Wednesday, August 7, 2013

MINGGU BIASA KE-4 TAHUN A

Minggu Biasa ke-4 Thn.A1

Zef.2;3. 3;12-13 1Kor.1,26-31 Mat.5,1-12a

Buka

Salah satu ‘penyakit’ yang menyerang setiap kita manusia adalah kecenderungan untuk menilai diri lebih dari orang lain. Akibatnya orang berjuang sekuat tenaga bahkan dalam persaingan yang ketat untuk mengalahkan orang lain. Persaingan seperti ini bisa mencakup segala bidang kehidupan. Kebanyakan orang berpikir bahwa dengan kelebihan atau keunggulan itu bisa menjadi jaminan keselamatan. Manusia kadang-kadang memaksakan jalan pikirannya pada Allah dan bukan sebaliknya menempatkan pikirannya dalam cara Allah dengan segala rencana-Nya. Karena itu, tidaklah mengherankan hari ini lewat sabda-Nya Allah mau menyadarkan manusia, menyadarkan kita bahwa Allah memiliki cara tersendiri dalam menilai kehidupan manusia. Marilah kita mohon ampun karena sering kita membanggakan diri sendiri dan meremehkan sesama.

Renungan

Sebagian besar masyarakat kita saat ini lagi bingung. Ada setumpuk alasan yang membingungkan kita. Dari tumpukan kebingunan itu orang mendambakan munculnya tokoh, figur yang membebaskan. Tokoh yang memberikan kekuatan, membangkitkan harapan. Masyarakat kita tengah menantikan lahirnya raja adil yang mempunyai hati untuk mencintai seperti Allah mencintai diri manusia. Karena itu, untuk merenungkan pesan sabda Tuhan yang disampaikan kepada kita hari ini saya mau bercerita seputar kebingungan. Suatu kerajaan -kita sebut saja namanya ‘kerajaan bingung’- hendak menyelenggarakan pemilihan raja yang baru. Raja lama telah tua. Yang membuat warga kerajaan itu bingung karena sang raja tidak berputra yang mewarisi tahta kerajaan. Masalah suksesi kepemimpinan menjadi agenda utama dalam setiap pertemuan pejabat tinggi kerajaan. Mereka kesulitan menemukan figur yang tepat menggantikan sang raja. Jalan keluar yang ditempuh adalah mengumumkan penjaringan calon dengan memasang iklan pada surat kabar milik kerajaan itu. Iklan itu berbunyi demikian. Dicari seorang yang akan menggantikan raja. Syaratnya: pencinta Tuhan dan Pencinta manusia. Yang memenuhi syarat silakan datang langsung menjumpai sang raja untuk diwawancarai. Dalam waktu singkat istana dibanjiri ribuan orang yang mau menjadi raja. Tempat parkir penuh sesak dengan pelbagai kendaraan. Ratusan orang berpenampilan eksekutif memenuhi pelataran istana. Di pintu gerbang masuk kerajaan itu semua mereka yang datang itu menyaksikan seorang pengemis tua, duduk dengan pakaian compang camping, tangan terulur meminta sesuatu kepada semua calon raja yang lewat. Semua mereka yang datang berusaha menghindari sang pengemis itu karena takut pakaian mereka dikotori dan juga takut terlambat menjumpai sang raja. Dari antara ratusan orang yang datang itu ada seorang bernama Pak Lepot yang datang dari pedalaman. Ia satu-satunya calon yang datang terakhir. Ia menjadi utusan dari kampungnya. Pak Lepot itu dikenal sederhana dan disenangi orang sekampungnya. Semua biaya perjalanan termasuk pakaian yang dikenakan Pak Lepot ditanggung warga sekampungnya hasil pengumpulan uang warga secara spontan. Ketika mendakati gerbang istana ia menyaksikan pengemis tua duduk kedinginan meminta sesuatu. Pak Lepot prihatin terhadap pengemis tua itu. Ia langsung melepaskan jaketnya yang lusuh sumbangan warga yang mengutusnya, ia membuka dompetnya dan memberikan jaket dan semua sisa uangnya kepada pengemis itu. Ia masuk istana mengenakan pakaian yang biasa dipakainya setiap hari. Tiga jam kemudian tiba saatnya wawancara langsung dengan sang raja. Pintu istana dihiasi antrian panjang. Semua yang berpenampilan eksekutif masuk satu-satu. Yang mengherankan begitu mereka membuka pintu masuk langsung keluar dan wajah kerut dan tampak kurang menggembirakan. Rasa malu dan takut tergambar pada raut wajah-wajah mereka. Lalu tibalah giliran terkahir. Pak Lepot masuk dengan wajah tertunduk karena takut memandang wajah sang raja. Ketika Pak Lepot masuk dan duduk tanpa memandang wajah sang raja, ia diminta untuk mengangkat wajahnya memandang sang raja. Ketika Pak Lepot mengangkat mukanya ia sangat terkejut. Mengapa? Ia terkejut karena teryata yang ada di hadapannya adalah pengemis yang dijumpainya di gerbang tiga jam lalu. Pengemis yang menerima jaket dan uangnya ternyata raja yang menyamar. Tanpa banyak bicara sang raja langsung menyerahkan mahkota dan tongkat kerajaan kepada Pak Lepot karena ia memenuhi syarat sebagai pencinta Tuhan dan sesama. Ia terpilih sebagai seorang yang memiliki komitmen pada manusia. Ia memberi dari kekeurangannya untuk mendapatkan mahkota dan tongkat kekuasaan. Ia tidak dipermalukan.

Hidup ini menyenangkan. Menggembirakan. Bukan karena kita memiliki segalanya. Bukan karena kita merasakan segalanya. Hidup ini menyenangkan karena tersedianya pelbagai alternatif yang membuat kita senang. Pelbagai macam hal, situasi, dan pelbagai pengalaman hidup manusia itulah yang membuat hidup kita menyenangkan. Hidup kita berada bahkan teraduk dalam pelbagai situasi, dalam pelbagai kontradiksi, dalam pelbagai pertentangan. Fenomena kemiskinan, ketiadaan di satu sisi dengan fenomena kelimpahan di sisi lain adalah kontradiksi yang menghiasi kehidupan manusia. Sederetan situasi dan kondisi ekstrem dalam kehidupan manusia terpapar jelas dalam semua bacaan suci yang kita dengar dan baca hari ini. Dalam bacaan pertama Nabi Zefanya dalam nubuatnya menggambarkan pertentangan antara kelompok yang mempunyai kuasa dan mereka yang lemah, tidak berdaya. Pertentangan antara mereka yang tingi hati dengan mereka yang rendah hati. Dalam pertentangan seperti itu Tuhan tampil sebagai pihak ketiga dan Tuhan berpihak kepada yang lemah. Keberpihakan pada yang lemah dan yang rendah hati adalah opsi utama Allah dalam keseluruhan sejarah keselamatan. Tuhan memelihara dan melindungi bangsa yang berpredikat lemah dan rendah hati. Orientasi keberpihakan Allah pada yang lemah berujung pada satu tindakan Allah memanggil manusia untuk menjalankan misi tertentu. Dan, justru sikap Allah yang demikian menimbulkan diskusi tidak berujung dan berkepanjangan antarmanusia. Logika berpikir manusia sulit dirujuk apalagi damaikan dengan logikanya Allah. Ketidaksesuaian logika ini tampak jelas dalam surat Santo Paulus dan Injil Mateus tadi. Orang yang lemah di mata manusia, yang tidak berdaya di mata manusia, dipilih untuk diberdayakan Tuhan. Tuhan memilih yang lemah sebagai senjata pamungkas untuk mempermalukan mereka yang kuat dan memegahkan diri. Orang yang lemah tidak berdaya menjadi ‘laboratorium penelitian Allah’ tentang cinta, perhatian, dan kebaikan yang terjadilin atarmanusia.

Mencermati bacaan-bacaan tadi, secara sepintas muncul kesan dalam diri kita bahwa kerajaan Allah itu tampaknya kerdil, tidak berdaya, rapuh, dipenuhi manusia miskin, manusia yang menderita. Semua bacaan tadi bagi yang lemah dan menderita bisa dijadikan sebagai berita besar, berita penghiburan, berita yang membangkitkan harapan. Tetapi, bagi orang yang kaya dan yang berkuasa bacaan tadi adalah duri bahkan peluru yang merobek jantung perasaan mereka. Jika kerajaan Allah sesungguh seperti itu maka tentu kita akan menghindari jalan itu. Tetapi, kalau kita manusia mau melihat dan mencari makna terdalam dan inti ketiga bacaan tadi maka kita berhadapan dengan dua cara pandang yang berbeda. Dua alur pikir yang berbeda. Logika Allah memang berlawanan dengan logika manusia. Logika manusia arahnya selalu ke atas. Logika naik. Logika tinggi menjulang. Manusia dengan logika naiknya mau dan berusaha merebut posisi teratas dalam pelbagai hal. Logika manusia adalah logika mengumpulkan sebanyak-banyaknya. Logika manusia hanya menyentuh hal lahiriah. Logika manusia cenderung abstrak dan teoretis. Logika manusia adalah kekuasaan dan kekerasan.

Yesus lewat penginjil Mateus memberi antesis terhadap logika manusia itu. Yesus menggambarkan logika Allah dengan arah selalu ke bawah. Logika Allah itu logika yang selalu mau turun dan logika mencari tempat yang rendah. Logika Allah adalah berbagi dan membagi. Logika menyentuh inti diri manusia. Logika Allah lebih praktis dan pragmatis. Logika Allah adalah kesabaran dan kelemah-lembutan.

Rasa-rasanya sulit kita mengerti apa yang mau dikatakan dalam semua bacaan tadi. Untuk memahami semuanya kita mau tidak mau harus melepaskan tafsiran harfiah terhadap apa yang dikatakan itu. Untuk itu kita perlu mengikuti cara Yesus sendiri. Yesus dalam Injil menyampaikan ucapan bahagia itu setelah melewati satu tindakan yang penting. Ada satu kalimat kunci yang memungkinkan kita dapat memahami pernyataan Yesus. Kalimat kunci itu ada dalam ayat pertama injil tadi. Naiklah Ia ke atas Bukit. Bukit menjadi kata kunci. Bukit di sini lebih dari satu gambaran, lukisan topografis suatu tempat. Bukit dalam konteks kitab suci mempunyai makna simbolis yang kaya. Bukit itu kaya arti dan syarat makna. Pelbagai peristiwa penting dalam kitab suci selalu terjadi di atas bukit. Mungkin itulah alasannya mengapa sampai saat ini banyak orang senang mendaki ke bukit-bukit dan senang mencari bukit-bukit.

Yesus ke Bukit adalah satu tindakan untuk mengambil jarak yang pas, fokus yang tepat sebelum mengamati situasi manusia. Yesus ke atas bukit untuk mencari titik bidik yang efektif tehadap kiprah manusia. Dari atas bukit Ia menyaksikan sandiwara dan pentas kehidupan manusia. Dari bukit Yesus menilai kehidupan manusia. Bukit menjadi tempat membedakan dan memisahkan cara hidup yang berkenan pada Tuhan atau yang tidak sesuai dengan kehendak Tuhan. Yesus ke bukit pada dasarnya adalah tindakan untuk merenungkan kehidupan manusia dengan segala suka-dukanya. Dan hasil akhir pengamatan dari bukit itu menyimpulkan bahwa yang berbahagia adalah mereka yang betul mencintai Tuhan dan sesama. Yang pantas menjadi raja adalah mereka yang mencintai Tuhan dalam diri sesamanya. Yang menjadi raja adalah orang seperti Pak Lepot dalam cerita awal tadi. Mudah-mudahan kita semua selalu menyiapkan waktu untuk meninggalkan segala kesibukan, seperti Yesus mendaki ke bukit untuk melihat, merenungkan hidup kita yang sesungguhnya. Hanya di atas bukit permenungan itu kita bisa memastikan posisi diri dan hidup kita yang sebenarnya. Kita memerlukan titik bidik efektif dalam meneropong diri dan kehidupan kita dengan segala atributnya. Mudah-mudahan. Amin.

Rm. Bonefasius Rampung Pr

No comments:

Post a Comment