Wednesday, August 7, 2013

PEKAN I ADVENT

HARI MINGGU PEKAN I ADVEN

Yes 2:1 5; Rm 13:11 14; Mat 24:37 44

Menanti: Kemarin, Kini, dan Esok

Buka

Menanti atau menunggu sering dirasakan sebagai sesuatu yang meletihkan, membosankan. Perasaan jemu, letih, membosankan dalam menantikan sesuatu muncul karena menanti sering dipAndang sebagai sesuatu yang pasif tanpa amelakukan sesuatu. Untuk mengurangi rasa letih, jemu, dan bosan seperti ini tidak ada cara lain selain orang harus melakukan sesuatu. Menanti menunggu kedatangan Tuhan dalam konteks kehidupan orang beriman adalah menanti yang aktif, menanti yang kreatif. Penantian yang bercorak aktif dan kreatif dalam konteks andventus adalah terlibat dalam usaha membenahi cara hidup. Aktif dan kreatif dalam adventus berarti peri orang terlibat dalam menemukan arah baru atau reorientasi hidup yang sesungguhnya sambil melakukan perbaikan pola hidup atau reformasi. Penantian yang berarti sebagai orang beriman adalah penantian untuk reorientasi dan reformasi cara hidup sehingga Tuhan yang datang itu mendapat tempat dalam hati dan kehidupan manusia. Kita sadari kelemahan kita, Andaikata penantian kita lebih bercorak pasif sehingga kita kehilangan arah hidup.



Renungan

Berdasarakan aturan dan penanggalan liturgi Gereja, mulai hari ini kita memasuki masa penantian yang dikenal dengan sebutan masa adventus. Kata adventus ini sering kita dengar. Adventus ini berasal dari kata Latin artinya kedatangan. Kita menantikan kedatangan. Kedatangan yang dimaksudkan itu adalah kedatangan Tuhan. Jadi kita menantikan kedatangan Tuhan. Konsep atau pengertian tentang menunggu, menantikan kedatangan seseorang atau sesuatu secara tanpa disadari membawa kita pada satu unit penggalan atau segmen waktu (indikasi temporal). Tanpa kita sadari pula, menanti kedatangan itu biasanya mengacu pada waktu yang akan datang. Menanti, menunggu selalu merujuk pada situasi dan keadaan pada waktu yang akan datang. Menanti berarti merujuk pada konsep futuris yang selalu berada dalam kemungkinan. Rujukan tentang waktu yang akan datang (temporal futuristik) tanpa kepastian seperti itu mengharuskan manusia untuk menyiapkan strategi penghampiran keadaan serba tidak pasti seperti itu. Berjaga-jaga atau Wasapada merupakan satu-satunya Strategipenghampiran terhadap gejala yang serba kemungkinan seperti itu.

Dalam konteks kehidupan orang Kristiani Adventus itu tidak dapat dipahami sebatas makna waktu yang akan datang. Sungguh disadari bahwa manusia beriman merupakan makhluk menyejarah yang terikat pada tiga modus penggalan waktu. Sebagai makhluk menyejarah manusia mengenal tiga dimensi waktu yaitu masa lampau, masa kini, dan masa yang akan datang. Kesadaran akan tiga segmen waktu seperti menyadarkan manusia bahwa situasi masa kini tidak dapat dipisahkan dari seluruh pengalaman masa lalu. Begitu juga apa yang akan terjadi pada masa mendatang tidak bisa dipisahkan dari masa lalu dan masa kini. Apa yang dilakukan manusia masa kini juga ditentukan oleh apa yang hendak dicapainya pada masa mendatang. Dengan demikian kita menempatkan Adventus ke dalam tiga konteks waktu seperti itu.

Ada tiga makna Adventus bagi orang beriman. Pertama, Makna adventus yang dikaitkan dengan sejarah masa lalu kehidupan orang terpanggil. Kita mau memperingati kelahiran Yesus Kristus pada masa lampau di Betlehem. Kita mau memperingatinya kembali, seperti kita memperingati hari ulang tahun kelahiran kita masing-masing. Supaya Kelahiran Kristus sebagai Juru selamat, mempunyai makna untuk kehidupan dan perkembangan iman kita maka disiapkan waktu khusus untuk mempersiapkan diri. Kedua, makna Adventus dikaitkan dengan situasi kehidupan kita masa kini. Makna dalam konteks masa kini agar kita disadarkan kembali bahwa sebenarnya kedatangan Tuhan tidak hanya sekali terjadi. Secara historis memang terjadi 2005 tahun yang lalu dan terjadi kAndang Betlehem negeri Palestina, tetapi sebenarnya peristiwa kelahiran dan kedatangan Tuhan itu terjadi setiap waktu, Tuhan datang kepada kita dalam seluruh dinamika dan pengalaman hidup harian kita. Hanya kita kurang menyadari kelhairan dan kehadiran-Nya, mungkin karena kita terlampau tenggelam dalam aneka kesibukan, kita terlena dengan pelbagai kegiatan kita; kita terlampau sibuk mengumpulkan uang, terlalu sibuk mencari barang kebutuhan hidup, kita sibuk mengumpulkan harta kekayaan, kiita sibuk mencari dan mempertahankan kekuasaan, sibuk mencari kesenangan sendiri. Dalam dan karena aneka kesibukan seperti itulah kita lalu lupa memberi tempat untuk Tuhan. Tuhan seolah-olah berada jauh dan sibuk dengan diri-Nya sendiri dan kita pun sibuk dengan diri kita sendiri dan masing-masing kita tidak menghiraukan satu-sama lain. Karena itulah, dalam masa khusus ini kita mau menyadarinya kembali bahwa Tuhan itu sungguh ‘Immanuel “ Tuhan yang selalu beserta kita” Hanya kita yang tidak beserta Dia. Ketiga, makna Adventus bagi kita adalah makna masa depan saat Tuhan datang untuk membawa kita ke dalam kerajaan-Nya seperti yang kita dengar dalam bacaan pertama tadi, di mana Tuhan akan mengumpulkan segala bangsa dalam damai abadi di dalam kerajaan-Nya.

Kedatangan Tuhan itu kita tidak tahu, kita tidak tahu kapan dan saatnya, apakah sudah dekat atau masih lama. Oleh karena itu, Yesus mengajak kita "Berjaga jagalah dan bersiap siagalah, sebab kamu tidak tahu pada hari mana Tuhanmu datang." Ketidakpastian akan apa yang terjadi tidak dapat dijadikan alasan untuk hidup santai hari ini. Menghadapi sesuatu yang tidak pasti pada hari esok menuntut kita: berjaga jaga dan bersiap siap. Artinya kita tetap berada dalam sikap bertanggung jawab atas hidup kita sekarang ini. Kitab Suci tidak menyebutnya secara pasti kapan waktunya terjadi. Kitab Suci hanya menyebutkan supaya berjaga-jaga dan bersiap-siap. Hakikat atau inti dari masa adventus adalah masa berjaga-jaga. Berjaga-jaga dan bersiap-siap ini penting, karena menyangkut nasib, masa depan kita sendiri. Kalau tidak berjaga-jaga maka akan merugikan diri kita sendiri dan kita akibatnya ditanggung sendiri. Kita sering membaca di surat khabar bahkan kita mendengarkan sendiri bahwa di mana-mana saat ini banyak terjadi kasus kehilangan barang seperti sepeda motor atau mobil, uang atau barang lainnya.. Karena itu polisi maupun teman-teman kita selalu mengingatkan kita supaya lebih berhati-hati, selalu waspada, dan berjaga-jaga. Apabila kita lengah dan tidak berhati-hati maka tentu risikonya kita tanggung sendiri. Jadi betapa pentingnya makna berjaga-jaga dalam keseluruhan dinamika kehidupan kita.

Dalam hal keselamatan pun demikian, kepada kita selalu diingatkan supaya berjaga-jaga. Masa Adventus pun menjadi masa bagi kita mendapatkan peringatan supaya berjaga-jaga menantikan kedatangan Tuhan, sebab kedatangan Tuhan itu, menurut kitab suci seperti kedatangan pencuri berlangsung begitu cepat dan terjadi pada waktu yang tidak diduga. Bila tidak berjaga-jaga maka kita akan kehilangan jiwa, spirit dan semangat hidup kita. Tentu kita tidak mau kecurian jiwa dan semangat kita dalam merebut keselamatan. Apa yang dimaksudkan dengan berjaga-jaga? Berjaga-jaga tidak berarti tidak tidur. Berjaga-jaga tidan berarti harus ikut ronda malam dan membangun pos ronda menyambut Tuhan yang datang.Berjaga-jaga yang dimaksudkan Yesus dalam Injil tadi tidak berarti tidak tidur dan tidak beristirahat tetapi lebih berarti adanya sikap mawas diri, sikap tidak lupa diri, sikap tidak terlena. Sikap-sikap mawas diri, sikap tidak lupa diri, sikap tidak terlena ini penting dalam menyambut kedatangan Tuhan. Mengapa? Karena sikap-sikap seperti ini adalah sikap-sikap anak Allah, anak terang. Status kita sebagai anak terang, anak Allah mengharuskan kita untuk hidup sebagai anak terang, memberi kesaksian tentang terang dan mau menjadi terang. Melalui bacaan kedua Santo. Paulus menuntut agar kita hidup seperti siang hari, maksudnya menanggalkan perbuatan-perbuatan kegelapan. Gambaran tentang manusia gelap itu akan nyata dalam bentuk gaya hidup yang selalu mencari kesenangan jasmani, hidup dalam perselisihan, dan iri hati, penuh permusuhan, dan lain-lain. Paulus meminta orang beriman meninggalkan semuanya itu dan mengenakan senjata terang. Itu berarti seruan adventus, seruan berjaga-jaga, tidak lain menjadi suatu seruan atau ajakan untuk bertobat dan kembali ke jalan yang benar.

Adventus sebagai penantian hendaknya tidak ditafsir sebagai kondisi pasif tanpa aktivitas. Perlulah kita menyadari bahwa berjaga-jaga itu sifatnya aktif. Aktif menunggu, aktif menanti bukan pasif, diam menunggu, diam menanti. Aktif menunggu, aktif menanti maksudnya dalam menantikan kedatangan Tuhan, kita tidak menanti saja, tidak menunggu saja tetapi mengisinya dengan kegiatan atau perbuatan, aktivitas yang bermakna. Bukan diam tanpa aktivitas, diam tidur-tiduran, bermalas-malasan sambil menunggu akhir zaman. Kita semua mendengar berita tentang satu sekte dalam agama kristen, yang mengajarkan: akhir zaman sudah dekat yang membuat orang tak bersemangat lagi untuk bekerja. Mereka diam menunggu di rumah masing-masing. Bukan dalam arti itulah yang dimaksudkan berjaga-jaga. Berjaga-jaga yang dimaksudkan Yesus adalah kita tetap aktif dengan kegiatan-kegitatan kita sejauh kegiatan itu bermakna, mengarahkan kita untuk lebih dekat dengan Tuhan dan dengan sesama. Kalau demikian sebenarnya tidak ada persiapan khusus terhadap kedatangan Tuhan, asalkan kita setia dan mawas diri mengisi hari-hari hidup kita. Itulah persiapan kita dalam menantikan kedatangan Tuhan.

Selamat memasuki masa adventus, selamat meninggalkan perbuatan gelap dan mengenakan senjata terang. Kiranya persiapan kita menjelang kedatangan Tuhan ini tetap mendrong kita untuk memaknai hari penantian saat ini dalam terang masa lalu dan juga dalam terang masa yan akan datang. Dalam hal menantikan kedatangan Kristus masa depan kita menantikan kedatangan-Nya dalam keadaan berjaga-jaga, mawas diri, tidak lupa diri, tidak tenggelam dalam sikap yang pasif tetapi mengisinya dengan aktivitas hidup yang bermakna, menjauhkan perbuatan gelap, menciptakan hidup yang damai, sehingga tidak ada lagi yang mengangkat tombak dan pedang untuk berperang melawan sesama sebab barang-barang itu telah dilebur menjadi pisau bajak. Mari kita berjalan dalam terang Tuhan karena terang itu sudah ada baik dahulu, kini, maupun yang akan datang. Semoga.





HARI SENIN PEKAN I ADVEN

Kor.9,16 19.22 23; Mrk.16,15 20



Buka



Pada hari ini kita dan seluruh gereja merayakan Pesta Santo Fransiskus Xaverius. Ia diangkat menjadi pelindung untuk Karya Misi di Indonesia karena keteladannnya sebagai misionaris yang ulung. Ia dengan rela melepaskan segalanya, kampung halamannya, orang tua, dan sanak keluarganya, untuk datang mewartakan kabar gembira bagi umat yang berada di Indonesia. Semangat misioner Santo Fransiskus itu sampai saat ini masih berlanjut dalam aneka bentuk pelayanan dalam gereja. Tarekat biara dan munculnya imam-imam pribumi di di Indonesia sampai saat ini adalah bukti nyata bahwa semangat Fransiskus Xaverius telah membumi dan menjadi nafas orang beirman di Indonesia. Kita bersyukur kepada Tuhan atas anugerah rahmat yang telah diber-ikan kepada Fransiskus ini sehingga kita dapat digabungkan dan dipersatukan dengan Kristus dalam pembaptisan. Santu Fransiskus telah berjuang secara maksimal dengan mengorbankan hidupnya sendiri dalam kesetiaannya pada tugas panggilannya. Kita berdoa semoga semangat Santo Fransiskus Xaverius ini membangkitkan semangat dalam diri kita untuk menjadi misionaris dalam bidang tugas dan kehidupan kita. Agar segala harapan dan doa kita berkenan kepada Tuhan marilah kita berpantas diri di hadapn-Nya dengan memohon ampun atas segala dosa dan kelemahan kita.



Renungan

Seorang misionaris setelah lama bekerja di daerah misi mendapat berkesempatan cuti ke kampung halamannya. Setiba di kampung halamannya sang misionaris berhadapan dengan pelbagai pertanyaan orang di kampungnya termasuk pertanyaan yang berkaitan dengan karya dan pelayanan pastoralnya di tanah misi. Seorang Bapak bernama Lamber bertanya kepada misionaris itu. ‘Di tempat Pastor bekerja berapa jumlah umatnya?’ Misionaris itu menyampaikan bahwa ia bertugas sebagai pastor paroki dan jumlah umatnya 15.000 orang. ‘Apakah Pater bisa menceritakan berapa jumlah misionaris dari paroki tempat pater bekerja?’ Pastor itu menjelaskan bahwa dari parokinya sudah ada 15.000 orang misionaris. Menedengar jawaban yang terakhir ini, Bapak Lamber tidak yakin dan berkata: "Mungkin Pastor keliru memberikan penjelasan kepada saya, karena maksud saya adalah jumlah orang yang sudah menjadi misionaris keluar dari wilayah kerja pastor". Bukan jumlah umat. Sekali lagi Pastor itu menjelaskan penuh sangat meyakinkan bahwa memang seluruh umatnya telah menjadi misionaris. Si Bapak Lamber tadi bingung mendengarkan penje¬lasan sang Pastor.

Memahami kebingunan Pak Lamber tadi, pastor lalu memberi penjelasan tamba¬han kepadanya. Ia berkata: "agar bapak ketahui semua orang yang saya baptis dalam nama Kristus mereka itu adalah para misionaris yang kapan saja bisa berangkat membagikan kegembiraan kepada orang yang belum mendengarkan berita keselamatan Allah. Kitab Suci sendiri menjadi sumber mengapa saya mengatakannya secara demikian. Menurut Kitab Suci semua orang yang dipersatukan dalam pembaptisan haruslah pergi dan memberitakan kabar gembira ke mana mana bahkan sampai ke ujung bumi". Setelah mendengarkan penjalasan mirip khotbah itu Pak Lamber tadi diam dan menganggukkan kepala tAnda bahwa ia menegerti apa yang dikatakan sang misionaris itu kepadanya.

Bacaan pertama tadi menyampaikan kepada kita tentang tugas dan misi perutusan Paulus untuk pergi mewartakan Injil. Paulus merasa dirinya berkewajiban untuk memberitakan injil. Satu hal yang menarik ialah bahwa ia mewartakan Injil bukan untuk dirinya sendiri melainkan demi kemuliaan Tuhan agar semakin banyak orang mengenal dan mencinta Allah. Mencintai Allah itu ditunjukkannya dalam pelayanan yang utuh, total, tidak terbagi. Paulus berpatok pada prinsip ini: segala pelayanan untuk kemuliaan Allah. Dalam perwartaan, Paulus san¬gat mementingkan rasa solidaritas terhadap mereka yang didatan¬ginya. Ia menegaskan: ‘ketika aku berhadapan dengan mereka yang lemah aku berlaku sebagai orang lemah’. Pewartaannya berhasil justru karena semangat solidaritasnya dan ia tahu persis apa dan kepada siapa ia mewartakan. Tingkat adaptasi Paulus terhadap lingkungan pelayanannya sangat bagus. Ia tidak suka mewartakan dirinya sen¬diri. Ia telah merasakan dirinya hanyalah sebagai alat di tangan Allah untuk meneruskan sukacita yang didapatnya.

Apa yang dilakukan Paulus ini sebenarnya merupakan pelaksanaan sebuah imperatif, perintah yang diberikan Kristus seperti dikedepankan dalam penggalan Injil Markus tadi. Markus dalam mengakhiri penggalan injilnya dengan sebuah imperatif atau perintah agar orang pergi mewartakaan kerajaan Allah dan Injil itu kepada segala bangsa. Keberanian Paulus mewartakan justru karena Injil sendiri telah memberi jaminan kepadanya. Allah sendiri mempersenjati dirinya dengan segala perlengkapan Allah. Segala kemungkinan bahaya selalu dijauhkan dari mereka yang berjalan dalam jalan Allah. Banyak setan bakal lari ketika melihat orang yang hendak mewartakan kebenaran Allah. Ular, simbol kelicikan dunia ini diremukkan. Allah dan manusia kepunyaan Allah selalu menang terhadap kelicikan dunia ini. Pewarta injil juga bakal disegani setan setan dan mereka akan lari menjauh. Orang yang mewartakan kebenaran dijamin tidak akan mati biar ia minum racun sekalipun. Bukan maksudnya supaya kita membuktikan apakah kita termasuk orang yang dilengakapi Allah lalu coba coba meminum racun. Itu namanya orang suka mencari masalah dan terkesan mau main-main dengan hidupnya. Injil tadi pada dasarnya hanya mau menegaskan bahwa orang yang berjalan bersama Allah keselamatannya dijamin dalam tangan Allah sendiri.

Pada hari ini kita dan seluruh gereja merayakan pesta Santo Fransiskus Xaverius. Riwayat hidup Santo Fransiskus ini memang panjang sekaligus menarik karena memang perjalan misionernya meliputi pelbagai kawasan benua mulai dari Eropa sampai ke Asia khususnya ke Indonesia. Fransiskus kelahiran Spanyol itu sebelum datang ke Indonesia ia telah menjadi misonaris di Eropa. Ia tak bedanya seperti pengalaman Paulus dalam bacaan pertama tadi. Ia telah melepasakan segalanya dan bertekad mewartakan injil. Ia ulet dalam berhadapan dengan segala tantangan dalam tugas misionernya. Karena keuletannya maka di Indonesia ia diangkat menjadi pelindung karya misi. Disamping itu, juga karena ia telah menjelajahi hampir semua pulau di Indonesia. Dalam buku sejarah gereja Indonesia ia bahkan sampai ke Pulau Flores. Hal itu dibuk¬tikan dengan adanya beberapa tempat bersejarah yang masih ada sampai sekarang berkaitan dengan Santo ini.

Di Maumere misalnya, masih ada sebuah sumur yang dikneal dengan nama sumur Padre Fransiskus. Juga di satu tempat perbatasan antara Maumere dan Larantuka (tepatnya di paroki Bola Maumere) ada sebuah tempat berupa batu karang di tengah laut telah dibangun satu salib dan menurut cerita di batu karang itulah dahulu Fransiskus pernah menimba air dan beristirahat ketika perahu yang dipakainya diterpa gelombang dalam pelayar¬annya menuju kota Ambon Maluku. Dan tempat yang telah dileng¬kapi sebuah salib itu sunguh mengingatkan orang akan kisah perja¬lanan misoner Santo Fransiskus. Banyak orang pergi berdoa di tempat ini dengan menggunakan perahu. Jika gelombang pasang yang muncul di tengah laut itu hanyalah sebuah tiang salib. Salib itu merupakan bahasa yang paling lengkap dan bukti yang paling nyata buat generasi kemudian bahwa Fransiskus telah menanamkan benih iman kristiani di sana.

Jika kita merenungkan dialog yang terjadi antara pak Lamber dengan salah seorang Misionaris dalam cerita awal tadi, maka kita bisa menangkap maksudnya sekaligus kita mendapat tugas, perutusan untuk menjadi misionaris dalam lingkup tugas dan pelayanan kita. Kita semua yang telah dipersatukan dengan Kristus dalam gereja berkat permandian dituntut untuk mewartakan Kristus dan Injil-Nya dengan cara kita masing masing. Kita pun yakin bahwa Allah sendiri akan melengkapi semua orang yang hendak ditugaskan-Nya mewartakan kebenaran kepada dunia. Marilah kita menanamkan salib kebenaran di hati banyak orang dalam kesaksian hidup kita. Semoga.









HARI SELASA PEKAN I ADVEN

Yes.11,1-10 Luk.10,21-24



Buka

Manusia yang sulit ditemukan atau langka dalam kehidupan dunia saat ini adalah manusia yang jujur. Manusia yang berani mengatakan secara terus terang apa dilihatnya dan menyampaikan apa yang didengarnya. Orang yang jujur, terbuka sulit ditemukan sekarang ini. Di mana-mana kita akan bertemu dengan manusia-manusia yang tidak jujur. Di komunitas-komunitas yang dihuni para calon orang kudus juga sulit kita temukan orang yang jujur, yang terbuka, yang berani menyatakan apa yang benar dan apa yang salah. Di lembaga-lembaga pendidikan, instansi pemerintah juga masih banyak orang yang tidak bahagia karena masih bermusuhan dengan dirinya sendiri. Orang bermusuhan dengan hati nuraninya sendiri karena tidak jujur dalam tindakan dan perbuatannya. Injil hari ini mengajak kita untuk menjadi orang yang berbahagia dengan usaha meningkatkan kejujuran dalah hidup. Kita akui segala kelemahan dan ketidakjujuran kita terhadap Tuhan, sesama, dan diri sendiri…



Renungan

Berbahagialah mata mereka yang melihat apa yang kamu lihat.

Pada suatu ketika kami menyaksikan sendiri suatu peristiwa yang unik. Seorang mahasiswa kerasukan roh. Selama beberapa hari ia berbicara dan berteriak tanpa alasan. Selama beberapa hari ia berjuang dan terus membanting dirinya bahkan membenturkan kepalanya ke dinding tempat kostnya. Pada saat-saat tertentu ia berteriak sambil bangun menuju pintu dan sepertinya mau mengejar sesuatu. Ketika ditanya siapa atau apa yang dikejarnya, dalam kondisi setengah sadar ia mengatan bahwa ia amengejar beberapa orang yang datang hendak menculiknya. Mahasiswa itu sering menyebut nama seseorang yang selalui dimintai pertolongannya. Orang yang disebutnya itu adalah kakeknya. Pada saat-saat tertentu mahasiswa tadi sepertinya berdialog dengan arwah neneknya. Hal itu sangat jelas dari variasi suara yang lkeluar dari mulutnya. Sebentar-sebentar anak itu berbicara dengan suaranya sendiri, tetapi kemudian kami mendengar suara seorang nenek. Wajah anak itu tampaknya berubah pada saat menyuarakan suara sang nenek. Naak itu juga selalu memaksa kami untuk usir roh jahat yang mengganggunya sambil menunjukkan jarinya ke sudut ruangan. Dia memaksa kami untuk mengsuir sesuatu yang tidak kami lihat. Ia melihat roh yang datang mengganggunya, tetapi kami tidak mampu melihat sepertia apa yang bisa ia lihat.

Penggalan injil Lukas yang kita baca dan dengar tadi memuat suatu pujian Yesus kepada Bapa-Nya. Digambarkan bahwa Yesus bergembira dalam Roh dan memuji serta bersyukur kepada Bapa-Nya. Yesus bersyukur serta memuji Allah Bapa karena kebijaksanaan Allah yang selalu mengutamakan, memprioritaskan orang yang kecil, sederhna dan kurang pAndai. Yesus juga berdoa mengucapkan syukur karena segala sesuatu telah diserahkan kepada-Nya. Yesus mendapat kuasa atas segala makhluk sesuatu. Dalam suasana yang penuh syukur dan kegembiraan itu Yesus menyampaikan sebuah pesan penting untuk para murid-Nya. Dalam kegembiraan itu Yesus masih mau berpaling, menaruh harapan, serta memperhatikan para pengikut-Nya. Perhatian Yesus terhadap para muridNya itu muncul dalam satu pernyataan yang penting ini. Berbahagialah mata yang melihat apa yang kamu lihat. Kalimat ini sesungguhnya merupakan kalimat kuncil yang manakar atau mengukur kualitas kemuridan mereka. Panggilan untuk memenjadi murid dan pengikut Kristus pada intinya adalah panggilan untuk melihat. Kata melihat itu sendiri dapat mengandung makna yang sangat luas. Melihat itu dapat diartikan sebagai usaha mengerti, memahami, menanggapi, memberikan arti atau makna terhadap segala sesuatu. Melihat yang dimaksudkan Yesus dalam injil hari ini bukan sekadar melihat suatu objek secara fisik. Melihat dalam konteks injil ini tidak lain adalah kemampuan manusia, para pengikut Kristus untuk memaham, memaknai aneka situasi, peristiwa dan pengalaman dalam kehidupan yang konkret setiap hari.

Berbahagialah mata yang melihat apa yang kamu lihat. Ungkapan ini juga mengandung dan menyembunykan suatu harapan besar bahwa orang lain dapat melihat, memahami, mengerti segala sesuatu melalui orang-orang yang mengimani kristus. Dengan ungkapan kalimat seperti itu Yesus mau menegaskan kepada kita bahwa orang yang menamakan diri sebagai pengikut Kristus haruslah menjadi alat yang memungkinkan orang lain melihat rencana dan kehendak Tuhan. Bagi Yesus orang lain hanya akan mampu melihat, merasakan, memahami rencana dan kebijaksanaan Allah hanya kalau para pengikut-Nya sudah berfungsi sebagai mata yang memungkinkan orang melihat seluruh kenyataan kebesaran Allah. Menurut Yesus mata para murid yang berarti seluruh hidup para pengikutnya haruslah berfungsi sebagai alat yang memungkinkan orang lain dapat melihat, merasakan dan mengalami kehadiran Allah dalam hidupnya.

Perkara dan soal kemampuan para murid Kristus, kemampuan kita orang beriman menjadi alat bagi orang lain bukanlah perkara yang gampang. Yesus menyadari bahwa tidaklah mudah orang melihat, memahami, dan measakan kehaidran Allah itu dalam hidupnya. Kesulitan itu justru muncul ketika para pengikut Kristus itu tidak mempynyai mata yang jernih dan teliga yang normal untuk mendengarkan apa yang menjadi kehendak Tuhan. Karena itu Yesus menegaskan dalam injil tadi: Aku berkata kepadamu, banyak nabi dan raja ingin melihat apa yang kamu lihat tetapi tidak dapat melihat, ingin mendengar apa yang kamu dengar tetapi tidak mendengarnya. Kalimat seperti ini mengungkapkan kenyataan bahwa orang ang sudah melihat, dan mendengar tentang Allah tidak dapat menejlankan perannya secara maksimal. Orang tidak mau memperlihatkan kebenaran yang sesungguhnya. Orang memanipulasi, mendiamkan apa yang dilihatnya. Orang menjadi seolah-olah buta terhadap aneka kenyataan. Orang juga tidak mau memperdengarkan apa yang pernah didengarnya. Orang pernah mendengar tetapi enggan untuk menceritakan, memperdengarkan apa yang sebenarnya ia dengar. Orang sering memanipulasi segala kenyataan yang didengarnya. Akibat lanjutnya banyak orang yang hanya melihat gejala permukaan atau fenomena yang dangkal. Orang mendengar hal atau informasi yang tidak akurat. Memanipulasi, membalikan kenyataan yang dilihat dan memanipulasi serta membalikan segala kenyataan yang didengar sering menjadi titik awal kehancuran dan tragedi yang menggerogoti jiwa manusia. Informasi yang salah karena tidak mengatakan secara sebenarnya apa yang dilihat dan didengar akan menimbulkan malapetaka dalam hidup manusia. Yesus sungguh menyadari bahwa para pengikut-Nya tidak dapat menjadi orang yang melihat dan mendengar secara sungguhan. Ia mengingatkan para murid-Nya untuk mengatakan secara benar apa yang dilihat dan apa yang didengar. Bukan sebaliknya mencari keselamatan sesaat dengan merahasiakan, menyembunyikan apa yang dilhat dan didengar tentang sesuatu hal. Lebih jelek lagi kalau yang disembunykan itu adalah kejahatan-kejahatan atau tindakan-tindakan yang tidak terpuji. Orang seperti itu tidak akan menjadi bahagia sepanjang hidupnya. Orang seperti itu dinilai buta dan tuli secara rohani, secara batiniah. Orang seperti itu tidak pantas menjadi pengikut Kristus.

Masa adventus adalah kesempatan bagi kita untuk membuka mata dan telinga kita melihat dan mendengarkan kembali segala ketidakberesan dalam diri kita. Mungkin kita sering berperan sebagai orang bermata buta, atau berteliga tuli secara batiniah karena ketidakmampuan kita untuk menyatakan segalanya secara jujur, terus terang. Mungkin kita sering menutup mata dan telinga batin terhadap aneka ketidakberesan, aneka kebusukan yang ada dalam kehidupan kita di lembaga pendidikan ini. Kalau demikian tentu kita menjadi orang tidak berbahagia karena bagai Yesus hal yang membahagiakan justru kalau kita menjadi sarana bagai orang lain untuk melihat dan mendengarkan segala sesuatu secara benar. Masa penantian adalah masa membersihkan mata dan telinga batin kita dari aneka penyimpangan yang mungkin kita lakukan. Usaha kita untuk menjadikan hidup kita sebagai mata yang jernih dan telinga yang peka akan memberikan peluang bagi orang lain untuk melihat, memahami, mdengar dan merasakan kebaikan Allah. Perdamaian yang digambarkan Yesaya hari ini dapat diartikan sebagai ajakan bagi manusia untuk berdamai dengan Allah. Berdamai dengan Allah berarti manusia mencari kebahagiaan. Dan kebahagiaan itu menurut injil hari ini tampaknya mudah didapat manusia. Syaratnya hanya menuntut manusia untuk memiliki mata dan telinga batin yang jernih. Dalam rumusan yang lebih singkat sebenarnya kebahagaan itu dapat dicapai dengan kualitas kejujuran manusia dalam hidup untuk melihat dan mendengarkan apa yang sebenarnya. Memanipulai penglihatan dan pendengaran adalah halangan bagi terwujudnya kebahagiaan itu. Mungkin baik kalau sepanjang hari ini kita merenungkan perkataan Yesus tadi. Berbahagialah mata yang melihat apa yang kamu lihat dan telinga yang mendengar apa yang kamu dengar. Dengan katalain berbagilah saya kalau saya menghidupkan sikap yang penuh kejujuran. Amin.











HARI RABU PEKAN I ADVEN

Yes.25,6-10a Mat.15,29-37



Buka

Ada ungkapan bijak: ‘Orang menjadi berkelimpahan bukan karena ia banyak menerima melainkan karena ia lebih banyak memberi’. Ungkapan bijak ini dalam kenyataannya sulit dimaknai apalagi diaplikasikan secara praktis dalam kehidupan manusia. Manusia lebih suka menerima daripada harus memberi karena manusia mempunyai tendensi untuk lebih mementingkan dirinya sendiri. Yesus adalah satu-satunya pribadi yang lebih banyak memberi tanpa menuntut ntuk menerima. Bacaan-bacaan hari ini memberikan gambaran kepada kita bagaimana Yesus membuat mujizat perbanyakan roti dan memberikan makanan bagi ribuan orang secara berkelimpahan. Yesus melalui injil hari ini mengajak manusia, mengajak kita untuk senantiasa rela berbagi dan memberi daripada harus selalu meminta dan menuntut. Hidup yang bermakna dan yang selalu berkelimpahan adalah kehidupan Yesus yang selalu diwarnai tindakan dan aktivitas memberi. Filosofi kehidupan Yesus adalah mencari kelimpahan dengan memberi. Kita memohon rahmat Tuhan agar kita belajar menjadi orang yang lebih suka memberi daripada menjadi orang suka menuntut…



Renungan

SeAndainya kita ditanya, pekerjaan manakah yang akan mengurangi apa yang kita miliki? Andaikan jawabannya ada dua pilihan memberi atau menerima, kita memilih jawaban yang mana? Umumnya orang bahkan hampir pasti kita sepakat bahwa jika kita memberi sesuatu kepada orang lain, maka kita akan mengalami kekurangan. Pendek kata ketika orang atau kita terlibat dalam aktivitas memberi sesuatu, dalam benak kita langsung membayangkan bahwa orang, kita akan mengalami kekurangan bahkan kehabisan sesuatu itu. Dengan cara pikir dan pengAndaian seperti ini, sebenarnya mau membuktikan bahwa ketika orang atau kita terlibat dalam memberi sesuatu kepada orang lain, yang kita pikirkan adalah diri kita sendiri. Saat memberi yang kita pikirkan adalah berkurangnya sesuatu pada diri kita. Manusia, kita jarang memusatkan perhatian kepada orang yang menerima pemberian kita. Dengan latar belakang pemikiran bahwa tindakan memberi itu identik dengan mengurangi apa yang orang, kita miliki membuat orang, kita enggan, ragu-ragu, bahkan harus membuat perhitungan yang cermat sebelum memberi sesuatu kepada orang lain. Orang/kita, jarang memikirkan bahwa justru kita akan kekurangan karena orang lain menerima apa yang kita berikan. Jikalau pemberian kita tidak diterima, maka kita tidak akan mengalami kekurangan. Kekurangan sebenarnya bukan terjadi karena orang memberi, tetapi lebih-lebih justru karena orang menerima. Dan hal ini persis berlawanan dengan konsep kita yang normal. Normalnya dan logisnya bahwa kalau kita menerima kita akan memperoleh sesuatu yang ditambahkan kepada kita. Konsep menerima seperti ini juga terjadi karena orang yang menerima pemberian itu memusatkan perhatiannya pada dirinya sendiri sebagai penerima. Dia menerima tanpa memikirkan bahwa orang yang memberinya mengalami kekurangan.

Konsep memberi berati berkurangnya sesuatu dan konsep menerima berarti kelebihan sesuatu adalah konsep dalam logika kehidupan manusia yang umum dan biasa. Konsep seperti ini hampir pasti tidak mudah diubah. Mengapa tidak mudah? Alasannya karena manusia mempunyai kecenderungan untuk menghubungkan segala sesuatu, segala taindakan, aktivitasnya pertama-tama dihubungkan demi dirinya sendiri. Kalau saya memberi artinya saya akan kekurangan, tetapi kalau sayaa menerima saya pasti berkelebihan. Inilah sebenarnya wujud nyata dari adanya konsep egoisme gen dalam diri setiap manusia. Segala sesuatunya diarahkan kepada dirinya sendiri. Manusia-masia seperti ini adalah manusia yang berjiwa kerdil. Konsep yang mengerdilkan jiwa seperti ini menjerumuskan manusia pada sikap enggan memberi, tetapi bersemangat mengumpulkan sebanyak-banyaknya untuk dirinya sendiri. Manusia dikuasai oleh gen-gen dalam dirinya yang memnag kodratnya bersifat egois.

Kehidupan Yesus dijalani-Nya berlawanan dengan logika kehidupan manusia seperti saya gambarkan tadi. Kehidupan Yesus persis berlawanan dengan kehidupan manusia karena apa? Karena bagi Yesus tindakan memberi itu bukannya membuat-Nya berkekurangan tetapi sebaliknya dengan memberi Ia senantiasa mendapatkan kelimpahan. Bagi Yesus, memberi itu sama artinya melipatgAndakan sesuatu. Bukan mengurangi sesuatu. Pertanyaannya. Mengapa tindakan memberi bagi Yesus itu justru melipatgAndakan sesuatu? Jawabannya hanya satu. Dia tidak dikuasai oleh gen-gen yang cenderung egoistis itu. Yesus memberi bukan untuk mengurangi melainkan untuk melipatgAndakan. Dan penggalan injil hari sungguh membuktikan kepada kita bahwa tindakan memberi itu justru melipakgAndakan sesuatu.

Keseluruhan ayat dalam injil yang dengar hari ini menggambarkan aktivitas Yesus dalam perkara memberi sesuatu kepada orang lain. Ia memberikan kesembuhan kepada banyak orang sakit yang menderita pelbagai jenis penyakit. Ia juga memberikan makanan sekian ribu manusia yang telah mengikuti Dia selama tiga hari. Yesus tidak perlu membuat perhitungan atau anggaran khusus berkaitan dengan masalah konsumsi bagi ribuan orang itu. Yesus tidak mempunyai kabinet yang mengurus makan minum seperti di negara kita ini saat menjelang Natal atau lebaran. Ke mana saja Yesus pergi ia tidak pernah menentukan adanya seksi konsumsi. Mengapa Yesus tidak membentuk kabinet yang mengurus makan minum? Jawabannya karena bagi Yesus kerelaan dan keinginan untuk memberi dan membuat orang lain berbahagia sudah menjadi modal untuk mendatangkan makanan secara berkelimpahan. Keingian dan niat baik serta tulus dalam diri Yesus yang memikirkan nasib orang lain membuat Ia tidak perlu merepotkan diri dengan hal makan minum. Itulah kunci utama mengapa dari tujuh potong Roti Yesus mampu mengenyangkan ribuan manusia bahkan masih berkelebihan. Mujizat perbanyakan roti yang digambarkan injil hari ini adalah mujizat yang lahir dari sikap mengutamakan, mementingkan orang lain. Ketika para murid membagikan roti itu kepada orang lain, konsentrasi mereka adalah orang yang diberi roti. Mereka tidak lagi memikirkan diri mereka sendiri. Pada saat semua orang merasa bahwa orang lain yang lebih penting dari diri mereka sendiri. Orang yang berpikir tentang kepentingan orang lain biasanya tidak akan merasa kekurangan atau marasa rugi kalau memberikan sesuatu. Orang yang memberi sesuatu secara tulus dan jujur tidak akan pernah menyesal karena memberi. Dan Yesus adalah satu-satunya manusia yang memberi bukan hanya kesembuhan dan makanan bagi tubuh tetapi lebih dari itu memberikan dirinya secara penuh menjadi santapan jiwa setiap orang percaya.

Gambaran tentang kegembiraan manuia beriman yang menikmati perjamuan bersama Tuhan digambarkan secara bagus dalam Nubuat Yesaya hari ini. Yesaya menubuatkan tentang sebuah perjamuan pesta bagi manusia yang percaya. Sebuah perjamuan yang menggembirakan. Di sana manusia tidak akan mengalami lagi pendeitaan karena berbagai penyakit atau merasa haus dan lapar. Yesus yang kita nantikan adalah figur menyedikan tempat perjamuan itu untuk kita. Marilah kita berlajar memberi tanpa merasa kehilangan. Kita memberi, menyumbangkan segala kemampuan kita untuk kepentingan orang lain dan bukan demi diri sendiri. Tuhan semoga kami belajar untuk tahu memberi daripada harus menuntut untuk selalu menerima…. Amin











HARI KAMIS PEKAN I ADVEN

Yes.26,1-6 Mat.7,21.24-27



Buka

Semua orang yang normal biasanya membenci para pembual, para pembohong, para penipu. Dan kalau kita berbicara tentang pembual, pembohong, penipu maka pikiran kita biasanya lansung dihubungkan dengan onderdil atau bagian tubuh manusia. Untuk pembual yang diperhatikan adalah lidahnya sementara yang mendengar adalah telinga. Kita juga sering membenci orang yang berbicara banyak, berteori banyak, berkonsep banyak, tetapi tidak pernah membuahkan tindakan nyata. Juga kita biasanya tidak akan puas pada orang yang senang mendengar banyak tetapi tidak pernah melakukan apa yang ia dengar. Hidup kita manusia pada hakikatnya adalah perbuatan, tindakan, aktus bukan hanya berkata-kata dan mendengar. Kata yang diucapkan dan didengar baru mempunyai arti dan makna kalau diwujudkan dalam tindakan. Ini perkara yang tidak mudah. Ini memerlukan kedewasaan hidup dan cara berpikir. Membutuhkan penguasan diri.



Renungan

Konon ada cerita seputar orang kudus. Pada sutau waktu seorang rahib tua berpesan kepada seorang rahib muda. Isi pesannya adalah jika rahib tua itu nanti mati, jenazahnya jangan cepat-cepat dikuburkan. Jenazahnya baru boleh dikuburkan setelah tiga hari ia meninggal. Memasuki HUT kelahirannya yang 65 tahun rahib tua itu meninggal. Sesuai pesan yang pernah ia sampaikan, jenazahnya tidak segera dikuburkan. Jiwa sang rahib itu terus meluncur ke gerbang surga. Di gerbang itu sudah banyak jiwa manusia yang sedang antre menanti giliran masuk. Petrus yang bertugas menjaga pintu di dampingi malaikat Mikhael yang tampak seram. Rahib itu menanti dengan sabar kapan namanya dipanggil masuk. Betapa senangnya rahib itu ketika namanya dipanggil. Petrus mempersilahkan rahib itu masuk. Seorang malaikat mengantar sang rahib itu. Betapa terkejutnya Sang rahib itu ketika ia memasuki sebuah taman yang indah lagi luas. Di tengah taman yang indah lagi luas itu terdapat dinding tembok yang tinggi. Sang rahib bertanya kepada malaikat yang mengantarnya itu perihal apa sebenarnya yang ada di dalam dinding tembok itu. Malaikat itu menjelaskan bahwa surga yang sesungguhnya ada di dalam pagar tembok itu. Di sana tamannya jauh lebih luas dan indah. Sang rahib berharap malaikat itu akan menghantarnya ke sana. Tetapi setelah dua hari berkeliling taman yang luas itu dari kejauhan sang rahib melihat satu kawasan sangat mengganggu keindahan pemAndangan taman itu.

Dari jauh ia melihat samar-samar (karena lupa membawa kacamata) seperti ada sebuah dataran luas yang penuh dengan cacing-caing yang bergerak. Dengan nada heran rahib itu bertanya kepada malaikat pengantarnya. Bagimana mungkin taman seindah ini dibiarkan dirusak oleh kolam yang penuh dengan cacing-cacing? Malaikat itu tersenyum lalu berkata. Saudara jangan keliru yang Anda lihat tu bukanlah cacing-cacing melainkan lidah-lidah manusia. Heran mendengar penjelasan seperti itu sang rahib bertanya. Lalu di manakah badan-manusia itu? Mengapa hanya lidah mereka yang ada di sini? Malaikat itu menjelaskan bahwa badan mereka ada di neraka. Hanya lidah-lidah mereka yang dibiarkan masuk ke tempat ini karena mereka banyak berbicara tentang Allah dengan segala ajara-Nya tetapi mereka sendiri tidak pernah melakukan apa yang mereka katakan dan ajarkan.

Kemudian mereka berjalan lagi. Dari kejauhkan mata sang rahib tertuju ke sebuah bukit. Di atas bukit yang luas itu ia melihat seperti ada gundukan bekicot yang begitu banyaknya. Lalu ia bertanya kepada malaikat pengantarnya. Bagaimana mungkin di taman yang indah ini bekicot-bekicot itu dibiarkan hidup? Bukankah bekicot–bekicot yang tertumpuk di bukit itu akan menghabiskan semua tamanan di taman ini? Sambil tersenyum sang malaikat menjelaskan bahwa yang bertumpuk di hamparan bukit yang luas itu bukalah bekicot-bekicot melainkan tumpukan daun-daun telinga manusia. Telinga mereka berada di sini tetapi badan mereka ada di neraka. Inilah telinga manusia-manusia yang sering mendengar tentang ajaran yang baik, mendengar tentang hukum-hukum Allah tetapi sering dilanggar manusia. Mendengar penjelasan malaikat itu sang rahib mulai marah-marah dan berkata. “Surga apa macam ini? Memisahkan dan memotong-motong tubuh manusia. Apakah surga ini sebuah rumah potong yang berisi daging-daging manusia? Kalau surga seperti ini biarkan saya kembali ke bumi”. Dalam situasi marah seperti itu malaikat menggiringnya keluar sambil berkata: “Surga bukanlah tempatnya ada marah-marah seperti ini. Lebih baik Anda pulang saja ke bumi”. Karena diusir dari surga rahib itu hidup lagi. Lalu apa yang terjadi? Ya semua orang heran bercampur takut karena rahib itu sudah menjadi jenazah selama dua hari lalu hidup lagi.

Setelah rahib itu hidup kembali, banyak teman rahin dan manusia lainnya datang bertanya kepadanya tentang segala pengalamannya selama ia mati dua hari. Dua hari kematian bagi rahib itu sebenarnya adalah dua hari ia berkeliling di taman surga. Untung ia marah sehingga diusir kembali ke bumi. Rahib itu pun menceritakan semua pengalaman dan penglihatannya selama berkeliling dua hari di surga itu. Ia bercerita tentang ribuan lidah dan tumpukan daun telinga manusia yang mengotori surga. Cerita pengalaman sang rahib ini membawa pengaruh yang luar biasa. Banyak orang yang bertobat dan mau memperbaiki diri dan kehdiupannya secara total. Manusia pembuat semakin berkurang karena mereka tidak hanya mau berkata-kata atau berteori melainkan melakukan apa yang mereka katakan. Orang yang hanya menjadi pendengar firman pasih berubah total menjadi orang yang aktif dan kreatif. Saya menganjurkan, nanti kalau ada dari antara kita ini mati dan masuk surga, silahkan marah-marah di sana biar diusir pulang ke bumi lalu hidup kembali.

Cerita yang kami sampaikan ini, kedengarannya lucu, aneh, tetapi kalau kita renungkan dalam konteks pesan firman Tuhan hari ini, maka cerita ini sangat tepat dipakai untuk membantu kita mengambil pesan dari injil hari ini. Yesus menegaskan dalam injil tadi bahwa partisipasi mansuai dalam kebahagiaan bersama Allah tidak hanya ditakar dengan berapa banyak orang berbicara dan mendengar tetapi ditentukan oleh berpa banyak manusia melakukan apa yang ia katakan dan yang ia dengarkan. Yesus tanpa diplomasi menyapaikan kepada kita hari bahwa bukan orang yang berkata: Tuhan, Tuhan yang akan masuk ke dalam kerajaan Allah melainkan mereka yang melakukan firman itu. Surga itu tempat hidup manusia yang berjiwa utuh. Bukan hanya untuk telinga dan lidah.

Kita tidak akan boleh berharap bahwa orang yang sudah mati datang menyampaikan nasihat untuk memperbaiki hidup kita. Kisah tentang Lazarus dan orang kaya jelas menjadi bukti bagi kita bahwa orang mati tidak akan datang memperbaiki hidup kita. Usaha kita untuk hidup meturut tuntutan norma yang ada adalah cara kita untuk mencapai kemenangan atas diri kita. Pujian yang digambarkan Yesaya dalam bacaan pertama tadi adalah pujian karena manusia dibebaskan, diselamatkan Tuhan. Tidak ada cara lain bagi kita untuk mendapatkan pelepasan dan keselamatan itu selain melaksanakan kehedak dan firman Tuhan. Tidak cukup menjadi pembicara dan pendengar. Lebih penting adalah tindakannya nyata dalah lingkungan hidup kita. Surga itu tidak jauh dari kita. Surga itu ada di mana-mana sejauh manusia hidup dalam terang sabda dan kehendak Tuhan. Semoga di sini pun di seminari ini kita mampu menciptakan surga bagi kita dengan melakukan segala apa yang baik untuk masa depan kita. Amin









HARI JUMAT PEKAN I ADVEN

Yes. 29,17-24 Mat.9,27-31

Peringatan Santo Ambrosius





Buka

Hari ini kita merayakan pesta Santo Ambrosius, Uskup dan pujangga gereja. Ambrosius lahir di Trier, Jerman Barat, sekitar tahun 340. Keluarganya berasal dari Roma sehingga ia belajar di Roma, dan menjadi pegawai negeri. Pada tahun 374 ia bertugas menjaga keamanan waktu pemilihan uskup baru di Milano. Tak disangka-sangka Ambrosiuslah yang dipilih, meskipun ia ma¬sih sebagai katekumen. Ia terpilih karena semua rakyat bersuara dan menghendaki dialah yang pantas menjadi uskup. Pada saat itulah muncul istilah/ungkapan yang kita kenal sampai saat ini. Vos Populi vox Dei. Suara rakyat adalah suara Allah. Ia lalu dibaptis dan pada tanggal 7 Desember ditahbiskan menjadi uskup. la seorang gembala umat yang giat membela hak dan ke¬bebasan Gereja terhadap campur tangan penguasa negara. la juga melin¬dungi orang miskin dan berjuang bagi rakyat yang tertindas. Dengan khot¬bah dan pengajarannya ia berhasil melenyapkan pengaruh ajaran bidaah Arius (Arianisme). Ia meninggal dunia pada hari Sabtu suci tanggal 4 April 397. Ambrosius berperanan besar dalam usaha pertobatan santu Agustinus. Dialah yang selalu menguatkan Santa Monika yang memohon pertobatan anaknya Agustinus. Kita berdoa semoga teladan dan kesucian Ambrosius ini membantu kita dalam mengejar kesucian hidup kita.



Renungan

Kehadiran teman atau sahabat yang paling dekat biasanya membuat seseorang merasa aman dan hidup lebih bersemangat. Sebaliknya kepergian apalagi kehilangan orang, teman, sahabat dekat biasanya memunculkan aneka bentu ketakutan, kecemasan, kekecewaan dan sejenisnya. Dalam situasi atau kondisi seperti itu orang biasanya larut dalam aneka kenangan atau nostalgia masala silam. Mengharapkan, merindukan kehadiran orang, teman, sahabat itu untuk memberikan dukungan, memberikan kekuatan dan peneguhan bahkan memberikan penyembuhan secara kejiwaan. Dengan kata lain dapat kita katakan bahwa kehadiran orang lain dalam hidup ini mutlak perlu. Hal itu juga sekaligus membahasakan kepada kita bahwa kehadiran orang lain selalu membawa pengaruh atau selalu berdampak untuk seseroang. Kehilangan orang yang dicintai, dan berikut kerinduaan untuk berada kembali bersamanya menunjukkan bahwa orang itu memberikan pengaruh penting atas hidup seseorang. Kahadiran dan kebersamaan seperti boleh dikatakan sebagai bentuk kehadiran yang berdampak. Kehadiran berdampak artinya kalau seseorang itu hadir orang sungguh merasakan bahwa ia hadir dan memberikan pengaruh yang positif. Begitu pula sebaliknya, kalau orang itu tidak hadir, orang merasa ditinggalkan. Kalau seseorang meninggalkan kita lalu kita menyesalatas kepergiannya itu artinya orang yang meninggalkan itu punya dampak untuk kita. Begitu juga kalau orang itu ada bersama kita dia memberikan pengaruh tertentu untuk kita maka orang itu memberikan dampak untuk kita. Itulah model kehidupan yang berdampak. Tetapi kalau seseorang itu ada atau tidak ada sama saja( tidak memberikan pengaruh apa-apa) itu artinya hidup orang itu tidak ada artinya bagi orang lain.

Bacaan-bacaan hari ini menampilkan model, corak kehidupan tokoh-tokoh yang mempunyai dampak bagi kehidupan manusia. Yesaya dalam bacaan pertama menggambar kedatangan Tuhan itu membawa pengaruh untuk membebaskan manusia dari perbudakan dan penindasan. Jemaat perjanjian lama sungguh menyadari bahwa kehadiran Tuhan menjadi Andalan bagi mereka dalam mengatasi aneka masalah dalam kehidupan. Dan apa yang diangkat Yesaya ini secara alebih konkret digambarkan melalui penggalan injil tadi. Yesus adalah figur utama yang dinantikan sebagai pembebas yang dinubuatkan dalam Kitab Yesaya hari ini. Peran yesus sebagai pembebas, penyelamat ini tampak jelas dalam episode penyembuhan orang buta dalam injil hari ini. Kehadiran Yesus adalah sebuah kehadiran yang berdampak bagi mereka yang beriman dan menaruh harapan sepenuh-penuhnya kepada Dia. Kehadiran seorang figur yang selalu berdampak diatAndai oleh kerinduan orang untuk senantiasa mencari dan mendekatkan diri kepadaNya. Orang-orang buta yang datang kepada Yesus tadi adalah orang yang memiliki kerinduan serta harapan akan dibebaskan dan disembuhkan.

Kesembuhan, kelepasan, pembebasan orang buta dalam konteks injil hari ini adalah buah dari suatu usaha besar. Kesembuhan itu lahir dari suatu perjuangan untuk terus mencari Yesus. Pelepasan dan pembebasan mengAndaikan aktivitas dan partispasi aktif manusia. Manusia dituntut untuk aktif, untuk kreatif mencari dan menjumpai Tuhan kalau mau disembuhkan. Kesembuhan orang buta yang diangkat injil tadi bukanlah sebuah proses kesembuhan yang pasif. Kesembuhan dan pembebasan orang sakit itu adalah kesembuhan dalam pengertian yang aktif dan kreatif. Mereka tidak hanya menunggu dengan tenang-tenang di rumah mereka. Orang yang buta itu berjuang berjalan mendekatkan diri kepada Yesus dan sambil berteriak meminta kesembuhan. Mereka disembuhkan terutama karena iman dan perjuangan mereka yang tekun dan setia. Dari sini jelaslah bagi kita bahwa keselamtan itu adalah sebuah aktivitas bukan sebuah pasivitas atau sebuah determinisme fatalistis menunggu nasib. Keselamatan itu bukan hasil dari sebuah sikap yang pasrah pada situasi dan keadaan. Keselamtan itu lahir dari usaha manusia mengatasi segala situasi dan keadaan yang kurang menguntungkan.

Bagi orang yang percaya kehadiran Yesus dalam hidup selalu membawa pembebasan dan kesembuhan. Bagi orang yang percaya kehadiran yesus dalam hidup mutlak diperlukan karena manusia saban hari dililit duka nesta. Manusia terjerat dan terjerembab dalam kubangan dosa. Manusia menjadi buta terhadap aneka kenyataan. Untuk itulah manusia mau tidak mau merindukan Tuhan yang memberikan jamian pembebasan. Santo Ambrosius yang kita rayakan pestanya hari ini adalah contoh praktis manusia yang selalu merindukan Tuhan agar hadir dalam hidupnya. Ambrosisu yakin sungguh bahwa Tuhan hadir dalam diri orang-orang kecil yang ia layani. Suara Tuhan didengarnya melalui suara orang yang ia layani. Mudah-mudahan kita dapat belajar sesuatu dari kisah injil hari ini dan dari cara hidup santo Ambrosius. Santo Ambrosisu doakanlah kami. Amin

















HARI SABTU PEKAN I ADVEN

Kej.3,9-15.20 Ef.1,3-6.11-12 Luk.1,26-38



Buka

Hari ini merayakan pesta maria dikandung tanpa Noda. Itu artinya kita merayakan pesta untuk Maria yang telah hidup tanpa cela, tanpa kesalahan. Ia hidup sederhana, taat dan setia pada aneka kebiasaan yang ada dalam lingkungan masyarakatnya. Maria terpilih karena ia berjuang hidup untuk selalu berkenan kepada Allah. Kita berdoa semoga semangat dan teladan kesucian Maria ini mampu meresapi hidup dan diri kita sehingga pada waktunya kita juga diberi kepercayaan yang lebih besar dalam membangun misi kerajaan Allah dalam tugas dan panggilan kita. Agar harpaan dan doa kita berkena kepada Tuhan mari kita berpantas diri dengan mengakui kelemahan dan dosa kita……

Renungan

Istilah kesepakatan, perjanjian, kontrak kerja, perundingan dan sebagainya adalah sitilah yang biasa kita dengar. Istilah-istilah ini biasanya bertalian dengan proses pelaksanaan suatu tugas yang dalam bahasa populer kita kenal dengan istilah proyek. Kesepakatan atau kontrak kerja biasanya berkaitan dengan dengan proses pelakasanaan pembangunan sebuah proyek. Orang yang menang tender terhadap proyek tertentu umumnya senang. Mereka senang karena dengan itu ia akan meraup keuntungan finansial sebanyak mungkin. Kalau ada proyek besar biasanya orang beramai-ramai merebut tender. Di balik perebutan seperti itu terkandung keinginan untuk mendapatkan keuntungan. Dapat tender lalu identik dengan dapat untung. Spiritualitas mendapat tender sama dengan dapat untung ini rupa-rupanya telah menjadi spirit pembangunan di negara kita. Kita sendiri dapat melihat mutu kerja dari proyek-proyek dengan spirit seperti ini. Dana menguap dan meluap ke sebarang tempat, sementara kualitas proyek yang dihasilkan jauh di bawah stAndar. Semua orang jelas tidak puas terhadap cara kerja seperti itu. Janganlah heran di mana-mana proyek-proyek terbengkalai. Orang lupa bahwa menang tender itu sama dengan menang untuk melaksanakan sebuah kesepakatan, sebuah persetujuan, sebuah kontrak yang memuat tuntutan moral untuk dilaksanakan secara tepat sesuai kesepakatan atau nota kontrak. Menerima proyek tanpa tanggungjawab moral jelas menghasilkan proyek berkualitas rendah, tidak memenuhi kualifikasi stAndar.

Bacaan-bacaan hari ini memberikan gambaran untuk kita tentang sebuah proyek raksasa. Proyek raksasa itu sudah direncanakan sejak manusia pertama terjebak dalam lautan kesombongan yang mau setara dengan Allah. Arsitek proyek raksasa itu adalah Allah sendiri. Dan proyek itu tidak lain adalah proyek pembangunan kerjaaan Allah. Dalam hitungan jutaan abad proyek itu belum dapat dilaksanakan karena belum ditemukan kontaktor yang pas dan mampu untuk itu. Allah dari zaman ke zaman menawarkan tender proyek keselamatan itu, tetapi tidak ada yang mampu untuk itu. Ratusan nabi bermunculan dalam sejarah kehidupan manusia tetapi semua mereka tidak mampu menerima melaksanakan proyek raksasa itu. Proyek raksasa itu tidak lain adalah sebuah jembatan layang yang menghubungkan kembali Allah dan manusia yang telah lama terpisah. Baru 2000 tahun silam proyek itu terlaksana ketika Tuhan berhasil mendapatkan seorang kontaktor yang tepat. Injil hari ini memberikan gambaran kepada kita bahwa tokoh pemenang tender pembangunan jembatan yang menghubungkan surga dan dunia itu ternyata jatuh kepada Missis X. Ia yang berinisial Misis X ini kemudian diketahui sebagai seorang gadis Desa yang tidak memiliki CV atau PT. Nama gadis itu diberitakan oleh surat kabar milik Santo Lukas dalam injil hari ini. Maria adalah gadis pemenang tender pembangunan jembatan layang menuju sorga itu. Hari (Sabtu, 8/12) diberikan Lukas, bahwa seorang konsultan dikirim Tuhan untuk melakukan penawaran tender itu kepada Maria. Nama konsultan itu adalah Malaikat Gabriel. Dan kita semua mendengar sendiri bagaimana proses tawar menawar itu berlangsung. Terjadi diskusi yang seru antara konsultan proyek itu dengan Maria. Masalahnya, bagi Maria tawaran itu diluar kemampuan nalarnya. Ia sadar ia tidak memiliki apa-apa dan juga belum pernah melakukan suatu aktivitas yang menunjukkan prestasi kerjanya. Karena itu, kalau Lukas memberitakan Maria mengalami kegoncangan berhadapan dengan konsultan proyek itu, tentu itu normal.

Satu hal yang amat menarik dari kisah injil hari adalah proses diskusi, tanya jawab antara Maria dan Malaikat Gabriel. Sulit kita bayangkan apa yang akan terjadi seAndainya Maria tidak mau berdiskusi dengan malaikat itu. Dari injil hari ini kita belajar bagaimana Maria bersikap kritis dan mau menggugat tawaran malaikat itu. Gugatan dan cara pikir kritis untuk mempertanyakan arti salam yang disampaikan kepadanya adalah suatu model gugatan dan berpikir kritis yang muncul dari pemhaman Maria akan kondisi dirinya sendiri. Maria menampilkan sebuah kesadaran kritis dari pemahamannya akan siapa dirinya. Kesadaran kritis Maria ini, mempunyai daya ungkit dan daya gugat yang kuat sampai sang malaikat menjelaskan keseluruhan, garis besar rencana pelaksanaan proyek keselamatan itu. Malaikat meberikan semacam rancangan atau master plannya sehingga pada akhirnya Maria hanya bisa berkata Ya.

Apa yang dapat kita petik dari cara dan sikap Maria berhadapan dengan tawaran Malaikat ini? Ada beberapa hal yang bisa kita pelajari dari peristiwa ini. Pertama, dalam menghadapi sesuatu manusia, kita harus memiliki kesadaran kritis. Itu artinya manusia atau kita harus mempertanyakan segala sesuatu yang sifatnya membingungkan kita. Manusia yang berkesadaran kritis adalah manusia yang selalu mempertanyakan segala sesuatu setelah dikonfrontasikan, dihubungan dengan kondisi dirinya sendiri. Orang yang bersikpa kritis akan berkembang daya cara tindak dan pola pikirnya. Kedua, kesadaran kritis tidaklah cukup kalau kesadaran itu tidak sampai pada sikap mentukan komitmen dan mengambil keputusan yang bebas. Maria mampu mengambil keputusan setelah ia secara kritis mempersoalkan tawaran malaikat. Maria dalam kebebasan tanpa tekanan akahirnya harus menyatakan ya terhadap tawaran malaikat itu. Ketiga, komitmen verbal dalam bentuk jawaban ya untuk menerima tawaran baru mempunyai arti yang penuh kalau komitmen itu dikonkretkan dalam kondisi praktis. Maria bersikpa kritis terhadap sang malaikat sebelum ia menyatakan diri bersedia menerima tawaran itu, dan jawaban, keptusan untuk menerima itu membawa konsekuensi bahwa Maria harus menerima risiko mengandung, melahirkan, memelihara bahkan sampai harus menderita bersama Yesus.

Maria adalah seorang gadis desa. Ia mendapat tender membangun proyek kerajaan Allah. Ia berkenan kepada Allah justru karena aneka bentuk kebajikan yang dilakukannya sungguh sejalan dengan kehendak Allah. Ia menjadi ornag yang paling berkenan kepada Allah. Kita semua, Anda dan saya, juga tengah berjuang agar mendapat tender membangun jembatan keselamtan bagi dunia melalui tugas panggilan yang sedang kita jalankan di lembaga pendidikan ini. Panggilan kita haruslah disadari sebagai panggilan untuk semakin berkenan kepada Allah sehingga pada waktunya kita diserahi tugas untuk mengambil bagian dalam tugas pembangunan kerajaan Allah. Lembaga pendidikan ini haruslah menjadi sebuah Nasareth tempat kita melakukan aneka kebajikan. Kita akan menjadi seperti Maria berkenan kepada Allah kalau kita hidup seirama dengan apa yang menjadi kebiasaan-kebiasaan baik yang dihidupi di seminari ini. Mudah-mudahan kita semua pada waktunya akan mendapat tender seperti Maria. Untuk itu marilah kita berguru dan belajar kepadanya. Amin.

No comments:

Post a Comment