HARI MINGGU BIASA XXI TAHUN B/1
Yos 24:1‑2a.15‑18b; Ef 5:21‑32; Yoh
6:60‑71
Paroki
Kristus Raja, Mbaumuku 23 Agustus 2015
Buka
Dalam praktik
hidup kita Tuhan selalu menawarkan apa yang terbaik yang harus kita pilih dan
menjadi pilihan kita. Hari ini Tuhan mengajak kita untuk tetap setia pada
pilihan kita berada di hadapan Tuhan dalam perilaku kehidupan yang adil, jujur
dan bermartabat. Dalam hidup kita sering beralih dari Tuhan karena adanya
tuhan-tuhan lain yang kita sembah dalam wujud, kuasa, nama besar, harta.
Mungkin inilah yang harus kita perbaharui mengawali perayaan yang
menawarkan kehiudpan jiwa kita dalam
perayaan ini. Kita akui salah dan dosa kita.
Renungan
Salah satu sikap dan tindakan yang melengkapi bahkan
melekat pada diri dan kehidupan kita
sejak manusia pertama adalah persoalan
pilih memilih. Setelah Tuhan menciptakan segalanya, manusia diberi kesempatan
untuk memilih. Memilih untuk tetap mengikuti apa yang Tuhan tetapkan atau
memilih yang lainnya. Kisah kejatuhan manusia pertama sesungguhnya menjadi
kisah tentang ketidaktepatan manusia untuk menentukan sikap, untuk
memilih. Kejatuhan manusia pertama
adalah bentuk memilih yang salah. Kesalahan memilih ini, terus menerus
berlangsung dalam praktik hidup manusia. Manusia bisa salah memilih karena
tidak memiliki pendirian yang kukuh berhadapan dengan pelbagai tawaran manis
yang dihadapkan kepadanya. Manusia bisa memilih salah karena dia tidak
berpegang pada apa yang benar. Manusia bisa salah memilih karena ada yang
mengarahkannya untuk memilih yang salah. Manusia bisa saja salah memilih karena
tertipu daya muslihat.
Dunia kita zaman ini ibarat sebuah toko swalayan yang
menyiapkan segalanya untuk kita pilih. Di dunia yang hadir ibarat toko swalayan ini banyak sekali pilihan hidup yang menggiurkan.
Dia muncul di depan mata kita dengan banyak macam tawaran, banyak macam barang. Di dunia ini manusia bisa tergiur untuk memilih
kenikmatan dan kesenangan hidup tanpa berusaha dan kerja keras. Di dunia
ini dan di zaman ini masih ada tawaran
bagi manusia untuk mendapatkan uang, harta yang banyak secara instan cukup
dengan cara tidur yang banyak sambil mendambakan mimpi turunnya huruf dan angka
taruhan pada pelbagai jenis judi yang tersembunyi tetapi dampaknya sangat
dahsyat. Tawaran untuk menjadi kaya mendadak dalam permainan angka dan huruf
dalam aneka judi telah memperbudak mental, sikap, perilaku sebagian besar
masyarakat baik yang berpendidikan maupun yang tidak berpendidikan, baik yang
di kota maupun yang ada di desa-desa.
Di dunia yang menjadi toko swalayan ini, manusia juga
berhadapan dengan tawaran kuasa dan jabatan. Bagi yang haus dan rakus akan
kekuasaan bisa saja menginjak martabat sesamanya dengan tipu muslihat yang
terkesan halus tetapi sesungguhnya kejam, terkesan sopan dan santun tetapi sesunggguhnya
mematikan. Pilihan hidup dan pilihan-pilihan lainnya yang sesungguhnya melekat
pada martabat hidup seseorang bisa saja dibelokkan oleh tipu muslihat dalam
aneka bentuknya. Orang-orang yang mencari nama besar dan kekuasaan zaman ini bisa
saja menawarkan ‘tuhan-tuhan’ yang baru kepada sesamanya. Wujud ‘tuhan-tuhan’
baru yang bisa menjebak dan membelokkan pilihan hidup seseroang bisa berupa
jumlah rupiah, bisa berupa sembako, bisa berupa tawaran posisi dan jabatan.
Kuasa dan jabatan yang didapatkan dan didasarkan atas tipu muslihat dengan
menghadirkan ‘tuhan-tuhan’ baru seperti itu adalah jabatan dan kuasa yang rapuh karena berlawanan dengan panggilan
manusia untuk adil dan jujur di hadapan Tuhan dan di hadapan sesamanya.
Nilai dan martabat manusia di hadapan Tuhan diukur dengan
ketepatan manusia memilih apa yang benar, yang jujur, yang adil. Dan orang
hanya bisa hidup secara benar, jujur, dan adil kalau ia sendiri menyadari
dirinya sebagai makhluk yang bermartabat. Ciri orang bermartabat adalah menolak
setiap tawaran yang berlawanan dengan apa yang benar, berlawanan dengan apa
yang adil, berlawanan dengan apa yang jujur. Itu artinya, manusia bermartabat
harus memilih apa yang benar, apa yang adil, dan apa yang jujur. Ketiga bacaan
yang diperdengarkan untuk hari ini pada dasarnya berbicara tentang bagaimana
manusia mempertanggungjawabkan martabatnya di hadapan Tuhan dan di hadapan
sesama dalam menentukan pilihan yang menggaransi dan menjamin kehidupan jiwa.
Ukuran kualitas kebermartabatan kita manusia bukan untuk kepentingan hidup yang
sementara ini, tetapi harus dilihat sebagai modal yang kita investasikan untuk
kehidupan setelah mengakhiri kesementaraan di dunia. Dunia akhirat adalah dunia
tanpa kuasa dan jabatan karena hanya ada satu yang berkuasa di sana yaitu
Tuhan. Di alam sana tidak ada pejabat dan rakyat, tidak ada pemimpin dan yang
dipimpin, tidak ada imam dan umat. Yang ada di sana hanyalah jiwa orang-orang
yang menjaga martabatnya selama hidup dengan
cara yang benar, adil dan jujur.
Melalui bacaan pertama kita melihat bagaimana Yosua
mengingatkan kita tentang bagaimana
menentukan pilihan yang lebih bebas dan bermartabat. Yosua mendapatkan
kekuasaan dan jabatan dari Tuhan tidak memaksakan kehendaknya, tidak mau
menyalahgunakan kekuasaan dan jabatannya untuk memaksa bangsanya. Yosua
mmperlihatan model pilihan yang benar dengan menghadirkan kembali perilaku
kehidupan Israel sebagai bangsa terpilih. Yosua yang menawarkan pilihan yang
bermartabat. Yosua tidak memilki uang, tidak memiliki stok sembako untuk
membelokkan pilihan bangsa Israel. Yosua membiarkan Israel untuk menentukan
pilihan mereka antara memilih Tuhan atau allah‑allah
lain. Yosua menegaskan,
"Jika kamu menganggap tidak baik beribadat kepada Tuhan, pilihlah pada
hari ini kepada siapa kamu akan beribadat." Yosua, dengan kata-kata ini mau menegaskan tentang penghargaaan terhadap
pilihan bebas. Bukan pilihan karena tekanan dan alasan tertentu. Bagi Yosua
pilihan bebas itu memungkingkan orang lebih jernih mempertimbangkan akibat dari
pilihan yang dilakukan. Hanya orang-orang yang memilih dalam kebebasan akan
menerima risiko atau akibat dari pilihannya secara ksatria. Orang yang memilih
dalam kebebasan tidak akan melemparkan kesalahan kepada orang lain. Orang yang
memilih dalam kebebasan tidak pernah merasa kalah atau menang.
Yosua adalah pemimpin baru yang dipercayakan Tuhan untuk
melanjutkan tugas Musa yang tidak diperkenankan Tuhan membawa bangsa itu masuk
ke tanah terjanji. Musa gagal memenuhi harapan bangsanya. Tipe kepemimpinan
Musa yang lebih banyak memaksa bahkan sering murka terhadap Israel diperbarui
dalam masa kepemimpinan Yosua. Yosua menyadari dan berusaha mempelajari sebab
kegagalan Musa dan berupaya menemukan model pendekatan yang baru yang
menghargai kebebasan Israel untuk memilih. Yosua sesungguhnya mengetahui bahwa
Israel sering memilih yang salah, atau menolak beribadah kepada Tuhan tetapi ia
menghargai kebebasan orang-orang yang dipimpinnya. Kata-kata Yosua tadi
sesungguhnya secara implisit mau mengatakan bahwa Israel meninggalkan Tuhan dan
memilih ‘alah-allah’ atau ‘tuhan-tuhan’ yang lain.
Pilihan yang salah atau kesalahan memilih selalu membawa
risiko.
Kesalahan milih juga sering terjadi justru karena orang mencari gampang, tidak
mau bersusah-susah. Dan yang semua kita tahu satu-satunya alat yang
menggampang-gampang hidup manusia adalah uang. Yang penting dapat uang apa yang
dipilih tidak perlu dipikirkan. Mental seperti ini mengerdilkan martabatnya
sebagai manusia yang diberi akal untuk berpikir kritis. Mental mencari gampang,
dan tak mau susah seperti inilah yang mendera para murid seperti dikisahkan
dalam injil hari ini. Yesus yang tampil sebagai pemimpin menantang para murid
untuk memilih dan berpikir kritis. Para murid yang bermental mencari gampang
secara emosinal menjukkan sikap menolak Yesus.
Banyak murid Yesus bersungut‑sungut dan
menilai kata-kata atau Sabda Yesus itu "keras". Iman
mereka menjadi "goncang". Sampai akhirnya banyak di antara mereka
"mengundurkan diri dan tidak lagi mengikuti Dia". Mereka tidak tahan
terhadap tantangan yang mengasah pikiran kritis.
Para murid
ditantang dengan kata-kata Yesus. Kita juga dalam cara dan bentuk yang lain
menghadapi tantangan yang bisa saja membuat kita memilih jalan yang paling
gampang. Sinode keuskupan Ruteng
beberap waktu lalu menemukan dan merumuskan pelbagai masalah yang menggerogoti
kehidupan umat dan gereja. Di rumuskan bahwa gereja, dunia, umat
sekarang mentalitas konsumerisme,
hedonisme, kekuasaaan yang mengabaikan
keadilan dan kejujuran. Kuasa, harta dan uang terus menjadi tuhan-tuhan baru
yang mengubah perilaku manusia.
Tuhan
tidak pernah mau memaksa kita. Hanya kalau kita mau hidup, dan hidup dengan
baik, tidak ada lain pilihan kita selain dari Dia, pemberi kehidupan. Tuhan sendiri menegaskan
dalam Injil hari ini: "Bagaimanakah jikalau kamu melihat Anak Manusia naik
ke tempat di mana Ia sebelumnya berada? Rohlah yang memberi hidup; daging sama
sekali tidak berguna. Perkataan‑perkataan yang Kukatakan kepadamu adalah roh
dan hidup". Yesus adalah hidup. Dialah hidup itu. "Akulah jalan dan
kebenaran dan hidup" (Yoh 14:6). Dia yang adalah hidup itu, hidup di
dalam diri kita dan menghidupkan kita. Melalui Roh‑Nya, Ia memberi hidup itu
kepada kita. Melalui sabda‑Nya, Ia memberi hidup itu kepada kita.
Sebab
itu siapa mengikuti Yesus, ia "memilih hidup" bagi dirinya dan siapa mengundurkan diri
dari Dia, tidak lagi mengikuti Dia,
ia "memilih mati" bagi dirinya.
Dengan ini kiranya kita disadakan bahwa di
dunia ini tidak ada satu pun yang tinggal tetap. Santu Agustinus bilang:
"Segala sesuatu berlalu. Hanya Tuhanlah yang tinggal tetap". Dialah
satu‑satunya yang tinggal hidup dan tetap hidup selama‑lamanya. Maka pilihlah
Dia supaya engkau hidup dan hidup selama‑lamanya. Amin