Sunday, July 13, 2014

SYUKUR KARENA KESETIAAN TUHAN

Renungan Misa Syukur 25 Tahun Hidup Membiara
Fr.M.Gregorius, BHK & Fr.M.Monfort, BHK
Yes.55,10-11, Rom.8,18-23, Yoh.15,9-17
Komunitas Claket 21 Malang,  Minggu, 14 Juli 2014

Buka
Sejak kemarin suasana rumah ini menjadi lain dari yang biasa. Di kamar makan ada begitu banyak hiasan yang menampakkan ada sesuatu yang lain. Kapel juga dihiasi dengan aneka kembang yang juga menunjang suasana khusus yang membuat kita harus merasa lain, berkata lain dan bertindak lain. Suasana dan nuansa yang lain ini bukan karena kita yang lain tetapi karena Frater M.Monfort, BHK dan Frater M.Gregorius, BHK menjadi orang yang harus diperlakukan secara lain. Keduanya dikhususkan atau tepatnya diistimewakan karena Tuhan telah menyatakan KESETIAN kepada kedua frater ini. Dalam kesetiaan Tuhan, keduanya telah belajar untuk mengambil bagian dalam kesetiaan dan masa belajar itu telah mereka lewati secara sukses selama 25 tahun. Hanya syukur yang bisa kita ekspresikan atas karya besar Allah ini untuk mereka. Dalam syukur ini pula kita terus mendoakan agar masa belajar untuk tetap setia kepada Tuhan yang memanggil mereka dapat diteruskan pada masa yang akan datang. Harapannya agar kedua yubilaris yang dipilih Tuhan tetap menjadikan hidup dan karya mereka sebagai pujian bagi kebesaran Tuhan.
Mari kita awali syukur kesetiaan ini dengan mengakui salah dan dosa kita. Saya Mengaku…

Renungan
Jumat siang, di kamar makan kami  sempat berbincang tentang banyak topik, mulai dari kemelut data quick count Pilpres hingga topik tentang banyaknya tarekat yang kekurangan dan bahkan ketiadaan calon. Saat itu, yubilaris Fr.M.Gregorius , BHK  spontan menyampaikan kepada saya bahwa angkatan beliau dulunya atau 25 tahun silam termasuk angkatan paling banyak fraternya. Dengan nada yang agak datar beliau menyampaikan bahwa dari jumlah angkatannya yang tinggal hanya 2 orang yaitu Fr.Gregorius dan Fr.Monfort. Sesuai dengan kata kitab suci banyak yang dipanggil tetapi sedikit yang dipilih, begitu Fr.Goris melanjutkan komentarnya. Cerita dan komentar beliau ini menginspirasi saya untuk menemukan sebuah titik api yang kiranya bisa dan perlu dinyalakan dalam renungan peringatan 25 tahun hidup membiara untuk kedua frater ini dalam perayaan ekaristi ini.
Berjalan dan menjalani panggilan selama 25 tahun sampai pada akhirnya hanya menyisakan 2 orang sebagai sisa kecil jelas membahasakan “sesuatu” yang perlu kita gali dan maknai bersama dalam perayaan syukur ini. Apakah “sesuatu” itu yang berkaitan dengan dua frater ini?  Bagi saya, “sesuatu” itu adalah “KESETIAAN”. Kesetiaan, memang hanya satu kata tetapi kata yang satu ini memuat nuansa pesan beragam terkait dan terikat pada rentetan kisah keterpanggilan kedua yubilaris ini.
Perayaan kita hari ini adalah syukur untuk suatu Kesetiaan. Kesetiaan itu milik siapa dan siapakah yang setia itu dalam hal ini? Yang setia itu adalah Tuhan karena Dialah penginisiatif awal yang merancang perjalanan hidup kedua yubilaris. Dia pulalah yang menyertai perjalanan dan pada waktunya akan menuntaskan perjalanan kedua frater ini. Sekali lagi yang setia bukanlah manusia, bukan kedua frater yang berpesta hari ini melainkan Tuhan. Kesetiaan kita manusia, kesetiaan kedua frater hanya bermakna dalam konteks partisipasi pada kesetiaan Tuhan. Kesetiaan manusia, kesetiaan kedua frater dalam mengakrabi panggilan hanyalah kemungkinan, hanyalah potensi. Sebagai kemungkinan atau sebagai potensi, kesetiaan kita, kesetiaan kedua yubilaris hanya bisa terlaksana, direalisasikan sejauh Tuhan dalam kemahasetiaan-Nya  menggerakkan potensi kesetiaan pada diri kita dan kedua frater ini.
Kita bisa setia hanya karena Tuhan setia bukan sebaliknya Tuhan setia karena kita setia. Kita bisa menjadi orang baik karena kita lebih dahulu dilengkapi dengan kebaikan yang hanya ada secara sempurna pada Tuhan. Karena itu kita tidak perlu berbangga ketika dianggap baik, dianggap setia apalagi merasa diri lebih baik dan lebih setia. Hal yang bisa kita banggakan hanyalah kerelasediaan kita untuk selalu dan senantiasa terpaut pada kesetiaan dan kebaikan Tuhan. Kesadaran seperti ini penting dalam rangka lahirnya sikap kerendahan hati dan kejujuran dalam kehidupan. Kesombongan dan ketidakjujuran biasanya berhulu pada sikap menganggap diri baik dan setia. Kualitas keberimanan kita justru ditimbang pada takaran rasa apakah kita merasa  mengharuskan diri untuk selalu menghampiri Tuhan sebagai asal kebaikan dan kesetiaan ataukah kita mengharuskan Tuhan untuk berbaik dan bersetia kepada kita.
Hanya kebaikan dan kesetiaan Tuhanlah yang memungkinkan kita bisa melakukan segalanya secara baik dan setia dalam hidup dan pangggilan kita. Dalam bahasa yang religius kita hidup karena rahmat Tuhan selalu mendahului gerak hidup kita.  Kesetiaan Tuhan tidak ditentukan kondisi manusia sehingga perkara-perkara ajaib terus terjadi selama dan sepanjang hidup manusia. Kesetiaan Tuhan ibarat matahari yang setia terbit, ibarat hujan yang setia mengguyur bumi untuk menghadirkan kehidupan.
Hari ini kita bersyukur bersama kedua frater yubilaris karena mereka telah memaknai kesetiaan dan kebaikan Tuhan sebagai ajakan dan undangan yang telah mereka terima 25 tahun silam. Ajakan dan undangan itu telah mereka tanggapi dan mencoba berjalan di lintasan yang ditetapkan Tuhan untuk mereka. Ajakan dan undangan itu bagi frater Monfort tampak dalam semua hal dan dalam segala sesuatu yang dirasakan sebagai perbuatan ajaib Tuhan. Perbuatan ajaib Tuhan itulah yang harus diberitakan, disebarluaskan, dikabarkan, diakbarkan. Atas dasar itulah frater Monfort mendisposisikan dan mengidentifikasikan diri sebagai Daud yang  membangun tekad dan komitmen dalam mottonya:“perbuatan-perbuatan-Mu yang Ajaib AKAN kunyanyikan (Mzr.145,5).
Motto ini jelas dipilih secara sadar benar, dan benar-benar sadar sebagai rambu-rambu dalam lintasan perjalanan hidup membiara frater Monfort. Hari ini, 25 tahun lalu frater Monfort berjanji  AKAN menyanyikan perbuatan-perbuatan ajaib Tuhan. Dalam bingkai motto itu, frater Monfort menjalani kehidupan sebagai biarawan Bunda Hati Kudus hingga mengantarnya pada pesta syukur hari ini. Andaikan hari ini kami meminta frater Monfort untuk menghapus satu kata dari motto itu, kata apa yang seharusnya frater hapus? Kata yang semestinya dihapus adalah kata “AKAN”. Kata AKAN seharusnya dihapus sejak hari pertama frater mengikrarkan kaul untuk menyanyikan perbuatan ajaib Tuhan. Kalau selama 25 tahun kata AKAN itu terus dipakai itu sama artinya belum ada perbuatan ajaib Tuhan yang sudah dinyanyikan. Saya kira masih segar dalam ingatan kita proses debat kandidat presiden kita. Dalam debat capres ada kandidat yang selalu menggunakan kata AKAN, sementara kompetitornya mengkritisi penggunaan kata AKAN itu sebagai gambaran betapa mengambangnya visi dan misi seorang calon RI 1 itu. Bagi frater Monfort sampai pada hari perayaan syukur ini kata AKAN itu harus dihapus sehingga menjadi “perbuatan-perbuatan-Mu yang ajaib kunyanyikan”. Selanjutnya, jika nanti pada batas akhir perjuangan hidup membiara kata AKAN itu harus diganti dengan kata SUDAH sehingga pada batas akhir frater Monfort boleh berkata “perbuatan-perbuatan-Mu yang ajaib SUDAH kunyanyikan”.  Jadi ikrar 25 tahun silam, syukur hari ini  merupakan rentang waktu melaksanakan komitmen menyanyikan perbuatan ajaib Tuhan menuju kesudahannya. Dan untuk sampai kesudahan diperlukan kesetiaan untuk bersatu dengan Tuhan sang sumber Kesetiaan.
Sebagai manusia yang memiliki keterbatasan bisa saja dan memang menjadi hal biasa kita manusia kurang setia dalam memaknai komitmen untuk memaknai panggilan kita. Dalam kondisi seperti itu kita disadarkan bahwa Tuhan yang setialah yang berinisiatif memulai karya-Nya dalam panggilan seseorang. Tuhan memulainya dalam diri seorang terpanggil dan terus menyertai orang terpanggil sampai dengan memberi jalan penyelesaian yang terbaik. Keyakinan inilah yang mendasari perjalanan dan penghayatan panggilan hidup membiara frater Greogoris. Frater Gregorius yakin bahwa dirinya hanyalah alat di tangan Tuhan sehingga dalam kerendahan hati ia memilih perkataan Yesus sebagai dasar atau motto hidup membiaranya: “Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu” (Yoh.15,16). Bukan Gregorius yang memilih mengikuti Yesus tetapi Yesuslah yang memilih Gregorius mengikuti Yesus. Yesus memilih untuk meneruskan Kasih karena  Dia sendiri telah mengalami Kasih dari Bapa.”Seperti Bapa telah mengasihi Aku, demikianlah juga Aku telah mengasihi kamu; tinggallah di dalam kasih-Ku itu (Yoh.15:9).
Frater Gregorius telah mendengarkan perkataan Yesus “Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu”  Sejak 25 tahun lalu perkataan Yesus ini telah menjadi undangan dan ajakan bagi frater Gregorius untuk hidup dan berada dalam kasih. Hidup dan tinggal dalam kasih bagi Yesus hanya bisa dibuktikan dalam aksi menuruti perintah-Nya. Pola dan model aksinya adalah pola dan model Yesus sendiri yang menjalankan tugas perutusan Bapa. Inilah perintah-Ku, yaitu supaya kamu saling mengasihi, seperti Aku telah mengasihi kamu. Sudah 25 tahun kata-kata Yesus ini dimaknai frater Gregorius dalam tugas-tugas perutusan yang dipercayakan tarekat BHK kepadanya dalam spirit sang pendiri untuk mengasihi dengan hati. Dalam konteks ini kita bersyukur karena sudah 25 tahun frater Gregorius menjadi sahabat Yesus. Kamu adalah sahabat-Ku, jikalau kamu berbuat apa yang Kuperintahkan kepadamu. Dan Aku telah menetapkan kamu, supaya kamu pergi dan menghasilkan buah.  Yesus memilih dan mengutus untuk menghasilkan sesuatu dan dalam konteks perutusan para murid buah-buah itu merujuk pada buah roh yaitu itu kasih, suka cita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, dan penguasaan diri (Gal.5,22-23).
Tuhan yang setia telah menyatakan kesetiaannya kepada kedua yubilaris dengan harapan keduanya tetap setia. Dewasa ini terlalu banyak orang yang pintar dan hebat tetapi terlalu sedikit orang yang setia. Banyak orang yang meninggalkan panggilan bukan karena mereka bodoh tetapi terutama karena tidak setia. Terlalu mudah bagi orang yang meninggalkan panggilan dan pilihannya, baik itu dalam kehidupan membiara maupun dalam kehidupan berkeluarga, dengan berdalih tidak ada panggilan lagi. Manusia cenderung menyalahkan Tuhan yang seolah-olah lelah memanggil manusia untuk setia. Sesungguhnya Tuhan tidak pernah berhenti memanggil manusia untuk setia, hanya masalahnya manusia kadang-kadang kehilangan kesabaran dan kesetiaan untuk mendengarkan Tuhan dengan berbagai alasan.
Nabi Yesaya dalam bacaan pertama sesungguhnya mau menegaskan kepada kita tentang kesetiaan Tuhan dalam firman-Nya bagaikan hujan yang menyirami bumi sehingga bumi menumbuhkan kehidupan. Tugas dan perutusan seorang nabi untuk menyampaikan pesan kasih dan kebaikan Tuhan tidak pernah tanpa hasil. Setiap tugas perutusan seseorang dalam bimbingan Tuhan selalu membawa hasil sehingga selalu dirindukan. Keyakinan dan optimisme seperti inilah yang diungkapkan Paulus dalam bacaan kedua tadi. Bagi Paulus keadaan dunia dengan segala persoalannya tidak akan membatalkan kesetiaan Tuhan untuk menyatakan kemuliaan-Nya. Sekali lagi, disadarkan bahwa kondisi manusia dengan dunianya tidak mengubah kesetiaan Tuhan tetapi sebaliknya, kesetiaan Tuhan justru membangkitkan semangat dalam diri manusia untuk belajar menjadi setia. Itulah salah satu perbuatan ajaib Tuhan-Kesetiaan-Nya- yang harus diakbarkan atau dikabarkan.
Hari kita bersyukur atas kesetiaan Tuhan menyertai kedua yubilaris sekaligus bersyukur untuk kesetiaan kedua yubilaris belajar dan menimba kesetiaan dalam rentang waktu 25 tahun hidup membiara. Seorang filsuf, Otto F.Bollnow pernah berkata:” Hanya manusia yang setialah yang mempunyai masa depan”. Bagi  Bollnow, manusia pertama-tama harus mengenal dan menerima dirinya melalui kesetiaan. Manusia baru akan menemukan identitas diri sesungguhnya dalam kesetiaan. Kesetiaan seseorang dalam mengalami jatuh-bangun akan membawa seseorang sampai pada tahap "mencintai dan mengerti diri"; “mencintai dan mengerti panggilannya” sebagai dasar baginya mencintai dan mengerti orang lain dalam memaknai panggilan. Orang yang setia akan melihat kelebihan dan kekurangannya secara seimbang dan tidak menuntut lebih. Kesetiaan seperti ini banyak dipraktikkan  para mistikus abad pertengahan.
 Belajar untuk setia dan tetap setia pada panggilan Tuhan bukan perkara gampang. Karena itu diperlukan pilar penopang  kesetiaan merupakan Kesadaran yang saya rumuskan dalam delapan Sadar yaitu Sadar Tujuan, Cinta, komitmen, waktu, emosi, komunikasi, perkara kecil, hikmat.
Sadar Tujuan: artinya orang hanya akan belajar setia dan akan terus setia kalau dia menyadari apa tujuan pilihan dan panggilan hidupnya. Panggilan  Tuhan kepada manusia untuk menjadi religius atau hidup berkeluarga adalah panggilan untuk tujuan tertentu.   Manusia yang  menjawab  panggilan itu harus bisa menyesuaikan diri dengan tujuan Tuhan memanggil. Sadar tujuan itu  penting untuk menghindari orang menyimpang jalan lain lalu tiba di tempat yang salah atau tersesat.
Sadar Cinta: Orang terpanggil hendaknya menyadari bahwa modal utama kesetiaan adalah cinta. Kesetiaan itu terasa menyenangkan kalau ada cinta. Mencintai Tuhan, pasangan, pekerjaan , pelayanan menumbuhkan kesetiaan. Ada ungkapan “cinta bisa tumbuh karena kebiasaan”. Hanya kalau kita menyadari cinta adalah modal kesetiaan dalam panggilan maka segala sesuatunya akan dikerjakan sebagai pelayanan yang menyenangkan, membanggakan, dan mengembangkan dan  bukan lagi beban
Sadar Komitmen: Kesetiaan berkorelasi dengan komitmen, ketekunan, dan tanggung jawab. Komitmen membutuhkan tekad dan tanggung jawab atas kepercayaan. Ketekunan merupakan proses yang diperlukan dalam kesetiaan. Ketekunan adalah modal yang diperlukan kesetiaan untuk mencapai tujuan. Dalam konteks panggilan religius komitmen secara eksplisit dan publik dinyatakan dalam kaul-kaul yang menuntut untuk dimaknai dan dan dihayati dengan bantuan regulasi konstitusi.
Sadar Waktu:  Waktu adalah rahmat dan kehidupan  karena itu kesetiaan juga ditentukan dalam kecermatan pemanfaatan waktu. Banyak kekacauan dalam kehidupan terjadi ketika orang tidak sadar waktu sebagai rahmat dan kehidupan. Karena Sadar waktu maka dalam kehidupan manusia membuat pembagian waktu  untuk Tuhan, pekerjaan, keluarga, dan pelayanan secara proporsional sehingga Anda dapat beribadah, berdoa, bekerja, pelayanan, bermasyarakat, serta beristirahat.
Sadar Emosi. Hidup kita merupakan campuran emosi positif dan negatif.  Untuk sebuah kesetiaan seseorang diharapkan  untuk memiliki tabung energi positif lebih banyak untuk menyeimbangkan hal-hal negatif yang dijumpai dalam hidup. Emosi positif tampak dalam cara pikir positif dengan mengenang segala kebaikan yang kita terima dari Tuhan, pasangan, dalam pekerjaan ataupun pelayanan. Semakin banyak tabungan emosi yang Anda miliki akan mampu menjaga deposit kesetiaan kita.).
Sadar Komunikasi: Kesetiaan membutuhkan kerja sama dengan pihak lain. “Terhadap orang yang setia Engkau berlaku setia” (2 Sam. 22:26). Kesetiaan tak cukup menjadi tugas atau kewajiban salah satu anggota tarekat dalam komunitas  atau pasangan dalam keluarga, melainkan tanggung jawab bersama yang diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari. Untuk itu perlu komunikasi yang berkualitas sebagai perekat 
Sadar Perkara kecil: Kesetiaan  bertahan jika didasarkan pada nilai-nilai kehidupan. Belajarlah setia dari hal-hal kecil karena kecil itu indah. Tuhan mengevaluasi kita bukan berdasarkan apa yang kita miliki, tetapi bagaimana kita setia mengelola apa yang dipercayakan kepada kita. Dengan setia dalam hal-hal kecil Tuhan akan mempercayakan hal-hal yang lebih besar. Kita bekerja mencapai tujuan yang merupakan panggilan Tuhan. Pada saat yang sama kita bertanggung jawab atas aset yang dipercayakan.
Sadar Hikmat Tuhan. Kesetiaan merupakan hasil pilihan yang tidak terpengaruh perasaan atau situasi sesaat yang mudah berubah. Ayub memilih setia meski keadaannya makin memburuk (Ayb. 2:9-10). Untuk itu perlu kedewasaan, hikmat, dan pimpinan Tuhan. Hanya dengan kekuatan Tuhan yang memberi keteguhan dan kesanggupan bertahan ketika kita mengalami berbagai ujian dan pencobaan.
Kita yakin dan percaya bahwa kedua yubilaris bertahan dan setia dalam hidup panggilan karena mereka memaknai panggilan mereka di atas topangan delapan pilar kesadaran ini. Waktulah yang akan menyingkap segala-galanya. 25 tahun adalah waktu dalam hitungan tetapi sebagai orang terpanggil waktu 25 tahun adalah rentang penyaluran anugerah dan cinta Tuhan kepada tarekat frater BHK melalui kedua yubilaris sekaligus waktu merajut harapan. Waktu menunjukkan harapan akan pembebasan karena waktu yang dilalui kedua yubilaris bukan sekadar kronos (urutan) tanpa makna melainkan sebagai Khairos (saat-saat Tuhan menganugerahkan rahmat dan kebaikan).

Proficiat buat kedua Yubilaris, Tuhan yang memanggilmu itu SETIA karena  itu hendaklah hidupmu tetap menjadi saat untuk menyanyikan keajaiban perbuatan Tuhan. Selamat berbahagia…… Ad Multos Annos.

No comments:

Post a Comment