Senin Pekan Biasa
ke-15 thn.B/2 16 Juli 2012
Yes 1:11-17, Mat 10:34-11:1
Komunitas
Frater BHK Malang
Buka
Marilah
kita mengawali perayaan ini dengan mengakui segala macam kelemahan dan dosa
kita. Mungkin kita berdosa karena masih terikat dan melekat pada pelbagai
perkara yang berlawanan dengan panggilan kita dan yang berlawanan dengan
kehendak Tuhan yang memanggil kita.
Renungan
Nubuat Yesaya dalam bacaan pertama hari ini mengangkat
persoalan seputar aktivitas manusia berhadapan dengan Yahwe. Praktik dan
dimensi kultus terhadap Yahwe yang disampaikan Yesaya lebih banyak bersentuhan
dengan sikap hati dan batin bangsa Israel. Bangsa Israel tampaknya berpikir
serba pragmatis. Mereka menjalankan praktik kultus korban dengan dasar
pertimbangan agar jasa mereka diperhitungkan sebagai modal pembenaran atas cara
hidup mereka. Israel banyak membawa dan mengurbankan hewan sekadar memikat
perhatian Yahwe. Israel mengira bahwa praktik kultus seperti itu sudah cukup
memberikan jaminan kepada mereka. Kita sendiri mendengar bagaimana sikap Yahwe
terhadap praktik yang demikian praktis itu. Bagi yahwe darah hewan kurban tidak
bernilai justru karena ritus kurban hewan tidak didukung dengan praktik hidup
mereka setiap hari. Yesaya menggambarkan betapa Yahwe jijik dan muak
menyaksikan sandiwara tanpa makna itu. Kurban bakaran Israel tidak berguna di
hadapan Yahwe karena mereka tidak mau berpaling, mereka tidak mau bertobat dari
cara dan praktik hidup mereka yang menyimpang. Satu harapan yang disampaikan
Yesaya untuk diperhatikan Israel adalah pertobatan. Bagi Yahwe bertobat dari
praktik hiudp menyimpang jauh lebih bernilai daripada praktik memotong hewan.
Darah binatang kurban tidak bernilai tanpa diawali sikap tobat yang benar. Kita
semua mendengar bagaimana Yesaya menyampaikan imbauan dan ajakan moral tentang
pentingnya pertobatan itu. Basuh dan bersihkanlah dirimu dari segala perbuatan
jahat dan belajarlah berbuat baik. Usahakanlah keadilan. Berbuat baik dan
memperjuangkan keadilan itu jauh lebih tinggi nilainya bagi manusia daripada
persembahan. Kehendak untuk bertobat dari waktu ke waktu adalah modal yang
memberi kita jaminan keselamatan di hadapan Tuhan. Tobat adalah jalan
keselamatan karena dalam sikap tobatlah manusia menghindarkan diri dari
kejahatan. Dalam kondisi tobat yang jujurlah orang mengusahakan keadilan.
Matius dalam perikop Injil mencoba menawarkan alternatif
lain yang memungkinkan manusia mendapatkan keselamatan. Jika Yesaya
mengedepankan wacana pertobatan maka Matius mengedepankan wacana komitmen pada
panggilan. Bagi Matius panggilan hidup seseorang untuk mengikuti Yesus adalah
panggilan keterpisahan. Yesus sendiri menegaskan bahwa Yesus membawa pemisahan.
Wacana pemisahan yang disampaikan itu jelas membongkar kecenderungan manusia
untuk mempertahankan kesatuan, ikatan, dan kemelekatan manusiawi. Mengikuti
panggilan Yesus dalam konteks injil hari ini sama artinya menerima risiko untuk
berpisah. Konsep pemisahan dan keterpisahan tersebut harus menjadi pilihan dan
bukan sebatas tawaran tentatif. Konsekuensinya jelas bahwa ada banyak hal yang
dilepaskan, ditinggalkan, dibiarkan. Panggilan menuju kesempurnaan itu berada dalam
kondisi yang paradoks atau bertentangan. Mau mendapatkan banyak berarti harus
meninggalkan banyak. Mau menyatu dengan Allah berarti berpisah dengan segala
unsur yang memang tidak cocok untuk
Allah.
Kita semua dalam cara kita sendiri telah dipanggil menuju
kesempurnaan pada tingkatan kita masing-masing menurut tugas dan profesi kita.
Kesadaran yang harus dan selalu kita bangun dan hidupi dari hari kehari adalah
kesadaran bahwa panggilan kita adalah kelepasan, keterpisahan dari kemelekatan
kita pada aneka hal. Kita harus memisahkan diri dari ikatan keluarga kita,
membebaskan diri dari urusan yang membelenggu proses pengembangan panggilan
hidup kita. Dalam arti yang lebih sempit kerelaan dan sikap kita untuk
melepaskan segalaanya merupakan pertobatan pertama dan menjadi pertobatan
sejati. Membebaskan diri dari kemelekatan kita pada aneka perkara duniawi
adalah pertobatan yang memiliki nilai tertinggi di hadapan Tuhan.
Marilah kita berdoa memohon kekuatan Tuhan
agar kita sungguh menjadi manusia yang bertobat dengan selalu berjuang
melepaskan diri dari keterikatan dan kemelekatan diri dan kehendak kita pada
segala perkara dan hal yang hanyalah
fatamorgana buat kehidupan kita. Melepaskan diri dari segala perkara
itulah bukti tobat kita sebelum kita mengusahakan keadilan dan kebenaran yang
sejati. Semoga.
No comments:
Post a Comment