Tuesday, November 13, 2012

REKOLEKSI KELUARGA


MENELADANI
KELUARGA KUDUS NASARETH
MEWUJUDKAN KELUARGA KATOLIK RAJAWALI[*]

RD.Bonefasius Rampung[†]

1. Pengantar
Minggu lalu saya dikontak mellalui sms oleh Pak Doni. Kemudian disusul dengan pembicaraan per telepon. Intinya meminta kesediaan saya untuk memimpin misa bagi keluarga yang mengikti kegiatan rekoleksi dan Ziarah di Tumpang. Pada hari Kamis, 15 November 2012. Saya menerima permintaan itu. Beberapa hari kemudian Jumat, 9 Novemer 2012 saya mendapat sms dari Pak Doni dan isinya berkembang. Dia meminta saya untuk menerima tugas baru lagi selain misa yaitu memberi materi yang berkaitan dengan kehidupan keluarga dengan batas waktu satu jam dari pukul 08.30-09.30.  Permintaaan itu juga saya terima dengan konsekuensi harus menyiapkan bahan rekoleksi itu di tengah kesibukan perkuliahan. Dalam keadaan serba terbatas saya coba berusaha menyiapkan bahan rekoleksi itu yang saat ini akan saya berikan kepada kita semua yang hadir.

2. Penegasan Tema
Tema yang ditawarkan kepada saya melalui pesan singkat atau SMS tadi adalah: “MENELADANI KELUARGA KUDUS NASARETH. Tema ini amat singkat karena hanya terdiri atas 4 kata. Tema ini bukanlah sebuah kalimat karena diawali dengan kata kerja yang dalam ilmu bahasa menduduki fungsi predikat. Tema ini tanpa subjek. Kalau mau dijadikan sebagai kalimat maka harus ada subjeknya. Dan subjek itu harus menjawab pertanyaan tentang siapa yang meneladani keluarga Kudus Nasareth? Dalam konteks rekoleksi ini bapa dan ibulah yang menjadi subjeknya. Dari tema yang singkat dan sederhana ini kita sendiri menjadikan diri sebagai subjek.  
Dari 4 kata yang membentuk tema ini, kata Keluarga ditempatkan sabagai pusatnya. Menarik bahwa kata keluarga diapiti kata kerja meneladani dan kata kudus. Kata meneladani, merupakan kata yang mengacu pada adanya kegiatan, aktivitas. Meneladani adalah tanda aktivitas dan aktivitas adalah bahasa kehidupan. Orang meneladani berarti orang terlibat dan melibatkan diri dalam satu aktivitas dan hal itu hanya dilakukan oleh orang yang hidup. Meneladani adalah gerakan yang membawa konsekuensi adanya perubahan. Perubahan yang muncul dari usaha meneladani bisanya sekaligus mengukur kualitas sang subjek yang melakukan itu.  
Dari tema tadi “Keluarga” dilihat sebagai sasaran atau titik tuju dari kegiatan meneladani. Tema tentang keluarga tentu amat revelan. Gereja sungguh menyadari bahwa keluarga adalah basis gereja sebagai ecclesia domestica. Karena keluarga sebagai basis gereja, perhatian terhadap masalah kehidupan keluarga harus selalu menjadi prioritas dalam kehidupan orang beriman. Dalam konteks itu pula, saya menerima tawaran untuk memberikan rekoleksi ini. Meskipun demikian, para peserta rekoleksi jangan mengharapkan saya akan mengulas masalah keluarga itu secara teoretis ilmiah karena forum ini bukanlah forum ilmiah. Saya berkeyakainan bahwa semua peserta adalah praktisi dalam dunia kehidupan keluarga. Peserta sekalian adalah arsitek kehidupan keluarga. Saya hanyalah orang luar yang coba melihat dan menempatkan keluarga itu dalam perspektif rohani. Agar dimensi dan perspektif rohani ini sungguh mendasari pembicaraan kita dalam konteks tema yang kita rumuskan, izinkanlah saya memberi nuansa rohani pada tema itu dengan memperluas tema itu menjadi: “MENELADANI KELUARGA KUDUS NASARETH MEWUJUDKAN KELUARGA KATOLIK RAJAWALI”.
Tema yang dipeluas ini sengaja saya rumuskan untuk membingkai seluruh pikiran dan pemahaman kita agar pembicaraan kita tentang keluarga tidak membias. Untuk apa kita meneladani Keluarga Kudus? Jawabannya untuk mewujudkan Keluarga Katolik yang kudus yang baik, yyang unggul. Identitas dan atribut  Katolik itu penting ditekankan agar kita selalu memaknai kembali seluruh ziarah kehidupan keluarga kita. Keluarga Katolik model apa dan macam mana yang harus kita bangun? Jawaban terhadap pertanyaan ini harus dan wajib merujuk pada spirit, semangat, mentalitas yang mendasari dan mencitrakan kehidupan keluarga kita yang beridentitas katolik itu. Saya mencoba menawarkan sebuah pola, model, dan spirit keluarga katolik dalam sebuah analogi dengan mengambil spirit seekor burung Rajawali. Itulah sebabnya dalam tema yang diperluas tadi kita temukan kata Rajawali. Baiklah kita diajak untuk berkilas balik  melihat identitas kita sebagai keluarga katolik sebelum kita memaknai Keluarga berspirit Rajawali.

3. Keluarga Katolik dan Perwujudan Identitasnya
Dalam sejarah perkembangan kekristenan, kita menemukan bahwa gereja perdana bermula dari sebuah perkumpulan rumah tangga. Ketika itu belum ada gedung gereja. Orang berkumpul di rumah-rumah, maka disebut pula jemaat rumah. Paulus pernah menulis:  Salam juga kepada jemaat di rumah mereka. Salam kepada Epenetus, saudara yang kukasihi, yang adalah buah pertama dari daerah Asia untuk Kristus (Roma 16:5). Rumah bukan hanya tempat untuk berkumpul, tetapi dalam rumah itu juga ada keluarga yang membentuk persekutuan berdoa dan belajar. Selain tuan rumah, hadir pula orang-orang yang bekerja di rumah itu, para tetangga dan sanak keluarga lainnya. Intinya adalah keluarga itu sendiri yaitu orang tua dan anak-anak mereka. Siapa yang memimpin dan mengajar persekutuan itu? Ayah dalam keluarga itulah yang memimpin. Hal ini meneruskan kebiasaan keluarga Yahudi, di mana seorang ayah memberikan pendidikan iman kepada anak-anaknya.
Pada waktu itu belum ada komisi keluarga dan komisi  kateketik  seperti sekarang yang menyiapkan bahan katekese tentang kehidupan keluarga. Masa gereja perdana keluargalah yang menjadi komisi kateketik yang melakukan katekese berkaitan dengan iman. Anak-anak belajar tentang segala hal berkaitan dengan iman di rumah mereka. Gurunya adalah ayah dan ibu mereka sendiri. Kehidupan keluarga sehari-hari dijadikan ruangan belajar. Dengan demikian ayah dan ibu memiliki peranan penting dalam pendidikan iman. Ayah dan ibu menjadi ''guru dan imam'' bagi anak-anaknya. Keluarga menjadi wadah utama pendidikan agama. Persekutuan keluarga masa itu juga menjadi wadah bagi orang-orang yang belum Kristen untuk mengenal pokok-pokok dasar ajaran Kristen. Dengan demikian keluarga menjadi sebuah gereja kecil, gereja rumah (ecclesia domestica).
Sejarah menunjukkan kepada kita bahwa keluarga memiliki peran penting dalam kehidupan gereja. Kekristenan berkembang mulai dari gereja dalam keluarga (ecclesia domestica). Dalam rangka mengingatkan kembali betapa pentingnya kehidupan keluarga dalam perkembangan gereja, maka ditetapkanlah  masa khusus bagi  penghayatan panggilan hidup keluarga. Dalam kesadaran seperti inilah kita bisa memahami mengapa gereja mentapkan adanya tahun keluarga
Bagaimanakah identitas keluarga sebagai ''gereja kecil''? Sama seperti hakikat gereja adalah persekutuan orang-orang yang percaya kepada Kristus yang dipanggil untuk menjadi garam dan terang dunia, demikian pulalah hakikat keluarga sebagai sebuah gereja kecil. Dalam penghayatan sebagai gereja kecil, keluarga Katolik seharusnya memiliki identitas. Pertama, melakukan kehendak Allah. Keluarga sebagai gereja kecil memiliki identitas melakukan kehendak Allah, yaitu dengan mendengarkan Firman Allah dan melakukannya. Identitas keluarga yang melakukan kehendak Allah penting untuk dihayati, teristimewa dalam menyikapi perubahan-perubahan zaman. Firman Allah menjadi dasar dalam menyikapi pelbagai tuntutan perubahan. Dalam rangka melakukan kehendak Allah, keluarga perlu meneladani kedekatan relasi dengan Tuhan dan sesama. Rekoleksi seperti ini menjadi bentuk konkretnya.
Keluarga yang melakukan kehendak Allah juga bisa dilihat perwujudannya antara lain dalam komunikasi satu dengan yang lain serta solidaritas. Jika dalam keluarga tidak terjadi komunikasi yang baik, biasanya akan muncul kesalahpahaman, saling mencurigai dan tidak mempercayai hingga terjadilah konflik yang berkepanjangan. Dengan demikian, keluarga sebagai gereja kecil yang melakukan kehendak Allah perlu menerjemahkan kehendak Allah dalam komunikasi yang penuh kasih dan meneladani, sehingga tercipta suasana hidup bersama yang akrab dan rukun. Dengan hidup dalam kehendak Allah, maka setiap anggota saling memahami dan menghargai. Satu dengan yang lain akan dapat merendahkan hati, menempatkan kepentingan orang lain lebih utama daripada kepentingannya sendiri, sehingga semakin hari semakin menyerupai kehidupan Kristus (Filipi 2:1-8).
Dalam rangka melakukan kehendak Allah, maka penting pula keluarga meneladani solidaritas satu dengan yang lain. Solidaritas itu tampak dalam segala peristiwa yang menggembirakan atau menyedihkan. Solidaritas terungkap antara lain dalam sikap empati dan murah hati. Hal ini bukan saja merupakan sikap kepada sesama anggota keluarga tetapi juga berkembang dalam solidaritas kepada semua orang dalam rangka meneladani persaudaraan sejati. Persaudaraan sejati adalah wujud pelaksanaan perintah mengasihi Tuhan dan sesama (Matius 22:34-40).
Keluarga Katolik yang otentik adalah keluarga yang membuka diri dengan penuh cinta kasih dan komitmen baik kepada masyarakat maupun gereja. Dengan demikian, kehangatan kasih dan persaudaraan bukan hanya untuk anggota keluarga tetapi juga bagi masyarakat sekitarnya. Ini berarti keluarga tidak membangun persekutuan yang eksklusif tetapi sebuah persekutuan yang inklusif. Dalam hal ini keluarga terbuka untuk siapa saja yang ingin melakukan kehendak Allah. Keterbukaan mau menerima dan menghargai siapa saja terwujud pula dalam penerimaan, penghargaan bahkan dialog dan kerja sama dengan keluarga-keluarga lain yang ada di masyarakat yang memiliki itikad baik untuk melakukan kehendak Allah dalam meneladani dunia atau masyarakat menuju masa depan yang lebih baik, penuh damai dan sejahtera.
Kedua, berkumpul dan menyebar. Dalam melakukan kehendak Allah, keluarga berada di tengah masyarakat yang sedang mengalami gejolak perubahan zaman yang pesat. Perubahan zaman ini dapat digambarkan seperti persekutuan para murid yang berkumpul sebagai satu keluarga bersama Yesus. Dalam persekutuan itu para murid menikmati kedamaian dan kenyamanan hidup dekat dengan Sang Guru namun sewaktu-waktu juga menghadapi tantangan-tantangan dan kesulitan bahkan ada saatnya mereka harus meninggalkan kenyamanan persekutuan untuk menyebar dalam karya melakukan perintah Sang Guru (Matius 10:5-15). Mereka diutus untuk masuk dalam kehidupan masyarakat, memberitakan kerajaan sorga yang membawa kesembuhan, kebangkitan, pemulihan, dan kedamaian. Mereka diutus untuk berkarya dalam masyarakat yang sedang menghadapi pelbagai persoalan. Mereka mengalami banyak tantangan dan kesulitan bahkan penolakan di perjalanan, namun tidak menghentikan karya membawa kabar baik bagi dunia dan melayani orang lain.
Dalam gambaran kehidupan para murid ini ada dinamika kehidupan yang berkumpul dan menyebar. Hal ini memberikan inspirasi pada dinamika kehidupan keluarga yang berkumpul dan menyebar di dunia. Dalam panggilannya untuk melakukan kehendak Allah, keluarga dipanggil untuk bersekutu dengan Allah namun juga siap menyebar menjadi pelayan masyarakat, menunjukkan kasihnya pada sesama, menjadi garam dan terang dunia (Matius 22:37-39).
Ketiga, solider pada yang lemah. Keluarga tidak bisa dipisahkan dari tanggung jawab untuk hidup solider terhadap orang lain. Solidaritas bukan hanya bagi anggota keluarga yang lemah tapi juga semua kaum lemah di tengah masyarakat. Inilah keluarga yang menyatu dengan sesama. Kalau kita melihat kehidupan Yesus, Ia senantiasa memberikan perhatian dan pelayanannya kepada  yang lemah. Penghayatan identitas keluarga sebagai gereja kecil mestinya menyatu dalam kehidupan keluarga Kristen.  
Jika keluarga kita terbangun dengan baik, maka gereja pun akan maju dengan pesat serta menjadi berkat bagi masyarakat. Itulah hubungan yang erat antara keluarga dan gereja. Keluarga adalah gereja kecil dan gereja adalah keluarga besar. Agar gereja menjadi keluarga besar maka keluarga-keluarga yang menjadi anggotanya harus hidup dalam semangat rajawali.

4. Apa dan Mengapa Rajawali?
Ketika orang menyebut  dan mendengarkan kata rajawali pikiran kita boleh jadi langsung membayangkan sesuatu yang menakutkatkan. Rajawali, atau elang biasanya menjadi musuh para pemelihara ayam. Itulah gambaran negatif yang kuat melekat pada pikiran dan perasaan kita. Yakinlah, hari ini dalam rekoleksi ini saya akan menampilkan citra rajawali yang lain karena rajawali dilihat secara rohani dalam kaitannya dengan ziarah kehidupan keluarga-keluarga katolik.
Rajawali adalah makhluk ciptaan Tuhan yang sangat indah. Alkitab menuliskan mengenai rajawali sebanyak 27 kali, jauh lebih banyak dibandingkan merpati atau jenis burung lainnya. Seekor rajawali dewasa memiliki tinggi badan sekitar 90 cm, dan bentangan sayap sepanjang 2 meter. Ia membangun sarangnya di puncak-puncak gunung. Sarang itu sangat besar sehingga manusiapun dapat tidur di dalamnya. Sarang itu beratnya bisa mencapai 700 kg dan sangat nyaman. Berdasarkan Firman Tuhan, kita dapat melihat beberapa hal yang dapat kita pelajari dari burung rajawali ini
4.1 Ayat Kitab Suci tentang Rajawali
Alkitab Terjemahan Baru terbitan Lembaga Alkitab Indonesia memuat paling kurang 27 ayat yang menyebutkan kata Rajawali. 
  1. Keluaran  19:4 Kamu sendiri telah melihat apa yang Kulakukan kepada orang Mesir, dan bagaimana Aku telah mendukung kamu di atas sayap rajawali dan membawa kamu kepada-Ku.
  2. Imamat 11:13 Inilah yang harus kamu jijikkan dari burung-burung, janganlah dimakan, karena semuanya itu adalah kejijikan: burung rajawali, ering janggut dan elang laut;
  3. Ulangan 14:12 Tetapi yang berikut janganlah kamu makan: burung rajawali, ering janggut dan elang laut;
  4. Ulangan  28:49 TUHAN akan mendatangkan kepadamu suatu bangsa dari jauh, dari ujung bumi, seperti rajawali yang datang menyambar; suatu bangsa yang bahasanya engkau tidak mengerti,
  5. Ulangan  32:11 Laksana rajawali menggoyangbangkitkan isi sarangnya, melayang-layang di atas anak-anaknya, mengembangkan sayapnya, menampung seekor, dan mendukungnya di atas kepaknya,
  6. II Samuel  1:23 Saul dan Yonatan, orang-orang yang dicintai dan yang ramah, dalam hidup dan matinya tidak terpisah. Mereka lebih cepat dari burung rajawali, mereka lebih kuat dari singa.
  7. Ayub  9:26 meluncur lewat laksana perahu dari pandan, seperti rajawali yang menyambar mangsanya.
  8. Ayub  39:30 Atas perintahmukah rajawali terbang membubung, dan membuat sarangnya di tempat yang tinggi?
  9. Mazmur  103:5 Dia yang memuaskan hasratmu dengan kebaikan, sehingga masa mudamu menjadi baru seperti pada burung rajawali.
  10. Amsal  23:5 Kalau engkau mengamat-amatinya, lenyaplah ia, karena tiba-tiba ia bersayap, lalu terbang ke angkasa seperti rajawali.
  11. Amsal  30:17 Mata yang mengolok-olok ayah, dan enggan mendengarkan ibu akan dipatuk gagak lembah dan dimakan anak rajawali.
  12. Amsal 30:19 jalan rajawali di udara, jalan ular di atas cadas, jalan kapal di tengah-tengah laut, dan jalan seorang laki-laki dengan seorang gadis.
  13. Yesaya  40:31 tetapi orang-orang yang menanti-nantikan TUHAN mendapat kekuatan baru: mereka seumpama rajawali yang naik terbang dengan kekuatan sayapnya; mereka berlari dan tidak menjadi lesu, mereka berjalan dan tidak menjadi lelah.
  14. Yeremia  48:40 Sebab beginilah firman TUHAN: Sesungguhnya, ia datang melayang seperti burung rajawali dan mengembangkan sayapnya ke atas Moab.
  15. Yeremia  49:16 Sikapmu yang menggemetarkan orang memperdayakan engkau, dan keangkuhan hatimu, ya engkau yang tinggal di liang-liang batu, yang menduduki tempat tinggi bukit! Sekalipun engkau membuat sarangmu tinggi seperti burung rajawali, Aku akan menurunkan engkau dari sana, demikianlah firman TUHAN.
  16. Yeremia  49:22 Sesungguhnya, ia naik terbang seperti burung rajawali, melayang dan mengembangkan sayapnya ke atas Bozra. Hati para pahlawan Edom pada waktu itu akan seperti hati perempuan yang sakit beranak."
  17. Yeremia  4:13 Lihat, ia naik seperti awan-awan, keretanya kencang seperti angin badai, kudanya lebih tangkas dari pada burung rajawali. Celakalah kita, sebab kita dibinasakan!
  18. Ratapan  4:19 Pengejar-pengejar kami lebih cepat dari pada burung rajawali di angkasa mereka memburu kami di atas gunung-gunung, menghadang kami di padang gurun.
  19. Yehezkiel  1:10 Muka mereka kelihatan begini: Keempatnya mempunyai muka manusia di depan, muka singa di sebelah kanan, muka lembu di sebelah kiri, dan muka rajawali di belakang.
  20. Yehezkiel  10:14 Masing-masing mempunyai empat muka: muka yang pertama ialah muka kerub, yang kedua ialah muka manusia, yang ketiga ialah muka singa dan yang keempat ialah muka rajawali.
  21. Yehezkiel  17:3 Katakanlah: Beginilah firman Tuhan ALLAH: Seekor burung rajawali yang besar dengan sayapnya yang besar dan panjang, penuh dengan bulu yang berwarna-warna datang ke gunung Libanon dan ia mengambil puncak pohon aras.
  22. Yehezkiel  17:7 Dalam pada itu ada juga burung rajawali besar yang lain dengan sayapnya yang besar dan bulu yang lebat. Dan sungguh, pohon anggur ini mengarahkan akar-akarnya ke burung itu dan cabang-cabangnya dijulurkannya kepadanya, supaya burung itu mengairi dia lebih baik dari bedeng di mana ia ditanam.
  23. Daniel  4:33 Pada saat itu juga terlaksanalah perkataan itu atas Nebukadnezar, dan ia dihalau dari antara manusia dan makan rumput seperti lembu, dan tubuhnya basah oleh embun dari langit, sampai rambutnya menjadi panjang seperti bulu burung rajawali dan kukunya seperti kuku burung.
  24. Daniel  7:4 Yang pertama rupanya seperti seekor singa, dan mempunyai sayap burung rajawali; aku terus melihatnya sampai sayapnya tercabut dan ia terangkat dari tanah dan ditegakkan pada dua kaki seperti manusia, dan kepadanya diberikan hati manusia.
  25. Hosea  8:1 Tiuplah sangkakala! Serangan laksana rajawali atas rumah TUHAN! Oleh karena mereka telah melangkahi perjanjian-Ku dan telah mendurhaka terhadap pengajaran-Ku.
  26. Obaja  1:4 Sekalipun engkau terbang tinggi seperti burung rajawali, bahkan, sekalipun sarangmu ditempatkan di antara bintang-bintang, dari sana pun Aku akan menurunkan engkau, -- demikianlah firman TUHAN.
  27. Habakuk  1:8 Kudanya lebih cepat dari pada macan tutul, dan lebih ganas dari pada serigala pada waktu malam; pasukan berkudanya datang menderap, dari jauh mereka datang, terbang seperti rajawali yang menyambar mangsa.
4.2 Apa yang Perlu dipelajari dari Rajawali
Dari semua teks yang berbicara tentang Rajawali ini kita bisa temukan beberapa hal pokok atau pelajaran yang bermakna dalam kaitannya dengan tema rekoleksi.  Idealisme dan harapan kita untuk meneladani Keluarga Katolik yang sesuai dengan kehendak Tuhan hanya akan terjadi kalau kita juga memiliki keunggulan seekor Rajawali. Rajawali mengajarkan kita pelbagai nilai, pelajaran, dan keunggulan yang dapat dijadikan semangat dalam meneladani keluarga kudus.
 (1) Gaya Terbang Rajawali itu Unik.
Rajawali Tidak Hanya Terbang, tetapi Juga Melayang. Satu hal yang paling membedakan species rajawali dengan burung yang lain adalah species rajawali lebih banyak terbang dengan cara melayang, dengan membuka lebar kedua sayapnya dan menggunakan tenaga angin sebagai kekuatan pendorong bagi tubuhnya. Rajawali tidak terbang seperti layaknya burung-burung yang lain, yang terbang dengan mengepak-kepakkan sayapnya dengan kekuatan sendiri. Hal yang dilakukan rajawali ialah melayang dengan anggun, membuka lebar-lebar kedua sayapnya dan menggunakan kekuatan angin untuk mendorong tubuhnya. Yang membuat rajawali sangat spesial adalah ia tahu waktu yang tepat untuk meluncur terbang. Ia berdiam di atas puncak gunung karang, membaca keadaan angin, dan pada saat tepat ia mengepakkan sayapnya untuk mendorongnya terbang, lalu membuka sayapnya lebar-lebar kemudian melayang dengan menggunakan kekuatan angin itu. Ini dilakukan rajawali untuk menghemat tenaga yang dikeluarkan mengingat rajawali adalah burung penjelajah yang setiap harinya sanggup menempuh jarak minimal 400 km lebih. Panggilan dan kodratnya untuk terbang jauh, mengharuskannya memilih cara terbang yang lain daripada gaya terbang jenis unggas lainnya. Ia menggunakan kekuatan yang ada di luar kemampuan dirinya untuk bisa terbang tinggi dan menempuh jarak yang jauh.
Angin, juga menggambarkan kesulitan-kesulitandan pergumulan hidup. Bagi rajawali, badai adalah media yang tepat untuk belajar menguatkan sayapnya. Dia terbang menembus badai itu, melayang di dalamnya, melatih sayapnya untuk lebih kuat lagi. Orang "Katolik Rajawali" seharusnya mengucap syukur dalam menghadapi berbagai-bagai pencobaan karena pencobaan sebagai media untuk menguatkan sayap-sayap iman kita.
Dalam bahasa Alkitab angin sering disebutkan sebagai penggambaran Roh Kudus. Kita dapat belajar untuk bekerja sama dengan Roh Kudus dan membiarkan-Nya mengangkat kita lebih tinggi lagi, semakin dekat dengan Tuhan. Seringkali kita 'terbang' dengan kekuatan kita sendiri, hasilnya kita menemui banyak kelelahan, kekecewaan dan kepahitan dalam hidup ini. Kita perlu belajar dari rajawali, kita mau untuk 'terbang' melintasi kehidupan ini dengan mengandalkan Roh Kudus.
Kita ingin keluarga kita bertumbuh dalam semangat seekor Rajawali maka mau tidak mau kita sebagai keluarga Katolik harus mampu menunjukkan gaya terbang, citra diri dan kekhasan kita. Kenyataan  dalam kehidupan menunjukkan bahwa kita manusia seringkali hanya mengandalkan kekuatan sendiri dalam melakukan suatu hal. Maka tidak heran jika manusia sering menemui serta mengalami berbagai macam keputusasaan, kelelahan, banyak membuang waktu dan banyak sekali mengalami kekecewaan di dalam kehidupan. Belajar dari sang rajawali, maka kita perlu juga terbang dengan mengandalkan sumber daya atau kekuatan-kekuatan yang ada di sekitar kita seperti waktu orang lain, tenaga orang lain, modal orang lain, kecakapan, ide atau bahkan kesempatan (opportunity) yang datangnya dari orang lain. Dan sumber kekuatan utama kita adalah kekuatan Allah sendiri.
Dalam perspektif lain, terpaan angin juga bisa kita gambarkan sebagai masalah dan hambatan dalam kehidupan manusia, kehidupan keluarga-keluarga kita. Rajawali selalu belajar untuk memperkuat sayap-sayapnya ketika terbang menerjang badai. Ketika kita manusia dihadapkan pada berbagai masalah dan hambatan dalam hidup hendaknya kita juga selalu bisa belajar menguatkan sayap-sayap mental, karakter serta kepribadian kita. Badai kehidupan dan badai perkembangan zaman siap menerpa keluarga-keluarga kita ketika gempuran global meruntuhkan semua batas pengaman kehidupan keluarga kita. Kemajuan zaman bisa saja mematahkan sayap-sayap idealisme kita untuk terbang tinggi dan jauh membawa anak-anak kita ke tempat yang menjanjikan. Kemajuan teknologi komunikasi saat ini telah menjadikan bumi dan dunia ini tidak lebih dari sebuah kampung global tanpa batas. Kemajuan dunia teknologi di satu sisi amat positif karena telah mendekatkan yang jauh tetapi di sisi lain telah memperlebar jarak yang dekat justru menjauh. Kita sering senang karena bisa berkomunikasi dengan orang di tempat jauh karena bantuan teknologi tetapi kita lupa dan tanpa sadar saat yang sama kita menjauhkan diri dari orang yang paling dekat dengan kita.
Suatu ketika seorang pembantu rumah tangga mendatangi dokter karena pipi dan telinga kanannya luka kena strika panas. Bannyak orang menduga ia mengalami kekerasan dari majikannya. Setelah diselidiki ternyata saat pembantu menyerika pakaian ada deringan handphone masuk. Tanpa sadar ia mengarahkan strika panas ke telinganya. Ia mengira ia sedang menggenggam handphone dan lupa bahwa ia memegang strika panas. Ini contoh dampak teknologi yang menjauhkan orang dari hal paling  dekat dengan dirinya. Sekarang ini orang bisa duduk di satu meja makan, secara fisik dekat, tetapi mereka sebenarnya saling menjauh karena setiap orang sibuk sms dengan orang di seberang lautan. Kemajuan teknologi masa kini menurut saya telah membuat orang hidup dan bertindak setengah-setengah, dan sebagian-sebagian. Dan kalau kita jujur hal ini juga telah mendominasi kehidupan keluarga-keluarga kita. Sulit rasanya sekarang kita temukan orang yang hidup dan bertindak penuh. Kalau misalnya saat misa di gereja masih ada deringan handphone yang membuat orang lain terganggun itu tandanya pemiliknya datang tidak penuh, hadir setengah karena terlepas dari ia lupa mematikan hpnya, orang akan menilai masih ada hal penting lain yang harus ia lakukan. Teknologi berhasil membagi manusia berkeping-keping dan dipetak seakan menjadi kapling-kapling. Hal yang sama juga bisa terjadi dalam keluarga. Bapa bukannya tertawa dengan ibu yang ada bersama di meja makan atau di ruangan tamu tetapi malahan justru tertawa dengan lawan bicara yang berada di tempat jauh. Kalau itu sering terjadi maka yang ada di sana tidak lebih dari orang yang setengah-setengah. Kalau tertawa dan marah sendiri tanpa lawan bicara yang kelihatan, bisa saja membuat orang itu mendapat gelar bukan saja setengah-setengah tetapi ada tambahan yang kurang sedap menjadi setengah gila. Sebagai rajawali kita harus berjuang mengalahkan semua tantangan itu dengan gaya terbang kita yang unik dan khas sebagai orang katolik. Orang-orang yang menantikan TUHAN, mendapat kekuatan baru mereka seumpama rajawali yang naik terbang dengan kekuatan sayapnya - Yesaya 40 : 31

(2) Rajawali Berpandangan Tajam dan Terfokus
Rajawali dikarunia sepasang mata yang luar biasa yang memiliki kekuatan atau jarak pandang hingga 10 kali lebih jauh dari mata manusia. Tidak heran dengan kekuatan mata seperti itu seekor rajawali sanggup mengintai mangsanya yang berjarak lebih dari 15 km. Dengan kemampuan luar biasa seperti itu rajawali selalu bisa melihat dan mengintai mangsanya sehingga sangat jarang mangsa bisa lolos dari sergapan sang rajawali. Selain memiliki pandangan yang tajam, jauh, rajawali juga sangat fokus terhadap calon mangsanya. Dengan kata lain pada saat rajawali telah menetapkan seekor buruan, fokus pandangannya akan selalu ditujukan kepada calon mangsanya meskipun ia dihadapkan dengan berbagai halangan dan gangguan yang ada.
Kemampuan rajawali dalam melihat jauh ke depan bisa kita artikan sebagai visi dan tujuan yang jelas. Dalam perjalanan menuju keberhasilan kita manusia atau keluarga  hendaknya membiasakan diri untuk selalu menetapkan tujuan yang ingin dicapai dalam hidup. Banyak orang yang telah menetapkan tujuan dan memiliki impian-impian di masa depan tetapi mengapa sebagian besar dari mereka pada akhirnya gagal untuk mewujudkannya? Karena pada dasarnya sebagian besar orang tidak merumuskan visi dan cara pandang hidupnya secara benar. Ketidaktajaman perumusan visi kehidupan membuat orang gagal mencapai tujuan. Orang yang hidup tanpa visi yang jelas akan melakukan segalanya serba alamiah dan terkesan rutinitas yang membawanya pada kebosanan. Dan kebosanan merupakan ragi yang akan terus berkembang menjadikan roti kehidupan kita tidak dapat berkembang sebagaimana yang kita  harapkan. Rajawali mengajak kita untuk memiliki ketajaman pandangan terhadap rencana dan masalah kehidupan. Rencana kehidupan yang jelas tidak akan memberi peluang untuk mengubahnya di tengah jalan. Rajawali membidik sasaran dalam fokus yang benar dan terus konsisten pada titik sasaran yang mau dicapainya.

(3) Anak Rajawali Harus Belajar Terbang untuk Terbang
Di atas puncak gunung yang tinggi, telur rajawali menetas dan muncullah anak rajawali. Seperti layaknya anak yang lain, hanya ada dua hal yang sangat disukai oleh anak rajawali ini untuk dilakukan, yaitu makan dan tidur. Anak rajawali akan menghabiskan masa-masa pertamanya di dunia di dalam sarangnya yang nyaman. Setiap hari, induk rajawali mencarikan makanan untuk anaknya dan menyuapi mulut anak yang sudah terbuka menerima makanan. Dengan perut kenyang, anak itu tidur kembali. Hal itu berlangsung berulang-ulang dalam hidupnya.
Siklus ini berjalan beberapa minggu, sampai pada suatu hari, induk rajawali ini terbang dan hanya berputar-putar di atas sarangnya memperhatikan anaknya yang ada di dalam sarang itu. Kali ini tanpa makanan. Setelah berputar beberapa kali, induk rajawali akan terbang dengan kecepatan tinggi menuju sarangnya, ditabraknya sarang itu dan digoncang-goncangkannya. Kemudian ia merenggut anaknya dari sarang dan dibawanya terbang tinggi. Kemudian, secara tiba-tiba, ia menjatuhkan anaknya dari ketinggian. Anak ini berusaha terbang, tetapi gagal. Beberapa kemudian,  saat jatuh melayang ke bawah mendekati batu-batu karang, induk rajawali ini dengan cepat meraih anaknya kembali dan dibawa terbang tinggi. Setelah itu dilepaskannya pegangan itu dan anaknya jatuh lagi. Tapi sebelum anaknya menyentuh daratan, ia mengangkatnya kembali. Hal ini dilakukan berulang-ulang, setiap hari. Hanya dalam waktu satu minggu anaknya sudah banyak belajar, dan mulai memperhatikan bagaimana induknya terbang. Dalam jangka waktu itu, sayap anak rajawali sudah kuat dan ia pun mulai bisa terbang.
Kita mau agar keluarga-keluarga kita menjadi keluarga Katolik Rajawali berarti juga kita berniat mengembangkan pola pendidikan gaya induk rajawali terhadap anaknya. Dan kalau direnungkan secara lebih serius saat ini banyak Keluarga Katolik hidup seperti anak rajawali ini. Terlalu nyaman di dalam sarangnya. Kita datang ke gereja seminggu sekali untuk mendapatkan makanan. Kita menunggu pelayan Tuhan untuk memberi mereka "makanan rohani" ke dalam mulutnya. Kemudian setelah ibadah selesai, kita pulang dan "tidur" lagi, tanpa melakukan Firman Tuhan dan hidup tidak berubah. Baru setelah beban-beban berat menindih selama 1 minggu, kita merasakan "lapar" dan butuh asupan makanan, kemudian kita pun pergi lagi ke gereja untuk didrop makanan lagi.
Hal ini berlangsung terus-menerus berulang-ulang tanpa ada pertumbuhan secara rohani dalam hidup kita. Sampai suatu saat, sesuatu pencobaan terjadi dalam hidup kita, sarang digoncangkan dengan keras, dan kita tidak tahu apa yang harus dilakukan. Kita mulai menyalahkan Tuhan, "Tuhan jahat! Tuhan tidak adil!..." Benarkan Tuhan tidak adil dan tidak berpihak kepada kita?
Tidak! Tuhan tidak jahat! Jika kita mengalami pencobaan dan goncangan berarti Bapa di surga sedang melatih kita untuk bisa lebih dewasa lagi, agar kita bisa siap untuk terbang. Akan sia-sia menjadi rajawali kalau dia tidak bisa terbang. Berarti akan sia-sia menjadi orang Katolik, menjadi keluarga Katolik kalau kita tidak pernah dewasa dalam iman! Akan tetapi perhatikanlah hal ini: setiap pencobaan datang, Tuhan tidak pernah membiarkan anak-anak-Nya jatuh tergeletak, tetapi seperti induk rajawali, pada saat kirits, ia menyambar anaknya untuk diangkat kembali. Beban berat boleh datang, tetapi kemudian mulailah untuk berdoa. Mulailah membuka Alkitab dan membaca Firman Tuhan. Kemudian kita akan menyadari bahwa jawaban doa itu telah datang. Masa-masa sukar akan selalu ada di depan kita, tapi kita akan menemukan diri kita selalu penuh dengan pengharapan jika kita tetap berdiri pada kebenaran Firman Allah. Apa yang sedang terjadi? Ternyata kita sedang merentangkan sayap kita! Kita sedang belajar terbang! Tuhan mengangkat dan mempermuliakan kita melalui pencobaan-pencobaan yang kita alami.
Jika induk rajawali melatih anaknya untuk mempergunakan sayapnya, Tuhan melatih kita untuk mempercayai Firman-Nya dan mempergunakan iman kita. Menjadi keluarga Katolik Rajawali berarti pula melihat keterlibatan Tuhan dalam setiap kesukaran hidup kita.
 (4) Rajawali Diciptakan untuk Tinggal di Tempat Tinggi
Berbeda dengan jenis burung lainnya, rajawali diciptakan untuk terbang di tempat-tempat yang tinggi, jauh dari pandangan mata telanjang dan jauh dari jangkauan para pemburu.
Burung rajawali memiliki keunikan, jika ia berada di alam bebas akan menjadi burung yang paling bersih di antara burung lainnya, tetapi jika dia berada di dalam penjara (kandang) dan terikat, ia akan menjadi burung yang paling kotor (hal ini terjadi karena si rajawali mengkonsumsi makanan yang berbeda dengan burung lainnya, ia akan memakan makanan seturut orang yang memeliharanya dalam kandang dan kemungkinan itu makanan yang busuk.
Kita mau menjadi keluarga Katolik rajawali artinya kita diajak untuk berada di tempat yang tinggi dan terbang tingi dalam kebabasan sebagai anak Allah. Tuhan menciptakan kita untuk selalu terbang dan berada di tempat yang tinggi, yaitu selalu berada dalam hadirat-Nya dan bebas dari kontrol dunia. Sekian sering kita memasukkan diri dalam kandang-kandang yang kita buat sendiri. Kita sering memasukan diri kita dalam kandang-kandang dosa yang membuat kita terikat. Kelemahan manusiawi kita akan mengikat kita di tempat yang paling rendah dan kotor  dan hampir pasti dalam keterikatan itu kita akan menikmati segala hal yang berlawanan dengan rencana Tuhan. Menjadi katolik Rajawali adalah pilihan untuk terbang tinggi  menjangkau Hadirat Tuhan yang maha Tinggi.

(5) Rajawali Memiliki Waktu Khusus untuk Pembaharuan
Ketika rajawali berumur 60 tahun, ia memasuki periode pembaharuan. Seekor rajawali pada usia 60 tahun akan mencari tempat tinggi dan tersembunyi di puncak gunung. Ia berdiam di sana, membiarkan bulu-bulunya rontok satu demi satu. Rajawali ini mengalami keadaan yang menyakitkan dan sangat mengenaskan selama kira-kira 1 tahun. Ia menunggu dengan sabar selama proses ini berlangsung, dan setiap hari ia membiarkan sinar matahari menyinari tubuhnya untuk mempercepat proses penyembuhannya. Melalui proses alamiah seperti ini, bulu-bulu barupun tumbuh, dan rajawali menerima kekuatan yang baru sehingga ia mampu bertahan hidup hingga umur 120 tahun, seperti normalnya rajawali hidup.
Menjadi katolik rajawali berarti pula menerima tuntutan pembaharuan diri dan cara hidup dari hari ke hari sepanjang hidup. Kalau rajawali melakukan pembaharuan tunggu usia 60 tahun, kita manusia justru melakukannya secara terus menerus. Mengapa? Karena rahasia kehidupan kita hanya Tuhan yang tahu. Kita mau tunggu 60 tahun dengan pengandaian Tuhan mengizinkan kita tiba pada usia itu. Tetapi jika Tuhan memanggil kita sebelum 60 tahun itu artinya kita kembali tanpa pernah melakukan pembaharuan.
Sebagaimana halnya  rajawali, orang Katolik, keluarga Katolik perlu memiliki waktu-waktu khusus untuk proses pembaharuan dalam hidup ini. Membiarkan hal-hal lama yang tidak berguna lagi 'rontok' dan menanti-nantikan dengan sabar pemulihan dari Tuhan. Pembaharuan adalah prinsip Ilahi, di mana Allah memotong, memangkas, membersihkan ranting dan dahan yang kering dan lapuk membusuk  dan yang tidak menghasilkan buah dalam hidup kita ini agar kita mampu berbuah lebih lebat lagi. Selama kita hidup dan selama kita menantikan Dia, relakan proses pembaharuan itu berlangsung dalam hidup kita. Rekoleksi seperti ini merupakan salah satu model upaya pembaharuan itu.

(6) Rajawali Kadang-kadang Sakit Seperti Manusia
Ketika rajawali mengalami sakit, ia terbang ke suatu tempat yang sangat disukainya, dan di sana ia dengan leluasa menikmati sinar matahari. Karena sinar matahari memainkan peranan sangat penting dalam kehidupan rajawali, dan juga merupakan obat yang paling mujarab baginya. Kekuatan sinar matahari itulah yang memulihkan kondisi fisik sang rajawali. Dia selalu mencari sinar matahari untuk mempercepat proses pemulihan kesehatannya.
Orang katolik Rajawali dan Keluarga Katolik Rajawali tidak akan luput dari pelbagai penyakit baik penyakit yang berkaitan dengan jiwa maupun penyakit fisik. Ketika kita sakit, baik itu sakit secara fisik, ekonomi, rumah tangga, pekerjaan, pelayanan, atau sakit rohani, apakah kita juga mencari sinar pemulihan pada Allah yang memainkan peranan penting dalam hidup kita, yang juga merupakan sumber kesembuhan bagi segala macam 'penyakit'. Kita, lebih dari Rajawali sehingga tidak ada alasan bagi kita untuk menghindari kedekatan dengan Allah dalam segala situasi kehidupan kita yang tidak menguntungkan.
 (7) Rajawali Menyonsong Akhir Kehidupan
Ketika rajawali berada dalam keadaan mendekati kematiannya, ia akan terbang ke tempat yang paling disukainya, di atas gunung. Di gunung yang tinggi itulah rajawali berusaha menyelimuti tubuhnya dengan kedua sayapnya. Ia akan mengarahkan pandangannya ke arah terbitnya mentari. Ketika mentari beranjak naik di ufuk timur sang rajawali mengarahkan pandangannya ke sinar pagi lalu ia menunduk merengang nyawa, lalu ia mati dalam sorotan sinar matahari pagi.
Orang katolik dan keluarga katolik rajawali tanpa kecuali, pada waktunya akan mengalami nasib seperti rajawali. Sebagai orang beriman kita merindukan sebuah akhir kisah ziarah sambil memanang sinar mentari Ilahi. Sudah sepantasnyalah semua orang beriman mati dengan mata dan hati tetap tertuju pada Yesus sebagai sumber pengharapan dan jaminan di dalam kehidupan kekal.
5. Hambatan menjadi Keluarga Katolik Rajawali
Dalam uraian terdahulu kita mendengarkan bahwa angin badai merupakan tantangan utama bagi rajawali untuk terbang tinggi dan terbang jauh. Saya yakin tidak ada keluarga yang hidup tanpa masalah. Semua kita yang hadir tentu mengetahui secara persis dan secara benar apa yang merupakan masalah dalam keluarga yang membuat kita susah terbang sebagai keluarga katolik rajawali. Kalau mau dideretkan atau dilitaniakan saaat ini tentu waktu kita tidak cukup. Berikut ini saya menyampaikan satu contoh masalah yang menghambat keluarga katolik dalam usaha menjadi keluarga  katolik rajawali itu.
Mungkin ada dari antara kita yang pernah membaca sebuah buku yang ditulis Nancy Anderson berjudul  Avoiding The Greener Grass Syndome. Judul ini kalau dialihkan ke dalam bahasa Indonesia berarti: Menghindari Sindrom Rumput yang Lebih Hijau. Apa sebenarnya yang mau dikatakan di dalam buku itu? Ternyata buku itu itu berisi kisah pengalaman pribadi Nancy Anderson dalam kehidupan keluarganya yang mengalami pasang surut karena banyaknya badai yang menerpa kehidupan rumah tangganya. Salah satu badai yang nyaris merobekkan layar perahu keluarganya berkaitan dengan apa yang dikatakan melalui judul buknya ini. Dia mengisahkan bagimana ia kehilangan harapan untuk merekatkan kembali hubungan dengan pasangannya yang nyaris bubar. Sebabnya, tidak lain karena masing-masing  didera sindrom rumput hijau. Ia menulis: imanku berubah menjadi suam-suam kuku, sehingga aku lebih percaya pada kebohongan-kebohongan dunia: "Saya berhak untuk bahagia." Kebohongan yang kuhadapi membuatku terlibat dalam hubungan cinta gelap yang nyaris mengakhiri perkawinan kami. Aku dengan sengaja menulis buku berjudul Avoiding The Greener Grass Syndome (Menghindari Sindrom Rumput yang Lebih Hijau) agar kisah ketidaksetiaan dalam keluargaku tidak menjadi "kisah kehidupan keluarga lainnya".
Sindrom rumput hijau yang dikatakan Nancy ini bukan tidak mungkin bahkan hampir pasti juga akan menimpa pasangan-pasangan suami istri masa kini. Sindrom rumput hijau seperti ini, kini muncul dalam istilah cinta yang bercabang-cabang, cinta tebagi-bagi, cinta bersegi-segi. Cinta segi tiga, segi empat dan segi-segi lainnya. Dalam bahasa populer zaman ini semuanya terangkum dalam kata kramat yang tidak sedap yaitu fenomena selingkuh.
Sebagai bentuk tanggungjawabnya atas kehidupan dan demi menyelamatkan kehidupan keluarga lainnya yang bermasalah, Nancy menulis bernada mengingatkan: Ingatlah,  Rumput di seberang pagar mungkin selalu tampak lebih hijau, tetapi kesetiaan kepada Allah dan kesetiaan janji kepada pasangan Anda sajalah yang dapat memberikan damai di hati dan kepuasan.  Apabila Anda menghindari sindrom rumput yang lebih hijau dengan mencintai dan menghormati pasangan Anda, pernikahan Anda akan menjadi gambaran tentang hubungan Kristus dan jemaat bagi orang-orang di sekitar Anda  (Ef.5,31-32). Apa yang dinasihatkan Nancy ini juga sebuah rekomendasi buat keluarga katolik untuk terus menjadi keluarga rajawali yang berada di tempat tinggi dan terus mengarahkan padangan kepada Allah sang matahari kehidupan.
Keluarga rajawali adalah keluarga yang menghindari konflik tetapi dalam kenyataan konflik juga menjadi bagian dari kehidupan keluarga karena itu kalau ada konflik baiklah kita ingat dua kata kramat ini: SUAMI-ISTRI. Dalam konteks usaha membebasakan diri dari sindrom rumput hijau baiklah saya coba memaknai setiap huruf pada pasangan kata SUAMI-ISTRI itu. Pasangan kata itu terdiri atas 10 huruf bermakna dan dibagi adil  karena lima huruf milik suami dan lima huruf milik istri. Saya memakani dan melengkapinya dengan teks dari kitab Amsal.
6. Pagar-Pagar Pengaman Keluarga Katolik Rajawali
·         Sadarilah bahwa masing-masing punya andil jikalau konfliks sampai terjadi. (Amsal 14,17: Jauhilah orang bebal, karena pengetahuan tidak kaudapati dari bibirnya)

·         Usahakanlah untuk mengadu atau berbicara terlebih dahulu hanya  kepada  Tuhan (Ams 11:13: Siapa mengumpat, membuka rahasia, tetapi siapa yang setia, menutupi perkara).

·         Akuilah dengan jujur dan ekspresif perasaan-perasaan negatifmu di hadapan Tuhan (Ams 5:21: Karena segala jalan orang terbuka di depan mata TUHAN, dan segala langkah orang diawasi-Nya)

·         Mintalah hikmat dan kasih tambahan untuk dapat menyelesaikan konfliks tersebut sesegera  dan setuntas  mungkin (Ams 4:6:  Janganlah meninggalkan hikmat itu, maka engkau akan dipeliharanya, kasihilah dia, maka engkau akan dijaganya).

·         Izinkanlah istri untuk mencurahkan isi hati, termasuk uneg-unegnya, dengan merdeka, tanpa takut dimarahi (Ams 11:2: Jikalau keangkuhan tiba, tiba juga cemooh, tetapi hikmat ada pada orang yang rendah hati)

  • Izinkan suami menganalisis masalah tanpa diinterupsi, sehingga pokok masalah dapat disoroti  secara jernih (Ams 10:19 : Di dalam banyak bicara pasti ada pelanggaran, tetapi siapa yang menahan bibirnya, berakal budi).
  • Salurkanlah energi senantiasa untuk mencari solusi,  bukan untuk  mencari-cari  kesalahan (Ams 17:9: Siapa menutupi pelanggaran, mengejar kasih, tetapi siapa membangkit-bangkit perkara, menceraikan sahabat yang karib).
  • Tetapkanlah hati untuk saling meminta maaf satu kepada yang lain  dan memohon  pengampunan Tuhan (Ams 16:6: Dengan kasih dan kesetiaan, kesalahan diampuni, karena takut akan TUHAN orang menjauhi kejahatan).
  • Rayakanlah penyelesaian konfliks secara kreatif (Ams 24:10: Jika engkau tawar hati pada masa kesesakan, kecillah kekuatanmu).
  • Isilah hari-hari selanjutnya dengan curahan kasih sayang yang lebih  konkret demi kesembuhan dan pemulihan hubungan dan keintiman (Ams 27:5: Lebih baik teguran yang nyata-nyata dari pada kasih yang tersembunyi)

7. Penutup
Kita mengidealkan keluarga Katolik Rajawali tetapi kita masih hidup di dunia dengan segala hal yang akan menarik kita  dan boleh jadi membuat kita tidak bisa terbang seperti rajawali. Dalam kerendahan hati tentu kita harus manaruh harapan kepada Tuhan sebagai Induk rajawali dan kita percaya kita akan selalu di bawa terbang di atas kepak sayapnya. Karena itu, kita perlu menyadari bahwa hidup kita, hidup keluarga kita tidak selamanya mulus karena pasti di jalan yang kita lewati itu kita akan menjumpai banyak hal: ada krikil, ada duri, ada persimpangan, ada pentujuk arah, ada masalah, ada pengorbanan, ada air mata, kritikan, ada tawa, ada senyuman, ada orang lain. Semunya itu kita kita butuhkan dalam meneladani mosaik kehidupan keluarga kita menuju keluarga rawajali.
Kita membutuhkan Kerikil yang tajam supaya kita belajar  berhati-hati.  Kita membutuhkan Semak Berduri supaya kita lebih  Waspada. Kita membutuhkan Persimpangan supaya kita memilih secara Bijaksana. Kita membutuhkan Petunjuk Jalan supaya kita punya kepastian tantang masa depan. Kita membutuhkan  Masalah supaya kita tahu kita memiliki Kekuatan. Kita membutuhkan Pengorbanan supaya kita tahu cara Bekerja Keras. Kita membutuhkan Airmata supaya kita tahu merendahkan Hati. Kita membutuhkan Kritikan supaya kita tahu bagaimana Cara Menghargai. Kita membutuhkan Tertawa supaya kita tahu Mengucap Syukur. Kita membutuhkan Senyuman supaya kita tahu kita Punya Cinta. Kita membutuhkan Orang Lain supaya kita tahu kita Tak Sendirian
Akhirnya, saya menutup renungan rekoleksi ini  dengan harapan semoga ada manfaatnya dan untuk hal yang tidak berkenan mohon dilupakan dan dimaafkan. Marilah kita terus berjuang membangun keluarga kita, membangun gereja kita dengan dalam semangat Rajawali. Keluarga adalah gereja kecil dan gereja adalah keluarga besar. Mari kita berjuang untuk menjadi keluarga rajawali. Semoga

Biara Frateran BHK Malang
Rabu, 14 November 2012


RD.Bonefasius Rampung


[*] Bahan Rekoleksi untuk Keluarga, diberikan di Tumpang Kamis, 15 NOvember 2012 
[†] Imam Projo Keuskupan Ruteng, mantan guru Seminari Kisol (2000-2012) kini mahasiswa Pascasarjana Universitas Negeri Malang.