Wednesday, August 7, 2013

MINGGU BIASA KE-28 TAHUN A

Minggu Biasa ke 28 Tahun A/2

Yes.25,6 10a Fil.4,12 14,19 20 Mat.22,1 14



Buka

Allah dari semula sampai kekal tetap memang¬gil dan mengundang manusia untuk menikmati kebahagiaan kekal bersama Nya. Suara-Nya terus menggema mengundang semua manusia. Reaksi dan tanggapan manusia sendiri yang menentukan apakah ia layak diterima atau tidak. Undangan Allah memang terbuka untuk semua manusia namun untuk menjawabi panggilan itu manusia dituntut untuk memenuhi syarat yang minimal berupa iman akan Allah. Segala perbuatan baik yang digelar manusia dalam kehidupannya untuk Tuhan dan sesama merupakan pakaian pesta yang memungkinkan ia layak masuk perjamuan bersama Tuhan.

Pelbagai bidang tugas dan pelayanan manusia itulah tempat yang tepat baginya mendandani diri dengan pakaian yang pantas. Marilah kita bertanya diri kita apa¬kah kita sungguh menjadikan tugas pelayanan kita sebagai kesempatan kita menyiapkan diri masuk perjamuan kekal bersama Tuhan? Kita hening sejenak menyadari segala kelemahan dan dosa kita biar kita dilayakkan menerima Tuhan dalam perja¬muan keselamatan ini....



Renungan

Saya yakin dan percaya bahwa hampir semua kita yang hadir dalam perayaan hari ini, pernah menghadiri salah satu pesta entah itu pesta nikah atau pesta apa saja. Kalau kita mencoba mencermati setiap pesta yang kita ikuti dan saksikan maka kita akan sampai pada penilaian bahwa menyelenggara¬kan pesta itu bernyata tidak mudah. Setiap pesta yang besar harus ada panitia dan kepengurusan yang lengkap dengan semua seksinya. Setiap perencanaan pesta sejak awal kepanitiaannya akan bertekad agar pestanya sukses dan memuaskan. Karena itu, strategi juga perlu diterapkan demi keberhasilan pesta itu.

Penerapan pelbagai cara dan strategi, menjadikan pesta itu sebagai suatu seni tersendiri. Dan jika kita berbicara soal pesta maka perkara makan minum mau tidak mau harus mendapat perhatiaan karena biasanya keberhasilan sebuah pesta ditentukan dan diukur dengan berapa banyak jenis menu maka¬nan, hidangan serta jenis minuman yang disu-guhkan kepada para undangan. Kepuasan para undangan akan makanan dan minuman itulah timbangan yang menentukan apakah pesta itu berhasil atau tidak. Jika sampai terjadi bahwa ada sebagian kecil orang tidak mendapat makanan dan minuman maka pesta itu akan dinilai kurang berhasil. Lebih bagus lagi jika sebuah pesta dengan makanan minum yang cukup ditambah lagi dengan suguhan acara yang menarik dan memikat. Orang akan pulang dengan pembicaraan utama tentang bagaimana makanannya enak atau tidak. Hal yang lain tidak dibicarakan dan sengaja dilupakan.

Tak ada satu pesta yang bebas dari kecemasan dan ketakutan akan mengalami kegagalan. Masalah cukup tidak persediaan makanan dan minuman selalu menjadi masalah yang perlu dicemaskan. Hal itu bukan hanya berlaku pada zaman kita dewasa ini. Paling kurang setelah kita mendengarkan apa yang disampai¬kan ketiga bacaan hari ini kita bisa mengenal bahwa hal yang sama juga berlaku pada masa kehidupan para nabi Perjanjian Lama. Penggalan Nubuat Yesaya yang kita dengar dalam bacaan pertama memberikan kita satu gambaran tentang sebuah perjamuan akbar dan sungguh sukses.

Pelukisan Yesaya yang amat menarik dan mengesankan itu membuat kita membayangkan betapa menyenangkan perjamuan itu. Perjamuan akbar yang dikisah¬kan Yesaya itu terbuka untuk umum. Menu masakannnya juga sangat khas. Jika di setiap daerah itu ada makanan khasnya maka dalam perja¬muan yang diangkat Yesaya ada menu yang khas yaitu daging berlemak dan bersum sum. Lokasi perayaan menyenangkan karena dibuat di atas puncak gunung Sion. Minumannya juga cocok untuk suasana gunung berupa anggur paling enak. Wajah wajah yang hadir dalam pesta itu menampakkan kegembiraan yang sempurna. Dalam pesta itu mereka amat merasakan adanya pembe¬basan dan merasa selalu aman. Mereka merasa aman karena tangan Tuhan sendiri yang melin¬dungi tempat itu yaitu Gunung Sion. Tentu kita bisa bayangkan bagaimana orang berebutan untuk bisa diperkenankan masuk dalam perja¬muan demikian.

Betapa senangnya kalau orang berhasil masuk ke dalam perjamuan yang digam¬barkan Yesaya ini. Tetapi kekecualian itu selalu ada. Dalam bacaan kedua kita menden¬garkan satu kisah yang persis berlawanan dengan apa yang diangkat Yesaya. Surat Santo Paulus yang ditujukan kepada jemaat Filipi dalam bacaaan kedua tadi mengggambarkan kesulitan yang dialami Paulus sebagai orang yang dipilih dan diutus Allah untuk mewarta¬kan kebenaran tentang Kristus. Paulus menga¬lami kekurangan setelah sebelumnya ia menga¬lami kelimpahan. Keluhan Paulus sekaligus meminta bantuan pada jemaatnya. Meski Paaulus muncul yang nyata dalam kalimatnya yang berbunyi: Dalam segala hal dan dalam segala perkara dan kesulitan akan kutanggung dalam Dia, yang telah memberikan kekuatan kepadaku.

Ketergantungan Paulus sepenuhnya pada Allah sungguh luar biasa. Ia yakin sepe¬nuhnya bahwa Allah sungguh luar biasa. Ia yakin sepenuhnya bahwa Allah akan memenuhi segala keperluannya dalam kelimpahan. Kebi¬jaksanaan yang terungkap lewat perkataan Paulus lahir dari rasa solidaritasnya pada pengalaman Kristus yang sedang diwartakannya. Paulus sebenarnya mau menegaskan bahwa maka¬nan dan minuman itu telah disediakan Allah bagi mereka yang membela kebenaran dan mewartakan kebe naran tentang Allah. Paulus yakin bahwa ia pun akan diperkenankan menik¬mati perjamuan akbar sebagaimana dilukiskan Yesaya dalam bacaan pertama tadi. Iman dan harapan Paulus sudah menjadi jaminan bagi semua yang diharapkannya.

Selanjutnya, Santo Matius lewat penggalan Injil tadi mengisahkan perihal penyelenggaraan sebuah pesta perkawinan yang dilakukan sang raja. Pesta yang digambarkan Matius mirip pula dengan apa yang diangkat Yesaya tadi. Kedua perjamuan itu memiliki kesamaan antara lain: sama sama terbuka untuk semua orang; menu yang disiapkan juga pasti enak karena ini dibuat seorang raja. Namun, ada perbedaan yang mendasar antara pesta akbar yang diangkat Yesaya dan perjamuan sang Raja yang diangkat Yesus dalam Injil tadi. Perbedaan itu terjadi berkaitan dengan kese¬luruhan situasi dan suasana yang meliputi pesta itu.

Dalam kisah Yesaya pesta itu tidak terlalu banyak mengalami ke sulitan tetapi dalam Injil justru terjadi kesulitan. Kesuli¬tannya adalah ketidakhadiran mereka mereka yang telah diundang. Situasi itu mencemaskan si tuan pesta atau sang raja. Semua makanan dan minuman telah tersedia tetapi tidak ada orang yang mau menghabiskan semuanya itu. Si tuan pesta coba dengan cara lain yaitu dengan undangan lisan dengan mengutus para hamban¬ya. Undangan lisan ini pun ditepis oleh orang yang harus sibuk dengan ladangnya, ditepis oleh orang yang lagi sibuk dengan bisnisnya. Lebih dari itu mereka yang diundang untuk makan itu malah menangkap para hamba itu dan membunuh mereka. Dan tentu saja hal itu menyulut murka dan raja.

Raja yang lagi kecewa karena undangannya tidak diindahkan kini harus berhadapan dengan masalah kematian para hambanya. Dan mereka yang membunuh hamba hamba itu dibinasakan dengan kota mereka yang dihancurkan dan dibakar habis habisan. Dan langkah yang terakhir masih ditempun sang Raja itu dengan sekali lagi mengutus para hambanya untuk berlaku sebagai Polantas di persimpangan jalan yang mencegat sekaligus mengajak semua yang lewat untuk segera datang menikmati perjamuan bersama sang Raja. Tern¬yata cara ini paling tepat karena dalam waktu singkat banyak orang memenuhi ruangan pesta.

Pada saat itu tidak terduga terjaring pula seorang yang rupanya lapar dan sempat mempir ke ruang pesta. Kehadirannya dilihat meng¬ganggu situasi pesta karena ia tidak mengenakan pakaian pantas untuk berpesta. Nasib malang menimpa orang itu, karena ia terpaksa harus diikat dan dibuang ke tempat paling gelap. Orang ini dikatakan tidak terpilih dalam proses panggilan. Memang banyak yang dipang¬gil dari persimpangan jalan namun cuma sedi¬kit yang dipilih.

Kisah Injil yang ditampilkan tadi itu memang cukup sulit untuk dipahami. Kita sulit mema¬hami bahwa orang yang semua dipanggil mau tidak mau harus diusir. Tetapi jika kita melihat apa yang menjadi sasaran penulis Injil ini maka kita bisa mengerti mengapa yang tidak berpakaian pesta diusir dan dibuang. Dan kisah Injil ini jelas menggambarkan tentang perjamuan kerajaan Allah itu bersifat terbuka untuk semua orang dari segala bangsa. Semua diundang.

Namun, untuk masuk dan tidak itu sangat bergantung pada pertimbangan pribadi orang. Tak ada unsur paksaan dan kepada manusia bebas memberikan alasan untuk menolak undangan Allah. Undangan Allah yang bercorak universal dan terbuka itu tidak juga berarti bahwa orang bisa masuk tanpa memperhatikan tuntutan dasar yang harus dipatuhi. Orang yang diusir dari ruangan pesta tadi adalah seorang pribadi yang tidak mampu memenuhi tuntutan dasar bagi kelayakan untuk masuk pesta. Tuntutan minimal tidak ia patuhi apalagi tuntutan yang lainnya.

Lalu akhirnya kita perlu bertanya tentang aktualitas dan relevansi ketiga bacaan hari ini dengan kehidupan kita. Untuk menjawabi pertanyaan itu maka kita perlu menyadari dua hal pokok ini yaitu : Pertama undangan Allah dan tanggapan manusia; kedua apa yang ditun¬tut untuk dipenuhi manusia? Undangan Allah untuk manusia itu setiap saat. Perjamuannya terbuka terus. Tinggal saja tanggapan manu¬sia. Apakah manusia berusahan menjauhkan ddiri dari pelbagai alasan hanya demi diri sendiri atau tidak. Dan kalu kita sudah merelakan waktu untuk memberikan tanggapan maka langkah berikutnya adalah apa syarat yang harus ditaati? Masuk tanpa aturan itu jelas mencelakakan diri kita.

Orang yang mau masuk itu harus berpakaian pesta artinya orang memenuhi kriteria kelayakan. Dan seba¬gai orang beriman kita hendaknya berpakaian¬kan kebajikan iman kita. Perbu atan baik yang kita tunjukkan adalah pakaian yang melayakkan kita masuk dalam pesta Allah. Kita bisa berdandan de ngan pakaian pesta untuk dapat masuk ruangan pesta abadi dalam dan melalui bidang tugas pelayanan kita. Semua kita sebagai orang beriman berkemampuan untuk mendandani diri kita dengan segala yang pantas untuk Allah.

Singkatnya, apa pun kita dan bagaimana pun kita, kita harus mampu tampil dengan pakaian pesta sebagai orang beriman. Kita sebagai orang tua, dikatakan berpakaian pesta jika kita sungguh memperha¬tikan kebutuhan hidup keluarga dan anak anak kita. Kita sebagai pendidik akan berpakaian pesta jika kita mampu membagikan ilmu kita kepada pada peserta didik kita. Kita sebagai perawat juga dapat berpakaian pesta dengan segala bentuk pelayanan kita yang penuh pengorbanan dan ketulusan kepada mereka yang sakit dan menderita.

Kita sebagai remaja dikatakan berpakaian pesta jika kita sungguh patuh pada tata tertib pergaulan yang layak sebagai orang beriman, kita sebagai biarawan/wati dikatakan berpakaian pesta jika kita setia pada tugas dan panggilan kita, dan akhirnya kita sebagai orang beriman dikatakan berpakaian pesta hanya jika kita hidup berda¬sarkan iman, pengharapan dan kasih akan Tuhan dari hari ke hari yang sampai saat ini masih memanggil kita untuk masuk dalam perja¬muannya. Semoga kita masuk sebagai orang yang berpakaian pantas karena iman pengharapan dan kasih.. SEMOGA





No comments:

Post a Comment