Wednesday, August 7, 2013

MINGGU PRAPASKA V TAHUN B

HARI MINGGU PRAPASKA V

Yer 31:31 34; Ibr 5:7 9; Yoh 12:20 33



Kalau Allah Menulis di Hati Kita



Buka

Hati dan batin manusia menjadi pos komando bagi seluruh dinamika dan gerak hidup manusia. Hati dirahmati firman Tuhan adalah hati yang selalu berniat dan berkehendak untuk melakukan sesuatu yang baik. Hati yang berlimpahkan rahmat senantiasa memancarkan segala yang baik. Sebaliknya, hati yang telah dikuasai pelbagai hal yang jahat akan memancar dalam peri kehidupan yang terpuji. Hati kita manusia adalah tempat Allah meletakkan firman-Nya yang menjadi pedoman langkah hidup kita. Pertanyaan untuk kita, apakah hati kita sungguh penuh kehendak Tuhan atau penuh dengan kehendak kita sendiri? Hari ini, Tuhan menegaskan dan mau memilih hati dan batin kita sebagai tempat ia menaruh dan menuliskan firman-Nya. Kita akui salah dan dosa kita andaikan hati kita penuh dengan hal yang tidak berkenan pada Tuhan dan sesama kita.



Renungan

Sehari setelah tiga biji jagung ditanam dalam satu lubang oleh seorang petani, ketiga biji jagung terlibat dalam satu percakapan yang seru. Berkatalah biji jagung yang pertama. “Aku akan berjuang untuk tumbuh secepatnya untuk menyatakan bahwa aku dibtuhkan dan pasti berguna untuk tuanku yang telah menempatkan aku di sini”. Biji itupun secepatnya bertumbuh mengeluarkan akar dan daunnya mulai menembusi permukaan tanah. Beberapa hari kemudian seekor ayam milik petani mecotot jauh jagung pertama itu hingga habis. Ayam merasa puas karena telah menikmati daun dan pucuk jagung yang baru tumbuh. Biji jagung kedua juga tidak mau kalah. Ia berkata: “Aku juga akan segera tumbuh biar tuanku secepatnya menikmati bagaimana enaknya memakan jagung muda”. Biji jagung ketiga berpendirian lain. Ia berkata: “Aku akan berjuang untuk tetap tinggal di sini dan bertahan. Aku tidak mau bertumbuh dan harus menghadapi nasib dicotok ayam atau dipotong manusia. Aku takut untuk bertumbuh. Aku mau bertahan di sini”. Biji jagung kedua terus bertumbuh dan menghasilkan jagung muda yang menyenangkan tuannya. Pada suatu kesempatan ayam kembali mengais-ngais di bawah pohon jagung yang telah berisi. Di sana ayam itu mendapatkan sebiji jagung yang masih utuh. Dalam tempo sekejap saja biji jagung yang masih utuh itu langsung ditelan ayam itu. Biji jagung itu takut dan tidak mau bertumbuh dan akhirnya hilang tanpa bekas yang berarti.

Kalau seorang petani menanamkan suatu jenis tanaman pada lahan entah sawah etah ladangnya, di dalam hati si petani ada harapan bahwa bibit yang ditanam akan menghasilkan lebih banyak. Ayat ini, sengaja disampaikan Yesus ketika berhadapan dengan kelompok petani sebagai pendengar atau audiens pewartaan-Nya. Logika dan cara pandang yang berlaku sebagai hukum dalam kehidupan petani ini coba dimanfaatkan dalam upaya menjelaskan misi kedatangan Yesus ke dunia. Ayat ini sengaja diangkat menjelang hari-hari puncak pelaksanaan misi Yesus menebus dunia dalam jalan salib agar semakin banyak orang memahami sikap dan pilihan Yesus. Perumpamaan yang disampaikan Yesus dengan latar belakang dunia kehidupan yang familier dengan petani sungguh menantang mereka yang mengikuti Dia. Kalimat seperti ini memuat satu pertanyaan pokok terkait dengan tanggapan dan reaksi para pengikut Yesus. Apakah mereka sungguh mau berkorban ibarat benih yang bersedia hancur untuk suatu masa depan yang lebih baik dan menjanjikan.

Pernyataan Yesus untuk mengindentikkan diri dan pilihan menjadi benih gandum yang ditanam mengisyaratkan ketaatan-Nya pada rencana Bapa. Pilihan untuk menjadi benih gandum adalah pilihan yang mengisyaratkan dan membangkitkan kisah awal perjalanan bangsa terpilih. Pernyataan Yesus membangkitkan kenangan masa silam ketika Allah terasa dekat dengan bangsa terpilih yang dibuktikan dalam perjanjian yang menyatakan kesetiaan manusia kepada Allah. Dua keping batu yang berisikan pedoman Allah, hukum Allah dalam mengatur pola perilaku manusia merupakan bukti betapa Allah menginginkan manusia tetap setia pada rencana dan kehendak Allah. Hukum Allah itu tertulis pada kepingan batu dan ditempatkan di dalam bait Allah atau kenisah. Dalam perjalanan bangsa manusia tampaknya tidak lagi hidup sesuai rencana Allah. Banyak perjanjian tidak ditepati dan pengingkaran terhadap janji semakin semarak.

Pengingkaran terhadap perjanjian itu oleh manusia menjadikan hidup manusia tidak berpengharapan lagi. Untuk itulah Allah berinisiatif merajut kembali relasi Allah-manusia dengan pelbagai cara dan dalam proses yang lama. Allah mengutus para nabi yang mewartakan pertobatan terhadap bangsa yang mengingkari janji. Allah melakukan pembaharuan terhadap perjanjian yang dikhianati dalam pelbagai bentuk pengingkaran manusia termasuk sikap menolak nabi-nabi utusan Allah. Inisiatif Allah untuk membaharui perjanjian itu digambarkan dalam kitab Yeremia. Di sana dikatakan bahwa Tuhan akan datang untuk membarui perjanjian dengan manusia. Nuansa perjanjian yang diperbarui itu tampaknya mengikat manusia tidak lagi dalam pengertian masal melainkan sudah menyentuh diri pribadi manusia. Perjanjian yang diperbarui itu, bukan lagi secara lisan atau tertulis pada kepingan batu tetapi sudah menyentuh inti diri manusia. Allah menuliskan perjanjian itu, menempatkan perjanjian itu pada posisi sentral hidup manusia. Hukum dan perjanjian yang diperbarui menempati dan terpahat pada kepingan hati manusia.

Apa yang terjadi dan bagaimana jadinya kalau Allah akhirnya memilih menulis dan menempatkan perjanjian itu pada hati atau batin manusia? Apa konsekuensi praktisnya kalau Allah menjadikan hati sebagai tempat perbedaharaan hukum Tuhan? Hati atau batin manusia adalah pusat komando sekaligus pusat pengendali arah hidup dan tindakan setiap orang. Apa yang dikatakan dan dilakukan seorang manusia datang dan bermula dari niatan hati atau batin. Kalau Allah menjadikan hati manusia sebagai perbedaharaan dan gudang hukum, itu artinya hidup manusia tidak bisa berjalan di luar kendali hukum Allah yang tertulis pada hati manusia. Pendek kata, kalau hati kita manusia telah menjadi institusi hukum kehidupan, maka kehidupan harus mencerminkan penghayatan atas hukum itu. Kalau hukum dan perjanjian Tuhan sudah menempati inti hidup kita manusia maka hidup manusia harus membahasakan Allah yang ada dalah hatinya.

Kesetiaan pada janji, usaha untuk hidup sesuai dengan hukum yang tertulis dalam inti diri atau hati mansia, membahasakan ketaatan manusia. Demikian pula pengingkaran dan ketidaksetiaan kita manusia pada hukum yang menempati hati kita membahasakan ketidaktaatan kita manusia pada Allah. Ketaatan adalah salah satu kebajikan yang selalu dipertautkan dengan perjanjian. Allah telah menyatakan diri sebagai milik manusia dan manusia diharapakan juga memiliki Allah sebagai perjanjian menuntut kesetiaan dan ketaatan. Yesus yang datang ke dunia adalah isi, wujud, bukti kesetiaan Allah akan janji-Nya untuk tetap memilki manusia. Allah tidak mengingkari janji-Nya untuk terus memiliki manusia dan kesetiaan atau ketaatan pada janji itu hadir dalam sikap Yesus yang taat.

Kesetiaan dan ketaatan Allah menyata dalam diri Yesus. Hal itulah yang menjadi inti dari surat untuk orang Ibrani tadi. Ia telah belajar menjadi taat dan menjadi pokok keselamatan yang abadi. Ketaatan dan kesetiaan Yesus adalah ketaatan dan kesetiaan Tuhan untuk manusia. Ketaatan dan kesetiaan seperti ini berdampak keselamatan dan berlangsung kekal abadi. Kekal abadilah kasih setia Tuhan. Puncak pernyataan kesetian Tuhan itu menyata dalam pilihan Yesus untuk menjadi benih gandum yang mau ditanam, diubah dan menghasilkan gandum secara berkelimpahan. Pilihan Yesus untuk menderita adalah pilihan karena ketaatan dan kesetiaan. Pilihan itu lahir dari inti diri-Nya karena Ia sendiri menyadari apa yang menjadi tujuan kedatangan-Nya. Korban Yesus adalah buah dan isi dari pernyataan kesetiaan Allah untuk manusia.

Hukum yang sama Tuhan telah tuliskan pada hati setiap orang. Hukum Tuhan yang menempati inti diri manusia, menempati hati manusia hendaknya menggerakan dan mendorong manusia untuk selalu dekat pada Tuhan. Mau berada dekat pada Tuhan berarti ada dorongan dalam hati manusia untuk mencari Tuhan. Menarik sekali bagi kita untuk memaknai kerindauan orang Yunani yang datang kepada Filipus untuk mencari jalan agar bisa bertemu Yesus seperti yang dikatakan melalui injil tadi. Kerinduan untuk mencari Tuhan itu muncul dari hati, disampaikan secara berantai kepada Filipus dan Andreas. Maksud dan niat orang yang mencari Yesus diteruskan kepada Yesus. Inilah suatu kisah pencarian yang bermula dari gerakan dan dorongan hati. Pencarian sekelompok orang dalam injil ini adalah ungkapan kerinduan untuk selalu dekat pada Tuhan.

Kerindauan dan pencarian dalam konteks injil tadi mendatangkan kemuliaan. Dan Yesus sendiri, menegaskan bahwa mereka yang mencari-Nya akan segera menyaksikan kemuliaan. Di sana juga Yesus mengajak siapa saja yang mencari Dia untuk mengikuti teladan-Nya dalam kesetiaaan dan ketaatan. Kemuliaan adalah buah dari derita. Kehidupan kekal adalah buah dari derita yang dialami dan itulah yang dilaksanakan Yesus. Inilah ajakan buat semua orang beriman untuk taat kepada kehendak Tuhan yang telah menuliskan sabda dan kehendak-Nya dalam dan pada hati setiap manusia. Diri kita orang beriman adalah kenisah kediaman Allah sehingga yang dituntut dari kita adalah kesaksian dan cara hidup yang membuktikan Allah ada dalam hati kita. Mau bertumbuh, berkembang untuk menjadi semakin berguna bagi orang lain adalah kemauan untuk mendapatkan kemuliaan. Kita semua tentu tidak rela hidup dan berada ibarat sebiji jagung yang takut mengambil risiko untuk bertumbuh. Kalau kita takut bertumbuh dan berkembang sama artinya kita tidak mau agar diri dan hidup kita menjadi lebih berguna. Marilah kita bertumbuh dalam segala hal yang baik agar kelak kita mendapat bagian dalam kemuliaan bersama Kristus yang bangkit dalam kemuliaan itu. Kalau Allah telah menulis di hati kita, apa tanggapan kita? Amin.



Rm.Bone Rampung, Pr

No comments:

Post a Comment