Friday, August 2, 2013

MINGGU BIASA KE-18 THN.C1

Minggu Biasa ke 18 Thn. C/I 4 Agustus 2013

Pkh.1:2; 2:21 23 Kol.3:1 5,9 11 Luk.12:13 21

_________________________________________________________

Buka:

Hari ini kita memasuki Minggu Biasa ke 18. Ketiga bacaan hari ini mengajak kita untuk hidup tidak asal hidup. Sibuk tidak asal sibuk tetapi hidup dan hidup yang berguna. Dan Injil menegaskan bahwa harta kekayaan yang dikumpulkan itu sama sekali tidak menjamin keselamatan bagi jiwa kita. Ki¬sah seorang yang mau mengumpulkan harta pada segala lum¬bungnya, namun tidak tahu bahwa pada malam itu maut telah merenggut nyawanya. Akhirnya apa yang diusahakannya itu tak ada gunanya. Semuanya itu sia sia tanpa guna. Kisah itu jelas mengajak kita semua untuk melihat kembali kehid¬upan kita selama ini. Barangkali selama ini kita menilai kehidupan dan keselamatan kita dengan apa yang kita kumpulkan dan apa yang kita miliki. Mungkin kita lupa bah¬wa itu semua cumalah sementara sifatnya. Satu satunya jaminan keselamatan kita adalah Kristus sendiri. Menaruh harapan kepada Dia, berarti kita mau selamat. Marilah kita mohon sesal kalau selama ini kita sibuk dengan segala hal dan melupakan Allah. Kita sibuk sampai lupa yang paling penting bagi jiwa kita...



Renungan

Raja Aleksander Agung adalah raja yang besar dan sangat berpengaruh. Harta kekayaannya melimpah. Pada saat ia sa¬kit menghadapi ajalnya ia memanggil para pengawalnya dan juga semua keluarganya untuk mendengarkan wasiat atau pe¬sannya yang terakhir. Raja berpesan supaya kalau nanti dia mati dan hendak diantar ke pekuburan biarkanlah kedua tan¬gannya terulur di luar peti supaya orang melihat bahwa saya pergi dengan tanpa membawa apa apa. Saya kembali den¬gan tangan kosong.

Membaca dan merenungkan ketiga bacaan yang kita dengar hari ini, rasa rasanya membuat kita memilih mati dari pada hidup. Dari Kitab Pengkotbah tadi kita dengar bahwa pada akhirnya segala sesuatu itu sia sia tanpa guna. Teks itu memang menantang kita apakah kita lebih suka pilih berpu¬tus asa atau tetap hidup. Dan Raja Aleksander Agung tadi menyadari sepenuhnya hal itu. Ia melihat kuasa dan ke¬kayaannya bukan sebagai barang yang perlu dipertahankan sampai ia mati. Ia menyadari bahwa jika ia mati ia tak akan membawa apa apa sebagai bekal. Merenungkan kisah Pengkotbah ini memang mendorong kita untuk berputus asa namun Pengkotbah sebenarnya mau mengungkapkan satu kebena¬ran dan kebijaksanaan yang besar. Pernyataan Pengkotbah itu merupakan wawasan bijaksana untuk meulis yang melupa¬kan apa yangpaling penting dan paling perlu. Kitab Peng¬kotbah itu bukannya membuat kita bersikap pasrah menyerah pada nasib melainkan menyadarkan kita untuk selalu memi¬kirkan yang lebih berguna dalam setiap kesibukan kita den¬gan hal hal yang bercorak sementara. Dengan itu kita sela¬lu didingatkan untuk tidak tenggelam dalam pelbagai urusan yang pada akhirnya itu semua tak berguna. Kita diminta Pengkotbah untuk memilih perkara yang lebih penting atau kalau sibuk dengan hal yang sementara hendaknya tidak lupa sama sekali pada apa yang lebih penting.

Apa yang dikatakan dalam bacaan pertama itu mendapat penjelasan yang bagus dalam bacaan kedua. Santo Paulus kepada Jemaat yang berada di Kolose tadi meminta kepada mereka untuk lebih mencari perkara yang di atas di mana Yesus Kristus ada. Carilah yang di atas di mana Kristus ada. Paulus menasihatkan dan mengingatkan mereka karena mereka, orang Kolose itu sudah sekian repotnya, sudah se¬kian sibuknya dengan urusannya masing masing sampai sampai tak ada lagi waktu untuk Tuhan. Manusia yang hidup di Ko¬lose itu sudah terikat dengan pelbagai nafsu duniawi: ke¬najisan, hawa nafsu, keserakahan dan penyembahan berhala. Mereka mengakui diri sebagai orang beriman namun cara hidup mereka masih dikuasai dengan kepercayaan yang sia sia. Dusta mendustai berkembang di antara mereka. Diskri¬minasi suku dan asal usul terjadi. Semua hal itu bagi Pau¬lus merupakan tindakan manusia lama. Manusia yang menerima Kristus haruslah manusia yang rela melepaskan manusia lama dengan perbuatan lamanya untuk mengenakan manusia baru da¬lam Kristus.

Jemaat Kolose menurut Paulus tadi dikuasai nafsu yang serakah, rakus akan barang dunia. Hal yang sama terjadi juga dalam jaman Yesus Penginjil Lukas dalam penggalan In¬jilnya yang kita baca tadi coba menampilkan kembali manu¬sia yang serakah, yang bangga dengan harta kekayaannya. Sangat menarik lukisan Lukas perihal dialog Yesus dengan orang kaya yang mempunyai segalanya dalam kelimpahan. Orang kaya yang ditampilkan itu cukup licik dan berusaha untuk menjerat Yesus. Dia coba membawa Yesus untuk kterli¬bat dalam perkara yang menjadi kesibukan si kaya itu. Si kaya memancing Yesus untuk membicarakan kekayaannya. Dari jawaban Yesus kita bisa tahu persis bahwa Yesus tak mau terlihat dan tak mau diajak bicara soal soal duniawi. Ia malahan mengajukan satu pertanyaan yang mematikan langkah si kaya. Katanya: Saudara, siapakah yang telah mengangkat saya untuk menjadi hakim pembagi warisanmu? Yesus sudah tahu maksud orang itu. Orang itu sebenarnya mau memamerkan kekayaannya kepada Yesus dan kalau Yesus bisa membaginya akan diberi komisi. Yesus membaca niat hati orang itu yang penuh dengan sikap yang serakah, rakus dan tamak. Itulah sebabnya Yesus langsung menyambung pertanyaanNya dengan satu wawasan kepada orang yang tamak itu. Berjaga jagalah dan waspadalah terhadap segala bentuk ketamakan, sebab bi¬arpun orang berlimpah dalam segala hal, kaya secara mate¬rial namun hidup yang sesungguhnya bukan terletak pada harta kekayaan. kepada yang kaya itu Yesus langsung mem¬berikan satu cerita supaya ia cepat menyadari dirinya dan juga kekayaannya. Dengan cerita itu Yesus sebenarnya men¬ceritakan kembali cara dan sikap orang yang datang berdia¬log dengan Yesus. Kalau saja orang yang berhadapan dengan Yesus itu punya perasaan yang halus dan tipis barangkali dia bisa pingsan di tempat mendengarkan cerita Yesus yang tidak lain merupakan satu ejekan, satu sinis, satu kritik yang tajam. Yesus dengan cerita itu mau menunjukkan kebo¬dohan orang kaya itu. Sungguh menarik cerita itu. Orang membangun dan merombak lumbungnya yang lemah. Ia mau sela¬lu sibuk mengumpulkan barang barang. Ia merencanakan ten¬tang apa yang bakal menjamin kehidupannya. Dia berpikir dengan itu dia bebas dari kesibukan karena kalau lumbung sudah penuh tinggal makan tidur, senang senang dan ber-foya foya. Rencananya bagus namun sayang dia sendiri tidak pernah berpikir bahwa kehidupannya ditentukan Tuhan. Dia tak pikirkan bahwa sebelum lumbungnya selesai dia keburu mati. Maut akan menghentikan angan dan perbuatannya yang sia sia itu. Di sini kita bisa bertanya: Apakah artinya dan harganya harta kekayaan itu dibandingkan dengan maut?

Dengan cerita ini tidak dimaksudkan supaya kita hidup tanpa barang. Yang mau dikatakan adalah sikap yang tidak ra-kus untuk diri sendiri tetapi berusaha membagikannya kepa¬da orang lain dalam sikap kejujuran dan keadilan. Lebih dari itu dengan cerita itu mau dikatakan bahwa kiranya manusia tidak melupakan tujuan akhir kehidupannya gara gara sibuk dengan barang dan hartanya. Yang dicela adalah salah menggunakan harta kekayaan itu. Seorang Kristen di¬panggil untuk mengumpulkan harta berupa perbuatan amal ke¬baikan bukan sekedar mengumpulkan harta kekayaan. Seorang Kristen dipanggil untuk berbakti kepada Allah dan bukan menindas sesama secara tidak adil. Kitapun secara pribadi bisa bertanya kepada diri kita sendiri. Apakah kita terma¬suk kelompok orang yang selalu sibuk dengan urusan dunia sampai tak tahu lagi bahwa kita perlu luangkan waktu juga untuk Tuhan? Apakah kesibukan kita tidak menutup jalan kita kepada Tuhan? Apakah kesibukan kita sekarang ini mer¬upakan usaha merintis jalan kita menuju Tuhan sendiri?

Saya menutup renungan ini dengan satu cerita: Seorang raja yang sangat berkuasa dengan istana yang megah, hendak men-gangkat seorang komandan bagi para kaum tolol (orang bo¬doh). Raja hendak menyerahkan tongkat komando kaum tolol. Untuk itu ia mengundang semua rakyatnya berkumpul di hala¬man istana. Dari singgasana kebesarannya sang raja mulai berpidato dan membanggakan segala harta kekayaan dan kua¬sanya. Seorang pelayan istana sempat mendengarkan bagaima¬na raja membanggakan harta kekayaannya. Si pelayan yang setiap harinya sibuk melayani raja sekeluarga maju ke de¬pan takhta menghantar minuman. Karena kurang hati hati minuman itu tertumpah. Saat itulah Raja langsung menyerah¬kan tongkat kepada pelayan itu sebagai pemimpin kaum tolol di kerajaan itu. Satu hari sang raja jatuh sakit dan kon¬disinya kritis. Pelayannya yang telah diangkat menjadi pe¬mimpin kaum tolol datang melayaninya. Pelayan itu bertanya kepada Raja: Tuanku, tahukah tuan nanti akan pergi ke mana? Saya tidak tahu. Yang saya tahu hanya satu yaitu bahwa saya akan mati. Jawab sang raja. Kemudian si pe¬layan melepaskan satu kancing bajunya dan diberikannya kepada raja katanya: Tuan terimalah kancing baju ini dan kembalikanlah kelak kepada saya kalau kita bertemu di da¬lam alam keabadian. Raja membentaknya: Kau dasar orang to¬lol, tidakkah kau tahu bahwa kalau saya mati saya tidak membawa sesuatu? Dengan gugup si pelayan itu mengambil tongkat yang diserahkannya kepadanya beberapa hari sebe¬lumnya. Ia berkata: Tuan, terimalah tongkat ini, dan saya mengangkat tuan untuk menjadi pemimpin kaum tolol. Tong¬kat komando kaum tolol saya kembalikan kepada tuan karena selama hidup tuan telah mendewakan harta kekayaan meskipun tuan tahu bahwa itu tidak akan dibawa saat tuan mati. Tuan lebih cocok menjadi pemimpin kaum tolol karena sudah bany¬ak waktu tuan pakai untuk kumpulkan harta kekayaan, sudah banyak orang yang dikorbankan karena tuan merampasa harta mereka, sudah banyak orang tak punya tanah karena tuan mengambil semuanya. Hamba mengucapkan selamat bertugas sebagai komandan kaum tolol. Lalu pelayan menghilang.

Semoga kita tidak terpilih dan mendapat tongkat sebagai pemimpin kaum tolol. Amin.

No comments:

Post a Comment