HARI MINGGU I ADVEN, 21 NOV.2016
Kapela STKIP Santu Paulus Ruteng
Buka
Hari
ini kita memasuki masa atau tahun liturgi yang baru yang ditandai dengan
perayaan minggu pertama masa Advent. Kita
berdoa semoga dalam masa ini kita sungguh-sungguh membenahi diri bagi kelayakan
dan kepantasan kita menyambut kelahiran Tuhan di hari Natal. Kita bawa semua niat pribadi
dan niat bersama kita untuk mengisi masa penantian ini dengan segala yang baik
Renungan
Dalam dunia militer ada satu kata yang hampir pasti
selalu diucapkan setiap anggota satuan. Kata apakah itu? Kata itu adalah “SIAP”
. Siap adalah kata yang selalu diucapkan setiap anggota satuan dalam dunia
militer sebelum atau pada saat seorang anggota menerima perintah dari atasan
atau sesamanya. Kata ‘Siap’ yang melekat pada mulut setiap anggota militer itu memang
kedengarannya sangat singkat dan sederhana, tetapi kata itu memiliki kekuatan
luar biasa dalam menentukan arah gerakan dan
model aksi yang akan dilakukan seorang anggota militer. Setiap perintah,
aba-aba yang diarahkan kepada setiap anggota militer pasti disambut dengan
kata, “Siap!”.
Kata ‘siap’ seperti ini selalu bernuansa harapan karena dalam kata itu tersembunyi atau impilisit ada kerinduan dan kemauan
yang kuat untuk mendapatkan sesuatu secara baik dan sukses. Siap dan kata ‘siap’
biasanya menjadi titik awal untuk setiap kesuksesan dalam hidup. Tidak ada
kesuksesan yang dicapai tanpa persiapan. Kesuksesan untuk akhir suatu tindakan
atau pekerjaan selalu menghadirkan kata siap dalam seluruh prosesnya. Seorang
palajar, mahasiswa yang sukses misalnya selalu dikaitkan dengan kualitas
persiapannya dalam seluruh proses yang terjadi. Seorang petani dapat dikatakan sukses
hanya jika ia siap menjalankan pekerjaannya sebagai petani secara baik. Seorang
pejabat pemerintah yang sukses adalah seorang yang sungguh memiliki kata siap
dalam dan selama ia memerintah. Begitu
seterusnya kalau ada kata siap pasti ada kata sukses. Singkat kata, tidak ada
kesususesan tanpa persiapan. Kata sukses menjadi anak sulungnya kata ‘Siap’.
Hari ini gereja dan kita semua
memasuki tahun baru liturgi gereja yang ditandai dengan perayaan minggu
pertama Advent. Permulaan tahun Liturgi ini juga ditandai dengan adanya
lingkaran Advent dengan empat batang lilin yang dinyalakan secara berurutan
sejak minggu pertama hingga minggu keempat masa Advent ini. Bacaan-bacaan
yang diperdengarkan untuk kita pada hari Minggu pertama Advent itu sesungguhnya
hanya terpusat pada satu kata yaitu kata ‘siap’. Dalam bacaan pertama kita
mendengarkan ajakan Yesaya untuk segera mendaki ke gunung Tuhan karena di
sana Tuhan akan memberikan manusia petunjuk
dan jalan yang menggaransi kehidupannya. Yesaya menulis ajakan ini: "Mari, kita naik ke gunung TUHAN, ke rumah
Allah Yakub, supaya Ia mengajar kita tentang jalan-jalan-Nya, dan supaya kita
berjalan menempuhnya; sebab dari Sion akan keluar pengajaran dan firman TUHAN
dari Yerusalem." Ajakan ke gunung Tuhan seperti ini hanya bisa dijawab
dan diikuti kalau orang memang siap berjalan dan mendaki ke gunung Tuhan.
Beberapa tahun lalu ketika saya bersama rombongan peziarah tiba di terminal unta di kaki gunung Sinai, ada beberapa orang dari peziarah dari kelompok lain tidak bisa melanjutkan pendakian ke puncak Sinai yang harus ditempuh sepajang malam. Mereka memilih berhenti karena merasa tidak siap menunggang unta dan jalan dalam kegelapan menuju puncak Sinai. Rombongan kami semuanya siap dan tergolong sukses dan kompak tiba di puncak Sinai. Kami sukses tiba pagi hari di puncak Sinai dan sungguh menggembirakan menyaksikan fajar pagi dari kapela Musa di puncak gunung itu. Merasakan dan menikmati suasana hikmat dan sakral karena di tempat itulah dahulu Musa menerima sepuluh perintah yang menjadi pentunjuk bagi kehidupan kita.
Perihal perlunya persiapan seperti ini dalam bahasa
dan rumusan lain dan lebih konkret dikatakan Paulus dalam suratnya kepada
jemaat di Roma hari ini. Paulus mengingatkan bahwa keselamatan semakin mendekat,
dan manusia harus siap menyambutnya. Paulus mengingatkan jemaat Roma dan kita semua bahwa semuanya
harus siap, sebab keselamatan sudah lebih dekat, hari sudah jauh malam, telah
hampir siang. Sebab itu marilah kita menanggalkan perbuatan-perbuatan
kegelapan dan mengenakan perlengkapan senjata terang! Perlengkapan dan senjata terang itu nayata
dalam cara hidup kita untuk lebih sopan, seperti pada siang hari, tidak
terlarut dalam pesta pora dan kemabukan, dalam percabulan dan hawa nafsu,
jangan dalam perselisihan dan iri hati. Bersiap untuk konteks Paulus berarti
manusia kita, harus spirit mendewakan kenikmatan lahiriah.
Konsep ‘siap’ menurut Yesus dalam versi Matius dalam
injilnya hari ini tampak dalam sikap yang awas atau berjaga-jaga. Yesus
memberikan kita deskripsi yang terlampau dramatis tentang suasana yang akan
dihadapi manusia yang tidak berjaga-jaga. Yesus mengingatkan bahwa pada
waktunya Tuhan akan menggoncang manusia dengan pengalamanan yang tragis
melalui lukisan kisah air bah dan narasi lain tentang pemisahan dua orang
yang ada di ladang dan dua orang yang ada pada kilangan gandum. Mereka akan segera
dipisahkan dan mereka harus siap menerima kenyataan itu. Pada waktu itu kalau ada
dua orang di ladang, yang seorang akan dibawa dan yang lain akan
ditinggalkan; kalau ada dua orang perempuan sedang memutar batu kilangan,
yang seorang akan dibawa dan yang lain akan ditinggalkan. Kondisi seperti ini
mengharuskan manusia untuk berjaga-jaga. Karena itu berjaga-jagalah, sebab
kamu tidak tahu pada hari mana Tuhanmu datang.
Kata “advent” seperti yang kita
ketahui berasal dari kata “adventus”
dari bahasa Latin, yang artinya “kedatangan”. Masa Advent ini berkaitan dengan
permenungan akan kedatangan Kristus. Kristus memang telah datang ke dunia, Ia
akan datang kembali di akhir zaman; namun Ia tidak pernah meninggalkan kita
atau Gereja-Nya. Ia selalu hadir di tengah- tengah umat-Nya. Dengan demikian Advent sesungguhnya merupakan perayaan terkait
tiga hal penting yaitu: peringatan
akan kedatangan Kristus yang pertama di dunia, peringatan akan kehadiran-Nya
di tengah Gereja atau umat, dan penantian akan kedatangan-Nya kembali pada akhir zaman. Maka kata “Advent” harus dimaknai dalam arti yang penuh, perihal
tiga dimensi waktu : dulu, sekarang, dan yang akan datang.
Di hadapan kita ada lingkaran atau
corona advent yang terbuat dari daun-daun segar. Empat batang lilin diletakkan
sekeliling Lingkaran Advent, tiga lilin berwarna ungu dan yang lain berwarna
merah muda. Lilin-lilin itu melambangkan keempat minggu dalam Masa Adven,
yaitu masa persiapan menyambut Natal.
Setiap hari, dalam bacaan Liturgi Perjanjian Lama dikisahkan tentang
penantian bangsa Yahudi akan Mesias, sementara dalam Perjanjian Baru mulai
diperkenalkan tokoh-tokoh yang berperan dalam Kisah Natal. Pada awal Masa
Advent, sebatang lilin dinyalakan, kemudian setiap minggu berikutnya lilin
lain dinyalakan. Seiring dengan bertambah terangnya Lingkaran Advent setiap
minggu, kita pun diingatkan bahwa kelahiran Sang Terang Dunia semakin dekat.
Warna-warni
keempat lilin juga memiliki makna tersendiri. Lilin ungu sebagai lambang
pertobatan, masa mempersiapkan jiwa kita untuk menerima Kristus pada Hari
Natal. Lilin merah muda dinyalakan pada Hari Minggu Adven III yang disebut
Minggu “Gaudete”(Latin) yang berarti “sukacita”, melambangkan adanya sukacita
di tengah masa pertobatan menyambut kelahiran Tuhan. Warna merah muda dibuat
dengan mencampurkan warna ungu dengan putih. Pada
Hari Natal, keempat lilin tersebut digantikan dengan lilin-lilin putih - masa
persiapan kita telah usai dan kita masuk dalam sukacita yang besar.
Pesan
Firman Tuhan untuk kita hari ini tegas dan jelas yaitu perlunya persiapan
hati dan batin menyambut Tuhan dengan berbagai tindakan atau aksi nyata bahwa
kita memang siap menyambut Tuhan yang membebaskan kita dari belenggu yang
mengancam. Kita diminta untuk selalu siap, berjaga-jaga dengan cara
membendahi cara hidup kita terhadap diri kita, terhadap sesama, terhadap alam
lingkungan, dan terhadap Tuhan. Aksi praksisnya dikatakan Paulus dalam bacaan
kedua tadi.
Saya
ingin meringkas pesan Firman Tuhan hari ini dalam cerita kecil ini. Seorang, sebut saja namanya Simon Mael
(SM), melintasi padang gurun dan ia sangat kehausan. Dia mencoba mencari tempat
penjualan air minum namun tidak ditemukannya. Setelah sekian lama SM berjalan
ia berpapasan dengan seorang pedagang dasi. SM yang kehausan itu bertanya
apakah pedagang itu mempunya air minum untuk dibagikan kepadanya. Pedagang
dasi itu mengatakan bahwa dirinya tidak menjual air minum namun ia menawarkan dasi seharga hanya
Rp10.000 kepada SM. “Dasi ini sangat penting untuk Bapak”, kata penjual dasi
itu. SM sangat marah kepada penjuan dasi itu. “ Kau bodoh, Saya tidak butuh
dasimu saya hanya butuh air minum”. Ia pun berlalu. Kemudian SM bertemu dengan seorang anak yang
menjual gelang. SM bertanya kepada anak itu apakah ada air yang dijual. Anak
itu berkata ia tidak menjual air namun ia menawarkan gelang kepada SM.
Kemarahan SM semakin menjadi-jadi. Ia mengusir anak itu. Dalam rasa haus yang
kian mendera SM tiba di sebuah restoran yang semua serba gratis. Di restoran
itu orang bisa makan dan minum tanpa bayar. Betapa senangnya si SM. Saat ia
mencoba masuk, penjaga restoran itu tidak mengizinkan dia karena tidak memakai
gelang dan tidak berdasi. SM memang
heran karena semua yang makan dan minum di sana memakai gelang dan berdasi.
Ada
banyak peristiwa dan pengalaman dalam hidup kita yang sering kita lewatkan
begitu saja bahkan kita sepelekan dan benci. Kita lewatkan dan sepelekan
karena yang kita utamakan adalah kepentingan diri kita. Kita tidak pernah
membayangkan bahwa semua yang kita hindari dan sepelekan justru menentukan
nasib kita. Tuhan mengundang kita untuk mengalami semuanya secara gratis dan
Tuhan menguji kita dalam pengalaman hidup. Semoga kita tidak mengalami nasib
seperti Simon Mael. Amin
Di samping Kapela di Puncak Sinai
|