Wednesday, August 7, 2013

MINGGU BIASA KE-22 TAHUN A

Minggu Biasa ke-22 Thn.A1 29 Agustus 1999

Yer.20,7-9 Rom.12,1-2 Mat.16,21-27

Paroki st.Yoh Rasul Pringwulung Yogyakarta



Buka

Salah satu usaha dan kebiasaan manusia yang tidak mungkin dilepaskan selama ia hidup adalah menemukan cara dan teknik tertentu untuk menggampangkan atau memudahkan terlakasanakannya suatu aktivitas. Kebiasaan inilah yang membuahkan pelbagai kemajuan dan teknologi. Teknologi memungkinkan bola bumi seakan ada dalam genggaman manusia. Saat ini hampir tidak ada lagi bagian kegiatan yang bebas dari sentuhan jasa dan pengaruh teknologi. Satu sisi teknologi membanggkan. Di sisi lain teknologi memanjakan manusia. Hidup tidak lagi dilihat sebagai perjuangan yang membutuhkan tetesan keringat. Semuanya dan segalanya terformat dalam bentuk yang serba instan. Banyak nilai melebur di balik kemudahan karena teknologi. Kita sebagai orang percaya ditantang lewat bacaan-bacan sebentar yang melihat perjuangan hidup sebagai salib yang harus kita terima. Kita akui kelemahan dan dosa kita. Mungkin kita menurunkan mutu salib hidup kita ketika kita terjebak dalam kemewahan dan hidup yang serba mudah dan gampang…



Renungan



Kimi ingin mengajak kita semua untuk merenungkan dan mencari pesan-pesan bacaan kitab suci tadi untuk kehidupan kita dengan bantuan cerita kecil berikut ini: Sekelompok pemuda yang tergabung dalam tim pencinta alam ingin membuktikan kemampuan mereka menaklukkan puncak gunung tertinggi di negara mereka. Tim pencinta alam ini bertekad hendak mengibarkan tiga bendera yaitu (1) bendera kelompok pemenang dalam sebuah jajak pendapat tentang satu kawasan yang bersengketa, (2) bendera partai pemenang pemilu (3) bendera kebangsaan mereka. Ekspedisi itu di beri nama ekspedisi Gado-gado. Seperti biasa sebelum berangkat ekspedisi Gado-gado ini harus menyiapkan segala perlengkapan. Salah satu perlengkapan yang harus disipakan adalah perelengkapan untuk membangun kemah atau tenda. Seksi perlengkapan sudah menyiapkan semuanya. Setiap anggota diminta membawa salah satu perlengkapan tenda itu. Terjadi perebutan di antara mereka. Yang direbut pertama adalah spons untuk tidur. Yang lain langsung merebut gulungan tali. Yang lain lagi mengambil potongan besi yang kecil dan pendek. Yang tidak dipilih adalah sebuah besi yang paling besar dan panjang yang akan digunakan sebagai tiang penyangga utama sebuah tenda. Karena tidak ada orang yang membawa besi besar dan panjang itu maka Kristo pemimpin ekspedisi terpaksa membawanya. Dalam perjalanan menuju puncak ekspedisi Gado-gado ini harus menyeberang sungai yang curam dan arusnya deras. Mereka yang membawa spons coba menyeberang. Mereka hampir tenggelam dan diseret arus air karena beratnya spons terendam air. Yang membawa tali coba menggunakana tali tetapi mereka juga basa ketika tali mereka putus. Demikian juga yang memilih membawa perlengkapan lainnya. Kristo yang membawa besi besar dan panjang dengan mudahnya menyeberang karena besi itu dijadikan jembantan baginya. Melihat pengalaman itu Simon dengan sukarela membantu Kristo membawa besi berat itu berganatian. Perjalanan ekspedisi ini makin mendekati puncak. Medannya semakin berat dan menantang. Mereka yang lain sudah lelah dan semuanya menggigil kedinginan. Mereka kehabisan tenaga. Tak ada harapan bagi mereka untuk sampai ke puncak. Kristo dan Simon sekali lagi menggunakan tiang besi itu sebagai tangga sehingga mereka berhasil mengibarkan bendera di puncak gunung.

Satu ungkapan klasik yang biasa kita dengar mengatakan bahwa hidup ini adalah perjuangan. Tentu itu benar karena hidup manusia dirajut dalam segala suka duka yang dihadapi. Hidup sebagai suatu perjuangan baru berarti ketika hidup itu diarahkan, disasarkan ke suatu tujuan yang pas dan pasti. Hidup manusia adalah suatu perjalanan menuju puncak. Hidup kita yang seumpama rombongan ekspedisi ke puncak mengibarkan panji kemenangan diukur, diuji, diaduk dan ditantang dalam pelbagai lembah, jurang dan derasnya arus kehidupan. Manusia yang bertahan dalam ujian, adukan dunia kehidupan mengandaikan adanya kekuatan ekstra dalam dirinya. Kekuatan ekstra itulah yang memungkinkan seseorang dapat melihat kemungkinan alternatif untuk memilihnya dengan pasti. Segala kemungkinan ditawarkan kepada manusia untuk memilihnya dengan bebas. Pilihan yang dibuat manusia menentukan pula konsekuensi yang akan diterima dan dialaminya dalam perjuangan hidupnya.

Bacaan-bacaan yang diperdengarkan untuk kita hari ini menampilkan figur-figur yang telah menentukan pilihan yang pasti mengarahkan mereka ke puncak dan tujuan hidup mereka. Nabi Yeremia dalam bacaan pertama muncul sebagai seorang yang harus menerima konsekuensi pilihannya sebagai seorang nabi. Ketika dihadapkan dengan situasi kehidupan masyarakat penuh kelaliman, kekerasan, penganiayaan dan kejahatan lainnya, Yeremia merasa diri telah diperdaya oleh Allah. Yeremia yang menyuarakan kebenaran dan kejujuran dalam hidup telah menjadi sasaran ejekan dan cemoohan banyak orang. Yeremia sebenarnya mau melepaskan beban kenabiannya, namun Yeremia sadar bahwa ejekan dan cemoohan yang diterimanya itu menjadi jembatan yang menyeberangkan dia ke tempat yang memerdekakan. Ia merasa dirinya seakan-akan terbakar kalau ia tidak menyurakan kehendak Allah dalam masyarakat yang dilanda pelbagai krisis dan skandal. Beban yang paling berat bagi Yeremia karena harus membongkar dan memutuskan jaringan kejahatan dan skandal yang menjadi mode pemimpin masa itu. Kalau boleh dibandingkan peran Yeremia saat itu sama seperti peran ICW yang membongkar skandal demi skandal yang menjadi mode sekelompok pejabat dan elite politik di negara kita saat ini. Kebenaran itulah yang membakar semangat Yeremia.

Pengalaman Yeremia dialami pula oleh Paulus ketika berhadapan dengan masyarakat kota Roma. Paulus dalam bacaan kedua mengingatkan agar masyarakat kota Roma segera melalukan reformasi total terhadap pola berpikir yang memungkinkan mereka membuat pembedaan-pembedaan sebelum membuat pilihan dalam hidup. Reformasi atau pembaharuan budi dinilai Paulus menjadi sesuatu yang sangat mendesak karena jika tidak maka bahaya gaya hidup materialistik akan segera menggerogoti mereka. Paulus telah menangkap gejala jemaat Roma yang mengukur relasinya dengan Allah dengan barang-barang. Dalam bahasa Santo Paulus, Jemaat Roma telah hidup serupa dengan dunia. Hidup yang dikuasai kemauan dan naluri bagi Paulus akan membawa manusia pada situasi terbelenggu oleh segala kemauann itu. Hidup yang dikuasi dengan kecenderungan semata bagi Paulus membuat manusia kehilanagan arah atau mengalami disorientasi dalam hidupnya. Disorientasi dalam hidup akan membuahkan kejahatan. Untuk itu, diperlukan pembaharuan, rehabilitasi terhadap cara pikir yang cenderung sempit dan picik. Manusia dituntut untuk melakukan reorientasi dalam hidupnya.

Hidup manusia sejak jatuh dalam dosa telah mengalami disorentasi. Segala penyelewengan dan penyimpangan yang dilakukan manusia adalah bentuk disorientasi dalam hidupnya. Yesus dengan misi-Nya datang meluruskan arah hidup manusia. Yesus melakukan pembaharuan, reformasi dan reorientasi bagi kehidupan manusia dengan cara dan gayanya yang spektakular dan mengagumkan. Yesus kembali mengarahkan dan membawa manusia ke arah yang benar menuju Allah. Reformasi dan Reorientasi yang dilakukan Yesus bukan dengan membuat pernyataan politik yang membingungan, bukan dengan pidato politik yang memukau, Ia tidak membentuk kelompok poros tengah, tidak perlu membuat kesepakatan politik. Contoh hidup-Nya sudah menjadi rumusan baku untuk sebuah reformasi kehidupan manusia. Derita dan Salib itu adalah kata reformasi yang paling tepat dalam konteks Yesus. Salib adalah bahasa dan simbol reformasi. Salib adalah bahasa dan simbol reorientasi hidup manusia untuk kembali ke jalan yang benar. Salib adalah panji kemenangan yang akan dibawa setiap orang yang percaya menuju puncak kemerdekaan dalam Allah.

Kita semua, Anda dan saya telah menerima bahasa reformasi dan reorinetasi hidup itu ketika kita ditandai dengan salib. Hari ini Yesus mengingatkan kita semua bahwa kita telah diselamatkan karena derita dan salib-Nya. Kita dituntut untuk berpartisipasi dalam salib dan pengalaman-Nya. Hidup kita tidak bebas dari salib. Lingkungan kerja, lingkungan hidup, jabatan, status kita selalu menawarkan pelbagai model salib. Di kebun, di kantor, di sekolah, di kampus, di jalan, di dapur, di rumah, dalam keluarga kita bisa berhadapan dengan salib-salib kehidupan. Setiap kita wajib hukumnya untuk mengambil dan senang membawa salib itu.

Kita semua adalah anggota tim ekspedisi “Gado-gado” yang hendak mengibarkan kemenangan dan kemerdekaan di atas puncak. Ada banyak perlengkapan untuk membangun tenda kita di puncak kemangan itu. Masalahnya: beranikah kita memilih yang terberat dan terbesar seperti pilihan Kristo dalam cerita awal tadi? Jangan-jangan kita hanya memilih yang halus dan ringan seperti spons yang akhirnya memberatkan kita? Tetapi yang pasti Yesus berbisik untuk kita pribadi: yang hendak mengikuti Aku harus menyangkal diri dan memikul salibya. Amin.

No comments:

Post a Comment