Thursday, August 8, 2013

MINGGU BIASA KE-31 TAHUN A

Minggu Biasa ke 31 Tahun A.1

Minggu 30 Oktober 2011

Mal.1,4b 2,2b.8 10 1Tes.2,7b 9.13; Mat.23,1 12

Stasi Rende, Paroki Kisol

Buka :

Hari ini kita memasuki Minggu biasa ke-31 sekaligus kita ingin menutup bulan dovosi kita kepada Maria. Kita rupanya belum bisa menemukan kata yang pas untuk menggantikan kata menutup ini. Meskipun demikian tentu bukan maksudnya kita menghentikan devosi dan doa pribadi kita kepada Bunda Maria. Bagaimanapun Maria tetap menjadi tokoh anutan kita karena dia seorang manausia yang dipilih untuk melakukan rencana Allah. Dia orang sederhana dari kampung Nasareth dan tanggal 28 Juni lalu saya sudah sampai di tempat itu. Sebelum tiba di Nazareth tanggal 23 Juni saya mampir di Kairo Mesir dan pergi berdoa di tempat persembunyian keluarga kudus di Mesir ketika dikejar Herodes. Sejarah hidup Maria mulai dari Nazareth sampai di Mesir dan kembali ke Israel merupakan kisah pelaksanaan rencana Allah. Maria telah memberikan diri dan hidupnya bagi kehendak Tuhan dan demi umat manusia. Karena itu, meskipun secara umum devosi ini berakhir dengan berakhirnya bulan Oktober tetapi ketergantungan kita pada Maria akan tetap terjadi sepanjang hidup kita.

Dalam konteks itulah, firman Tuhan yang diperdengarkan untuk kita hari ini pada intinya mengajak kita semua untuk menjadi pelaku firman. Kita berdoa semoga kita tidak menjadi batu sandungan bagi orang lain karena cara hidup kita tidak pantas jadi anutan. Kita diajak untuk meneladani Maria, Santu Paulus dan Yesus sendiri yang menyerahkan diri dalam kesederhanaan hidup mereka untuk deunia dan manusia. Semoga mentalitas orang farisi dan ahli taurat yang dikecam Yesus tidak menjangkiti pola dan peri lakukehidupan kita. Agar perayaan ini sungguh menjamin keselamatan jiwa kita, baiklah kita berpanas diri di hadapan Tuhan dan sesama dengan mengakui kelemahan dan kealpaan kita. Sekian sering kata-kata kita ringan tetapi tangan kita berat untuk melakukan apa yang kita kata..

Renungan :

James Londo, seorang turis a¬sal Inggris, tiba di salah satu kota propinsi di Indonesia. Ketika James turun di terminal kota ia membuka buku panduan wisatanya untuk melihat lokasi salah satu museum bersejarah di kota itu. Dalam buku panduan itu James membaca nama salah satu museum. Museum itu disebutkan saja namanya Museum Caritas. James belum fasih berbahasa Indonesia. Di terminal itu kebetulan ia bertemu dengan seorang Bapak namanya (AK) Andreas Kiri yang baru saja kembali dari kantornya. Turis itu mencoba mendekati Bapak Andreas Kiri untuk menanyakan letak dan rute menuju Museum Caritas. Dengan semangatnya Bapak Andreas Kiri itu memberikan petunjuk kepada James. Bapak Andreas Kiri itu berkata kepada James : Sebentar Mister jalan dari sini lurus terus. Sesudah itu belok kanan maka akan melihat sebuah bengkel kayu. Ambillah jalur sebelah kanan lalu belok ke utara berjalanlah kira kira 25 meter maka Mister akan berhadapan dengan sebuah warung makan. Ambillah jalur utara lalu ke kanan lurus terus maka Mister akan sampai di Museum Caritas. Setelah menden¬gar penjelasan itu James coba berjalan dan sebelum tiba di bengkel kayu ia sudah terse¬sat. Setelah hampir setengah jam ia berjuang tetapi gagal. James bingung lalu ia coba kembali ke terminal. Di sana ia bertemu dengan seorang penjual mangga namanya Bernadus Campe. James bertanya kepada Bernadus Campe tentang jalan ke Museum Caritas. Penjual mangga itu tanpa berkata-kata langsung bangun dan berjalan sambil memberikan isyarat agar turis itu segera mengikuti dia. Dia tidak berani berkata kata karena ia tidak tahu bahasa Inggris. Setelah kurang lebih 10 menit mereka berjalan tibalah mereka di Museum yang dicari itu. Turis itu sangat senang dan memberikan sejumlah besar uang kepada penjual mangga yang mengantarkannya.

Saya yakin kita semua lebih senang dan berpihak kepada Bapak Bernadus Campe dengan caranya si penjual mangga membantu James daripada petunjuk yang panjang dari Bapak yang pertama tadi. Petunjuk yang panjang dan tidak jelas ternyata menyesatkan. Lain halnya orang langsung berjalan menunjukkan jalan. Bertindak langsung itu lebih penting daripada rumusan teori yang panjang. Berjalan di depan untuk menunjukkan arah yang benar itu lebih penting dan lebih berguna daripada memberikan petunjuk dari tempat yang jauh. Praktik ternyata lebih kuat pengaruhnya dibandingkan dengan teori. Orang yang pintar kadang-kadang tidak memiliki keterampilan yang praktis. Orang yang sederhana justru seba¬liknya ia penuh dengan pelbagai tindakan yang praktis. Saat membuat kemah persiapan tahbisan di salah satu kampung, seorang insinyur bangunan yang pintar hadir. Ketika dua tiang pada ujung kemah dipancangkan ternyata perlu beberapa tiang lagi di tengah untuk menyanggah beban. Sang insinyur yang memilki banyak pengetahuan tentang dunia ukur mengukur tiang meminta seorang mengambil gulungan meteran untuk mengukur tinggi tiang penyangga di tengah itu. Di luar dugaan seorang bapak yang biasa buat kemah langsung membalikkan arah kayu yang akan dijadikan tiang itu secara terbalik lalu menentukan batas yang harus dipotong. Dalam waktu singkat tanpa meteran tiang itu diukur sangat pas. Dia praktis saja. Danpersisi itulah yang dibuat si penjual mangga tadi. Lalu mungkin kita tiba pada pertanyaan ini : Apa hubungannya cerita tadi dengan Firman Tuhan yang kita dengan dalam bacaan bacaan hari ini?

Kalau kita coba menangkap dengan teliti apa yang disampaikan lewat ketiga bacaan tadi, maka kita berhadapan dengan satu hal yang sama yaitu munculnya dua model manusia yaitu manusia yang mengandalkan teori semata mata dengan manusia yang lebih mengandalkan per¬buatan yang konkret dan nyata.

Dalam bacaan pertama tadi kita mendengar Nubuat Nabi Malaeakhi tentang penyelewengan yang dilakukan oleh orang yang dipercayakan Tuhan untuk membawakan berkat kepada umat. Maleakhi menampilkan gaya kepemimpinan para otoritas rohani masa itu yang bukannya mem-berikan contoh hidup yang nyata melainkan mengajarkan umat hanya dengan rumusan dan teori semata. Para pemimpin masa itu hanya berbuat seperti yang dibuat bapak yang mem¬beri petunjuk pada James dalam serita tadi tanpa ia sendiri menunjukkan jalan. Hasilnya jelas bukannya membantu orang asing tetapi sebaliknya membuat orang itu semakin tersesat. Sikap hidup yang hanya mengandalkan petunjuk itu meluas pada masa kehidupan Maleakhi. Orang bertindak sesukanya karena orang terpaku pada petunjuk dari atas dan mengikuti apa yang dikatakan dari atas. Dan kehidupan model seperti itulah yang dikecam dalam bacaan pertama tadi.

Memberikan contoh dan petunjuk yang jelas itu secara sangat menarik diungkapkan Paulus dalam bacaan kedua hari ini. Kepada Jemaat di Tesalonika Paulus meminta agar menerima pewartaan Nya tentang Kristus dan haruslah menjadi manusia bertindak praktis dan konkret. Bukan berteori yang serba abstrak. Bukan hanya mendengar petunjuk dari atas yang terkadang menyesatkan. Paulus berkata bahwa dia sendiri telah memberikan contoh yang tepat. Dia berkata : Aku bukan cuma menyerahkan Injil Allah kepadamu melainkan diriku sendiri. Paulus bertindak praktis dan taktis dalam pewartaanya dengan bersikap ramah dan penuh kasih sayang. Paulus mengajak umat Kristen di Tesalonika untuk mengikuti teladan Paulus yang berkarya secara praktis mewartakan Kristus. Paulus sendiri terlebih dahulu melakukan apa yang dia wartakan tentang Kristus. Apa yang dikatakan Paulus dan apa yang dikatakan dalam injil sebenarnya menampilkan dua pola yang berbeda. Injil menampilkan cara dan pola kehidupan para pemuka agama Yahudi dalam diri orang orang Farisi. Orang Farisi dan para ahli Taurat sebagai wujud otoritas yang paling berwibawa dan penentu kebijakan dikecam habis habisan oleh Yesus. Semua orang masa itu harus taat pada kebijakan yang dibuat ahli Taurat dan kaum Farisi. Yesus mengimbau agar orang jangan berlaku taat atau berlaku bodoh dalam mengikuti perbuatan orang Farisi dan ahli Taurat itu. Yesus dengan tegas mengata-kan: Janganlah kamu mengikuti perbuatan mereka karena mereka hanya menga¬jarkan tetapi tidak mereka lakukan. Mereka hanya tahu berteori tetapi sulit untuk mem¬praktikkannya. Mereka mengajarkan belas kasih namun praktiknya mereka menjadikan sesama sebagai kuda beban. Apa yang dibuat orang Farisi itu cumalah iklan yang mau menarik perhatian orang. Mereka menjadikan diri mereka sebagai iklan di tempat pesta dan di tempat yang ramai dikunjungi orang. Kehidupan orang Farisi itu telah terbagi. Diri mereka terpecah oleh kemabukan akan kuasa dan gila hormat.

Pola dan gaya hidup orang Farisi; ahli Taurat belum hilang dari kehidupan manusia zaman kita ini. Pada zaman kita ini masih banyak manusia yang merebut kuasa dan jabatan mengorbankan orang lain. Orang merebut kursi jabatan lantas rakyat kecil dijadikan barang taru¬han. Ketika orang menjadikan dirinya lebih penting, lebih berkuasa saat itulah semangat hidup orang Farisi muncul. Ketika yang berkuasa memainkan kuasanya dengan segala petunjuknya untuk ditaati orang sederhana dan bodoh, saat itulah benih ke munafikan lahir kembali. Ketika banyak orang sederhana harus didikte untuk selalu menyatakan setuju mesti hatinya berbisik lain, saat itulah kemunafikan itu hadir. Di saat orang kecil di paksa untuk taat dan harus selalu ikut petunjuk dari atas dan hanya ikut petunjuk saat itulah kemuna¬fikan tampil untuk kita. Kecaman Yesus dalam Injil hari ini masih berlaku untuk manusia zaman kita. Di zaman ini kita masih bertemu dengan manusia yang mau dan berambisi untuk menjadi orang yang terdepan, terpenting, terhormat. Orang seperti itu umumnya merasa diri hebat. Measa diri sebagai penentu segalanya sekaligus perumus segala teori yang harus dijalankan dan ditaati orang lain. Mereka sendiri tak perlu mempraktikkannya. Orang Farisi merumuskan kecaman anti korupsi dan kolusi tetapi mereka sendiri sangat bersemangat memeras para janda dan yatim piatu. Mereka merumuskan masalah keadilan dan kejujuran untuk orang kecil sementara mereka sendiri mengumpulkan seban¬yak banyaknya lewat permainan kotor yang diatur sekian supaya orang harus mengakui semuanya halal. Mereka merumuskan soal keju¬juran hati nurani tetapi mereka sendiri main suap sana sini.

Singkatnya orang Farisi itu perumus teori untuk orang lain bukan untuk diri mereka sendiri. Kehidupan orang Farisi sama seperti bapak yang menyesatkan si James dalam cerita awal tadi. Ia hidup hanaya mampu memberi petun¬juk untuk orang lain bukan untuk dirinya sendiri. Lain halnya dengan orang sederhana penjual mangga. Ia tak berkata banyak, ia tak kenal teori tetapi ia lebih banyak berbuat dan ia berhasil membawa orang pada tempat yang dituju.

Masih banyak orang seperti James yang terse¬sat dan mencari jalan dalam kehidupan kita ini. Mereka itu adalah manusia yang menghada¬pi tantangan dalam kehidupan. James itu adalah teman kita yang mengalami kesulitan dalam belajar, dalam pergaulan. James itu adalah anak anak yang membutuhkan perhatian orang tua, James adalah para pelajar yang menuntut ilmu dan lain lain. Pertanyaan untuk kita : Beranikah kita, Anda dan saya, bertindak sebagai penunjuk jalan baik bagi orang lain maupun bagi diri kita sendiri? Kita boleh berteori bahwa bersih itu indah, tetapi kalau kelas-kelas kita kotor seperti kandang babi itu artinya kita menjadi orang munafik. Kita boleh berteori bahwa tertib waktu, disiplin waktu itu penting, tetapi kalau kita tidak dapat menggunakan waktu dengan baik, maka kita sama dengan orang farisi. Kita boleh berteori bahwa kejujuran itu adalah kebajikan tetapi kalau kita masih bersemangat menyontek saat ulangan atau ujian, kita sama dengan orang munafik. Kita boleh berteori bahwa kerapian itu baik tetapi kalau kita masih tampil ndehel alias kemomos itu artinya kita masih bersemangat orang farisi. Kita dituntut untuk menyelaraskan antara apa yang kita katakan dengan apa yang kita lakukan. Kita dituntut untuk menyelaraskan antara apa yang kita tahu secara teoretis dengan apa yang kita lakukan secara praktis. Kata-kata kita mungkin baik dan menyenangkan tetapi contoh hidup kita tentu akan menggerakan dan menggugah. Mari kita dahulu aksi dan tindakan sebelum kita berkata dan berteori. Semoga.

No comments:

Post a Comment