Wednesday, August 7, 2013

MINGGU BIASA KE-25 TAHUN A

Minggu Biasa ke 25 Tahun A/2

Yes.55,6-9; Flp.1,20c-24.27a; Mat.20,1-16a



Renungan:

Menurut cerita orang setan setan juga mengenal pendidikan akademis. Katanya ada juga uni¬versitas negeri swasta yang dipimpin setan setan dan maha¬siswanya juga jelas setan setan. Pada satu kesempatan Rek¬tor Perguruan Tinggi Setan itu memanggil beberapa mahasis¬wanya yang hendak mengadakan KKN. Lokasi KKN mereka adalah dunia. Semua peserta KKN itu dibagi menjadi tiga kelom¬pok. Dan semua mereka dari FKIP dan sasaran KKN-nya mengajar manu¬sia. Tujuan pengajaran adalah berusaha untuk merusak semua manusia. Pembantu Rektor Perguruan Tinggi Setan itu membekali mere¬ka sebelum berangkat dengan pelbagai strategi yang andal untuk bisa mencapai tujuan. Karena itu, ia bertanya kepada setiap kelompok perihal kiat dan strategi mereka itu da¬lam merusakkan kehidupan manusia di bumi. Kelompok perta¬ma menjawab: kami akan berusaha mengajar dan meyakinkan manusia bahwa Allah itu tidak ada. Rektornya menggelengkan kepala karena ia yakin bahwa manusia di dunia sudah ber¬keyakinan kuat bahwa Allah ada. Kelompok kedua menje¬laskan strateginya: Kami akan mengajar dan meyakinkan manusia bahwa neraka itu tidak ada. Rektor kembali mengge¬lengkan kepalanya karena tahu bahwa banyak manusia yakin kepada Allah karena takut masuk neraka. Kelompok keti¬ga menjelaskan strategi mereka katanya: Kami akan meyakin¬kan semua manusia di dunia untuk tidak perlu tergesa gesa dengan segala urusan kehidupan di dunia. Hidup yang pent¬ing dan sebenarnya adalah hidup santai dan bila perlu me¬nunda semua kegiatan biar hidup lebih santai. Mendengar cara kelompok ketiga ini sang Rektor menganggukkan kepala karena ia yakin bahwa kelompok ketiga ini akan berhasil menghancurkan kehidupan manusia di dunia. Mereka lalu diter¬junkan ke dunia untuk menjalankan program KKN. Ternyata ke¬lompok ketiga yang berhasil menghancurkan kehidupan manu¬sia karena orang lebih suka memilih hidup santai dan me¬nunda segala sesuatunya.

Tentu saja kita bisa membayangkan mengapa kelompok ketiga dari mahasiswa setan itu berhasil menghancurkan kehidupan manusia. Alasannya karena memang semangat hidup yang san¬tai dan suka menunda itu paling menyenangkan manusia. Apa yang menyenangkan ternyata tidak semuanya menjamin keselamatan hidup manusia. Malahan mungkin sebaliknya yang terjadi berupa kehancuran. Kalau kita coba membanding¬kan kisah tadi dengan apa yang diangkat Nabi Yesaya dalam bacaan pertama tadi persis terbalik. Nabi Yesaya mendesak agar manusia bertindak secepatnya. Semangat hidup yang santai dan menunda nunda telah menjadi bagian utama kehid¬upan bangsa Israel. Pada saat Tuhan mendatangi Israel mereka tidak mencarinya dan ketika Tuhan mencari mereka, mereka tidak memanggilnya. Sikap ini terjadi karena mereka masih terpaku pada jalan mereka sendiri. Mereka maunya yang enak dan hura-hura dan happy-happy saja. Nabi Yesaya prihatin dan meramalkan ke¬hancuran hidup bangsa Israel itu. Itulah sebabnya dalam bacaan pertama tadi Yesaya menegaskan kepada mereka: Cari¬lah Tuhan selama ia masih bisa ditemui dan berserulah kepadanya selama ia dekat. Itu artinya segera. Itu artinya tidak boleh menunda nunda. Yesaya sekaligus memberikan syarat menemui dan menyerukan nama Tuhan yaitu harus mele¬paskan kebiasaan lama berupa kefasikan dan kejahatan. Orang fasik hendaknya meninggalkan jalannya dan orang ja¬hat harus meninggalkan rancangannya. Yesaya mendesak agar Israel harus setia pada rancangan dan jalan yang ditentu¬kan Allah. Rancangan manusia harus taat di bawah rancan¬gan Allah. Pikiran Allah harus menguasai dan menjiwai pi¬kiran dan jalan manusia.

Melepaskan kebiasaan lama yang terasa mengenakan itu me-mang bukanlah perkara yang mudah. Namun, jika kita melihat pengalaman Paulus dalam bacaan kedua tadi maka jelaslah bagi kita bahwa Paulus telah mengisi hidupnya dengan suatu hal yang paling penting. Paulus tidak mau menunda nunda. Setelah pertobatannya ia menjadikan dirinya sebagai milik Kristus. Baginya hidup itu adalah Kristus dan kematian dilihat sebagai keuntungan. Paulus berjuang agar hidupnya yang sisa yang singkat haruslah hidup yang menghasilkan buah. Pernyataan Paulus tadi muncul karena ia berhadapan dengan jemaat yang berada di Filipi yang dirasuki hidup yang santai. Mereka menerima dan mengimani Kristus tetapi hidup mereka persis bertentangan dengan kehidupan Kristus sendiri. Itulah alasannya mengapa Paulus menulis: hendak¬lah hidupmu itu selalu sepadan dengan Injil Kristus.

Dan gagasan Paulus ini sejalan dengan gagasan Yesus sen¬diri seperti yang kita dengar dalam penggalan Injil tadi. Yesus mengangkat satu perumpamaan yang umumnya orang taf¬sirkan sebagai teks yang berbicara soal keadilan dan sikap iri manusia. Pada kesempatan ini saya coba melihat dan me¬nafsirkan teks ini dari pespektif yang lain. Yesus mengangkat kisah tentang para hamba yang bekerja dalam waktu yang lamanya berbeda. Upahnya sama baik untuk yang bekerja menjelang petang maupun bagi mereka yang bekerja sejak pagi hari.. Kalau menurut pikiran manusia (kita) memang sepatutnya yang bekerja mulai pagi hari itu upahnya harus lebih besar daripada mereka yang bekerja menje¬lang sore. Protes atau sikap bersungut yang muncul dari mereka yang masuk pagi itu memang terdengar wajar saja kalau menurut ukuran manusia. Tetapi, menurut Yesus orang yang bersungut itu dinilai sebagai orang yang tidak tahu diri dan bahkan orang yang coba menggugat kebaikan Allah. Lalu mungkin kita bertanya mengapa upah mereka itu sama saja. Memang Injil tadi secara ekspilisit mengatakan bahwa upah itu memang sudah disepakati sebelumnya. Tetapi saya lebih cendrung melihat sesuatu yang implisit berkai¬tan dengan jangka waktu kerja mereka. Yang ditonjolkan di sana cumalah masalah waktu dan bukannya masalah mutu hasil kerja. Hemat saya Yesus mengukur bukan dari soal lamanya bekerja tetapi bagaimana mutu, kualitas kerja itu. Yang penting bukan berapa lama orang bekerja tetapi bagaimana hasil kerja itu bermutu atau tidak. Allah berpikir dari segi mutu kualitas sementara manusia berpikir dari segi jumlah jam atau kuantitas waktu. Jelas tidak akan ada titik temu. Jika kita berpikir praktis saja, maka kemungkinan besar mereka yang mulai kerja sejak pagi hari barangkali lebih santai, dan mau menunda nunda waktu sebab jika tidak mereka tidak akan bisa bertahan sampai sore. Lalu mereka yang masuk pada sore mereka tidak mau menunda dan bersikap santai karena memang waktunya sudah terlalu singkat. Saya pikir ini pun dapat dipakai sebagai bahan pertimbangan dalam pemberian upah meski sebelumnya sudah disepakati. Pikiran Allah memang lain dari pikiran kita manusia.

Zaman kita sekarang penuh dengan tuntu¬tan akan mutu atau kualitas hidup. Di mana mana ukuran mutu menjadi prioritas dalam pelbagai dimensi kehidupan. Kehidupan yang bermutu adalah kehidupan yang selalu diisi dengan hal yang sesuai dengan panggilan kita. Bukan berapa lama kita berbuat sesuatu yang menjadi ukuran teta¬pi bagaimana kita melakukan sesuatu itulah yang paling penting dalam menentukan kualitas kehidupan kita. Untuk kita, rupanya sulit untuk diyakinkan bahwa Allah itu tidak Ada. Setan akan gagal jika mau mengajak kita untuk menga¬takan bahwa Allah tidak Ada. Untuk kita juga sulit diyakin¬kan kalau dikatakan bahwa neraka itu tak ada karena segala perbuatan baik kita diarahkan agar terhindar dari neraka. Namun setan yang KKN ke dunia kita sekarang ini adalah setan mahasiswa yang mau meyakinkan kita bahwa hidup ini tidak perlu dijalankan dengan tergesa gesa. Kita akan mudah diyakinkan kalau kita diajak untuk hidup lebih santai dan bisa menunda nunda.

Kalau kita sudah terpengaruh dengan bujukan setan dari kelompok ketiga dalam cerita tadi maka benih kehan¬curan akan mulai muncul dalam kehidupan kita. Sikap hidup yang santai dan suka menunda nunda bakal merusak keharmonisan dan akan merusak keseluruhan sistem kehidu¬pan. Semoga kita terhindar dari bujukan setan yang meng¬goda kita untuk menunda segala sesuatunya. Kiranya firman Tuhan hari ini sungguh membuat hidup kita semakin berisi dan bermakna karena selalu diisi dengan segala hal yang bermutu yang sesuai dengan kehendak Allah. Semoga

No comments:

Post a Comment