Renungan
Misa Syukur 25 Tahun Hidup Membiara
Fr.M.Gregorius,
BHK & Fr.M.Monfort, BHK
Yes.55,10-11,
Rom.8,18-23, Yoh.15,9-17
Komunitas Claket 21 Malang, Minggu, 14 Juli 2014
Buka
Sejak
kemarin suasana rumah ini menjadi lain dari yang biasa. Di kamar makan ada
begitu banyak hiasan yang menampakkan ada sesuatu yang lain. Kapel juga dihiasi
dengan aneka kembang yang juga menunjang suasana khusus yang membuat kita harus
merasa lain, berkata lain dan bertindak lain. Suasana dan nuansa yang lain ini
bukan karena kita yang lain tetapi karena Frater M.Monfort, BHK dan Frater
M.Gregorius, BHK menjadi orang yang harus diperlakukan secara lain. Keduanya
dikhususkan atau tepatnya diistimewakan karena Tuhan telah menyatakan KESETIAN
kepada kedua frater ini. Dalam kesetiaan Tuhan, keduanya telah belajar untuk
mengambil bagian dalam kesetiaan dan masa belajar itu telah mereka lewati
secara sukses selama 25 tahun. Hanya syukur yang bisa kita ekspresikan atas
karya besar Allah ini untuk mereka. Dalam syukur ini pula kita terus mendoakan
agar masa belajar untuk tetap setia kepada Tuhan yang memanggil mereka dapat
diteruskan pada masa yang akan datang. Harapannya agar kedua yubilaris yang
dipilih Tuhan tetap menjadikan hidup dan karya mereka sebagai pujian bagi
kebesaran Tuhan.
Mari kita
awali syukur kesetiaan ini dengan mengakui salah dan dosa kita. Saya Mengaku…
Renungan
Jumat siang, di kamar
makan kami sempat berbincang tentang
banyak topik, mulai dari kemelut data quick count Pilpres hingga topik
tentang banyaknya tarekat yang kekurangan dan bahkan ketiadaan calon. Saat itu,
yubilaris Fr.M.Gregorius , BHK spontan
menyampaikan kepada saya bahwa angkatan beliau dulunya atau 25 tahun silam
termasuk angkatan paling banyak fraternya. Dengan nada yang agak datar beliau
menyampaikan bahwa dari jumlah angkatannya yang tinggal hanya 2 orang yaitu
Fr.Gregorius dan Fr.Monfort. Sesuai dengan kata kitab suci banyak yang
dipanggil tetapi sedikit yang dipilih, begitu Fr.Goris melanjutkan komentarnya.
Cerita dan komentar beliau ini menginspirasi saya untuk menemukan sebuah titik
api yang kiranya bisa dan perlu dinyalakan dalam renungan peringatan 25 tahun
hidup membiara untuk kedua frater ini dalam perayaan ekaristi ini.
Berjalan dan menjalani
panggilan selama 25 tahun sampai pada akhirnya hanya menyisakan 2 orang sebagai
sisa kecil jelas membahasakan “sesuatu” yang perlu kita gali dan maknai bersama
dalam perayaan syukur ini. Apakah “sesuatu” itu yang berkaitan dengan dua
frater ini? Bagi saya, “sesuatu” itu
adalah “KESETIAAN”. Kesetiaan, memang hanya satu kata tetapi kata yang satu ini
memuat nuansa pesan beragam terkait dan terikat pada rentetan kisah
keterpanggilan kedua yubilaris ini.
Perayaan kita hari ini adalah
syukur untuk suatu Kesetiaan. Kesetiaan itu milik siapa dan siapakah yang setia
itu dalam hal ini? Yang setia itu adalah Tuhan karena Dialah penginisiatif awal
yang merancang perjalanan hidup kedua yubilaris. Dia pulalah yang menyertai
perjalanan dan pada waktunya akan menuntaskan perjalanan kedua frater ini.
Sekali lagi yang setia bukanlah manusia, bukan kedua frater yang berpesta hari
ini melainkan Tuhan. Kesetiaan kita manusia, kesetiaan kedua frater hanya
bermakna dalam konteks partisipasi pada kesetiaan Tuhan. Kesetiaan manusia,
kesetiaan kedua frater dalam mengakrabi panggilan hanyalah kemungkinan,
hanyalah potensi. Sebagai kemungkinan atau sebagai potensi, kesetiaan kita,
kesetiaan kedua yubilaris hanya bisa terlaksana, direalisasikan sejauh Tuhan
dalam kemahasetiaan-Nya menggerakkan
potensi kesetiaan pada diri kita dan kedua frater ini.
Kita bisa setia hanya
karena Tuhan setia bukan sebaliknya Tuhan setia karena kita setia. Kita bisa
menjadi orang baik karena kita lebih dahulu dilengkapi dengan kebaikan yang
hanya ada secara sempurna pada Tuhan. Karena itu kita tidak perlu berbangga
ketika dianggap baik, dianggap setia apalagi merasa diri lebih baik dan lebih
setia. Hal yang bisa kita banggakan hanyalah kerelasediaan kita untuk selalu
dan senantiasa terpaut pada kesetiaan dan kebaikan Tuhan. Kesadaran seperti ini
penting dalam rangka lahirnya sikap kerendahan hati dan kejujuran dalam
kehidupan. Kesombongan dan ketidakjujuran biasanya berhulu pada sikap
menganggap diri baik dan setia. Kualitas keberimanan kita justru ditimbang pada
takaran rasa apakah kita merasa
mengharuskan diri untuk selalu menghampiri Tuhan sebagai asal kebaikan
dan kesetiaan ataukah kita mengharuskan Tuhan untuk berbaik dan bersetia kepada
kita.
Hanya kebaikan dan
kesetiaan Tuhanlah yang memungkinkan kita bisa melakukan segalanya secara baik
dan setia dalam hidup dan pangggilan kita. Dalam bahasa yang religius kita
hidup karena rahmat Tuhan selalu mendahului gerak hidup kita. Kesetiaan Tuhan tidak ditentukan kondisi
manusia sehingga perkara-perkara ajaib terus terjadi selama dan sepanjang hidup
manusia. Kesetiaan Tuhan ibarat matahari yang setia terbit, ibarat hujan yang
setia mengguyur bumi untuk menghadirkan kehidupan.
Hari ini kita bersyukur
bersama kedua frater yubilaris karena mereka telah memaknai kesetiaan dan
kebaikan Tuhan sebagai ajakan dan undangan yang telah mereka terima 25 tahun
silam. Ajakan dan undangan itu telah mereka tanggapi dan mencoba berjalan di lintasan
yang ditetapkan Tuhan untuk mereka. Ajakan dan undangan itu bagi frater Monfort
tampak dalam semua hal dan dalam segala sesuatu yang dirasakan sebagai
perbuatan ajaib Tuhan. Perbuatan ajaib Tuhan itulah yang harus diberitakan,
disebarluaskan, dikabarkan, diakbarkan. Atas dasar itulah frater Monfort
mendisposisikan dan mengidentifikasikan diri sebagai Daud yang membangun tekad dan komitmen dalam mottonya:“perbuatan-perbuatan-Mu
yang Ajaib AKAN kunyanyikan (Mzr.145,5).
Motto ini jelas dipilih
secara sadar benar, dan benar-benar sadar sebagai rambu-rambu dalam lintasan
perjalanan hidup membiara frater Monfort. Hari ini, 25 tahun lalu frater
Monfort berjanji AKAN menyanyikan
perbuatan-perbuatan ajaib Tuhan. Dalam bingkai motto itu, frater Monfort
menjalani kehidupan sebagai biarawan Bunda Hati Kudus hingga mengantarnya pada
pesta syukur hari ini. Andaikan hari ini kami meminta frater Monfort untuk
menghapus satu kata dari motto itu, kata apa yang seharusnya frater hapus? Kata
yang semestinya dihapus adalah kata “AKAN”. Kata AKAN seharusnya dihapus sejak
hari pertama frater mengikrarkan kaul untuk menyanyikan perbuatan ajaib Tuhan.
Kalau selama 25 tahun kata AKAN itu terus dipakai itu sama artinya belum ada
perbuatan ajaib Tuhan yang sudah dinyanyikan. Saya kira masih segar dalam
ingatan kita proses debat kandidat presiden kita. Dalam debat capres ada
kandidat yang selalu menggunakan kata AKAN, sementara kompetitornya mengkritisi
penggunaan kata AKAN itu sebagai gambaran betapa mengambangnya visi dan misi seorang
calon RI 1 itu. Bagi frater Monfort sampai pada hari perayaan syukur ini kata
AKAN itu harus dihapus sehingga menjadi “perbuatan-perbuatan-Mu yang ajaib
kunyanyikan”. Selanjutnya, jika nanti pada batas akhir perjuangan hidup
membiara kata AKAN itu harus diganti dengan kata SUDAH sehingga pada batas
akhir frater Monfort boleh berkata “perbuatan-perbuatan-Mu yang ajaib SUDAH
kunyanyikan”. Jadi ikrar 25 tahun silam,
syukur hari ini merupakan rentang waktu
melaksanakan komitmen menyanyikan perbuatan ajaib Tuhan menuju kesudahannya.
Dan untuk sampai kesudahan diperlukan kesetiaan untuk bersatu dengan Tuhan sang
sumber Kesetiaan.
Sebagai manusia yang
memiliki keterbatasan bisa saja dan memang menjadi hal biasa kita manusia
kurang setia dalam memaknai komitmen untuk memaknai panggilan kita. Dalam
kondisi seperti itu kita disadarkan bahwa Tuhan yang setialah yang berinisiatif
memulai karya-Nya dalam panggilan seseorang. Tuhan memulainya dalam diri
seorang terpanggil dan terus menyertai orang terpanggil sampai dengan memberi
jalan penyelesaian yang terbaik. Keyakinan inilah yang mendasari perjalanan dan
penghayatan panggilan hidup membiara frater Greogoris. Frater Gregorius yakin
bahwa dirinya hanyalah alat di tangan Tuhan sehingga dalam kerendahan hati ia memilih
perkataan Yesus sebagai dasar atau motto hidup membiaranya: “Bukan kamu yang
memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu” (Yoh.15,16). Bukan Gregorius
yang memilih mengikuti Yesus tetapi Yesuslah yang memilih Gregorius mengikuti
Yesus. Yesus memilih untuk meneruskan Kasih karena Dia sendiri telah mengalami Kasih dari Bapa.”Seperti
Bapa telah mengasihi Aku, demikianlah juga Aku telah mengasihi kamu; tinggallah
di dalam kasih-Ku itu (Yoh.15:9).
Frater Gregorius telah
mendengarkan perkataan Yesus “Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah
yang memilih kamu” Sejak 25
tahun lalu perkataan Yesus ini telah menjadi undangan dan ajakan bagi frater
Gregorius untuk hidup dan berada dalam kasih. Hidup dan tinggal dalam kasih
bagi Yesus hanya bisa dibuktikan dalam aksi menuruti perintah-Nya. Pola dan
model aksinya adalah pola dan model Yesus sendiri yang menjalankan tugas
perutusan Bapa. Inilah perintah-Ku, yaitu supaya kamu saling mengasihi,
seperti Aku telah mengasihi kamu. Sudah 25 tahun kata-kata Yesus ini
dimaknai frater Gregorius dalam tugas-tugas perutusan yang dipercayakan tarekat
BHK kepadanya dalam spirit sang pendiri untuk mengasihi dengan hati. Dalam
konteks ini kita bersyukur karena sudah 25 tahun frater Gregorius menjadi
sahabat Yesus. Kamu adalah sahabat-Ku, jikalau kamu berbuat apa yang
Kuperintahkan kepadamu. Dan Aku telah menetapkan kamu, supaya kamu pergi dan
menghasilkan buah. Yesus memilih dan
mengutus untuk menghasilkan sesuatu dan dalam konteks perutusan para murid
buah-buah itu merujuk pada buah roh yaitu itu kasih, suka cita, damai
sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, dan
penguasaan diri (Gal.5,22-23).
Tuhan yang setia telah
menyatakan kesetiaannya kepada kedua yubilaris dengan harapan keduanya tetap
setia. Dewasa ini terlalu banyak orang yang pintar dan hebat tetapi terlalu
sedikit orang yang setia. Banyak orang yang meninggalkan panggilan bukan karena
mereka bodoh tetapi terutama karena tidak setia. Terlalu mudah bagi orang yang
meninggalkan panggilan dan pilihannya, baik itu dalam kehidupan membiara maupun
dalam kehidupan berkeluarga, dengan berdalih tidak ada panggilan lagi. Manusia
cenderung menyalahkan Tuhan yang seolah-olah lelah memanggil manusia untuk
setia. Sesungguhnya Tuhan tidak pernah berhenti memanggil manusia untuk setia,
hanya masalahnya manusia kadang-kadang kehilangan kesabaran dan kesetiaan untuk
mendengarkan Tuhan dengan berbagai alasan.
Nabi Yesaya dalam bacaan
pertama sesungguhnya mau menegaskan kepada kita tentang kesetiaan Tuhan dalam
firman-Nya bagaikan hujan yang menyirami bumi sehingga bumi menumbuhkan
kehidupan. Tugas dan perutusan seorang nabi untuk menyampaikan pesan kasih dan
kebaikan Tuhan tidak pernah tanpa hasil. Setiap tugas perutusan seseorang dalam
bimbingan Tuhan selalu membawa hasil sehingga selalu dirindukan. Keyakinan dan
optimisme seperti inilah yang diungkapkan Paulus dalam bacaan kedua tadi. Bagi
Paulus keadaan dunia dengan segala persoalannya tidak akan membatalkan
kesetiaan Tuhan untuk menyatakan kemuliaan-Nya. Sekali lagi, disadarkan bahwa
kondisi manusia dengan dunianya tidak mengubah kesetiaan Tuhan tetapi
sebaliknya, kesetiaan Tuhan justru membangkitkan semangat dalam diri manusia
untuk belajar menjadi setia. Itulah salah satu perbuatan ajaib
Tuhan-Kesetiaan-Nya- yang harus diakbarkan atau dikabarkan.
Hari kita bersyukur atas
kesetiaan Tuhan menyertai kedua yubilaris sekaligus bersyukur untuk kesetiaan
kedua yubilaris belajar dan menimba kesetiaan dalam rentang waktu 25 tahun
hidup membiara. Seorang filsuf, Otto F.Bollnow pernah berkata:” Hanya manusia
yang setialah yang mempunyai masa depan”. Bagi
Bollnow, manusia pertama-tama harus mengenal dan menerima dirinya
melalui kesetiaan. Manusia baru akan menemukan identitas diri sesungguhnya
dalam kesetiaan. Kesetiaan seseorang dalam mengalami jatuh-bangun akan membawa
seseorang sampai pada tahap "mencintai dan mengerti diri"; “mencintai
dan mengerti panggilannya” sebagai dasar baginya mencintai dan mengerti orang
lain dalam memaknai panggilan. Orang yang setia akan melihat kelebihan dan
kekurangannya secara seimbang dan tidak menuntut lebih. Kesetiaan seperti ini
banyak dipraktikkan para mistikus abad
pertengahan.
Belajar untuk setia dan tetap setia pada panggilan Tuhan bukan
perkara gampang. Karena itu diperlukan pilar penopang kesetiaan merupakan Kesadaran yang saya
rumuskan dalam delapan Sadar yaitu Sadar Tujuan, Cinta, komitmen, waktu, emosi,
komunikasi, perkara kecil, hikmat.
Sadar Tujuan: artinya orang hanya
akan belajar setia dan akan terus setia kalau dia menyadari apa tujuan pilihan
dan panggilan hidupnya. Panggilan Tuhan
kepada manusia untuk menjadi religius atau hidup berkeluarga adalah panggilan
untuk tujuan tertentu. Manusia
yang menjawab panggilan itu harus bisa menyesuaikan diri
dengan tujuan Tuhan memanggil. Sadar tujuan itu
penting untuk menghindari orang menyimpang jalan lain lalu tiba di
tempat yang salah atau tersesat.
Sadar Cinta: Orang terpanggil hendaknya
menyadari bahwa modal utama kesetiaan adalah cinta. Kesetiaan itu terasa
menyenangkan kalau ada cinta. Mencintai Tuhan, pasangan, pekerjaan , pelayanan
menumbuhkan kesetiaan. Ada ungkapan “cinta bisa tumbuh karena kebiasaan”. Hanya
kalau kita menyadari cinta adalah modal kesetiaan dalam panggilan maka segala
sesuatunya akan dikerjakan sebagai pelayanan yang menyenangkan, membanggakan,
dan mengembangkan dan bukan lagi beban
Sadar Komitmen: Kesetiaan berkorelasi
dengan komitmen, ketekunan, dan tanggung jawab. Komitmen membutuhkan tekad dan
tanggung jawab atas kepercayaan. Ketekunan merupakan proses yang diperlukan
dalam kesetiaan. Ketekunan adalah modal yang diperlukan kesetiaan untuk
mencapai tujuan. Dalam konteks panggilan religius komitmen secara eksplisit dan
publik dinyatakan dalam kaul-kaul yang menuntut untuk dimaknai dan dan dihayati
dengan bantuan regulasi konstitusi.
Sadar Waktu: Waktu adalah rahmat dan kehidupan karena itu kesetiaan juga ditentukan dalam
kecermatan pemanfaatan waktu. Banyak kekacauan dalam kehidupan terjadi ketika
orang tidak sadar waktu sebagai rahmat dan kehidupan. Karena Sadar waktu maka
dalam kehidupan manusia membuat pembagian waktu
untuk Tuhan, pekerjaan, keluarga, dan pelayanan secara proporsional
sehingga Anda dapat beribadah, berdoa, bekerja, pelayanan, bermasyarakat, serta
beristirahat.
Sadar Emosi. Hidup kita merupakan
campuran emosi positif dan negatif.
Untuk sebuah kesetiaan seseorang diharapkan untuk memiliki tabung energi positif lebih
banyak untuk menyeimbangkan hal-hal negatif yang dijumpai dalam hidup. Emosi
positif tampak dalam cara pikir positif dengan mengenang segala kebaikan yang
kita terima dari Tuhan, pasangan, dalam pekerjaan ataupun pelayanan. Semakin
banyak tabungan emosi yang Anda miliki akan mampu menjaga deposit kesetiaan
kita.).
Sadar Komunikasi: Kesetiaan membutuhkan
kerja sama dengan pihak lain. “Terhadap orang yang setia Engkau berlaku setia”
(2 Sam. 22:26). Kesetiaan tak cukup menjadi tugas atau kewajiban salah satu
anggota tarekat dalam komunitas atau
pasangan dalam keluarga, melainkan tanggung jawab bersama yang diwujudkan dalam
kehidupan sehari-hari. Untuk itu perlu komunikasi yang berkualitas sebagai
perekat
Sadar Perkara kecil: Kesetiaan bertahan jika didasarkan pada nilai-nilai
kehidupan. Belajarlah setia dari hal-hal kecil karena kecil itu indah. Tuhan
mengevaluasi kita bukan berdasarkan apa yang kita miliki, tetapi bagaimana kita
setia mengelola apa yang dipercayakan kepada kita. Dengan setia dalam hal-hal
kecil Tuhan akan mempercayakan hal-hal yang lebih besar. Kita bekerja mencapai
tujuan yang merupakan panggilan Tuhan. Pada saat yang sama kita bertanggung
jawab atas aset yang dipercayakan.
Sadar Hikmat Tuhan. Kesetiaan merupakan
hasil pilihan yang tidak terpengaruh perasaan atau situasi sesaat yang mudah
berubah. Ayub memilih setia meski keadaannya makin memburuk (Ayb. 2:9-10).
Untuk itu perlu kedewasaan, hikmat, dan pimpinan Tuhan. Hanya dengan kekuatan
Tuhan yang memberi keteguhan dan kesanggupan bertahan ketika kita mengalami
berbagai ujian dan pencobaan.
Kita yakin dan percaya
bahwa kedua yubilaris bertahan dan setia dalam hidup panggilan karena mereka
memaknai panggilan mereka di atas topangan delapan pilar kesadaran ini.
Waktulah yang akan menyingkap segala-galanya. 25 tahun adalah waktu dalam
hitungan tetapi sebagai orang terpanggil waktu 25 tahun adalah rentang
penyaluran anugerah dan cinta Tuhan kepada tarekat frater BHK melalui kedua
yubilaris sekaligus waktu merajut harapan. Waktu menunjukkan harapan akan
pembebasan karena waktu yang dilalui kedua yubilaris bukan sekadar kronos
(urutan) tanpa makna melainkan sebagai Khairos (saat-saat Tuhan menganugerahkan
rahmat dan kebaikan).
Proficiat
buat kedua Yubilaris, Tuhan yang memanggilmu itu SETIA karena itu hendaklah hidupmu tetap menjadi saat
untuk menyanyikan keajaiban perbuatan Tuhan. Selamat berbahagia…… Ad Multos
Annos.