Wednesday, August 7, 2013

MINGGU KITAB SUCI

1Sam.15,1-3,7-23; Rom.12,17-21; Mat.5,38-48

Minggu Kitab Suci Nasional, 3 September 2006

Stasi Jawang dan Longko Paroki Borong



Buka

Saudara-saudara terkasih dalam Kristus, dunia sekitar kita te¬lah membuat kita sering kali merasa ketakutan. Takut karena kita tidak merasa aman, sekalipun kita berada di tempat kita sendiri, di negeri kita sendiri. Rasa tidak aman ini timbul akibat makin banyaknya praktik-praktik kekerasan. Setiap hari kita disuguhi sajian kekerasan, entah lewat media massa, maupun lewat percakapan. Mungkin kita sendiri menjadi saksi mata atau bahkan menjadi korbannya. Orang merusak dan menghancurkan bangunan hanya untuk mengungkapkan ketidak setujuannya. Orang membuat kekacauan berdarah hanya untuk menyembunyikan kesalahannya sendiri. Orang membunuh karena ingin memiliki harta atau hanya karena tidak senang dengan orang lain. Pada Bulan Kitab Suci Nasional tahun ini kita akan merenung¬kan bagaimana menghadapi praktik kekerasan yang terjadi di du¬nia ini menurut kehendak Tuhan dan bagaimana kita dapat terli bat secara aktif untuk menghentikan praktik-praktik kekerasan di negeri ini.



Renungan

Mengawali renungan pada hari Minggu Kitab Suci Nasional hari ini, izinkanlah saya menyampaikan beberapa cerita nyata yang saya alami dan saksikan sendiri:

1. Beberapa bulan lalu saat liburan saya sempat menghadiri sebuah pesta Sekolah. Menjelang pagi hari terjadi keributan karena sekelompok pemuda dari kampung tetangga masih merasa dendam terhadap peristiwa beberapa tahun sebelumnya yang terjadi dalam suatu pesta di tempat lain. Kekacauan menjelang pagi hari itu terjadi ketika seorang pemuda menari sambil mengisap rokok. Percikan bunga apinya mengenai pakaian seorang pemudi dari kampung tetangga. Peristiwa itu membangkitkan dendam lama pada kelompok kampung tetangga (kekerasan tingkah laku)

2. Bulan lalu di salah satu ruas jalan kota Kupang saya menyaksikan sebuah bemo kota terbalik ketika harus menghindari tukang ojek yang lari memotong jalan. Tukang ojek itu dihajar sampai babak belum oleh semua penumpang bemo kota yang terbalik itu.

3. Minggu lalu dalam perjalanan dari Maumere ke Kisol, saya sempat mampir di tempat pengisian bahan bakar di Ndao Ende. Ketika mobil kami berhenti untuk mengisi solar dua orang anak berusia 6 dan 7 tahun mendekati jendela mobil sambil menawarkan banyak barang jualan seperti biskuit, telur rebus, kacang goreng, aqua, manisan dan lain-lain. Saya bertanya kepada dua anak yang kebetulan kaka beradik itu perihal alasan mereka berjualan seperti itu. Mereka menceritakan bahwa orangtua mereka memaksa dua anak itu untuk menjual barang sehingga menambah pendapatan keluarga. Dalam hati saya berpikir, anak kecil seperti ini, seharusnya masih menikmati masa senangnya sebagai anak tetapi tepaksa harus mencari nafkah untuk keluarga.

4. Beberapa hari lalu ketika turun dari Ruteng menuju Kisol, begitu lewat Sok saya melihat seorang ibu yang memikul tiga jerigen di punggungnya sambil menggendong anaknya yang kecil dan tangannya menyeret seekor sapi. Di belakang sapi itu ada seorang Bapak yang saya duga sebagai suaminya. Bapa itu hanya mengenakan parang (selek kope wa awkn) dan handuknya melilit di leher. Ia hanya menuntun seorang anaknya yang berusia 4 tahun.

5. Suatu ketika seorang ibu keluarga mendatangi saya dan menceritakan penderitaan yang dialminya di dalam keluarga. Dia menyampaikan bahwa di dalam keluarga ia diperlakukan secara kasar oleh suaminya. Rumah tangganya dirasakannya sebagai ring tinju tempat pertarungan. Dan sang istri selalu kalah karena sang suami bertindak sekaligus sebagai petinju dan wasitnya.

6. Suatu ketika seorang suster mengisahkan tentang seorang gadis yang lari dari rumahnya dan berlindung di sebuah biara. Gadis itu lari karena sering dimarah oleh orangtuanya dengan kata-kata kasar.

7. Beberapa hari lalu, seorang Bapa di Kisol mengeluh karena sumur air mereka mendadak kering menyusul musim kering beberapa bulan belakangan ini. Sumur yang berada di lereng poco Lando itu kering karena memang semua pohon di Poco Lando telah ditebang oleh manusia yang serakah terhadap lingkungan.

8. Dua Minggu lalu di salah satu panti asuhan di Maumere, seorang anak pingsan di tendang temannya. Ketika ditanya apa sebabnya ia menendang temannya sampai pingsan, si anak menjawab bahwa mereka mau praktikan jurus-jurus perkelahian yang ditayangkan di televisi.



Bacaan-bacaan yang dipakai pada hari Minggu Kitab Suci Nasional, hari ini berbicara tentang KEKERASAN. Tema Bulan Kitab Suci tahun ini berisi perintah yang tegas dan jelas bagi kita yaitu Hentikan Kekerasan! Dan Kalahkanlah kejahatan dengan Kebaikan. Kekerasan yang dimaksudkan dalam Tema bulan Kitab suci tahun itu dapat dipahami secara luas. Kekerasan itu tidak selalu berarti tindakan membunuh secara langsung seperti yang terjadi dalam aneka perang tanding. Tanpa kita sadari kekrasan itu menyertai perjalanan hidup manusia sejak zaman dulu hingga zaman kita sekarang ini. Kisah yang digambarkan dalam kitab pertama Samuel hari ini memberikan kita gambaran betapa kekerasan itu telah berlangsung sejak perjanjian lama atau zaman kehidupan para nabi. Samuel yang ditentukan Allah untuk mengurapi Saul sebagai raja merasa agak kecewa karena raja Saul berjuang melawan bangsa yang menolak Tuhan dengan cara kekerasan. Sikap seperti ini jelas berlawanan dengan apa yang dikehendaki Tuhan. Saul yang telah mengalahkan banyak bangsa dengan kekerasan itu kemudaian melupakan pesan Samuel agar sang raja tetap patuh dan taat bersembah kepada Tuhan. Yang terjadi justru sebaliknya, sang raja tergoda untuk mengikuti perilaku kehidupan bangsa yang ditaklukan. Saul melepaskan Yahwe lalu melakukan praktik tidak terpuji karena ia mempersembahkan kambing dan domba hasil jarahan dari bangsa Amalekh.

Bacaan pertama memberi gambaran tentang kekerasan melawan kekerasan, kejahatan melawan kejahatan. Dalam bacaan pertama kita menemukan prinsip gigi ganti gigi dan mata ganti mata. Dalam konteks perjanjian Baru prinsip seperti itu harus ditinggalkan. Para pengikuti Kristus harus meninggalkan vcara dan sikap hidup lama yang penuh kekerasan dan balas dendam dengan pola perilaku yang baru saling memaafkan. Gagasan baru itulah yang ditegaskanm Paulus dalam bacaan kedua tadi. Jemaat kota Roma yang terpancing melakukan tindaka kekerasan, diingatkan Paulus untuk menggunakan cara yang lebih mulia, lebih santun dan lebih sesuai dengan ajaran Kristus. Nasihat Santu Paulus tadi jelas namun sulit untuk kita praktikkan dalam hidup. Ada kalimat penting yang harus kita ingat dari bacaan kedua tadi dan itu adalah pesan paulus untuk kita semua yang berbunyi: Lawanlan Kejahatan dengan kebaikan. Perintah Paulus ini memang amat mulia tetapi pasti sukar untuk dipraktikkan.

Kata-kata Paulus ini sebenarnya mau memberikan ciri dan citra rasa kehidupan orang yang beriman kepada Kristus. Para pengikut Kristus dalam pandangan Paulus haruslah orang yang selalu mendahulu kebaikan berhadapan dengan kejahatan. Itu artinya, tindakan anarkhis, brutal dan yang merusakan, bukanlah panggilan dan ciri-ciri orang Kristen. Para pengikut Kristus yang sama juga harus bebas dari aneka bentuk kekerasan. Dengan kaata lain, kalau orang beriman akan Kristus itu berlaku kasar, kejam, dendam terhadap sesaamanya berarti orang itu tidak menendengarkan nasihat Paulus untuk melawan kejahatan dengan kebaikan. Perintah itu kedengarannya mudah diucapkan tetapi sulit untuk dilaksanakan.

Prinsip mata ganti mata dan gigi ganti gigi juga dilarang Yesus sendiri. Hal inilah yang menjadi inti pesan injil Matius hari ini. Kekerasan melawan hanya akan melahirkan kekeran baru. Oleh krena itu, untuk menghindari kekerasan yang lebih besar Yesus menawarkan resep mujarab untuk kita. Yesus menawarkan jalan terbaru yang sulit dipahami tetapi harus dilalui setiap orang, setiap kita yang menjadi pengikut Kristus. Membenci musuh itu biasa tetapi mencintai dan mendoakan musuh itu hal yang luas biasa. Mengasihi diri sendiri dan orang yang kita sayangi itu biasa, tetapi kalau mengashi musuh dan lawan itu menjadi sesuatu yang luar biasa. Kita yang mau mengikuti Yesus harus memilih jalan yang luar biasa itu. Mengapa kita harus memilih jalan yang luas biasa itu? Alasannya disampaikan di dalam injil tadi. Mengasihi, mencintai, memaaf, serta mendoakan musuh itu nilai jaminan atau garansi untuk masuk surga sangat besar.

Semua cerita kecil yang saya sampaikan pada awal renungan ini membahasakan satu hal yang ada dan sering terjadi di dalam masyarakat kita. Semua cerita tadi mau mengatkan bahwa TINDAK KEKERASAN menguasai dan mewarnai semua kehidupan manusia. Dunia kita sekarang menjadi dunia yang lebih banyak menawarkan kekerasan. Kekeran itu nyata atau muncul dalam aneka wajah atau bentuk. Kekerasan yang dimaksudkan tidak selamanya berarti membunuh sesama seperti yang terjadi dalam perang tanding. Bunuh membunuh secara langsung jarang kita temui tetapi pembunuhan dalam bentuk yang lain selalu ada bahkan paling banyak kita lakukan dalam kehidupan harian kita. Hanya sedikit kita mendengar cerita tentang suami bunuh istri secara langsung. Kita kadang-kadang mengartikan kekerasan itu berarti membunuh. Kekerasan dan membunuh yang paling keji dan paling banyak justru yang dilakukan secara tidak langsung terhadap anggota keluarga kita, terhadap sesama anggota masyarakat, dan juga terhadap lingkungan kita.

Dalam hidup kita yang biasa, musuh kita sebenarnaya tidak berada jauh dari kehidupan kita. Kita sering tidak sadar bahwa bahwa dalam hidup ini kita sering menjadikan diri kita sebagai musuh sesama dan sebaliknya menjadikan sesama sebagai musuh. Dari cerita-cerita tadi nyata sekali bagi kita bahwa kekerasan atau suasana permusuhan itu bisa terjadi di dalam keluarga ketika istri diperlakukan sebagai hamba yang harus dibenani dengan segala macam pekerjaan. Sekian sering kita juga menjadikan anak-anak kita sebagai musuh kita yang paling dekat ketika kita memaksa mereka mengiktui kehendak kita atau kita sebagai orangtua kurang memperhatikan masa depan anak-anak kita. Juga bukan tidak mungkin kita memusuhi diri kita sendiri ketika kita merusakkan alam lingkungan ini secara tidak bertanggung jawab. Tanpa kita sadari bahwa hidup kita manusia masa ini banyak yang memushi dirinya sendiri. Lihat saja, ketika bencana banjir terjadi manusia tidak menyadari bahwa banjit terjadi karena hutan penyangga dan persapan air hujat telah ditebang. Sumur-sumur air minum kering karena ulah manusia sendiri yang menggundulkan bukit dan gunung.

Kalau Yesus menuntut kita untuk mencintai musuh maka itu dengan sendirinya Yesus yang sama menuntut kita untuk mencintai diri kita, keluarga kita, anak-anak kita dan lingkungan alam kita. Kalau Paulus meminta kita untuk mengalahkan kejahatan dengan kebaikan itu artinya kita harus lebih banyak berbuat baik mulai dari orang yang paling dekat dengan kita, lingkungan kita. Tema bulan kitab suci yang kita buka hari ini sungguh menjadi ajakan buat kita semua untuk menghentikan pelbagai perbauatan dan tindakan yang bercorak kekerasan mulai dari keluarga kita dan masyakat kita.Tema bulan kitab suci tahun ini mengajak kita untuk membongkar ring-ring tinju yang kita bangun di dalam keluarga kita, yang memungkinkan anggota keluarganya berlaku sebagai petinju yang melakukan kerasan. Kalau kisah-kisah yang saya angkat tadi masih kita temukan dalam hidup kita, itu artinya kita masih mempertahankan ring-ring tinju di kelarga kita.

Semut biasanya lari menghindar ketika mencium bau racun yang keras dan tajam, tetapi semut yang sama akan mendekati madu yang manis. Kekerasan kita akan membuat kita ditinggalkan orang tetapi kalau kita menjadikan diri kita sebagai tetesan manus yang manis maka semut yang ganas pun akan mendekat dan mencintai kita.marilah kita maknai pesan bulan kitab suci ini dengan menjadikan hidup kita semanis madu untuk orang lain termasuk untuk orang yang membenci kita. Hanya dengan inilah kita akan memaafkan orang yang membenci kita. Semoga.



Rm. Bonefasius Rampung, Pr

No comments:

Post a Comment