruh arah dan gerak hidup kita. Perubahan yang terjadi dipucak gunung adalah gamabaran perubahan cara hidup yang dibangun dari di atas kemauan yang kuat untuk selalu berjalan dalam kehendak Tuhan.

Kita semua, Anda dan saya, tentu saja merindukan kebahagiaan puncak gunung dalam tugas dan karya hidup kita. Pengalaman Petrus, Yako¬bus dan Yohanes bersama Yesus adalah pengalaman yang juga kita dambakan. Kisah injil hari ini adalah kisah pengalaman hidup baru: merasa bahagia, merasa mulia. Pengalaman seperti ini terjadi pada saat berada bersama sama denga Yesus. Di luar Tuhan Yesus tidak terjadi, tidak mereka alami. Hidup bersama dengan Yesus, berada dengan Dia membuat hidup manu¬sia baru, mulia, bahagia. Dan ini terjadi terus, apabila dalam hidup bersama dengan Dia itu, manusia mendengarkan Dia. Manusia bahagia kalau Tuhan hadir dan manusia sendiri mendengarkan Tuhan yang hadir itu untuk menghadapi hidupnya. Pengaruh kedekatan manusia pada Kristus itu akan memberikan dampak psoitif terhadap orang lain. Dan panggilan manusia, panggilan kita sesungguhnya tidak lain adalah menjadikan diri kita sebagai berkat bagi lingkungan, masyarakat dan dunia kehidupan kita. Abraham dan Yesus itu telah menjadi berkat bagi dunia. Dan kita semua, Anda dan saya, adalah para pengikut Kristus. Konsekuensinya, kitas semua juga dituntut untuk menjadi berkat bagi orang lain. Menjadi berkat bagi orang lain artinya kehadiran kita tidak menyebakan orang lain terganggu. Menjadi berkat bagi orang lain artinya kehadiran kita tidak membuat orang lain sakit hati. Menjadi berkat bagi masyarakat artinya kehadiran kita bukannya untuk mengacaukan segala sistem yang berlaku di dalam masyarakat. Menjadi berkat bagi lingkungan artinya kehadiran kita tidak merusak tata norma kehidupan sosial dan moral keagamaan. Hidup kita akan menjadi berkat bagi orang lain, hanya kalau orang merasa betah dan berbahagian berada bersama kita. Menjadi berkat bagi orang lain artinya orang lain harus merasakan kebahagiaan seperti pengalaman ketiga murid di atas puncak gunung. Kita semua adalah murid yang diajak Tuhan ke puncak kebahagiaan. Dan kebahagiaan yang ditawarkan Yesus itu berakhir di puncak salib golgota.

Masa tobat, Prapaska adalah masa pembaruan diri. Kita membarui diri menjadi manusia baru, manusia yang merasa bahagia. Membarui diri bagi kita, bukan karena kita belum hidup bersama Kristus, belum berada bersama Dia. Bukan! Sebagai murid Nya, sesungguhnya kita sudah hidup bersama Yesus, berada bersama Dia. Tuhan mengajak kita untuk menjadikan masa tobat ini sebagai kesempatan untuk mendengarkan Tuhan. Mendengarkan ajakan Tuhan demi pembaharuan cara hidup kita. Tuhan semoga kami mampu mendengarkan ajakan-Mu biar kami merasakan kebahagiaan bersama-Mu. Amin.

MINGGU PRAPASKA KE-4A

MINGGU PRAPASKA IV TAHUN A

1Sam.16,1-13; Ef.5,8-18; Yoh.9,1-41



Dalam kehidupan kita, kita sering mendengar kata ‘buta”. “Buta mata”, artinya matanya tidak dapat melihat. Kita juga sering mendengar ungkapan-ungkapan yang sinonim dengan “buta”, seperti “buta politik”; maksudnya bukan tidak bisa melihat politik tetapi tidak tahu berpolitik dan tidak tahu selukbeluk tentang politik. Kita juga sering mendengar istilah “buta hukum” maksudnya untuk melukiskan ketidaktahuannya dalam bidang hukum. Ada juga istilah”buta aturan” artinya tidak tahu aturan dan tidak mau tahu dengan aturan. Ada juga”buta huruf” tidak tahu baca, ada juga istilah “buta nurani”. artinya hati nuraninya tidak berfungsi / tertutup.Dan jenis ini yang terbanyak di Indonesia.

Dari beberapa jenis “buta” yang sudah saya sebutkan tadi, ada dua jenis buta yang cukup dominan diceritakan dalam bacaan Injil hari ini yakni : “buta mata” dan “ buta Nurani”. Satu orang memiliki cacat buta mata. Orang inilah yang disembuhkan matanya oleh Yesus. Dan sesudah peristiwa penyembuhan itu ia melihat Yesus lebih jelas lagi. Tetapi ada juga sekelompok orang lagi yang bukan buta mata tetapi buta nurani. Mata mereka normal / dapat melihat tetapi nuraninya tertutup. Kelompok inilah yang disebut Yesus, “orang yang melihat tetapi buta”.

Kita lihat orang pertama. Ketika Yesus sedang dalam perjalanan karya keselamatannya, ia berhadapan dengan “orang yang matanya buta”. Para murid bereaksi dan berkata kepada Yesus. “rabi, siapakah yang berbuat dosa, orang ini atau orangtuanya sehingga ia dilahirkan buta”. Pada waktu itu, umumnya orang melihat penyakit sebagai hukuman / kutukan Tuhan karena dosa-dosanya atau dosa nenek moyangnya. Para murid juga menganut pandangan ini. (Pandangan seperti ini masih cukup kuat juga dalam masyarakat kita). Yesus tidak melihat itu sebagai kutukan atas dosa, tetapi kenyataan itu dipakai Yesus sebagai kesempatan emas baginya untuk membuka nurani setiap manusia terhadap karya-keselamatan Allah. Atas dasar itu, walaupun tidak diminta oleh orang buta itu untuk menyembuhkan dia, Yesus terpanggil untuk menyembuhkannya. Dan terjadilah peristiwa itu, orang yang buta sejak dilahirkan dapat melihat kembali.

Peristiwa itu membawa pertemuan iman antara orang mantan buta ini dengan Yesus walaupun imannya akan Yesus sebagai Putra Allah itu, prosesnya panjang dan bertahap, tidak sekali jadi, mulai dari kepercayaannya akan Yesus sebagai orang yang biasa, ini nampak dalam ungkapannya “orang yang disebut Yesus mengadukkan tanah, mengoles pada mataku dan menyuruh aku membasuh”, lalu berkembang pada ungkapan”ia seorang nabi’, lalu berkembang lagi pada ungkapan, Yesus sebagai “utusan Allah” dan yang terakhir ia percaya dan menyebut Yesus sebagai Tuhan , “ Putera manusia” yang sama artinya dengan Allah. Ini perjalanan iman atau tahap-tahap iman orang yang mantan buta.

Peristiwa penyembuhan itu seharusnya membantu orang-orang yang menyaksikannya agar semakin percaya kepada karya-karya Allah dan harus semakin percaya siapa Yesus yang sebenarnya, tetapi justru menimbulkan pertentangan yang besar karena munculnya orang yang “buta nurani”. Siapa yang buta nurani itu ? yaitu para pemimpin agama, (tetapi tidak semua pemimpin agama itu buta nurani, gawat ini kalau ambil kesimpulan seperti itu). Mereka adalah orang-orang farisi. Mengapa mereka disebut orang yang buta nurani. Pertama, mereka tidak bersyukur atas penyembuhan orang buta tadi.Orang buta tadi sudah menderita bertahun-tahun, seharusnya mereka bersyukur ada orang yang membantu dia untuk melihat. Kedua, hati nurani mereka tidak mampu melihat apa yang dikerjakan oleh Yesus. Dengan melihat peristiwa penyembuhan itu seharusnya mereka dapat mengambil kesimpulan bahwa Yesus ini bukan orang biasa, hanya mesias yang mampu melakukan hal-hal seperti ini. Ketiga mereka terlalu mengutamakan aturan sabat dan memakai aturan itu untuk membelenggu orang lain atau untuk mempersalahkan orang lain dan menjerat orang lain.. Memang aturan, supremasi hukum harus ditegakkan (seperti di Indonesia hukum itu harus ditegakan tidak memandang kedudukan dan status orang ) tetapi aturan itu harus memerdekakan orang, dan bukannya untuk membelenggnya.

Dan akar dari kebutaan nurani ini adalah kesombongan dan rasa iri hati mereka terhadap Yesus, sebab kehadiran Yesus menggoyahkan status quo mereka.Kesombongan dan keirihatian adalah sikap-sikap yang dapat membutakan hati nurani mereka. Karena itu, Yesus mengatakan “mempunyai mata tetapi tidak melihat” Melihat tetapi buta..

Pesan apa yang mau kita petik dari kisah dua jenis buta yang disampaikan dalam injil ini.

Pertama, kesombongan dan rasa irihati adalah hal-hal yang dapat membutakan nurani kita; dapat membuat kita tidak mampu untuk bersyukur atas kelebihan orang lain, bersyukur atas nasib baik orang. Kesombongan dan irihati dapat membutakan nurani kita untuk melihat karya-karya Allah dalam hidup kita, dapat membuat kita tidak mampu untuk membaca dan melihat Yesus yang berkarya. Karena itu dalam masa tobat ini, apabila kita masih memiliki sifat kesombongan dan irihati perlu disikapi secara serius karena hal-hal seperti ini dapat membutakan nurani kita. Dalam masa tobat ini kita perlu mempertajam hati nurani kita untuk melihat penderitaan dan kesusahan orang lain dan berusaha membantunya sekurang-kurangnya tidak menambah bebannya, melihat karya-karya Allah, melihat hal-hal yang positif pada orang lain, dan lain sebagainya.Kedua, Dalam masa tobat ini, kita perlu mempertajam iman kita seperti iman orang buta, mengenal Yesus walaupun pelan tapi pasti. Dari mengenal Yesus sebagai manusia biasa sampai mengenal Yesus sebagai Tuhan. Iman orang buta itu boleh dikatakan , “iman pelan tapi pasti”. Kita perlu memiliki iman seperti itu “pelan tapi pasti”. Amin

MINGGU PRAPASKA KE-5A

HARI MINGGU PRAPASKA KELIMA TAHUN A

Yeh.37,12-14; Rom.8,8-11; Yoh.11,1-45



Dua minggu yang lalu saya sempat memberika n renungan rekoleksi kepada sekelompok mahasiswa UGM di Wisma Salam Yogya. Dalam rekoleksi itu para peserta diajak untuk melihat Arti dosa dan makna tobat. Sesudah renungan para peserta diberi juga kesempatan mengikuti jalan salib. Mereka membentuk kelompok kecil terdiri dari empat orang. Secara bersama-sama mereka memanggul sebuah kayu salib yang cukup berat sambil jalan berlutut dari stasi ke stasi. Mereka diberi kesempatan untuk menghayati penderitaan Kristus di jalan salib. Sesudah kegiatan yang meletihkan itu, yang memakan waktu 2 jam. Seorang peserta, dalam pertemuan pribadi dengan saya mengungkapkan pengalaman rohaninya, Ia mengatakan begini; Jalan salib ini menyadarkan aku bahwa aku sudah hidup kembali. Lalu saya mengatakan, “mengapa kamu sampai mengatakan begitu”. Ia jawab, dosa dan kelemahanku selama ini telah membuat aku mengambil suatu kesimpulan bahwa aku telah mati, tidak pantas dekat dengan Tuhan. Tetapi jalan salib tadi telah menyadarkan aku bahwa Yesus telah menghidupkan aku kembali dan saya merasa Tuhan begitu dekat dengan saya.

Misi utama kedatangan Yesus adalah membawa “hidup” ke dunia. Hal ini sangat jelas telah dikemukakan dalam ketiga bacaan tadi. Dalam bacaan pertama, melalui nabi Yehezkiel Tuhan berfirman:” “Aku akan memberikan RohKu ke dalam kamu, sehingga kamu hidup kembali”. Memberikan roh artinya memberikan hidup. Dalam bacaan kedua, St.Paulus mengatakan:”Roh yang telah membangkitkan Kristus dari alam maut akan menghidupkan tubuhmu yang fana”. Roh yang telah membangkitkan Yesus, memberikan hidup kepada manusia. Dan dalam Injil. Yesus secara menakjubkan menghidupkan kembali Lazarus yang telah 3 hari meninggal dunia.

Mengapa Yesus perlu membawa “hidup” ke dunia ? Apakah di dunia tidak ada hidup. Jawabannya, ada juga dalam ketiga bacaan tadi yakni sebab dunia telah menjadi “kubur”.

Apa artinya kubur. Setiap kita, pasti sudah melihat kubur atau pekuburan. Kubur itu didefinisikan atau diartikan rumah untuk orang mati. Pekuburan itu, perkampungan orang-orang yang telah mati.

Kubur tidak hanya diartikan lurus sebagai rumah tinggal untuk orang mati secara fisik. “Kubur” di sini harus diterjemahkan secara luas. Kubur adalah suatu simbol / lambang adanya “kematian”, simbol tidak adanya hidup. Tidak pernah kubur itu dikaitkan dengan orang hidup. Tetapi kubur selalu dikaitkan dengan orang mati. Hanya orang mati yang memerlukan kubur, hanya orang mati yang perlu dikuburkan.

Orang mati di sini juga jangan diartikan secara sempit sebagai kematian fisik. Tetapi dalam pengertian yang luas; termasuk juga dalam pengertian ,” kematian jiwa”./ kematian rohani. Dengan orang berbuat dosa sebenarnya ia telah membuat kubur bagi jiwanya.

Yesus datang membawa hidup kepada orang-orang yang berada dalam kubur. Baik kubur secara fisik, contohnya seperti Lazarus dalam Injil tadi,Ia mati secara fisik, sebagai orang mati, ia masuk dan berada dalam kubur, di kubur ia tidak dapat memberi apa-apa selain menyebarkan kebauan / kebusukannya kepada orang lain. Tetapi Yesus datang memberi hidup kepadanya dan iapun bangkit dan hidup.

Yesus tidak hanya datang membangkitkan orang yang berada dalam kubur fisik, tetapi juga dan terutama mau memberi hidup, mau membebaskan semua orang yang terkubur dalam pengertian yang luas.Yesus datang membawa hidup kepada manusia yang jiwanya telah mati dan berada dalam kubur. Sebagai contoh, seperti dalam cerita awal saya tadi, Yesus datang membebaskan seorang mahasiswa yang merasa dirinya telah terkubur oleh dosa-dosa yang telah diperbuatnya. Yesus datang memberi hidup kepadanya, membangkitkan semangatnya, membangkitkan kembali imannya, membangkitkan pengharapannya yang selama ini terkubur.

Apa pesannya untuk kita dari bacaan tadi. Lazarus dalam Injil tadi adalah wakil dari manusia-manusia dan kita-kita ini yang telah menciptakan kubur bagi diri kita sendiri. Dalam kehidupan kita sehari-hari, kita telah menciptakan dan membangun sejumlah kubur dalam arti yang luas. Oleh perbuatan kita, oleh tingkah laku kita, oleh sikap hidup kita, oleh tutur kata kita, kita telah membuat kubur, menggali kubur untuk diri kita. Kita ibarat lazarus yang telah mati dan berangkat menuju kubur yang telah kita ciptakan sendiri. Dan di dalam kubur yang kita ciptakan itu, kita menghayati kematian dan kebusukan kita. Kristus datang membawa hidup kepada kita. Ia sendiri berkata: Akulah kebangkitan dan kehidupan. Itu berarti pada Yesus ada hidup dan hidup itu hendak diberikannya kepada kita agar kita keluar dari kubur yang telah kita ciptakan sendiri.

Masa prapaskah merupakan masa untuk keluar dari kubur dosa yang telah kita bangun dan berlangkah menerima tawaran “hidup” yang diberikan Kristus kepada kita.Masa prapaskah merupakan masa untuk bangkit dari segala hal yang membuat kita selama ini seolah-olah tertidur dalam kubur.

Kita kembali ke cerita awal tadi, kiranya dengan cerita tadi memberi inspirasi dan pesan bagi kita untuk melihat kembali perjalanan hidup kita yang membuat kita merasa telah mati, telah terkubur tetapi dihidupkan kembali oleh Yesus. Yesus telah memberi hidup kepada manusia agar manusia tidak terkubur lagi dalam dosa-dosanya.Semoga.

Tias Dalem, 17 Maret 2002.