Hari Minggu Biasa ke-25 Thn.B2
Keb 2:12.17‑20; Yak
3:16‑4:3; Mrk 9:29‑36
Stasi
Singosari Malang
Buka
Hari ini
kita semua, kembali diundang Tuhan untuk merenungkan kembali perjalanan hidup
kita. Hari ini Tuhan melalui firman-Nya
mau menyadarkan kita akan tugas dan panggilan kita sebagai orang-orang
baik karena memang kita diciptakan oleh yang mahabaik dalam kelimpahan
kebaikan. Kodrat kita manusia, adalah baik dan Tuhan melengkapi kita dengan
segala hal yang baik berupa kesabaran, kelemahlembutan, kerendahan hati. Semua
perlengkapan, kesabaran, kelemahlembutan dan kerendahan ini diberikan kepada setiap kita bukannya pertama dan terutama supaya kita
melakukan perlawanan terhadap kejahatan tetapi pertama dan terutama agar
orang jahat dapat belajar bersikap sabar,
lemahlembut, dan rendah hati. Kita berdoa memohonkan rahmat Tuhan agar menjadi
orang yang sabar, lemah lembut, dan rendah hati karena kita yakin oleh semangat
yang sabar, sikap yang lemah lembut dan rendah hati akan mengubah semua yang
merusakan citra kehidupan kita. Kita akui kelemahan dan dosa karena sekians
ering kita kurang sabar, kurang bersikap lemah lebuh dan bersikap rendah
hati....
Renungan
Saya kira semua kita
sepakat bahwa tidak ada kebaikan yang mendatangkan penderitaan.
Kebaikan senantiasa membuahkan hidup yang tenang, aman dan tenteram. Sebaliknya kejahatan menaburkan dan
menumbuhkan penderitaan. Berdasarkan pengalaman pada umumnya
hanya kejahatanlah yang
melahirkan penderitaan. Siapa berbuat jahat akan menderita, cepat atau lambat
waktunya. "Siapa mengejar kejahatan akan ditimpa kejahatan" (Ams
11:27). Siapa mengejar kejahatan akan dikejar oleh kejahatan. Siapa membunuh
akan dikejar oleh pembunuhan. Siapa berdosa akan dikejar oleh dosa.
"Sungguh, orang jahat tidak akan luput dari hukuman" (Ams 11:21).
Dengan ini "kejahatan manusia menelan dirinya" (Pkh 8:6) sendiri.
Dari kebenaran
dan kenyataan seperti ini
sesungguhnya logislah hanya
orang jahat yang menderita. Kalau orang berdosa
sebenarnya hanya dia yang
menderita akibat dosa yang ia lakukan.
Kalau orang mencuri milik orang lain, dia sendirilah yang dipukul, diadili dan
dipenjarakan atau mungkin dibunuh karena perbuatannya itu.
Ini logika atau hukum kejahatan. Namun dalam pengalaman sering juga penderitaan
itu tidak hanya dialami orang jahat, tetapi juga dialami
orang baik. Orang jahat melakukan kejahatan apa saja, dan dampak perbuatannya tidak
hanya menimpa orang jahat itu tetapi juga menimpa orang lain termasukorang yang baik.
Malahan serng terjadi, saat
kejahatan dilakukan, orang lainlah yang
menderita dan bukannya si pelaku.
Penderitaan orang jahat umumnya muncul lama sesudah kejahatan dilakukan dan itupun kalau berhasil dilacak.
Korban pertama dari setiap kejahatan pada saat kejahatan dilakukan adalah orang‑orang
baik yang tidak bersalah.
Ketiiga bacaan hari ini
meperlihatkan keapda kita bahwa penderitaan bukan menimpa
orang jahat, melainkan menimpa
orang‑orang baik. Dari Kitab
Kebijaksanaan Salomo kita mendengar rencana orang jahat terhadap orang baik. Kata-kata orang jahat itu:
"Marilah kita menghadang orang baik, sebab orang
baik menjadi gangguan serta menentang pekerjaan kita Mari kita mencobainya dengan menganiaya dan menyiksa
agar kita mengenal kelembutannya serta menguji kesabaran hatinya. Hendaklah
kita menjatuhkan hukuman mati terhadapnya,
sebab menurut katanya ia pasti mendapat pertolongan"
Di sini tampak bahwa derita, siksaan dan
penganiayaan yang dialami orang‑orang baik itu
datang dari luar, datang dari orang‑orang jahat. Orang baik sendiri tidak
pernah merencanakan dan melakukan penderitaan bagi diri dan bagi orang lain.
Orang baik tidak pernah menyiksa diri dan sesamanya. Orang baik tidak akan pernah menciptakan beban bagi orang lain. Karena
itu apabila orang baik menderita sengsara, penderitaan dan kesengsaraan mereka
itu umumnya datang dari luar, dari orang‑orang jahat. Nasib yang sama dialami
Yesus. Yesus sebagai "Anak Manusia diserahkan ke tangan manusia, dan
mereka akan membunuh Dia, tetpai
tiga hari sesudah dibunuh Ia bangkit" (Mrk 9:31). Yesus benar‑benar
menderita sengsara dan dalam
penderitaan‑Nya Ia "merasa terasing dan dikelilingi musuh yang siap membunuhnya. Semua bentuk penderitaan yang dialami Yesus datang dari luar, dari anak‑anak
manusia yang jahat dan berdosa.
Apa sebenarnya yang
mendorong orang jahat menyerang, mencobai, menyiksa,
menganiaya sehingga orang‑orang baik terpaksa harus
menderita? Bacaan II hari ini menyebutkan alasannya bahwa iri hati dan egoisme menjadi dasarnya.
"Di mana ada iri hati dan sikap mementingkan
diri di situ ada kekacauan dan segala macam perbuatan jahat. Kamu iri hati,
namun kamu tidak mencapai tujuanmu, lalu kamu bertengkar dan kamu
berkelahi" (Yak 3:16; 4:2). Kekacauan dan perbuatan jahat lahir dari iri
hati dan egoisme. Karena
iri hati manusia bertengkar dan berkelahi. Karena
iri hati manusia senantiasa mengejar sesamanya untuk menyaingi dan bahkan
untuk membinasakan sesamanya itu. Kitab Amsal mencatat bahwa "iri hati
membusukkan tulang" (Ams 14:30). Sebetulnya iri hati tidak saja membusukkan tulang melainkan
juga membusukan hati, dan
kalau hati membusuk maka tingkah laku dan perbuatan juga penuh kebusukan. Hati yang busuk tidak
hanya menghasilkan perbuatan busuk, tetapi juga penderitaan yang busuk.
Begitulah iri hati membuat orang busuk di dalam hatinya, busuk juga dalam
perbuatannya dan akhirnya menciptakan penderitaan yang busuk dalam diri dan
hidup orang lain. Iri hati dan
egoisme ibarat "tumpukan sampah busuk" yang menyebabkan bau
yang busuk bukan saja untuk diri sendiri tetapi juga bagi
orang lain.
Di samping iri hati dan ingat diri, egoisme, hal lain yang
mendorong orang jahat mencoba dan menyerang orang baik adalah hawa nafsu yang
saling berjuang. Rasul Yakobus menulis: "Dari manakah datangnya sengketa
dan pertengkaran di antara kamu? Bukankah datangnya dari hawa nafsumu yang
saling berjuang di dalam tubuhmu? Kamu mengingini sesuatu, namun kamu tidak
memperolehnya, lalu kamu membunuh" (Yak 4:1‑2). Sengketa dan pertengkaran
datang dari hawa nafsu. Permusuhan antara manusia juga lahir dari beragamnya nafsu dan keinginan yang "saling
bersaing" dalam diri, bersaing merebut keinginan yang tidak tercapai.
Injil menginformasikan
bahwa dalam perjalanan bersama Yesus para murid bertengkar satu
sama lain karena ada nafsu
akan kuasa dan posisi. Di
tengah jalan "mereka mempertengkarkan siapa yang terbesar di antara
mereka". Nafsu untuk memperoleh kekuasaan, jabatan, prestise serta nafsu untuk menjadi yang terbesar terbukti melahirkan pertengkaran, perkelahian dan bahkan
pembunuhan di antara manusia. Keinginan dan
nafsu yang tidak terkendali dalam
mengejar kuasa, jabatan yang menguasai
seseorang membuat orang itu berperang
melawan dirinya sendiri dan melawan orang lain. Apabila nafsu sudah menguasai seseorang maka ia akan segera
memandang orang lain bukan sebagai "saudara atau sahabat", melainkan
sebagai musuh yang harus dilawan, dikalahkan,
dan dimusnahkan. Iri hati, egoisme dan nafsu biasanya bisa dilihat
melelaui sikap hidup. Kalau sekarang ini banyak orang yang sudah kalau orang
lain senang dan banyak senang kalau orang lain susah itu menjadi pratanda iri
hari merusak kehidupan manusia.
Menghadapi orang jahat yang dikuasai iri
hati,egoisme, hawa nafsu, bagaimanakah sikap‑sikap kita sebagai
orang‑orang baik? Apakah kita harus
berhenti menjadi orang
baik, sebab dengan kebaikan dan kebajikan yang kita miliki
lalu "menjadi gangguan" atau ancaman yang menentang pekerjaan orang‑orang
jahat? Apakah kita harus menyerah pada perbuatan jahat, supaya kita menjadi
aman dan tidak lagi diganggu atau dicobai oleh orang‑orang jahat seperti dikisahkan dalam bacaan pertama?
Aman dalam kejahatan dan aman bersama kejahatan bukanlah kebajikan
yang terpuji. Kebajikan yang terpuji adalah merasa
aman dalam kebaikan dan dengan kebaikan, sebab kebajikan seperti itu adalah
"suatu kecenderungan yang tetap dan teguh untuk melakukan yang baik. Dengan kebajikan yang baik kita bukan saja bisa
melakukan perbuatan baik, tetapi juga
harus bisa menghasilkan
yang terbaik seturut kemampuan kita. Dengan
segala kekuatan moral dan rohani, kita, manusia
berkebajikan dan dipanggil untuk
melakukan yang baik."2 Sebab itu sekalipun kita menjadi orang berkebaikan
dan berkebajikan tertentu
"menjadi gangguan" bagi orang jahat, kita tidak boleh mundur dari
kebaikan, hanya karena serangan, ancaman dari orang‑orang jahat. Berhadapan
dengan ancaman, serangan dan penderitaan yang datang dari orang‑orang jahat,
kita diharapkan untuk terus berpaling
kepada Kristus yang "menderita dengan sukarela, dihukum tanpa kesalahan.
Kerelaan dan ketabahan menanggung penderitaan, penganiayaan dan penyiksaan
yang datang dari luar, dari orang‑orang jahat, adalah suatu bentuk partisipasi
kita dalam penderitaan Kristus di kayu salib yang "menghancurkan akar‑akar
kejahatan yang tertanam dalam sejarah kehidupan umat manusia
dan dalam jiwa manusia."
Kalau kita seperti Kristus menderita dengan
sukarela dan menderita walaupun tidak bersalah, apakah kita bersikap diam
saja, atau sebaiknya membalas dendam terhadap orang‑orang jahat? Kalau kedua
sikap ini ditawarkan kepadamu, maka pilihlah "sikap diam" dan
bukannya membalas dendam. Sebab Yesus mengajarkan dan
melarang kita mencari pemecahan dalam
sikap dendam.
Membalas dendam tidak menyelesaikan persoalan, tetapi sebaliknya justru
menanamkan, menumbuhkan dan membuahkan pelbagai
persoalan baru yang
berkepanjangan. Sebab itu lebih baik mengambil sikap diam daripada memilih
rencana balas dendam. Paus Yohanes Paulus
pertama pernah menasihatkan begini: Dalam sikap diam, engkau akan mampu bertobat dan juga untuk mengasihi musuh‑musuhmu. Maka, dengan memilih
"diam", "perdamaikanlah mula‑mula dirimu dengan Allah,
perbaruilah hatimu, tunjukkanlah cinta untuk menggantikan dengki, gantilah
kemarahan dengan kesabaran, gantilah ketamakan yang tak terkendalikan dengan
kesederhanaan dan ugahari. Jika engkau telah bertobat dalam batinmu dan membarui
dirimu, maka engkau akan melihat dunia ini dengan mata yang lain dan engkau
menemukan suatu dunia yang berubah."
Yesus sendiri sudah menegaskan kepada kita:
"Kamu telah mendengar firman: Kasihilah sesamamu manusia dan bencilah
musuhmu. Namun Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi
mereka yang menganiaya kamu" Pada bagian lain Ia menyampaikan: "Kamu
telah mendengar firman: Mata ganti mata dan gigi ganti gigi. Namun Aku berkata
kepadamu: Janganlah kamu melawan orang yang berbuat jahat kepadamu".
Orang‑orang di dunia barangkali masih membenci
musuh‑musuh mereka. Namun pengikut Kristus tentu
saja diharapkan tidak demikian.
Pengikut Kristus bukan
hanya tidak boleh bermusuhan dengan siapa pun, melainkan juga berusaha
menghancurkan permusuhan yang sudah ada. Bagi kita
musuh bukanlah orang yang dibenci, melainkan orang yang dikasihi. Kebesaran kita sebagai murid Tuhan justru ditakar
oleh kesediaannya untuk mengasihi musuh‑musuhnya. Di dunia ini barangkali orang‑orang masih memberlakukan
prinsip "mata ganti mata dan gigi ganti gigi". Namun murid Tuhan
tidak boleh demikian. Kalau yang berlaku adalah prinsip "mata ganti mata
dan gigi ganti gigi" maka hasilnya bukan hanya satu mata atau dua mata,
atau juga satu gigi atau dua gigi yang rusak, melainkan akan ada banyak sekali
mata dan gigi lain yang hancur atau roboh. Bahkan lebih fatal dari itu, nyawa
atau hidup manusia sendiri bisa melayang atau tewas.
Sebab itu berbeda dengan orang‑orang di dunia ini,
murid‑murid Kristus seperti kita semua tidak boleh membalas dendam terhadap
siapa pun. Inilah imbauan mendiang Bapa
Suci Yohanes Paulus II untuk kita
semua. "Jadilah orang yang pertama untuk memberikan dan menerima
pengampunan, untuk membebaskan ingatanmu dari kebencian, permusuhan dan keinginan
untuk membalas dendam, serta mengakui dan menerima semua orang yang sudah
bersalah kepadamu sebagai saudara dan saudari. Janganlah membiarkan dirimu
dikalahkan oleh kejahatan, tetapi kalahkanlah kejahatan dengan kebaikan .
'Sama seperti Tuhan telah mengampuni kamu, kamu perbuatlah demikian'.