Wednesday, August 7, 2013

MINGGU PASKA II TAHUN B

HARI MINGGU PASKA II Thn. B2. 23 April 2006

Kis 4:32 35; 1Yoh 5:1 6; Yoh 20:19 31

Paroki Santu Yosef Kisol



Antara Percaya dan Kebohongan

Buka

Cara hidup yang memisahkan diri dari kebersamaan biasanya menimbulkan sikap saling tidak percaya. Hidup tanpa sikap saling percaya seperti itu lebih banyak menimbulkan konflik kepentingan. Kisah dan cerita yang ditawarkan dalam bacaan-bacaan hari ini memberikan tekanan pada dimensi kebersamaan sebagai dasar untuk sikap saling percaya. Kesehatian dan kesejiwaan memungkinkan orang hidup dalam suasana damai dan penuh kasih. Yesus datang menghembuskan nafas kasih dan persaudaraan untuk melenyapkan kepalsuan dan kebohongan di antara manusia. Darahnya menjadi saksi atas cara hidup kita dan juga menuntut kita untuk memberikan kesaksian secara tepat dan benar. Kita telah dibangunkan dan dibangkitkan setelah merayakan paska. Dan kita sudah menjadi orang yang percaya. Itu artinya kita mau hidup secara benar. Kita mohonkan kekuatan Allah agar kita mampu membuktikan kemenangan kita dalam praktik hidup kita. Untuk itu kita akui kelemahan dan dosa kita..



Renungan

Dalam setiap perkara biasanya selalu ada orang yang berperan sebagai saksi. Orang yang berperan sebagai saksi dalam perkara biasanya diambil sumpahnya sebelum memberi kesaksian. Sumpah yang diucakpan saksi itu dimaksudkan agar ia memberi kesaksian yang benar dan jujur. Kesaksian yang jujur dan benar akan menjamin kemenangan dalam perkara apa saja. Beberapa hari lalu saya sempat menonton vcd tentang proses pengadilan terhadap Fabianus Tibo, Cs yang terjadi di pengadilan negeri Sulawesi., terkait Kasus Poso III. Seperti kita ketahui bersama Fabianus Tibo bersama dua temannya dijatuhi hukuman mati karena dinyatakan bersalah melakukan tindakan pembunuhan terhadap sejumlah warga dalam kerusuhan Poso. Dalam rekaman itu jelas terlihat beberapa orang yang tampil sebagai saksi bersumpah sebelum memberikan kesaksian. Dari kasus itu atau dari semua perkara orang menuntut keadilan yang harus dilahirkan dari kejujuran, ketulusan, keterbukaan. Dalam setiap perkara ada yang kalah ada yang memang. Yang menang belum tentu karena kesaksiannya benar dan jujur. Demikian juga sebaliknya. Pelbagai protes terhadap lembaga pengadilan di negeri kita muncul justru karena keputusan banyak yang berlawanan dengan nilai kebenaran dan kejujuran. Dunia kitapun telah menjadi tempat pertarungan kebohongan dengan kebohongan.

Kisah, cerita, wacana penipuan, manipulasi, kebohongan saat ini sudah menjadi makanan utama masyarakat di negara kita termasuk di wilayah kita. Banyak macam kebohongan yang menimpa masyakarakat kita saat. Minggu lalu, ketika pengadilan Negeri Ruteng memutuskan bahwa KPUD Manggarai kalah dalam kaitannya dengan gugatan perkara pilkada, spontan orang merasa ditipu dan dibohongi. Keputusan itu telah membuat ribuan warga gelisah dan cemas. Pelbagai pernyataan bernada cemas dan gelisah mulai bermunculan. Para pendukung dan tim sukses pun mulai menggalang kekuatan menggelar demonstrasi yang dibalas dengan aksi serupa. Orang sederhana biasanya selalu cepat menarik kesimpulan bahwa politik itu adik atau sadara dekatnya penipuan dan kebohongan. Politik sering disamkan saja dengan penipuan. Hasil akhirnya terjadi permusuhan dan saling sikut antarsesama dalam satu wilayah bahkan dalam satu keluarga. Penipuan dan pembohongan itu terus ditiup agar orang tidak lagi percaya kepada orang-orang tertentu. Di mana-mana orang menyebarkan kebohongan, penipuan dan manipulasi untuk kepentingan diri sendiri. Dan tentu kita semua tahu bagaimana reaksi kita kalau berhadapan dengan orang yang suka menipu, suka berbohong. Reaksi kita yang normal adalah tidak mau percaya, menolak untuk percaya. Ketidakpercayaan atau sikap tidak mau percaya adalah lawan untuk setiap kebohongan dan penipuan. Kita harus dan sepantasnya jangan percaya pada aneka bentuk pembohongan, penipuan atau maniplasi dalam segala bentuknya.

Firman Tuhan yang diperdengarkan kepada kita pada hari ini menuntut kita untuk percaya kepada apa yang benar dan menolak setiap kebohongan hasil olahan tangan-tangan gatal, hasil permainan lidah-lidah yang bercabang, hasil spekulasi pikiran dan otak yang menyesatkan manusia. Tuntutan untuk percaya dalam bacaan hari adalah tuntutan untuk mencari kebenaran dan mengatasi dusta dan kebohongan. Memperjuangkan kebenaran dan menolak kebohongan menuntut kita untuk menyamakan, mempersatukan pikiran dan kehendak. Sikap percaya hanya akan ada kalau orang memiliki kesamaan pandangan, kesamaan rasa, kesamaan semangat. Selama kita manusia merasa diri lebih dari orang lain; selama kita merasa diri harus berbeda dengan orang lain maka rasa saling percaya tidak mungkin terbangun dan bertumbuh dalam kehidupan kita. Saling percaya itu lahir dalam kebersamaan. Bukan muncul dalam kesendirian atau dalam keterpisahan dengan orang lain. Aspek kebersamaan atau dimensi kebersamaan merupakan syarat bagi sikap percaya.

Kisah para rasul dalam bacaan pertama tadi secara sangat jelas menekankan sikap saling percaya itu lahir dalam kebersamaan. Konsep sehati sejiwa yang disampaikan dalam bacaan percaya pada dasarnya adalah konsep yang menuntut manusia untuk hidup, ada bersama dalam kesetaraan. Kesehatian dan kesejiwaan di antara orang beriman menjadi identitas yang menentukan kita sebagai orang yang percaya. Dimensi kebersamaan yang menjadi jiwa dari sikap hidup orang percaya juga menjadi tanda bahwa manusia mampu memberikan kesaksian tentang Tuhan yang bangkit. Konsep yang sama sudah dikenal dalam masyarakat kita yang dirumuskan dalam ungkapan filosofis: muku ca puu neka woleng curup, nakeng ca wae neka woleng tae, ipung ca tiwu neka woleng wintuk. Kisah para rasul menggambarkan pola hidup jemaat perdana yang hidup dalam persekutuan dan dalam kebersamaan. Persekutuan dan kebersamaan yang terbentuk bagi jemaat perdana itu didasarkan pada kasih dan solidaritas. Kasih dan solidaritas itulah nilai yang mereka dapatkan dari Yesus yang hidup, mati lalu bangkit. Kebersamaan dan solidaritas dalam kasih sudah menjadi indentitas pengikut Kristus.

Membentuk hidup bersama dalam semangat solidaritas sebagai bukti kemuridan kita pada Yesus bukanlah hal mudah. Hidup bersama dalam kasih dan dalam semangat solidaritas membutuhkan perjuangan. Tidak mudah lagi bagi kita dan manusia zaman ini untuk membentuk suatu kebersamaan atau persekutuan seperti jemaat perdana. Untuk dapat hidup dalam persatuan dengan suasana kasih manusia atau kita harus mampu mengalahkan dunia. Dan dunia yang paling kecil, paling dekat tetapi paling sulit dikuasaiadalam diri kita sendiri. Diri kita dengan segala macam ambisi, cita-cita dan harapannya yang tinggi membuat kita sulit menguasai diri kita. Manusia yang tidak mampu menguasi dunia dirinya sendiri adalah manusia yang tidak datang dari Allah. Bacaan kedua tadi mengisyaratkan hal itu kepada kita. Setiap orang yang lahir dari Allah harus mengalahkan dunia dirinya. Dunia yang paling dekat dengan kita adalah diri kita sendiri. Dunia yang paling sulit dikalahkan adalah diri kita sendiri. Dunia yang paling sulit dibersihkan adalah dunia diri kita sendiri. Yohanes mencatat bahwa manusia yang lahir dari Allah dan mampu mengalahkan dunia adalah manusia yang percaya kepada Kristus. Itu artinya apa? Itu artinya kalau orang percaya kepada Kristus maka orang itu telah mengisi hidupnya dengan semangat Kristus. Begitu orang percaya kepada Kristus maka saat itulah manusia mengsongkan dirinya dan menerima Yesus dalam diri dan hidupnya. Dengan kata lain begitu manusia percaya akan Kristus maka segala segala unsur yang menguasai diri manusia ditaklukkan.

Percaya kepada Kristus itu tidak semudah yang kita ucapkan ketika kita membaharui janji baptis kita. Percaya kepada Kristus secara lebih rohani dan secara lebih konkret operasional berarti kita mau mematuhi segala perintah-Nya. Mau meneladani segala kebajikan yang pernah digelar Yesus. Mau hidup dalam kasih persaudaraan. Kemanagan manusia yang paling gemilang menurut bacaan kedua hari adalah hidup menurut perintah Tuhan. Dan hidup menuru perintah Tuhan merupakan buah dari iman. Yohanes menulis dan menunjukkan kepada kita: Inilah kemenangan yang mengalahkan dunia adalah iman kita. Iman akan Tuhan melalui kepatuhan manusia akan perintah Tuhan memungkinkan manusia hidup dalam kebenaran dan senantiasa berkemenangan. Percaya kepada Kristus melalui praktik hidup yang nyata berarti memberi kesaksian tentang kebenaran. Kita semua adalah manusia yang berkebenaran dan berkemenangan. Kita berkebenaran dan berkemenangan karena darah dan korban Kristus. Roh Kristus sebagai kebenaran abadi telah membantu kita untuk bersaksi tentang kebenaran, tentang kejujuran. Roh Kristus yang kita terima akan mengalahkan segala bentuk kepalsuan, penipuan, kebohongan yang menguasai hidup manusia saat ini.

Mencari orang yang mudah percaya zaman ini sangatlah sulit. Mengapa? Ya karena dunia kita memang sudah dikuasai narasi dan bahasa penuh kebohongan. Sikap tidak mudah percaya ini menjadi penyakit keturunan yang kita wariskan dari seorang yang bernama Thomas. Injil menampilkan kisah kehadiran Yesus di tengah-tengah kerumuman para murid. Yesus datang dalam kebersamaaan para murid yang masih ketakutan. Dalam kebersamaan seperti itu Yesus hadir dan memberi Damai kepada mereka yang ada bersama. Kebersamaan mereka itu mendamaikan. Mereka diberi damai untuk dibagikan kepada orang lain. Yesus berkata kepada mereka : Sama seperti bapa telah mengutus Aku membawa damia kepadamu, demikian juga hendaknya kami pergi membagikan damai untuk orang lain. Semua mereka yang berkumpul itu menerima damai dan mendapat tugas perutusan. Hanya Thomas yang tidak menerima damai itu. Ia tidak menerima, tidak mengalami, tidak menyaksikan Tuhan yang menampakkan diri setelah bangkit, karena memang dia memisahkan diri dari kebersamaan. Ia memisahkan diri dari persekutuan. Thomas membuat sesuatu yang lain. Artinya dia tidak lagi sehati dan sejiwa dengan kelompok murid lainnya.

Ketidakhadiran, keberpisahan Thomas dari persekutuan para murid ternyata melahirkan sikap yang baru dan berlawanan dengan kehidupan sebelumnya. Tohmas menjadi manusia yang tidak percaya akan kehadiran Tuhan. Thomas menjadi manusia yang tidak percaya lagi akan penyertaan Tuhan atas kehidupan para murid. Sebelumnya mereka semua termasuk Thomas percaya sungguh-sungguh akan Yesus yang mereka ikuti. Sebelumnya mereka semua mengakui Yesus sebagai putra Allah setelah mengalami pelbagai tanda dan mukjizat. Thomas percaya hanya ketika ia berada dalam persekutuan. Begitu ia memisahkan diri, menjauhkan diri, mengambil jarak dari persekutuan itu, ia menjadi orang tidak percaya. Ia menganggap apa yang disampaikan murid lainnya sebagai kebohongan, penipuan. Ia menuntut bukti fisik. Tangannya harus masuk ke dalam luka dan lambung Yesus. Suatu bentuk ketidakpercayaan yang paling besar.

Apa yang dapat kita renungkan dari sikap tidak percaya rasul Thomas ini? Mungkin tiga hal ini yang bisa kita petik dari kisah Thomas hari ini. Pertama ketidakhadiran seseorang dalam satu peristiwa yang penting bisa melahirkan masalah untuk kemudian hari. Banyak masalah dalam hidup kita dan dalam masyarakat muncul kalau orang yang dulu tidak hadir atau belum lahir dalam peristiwa atau kesepakatan tertentu kemudian bertindak seolah-olah hadir atau sudah lahir. Dalam situasi seperti itu yang dikatakan hanyalah kebohongan dan tipu daya. Di san akan lahir para saksi dusta yang memberi keterangan dan kesaksian yang palsu.

Kedua, ketidakhadiran atau pemisahan diri dari kebersamaan membuat orang tidak percaya. Para murid lain memberikan kesaksian dan melaporkan secara jujur tentang apa yang mereka lihat, mereka saksikan, mereka alami, mereka terima ketika Yesus menampakkan diri. Mereka adalah saksi yang benar karena melihat dan hadir tetapi Thomas tetap tidak mau percaya. Dalam pengalaman hidup kita, dewasa ini banyak saksi sejarah yang sungguh hadir, yang terlibat dalam satu peristiwa, kesepakatan, perjanjian, pernyataan suaranya tidak lagi didengar apalagi untuk dipercaya. Mereka memberikan kesaksian secara lisan seperti para murid tetapi manusia pintar dewasa ini memutar lidahnya, memperpanjang lidah mereka dengan menuntut bukti tertulis seperti Thomas yang menuntut supaya tangannya dimasukkan ke dalam luka-luka Yesus. Ketidakpercayaan kepada saksi sejarah adalah sumber segala masalah dalam kehidupan kita. Zaman kita saat ini hanya percaya dan menerima kesaksian yang tertulis hitan atas putih meskipun banyak juga penipuan dokumen.

Ketiga, Kisah Injil hari ini terjadi seminggu setelah kebangkitan, setelah darah Yesus ditumpahkan untuk mengutuhkan, meneguhkan perjanjian baru antara Allah dan manusia. Itu artinya darah menjadi saksi perjanjian. Dalam perjanjian lama perjanjian antara manusia dengan Yahwe diteguhkan dalam darah binatang seperti kambing, atau domba, dalam perjanjian baru itu diteguhkan oleh darah Yesus sendiri. Darah Kristus adalah darah perjanjian yang mahal. Darah itu menuntut semua kita untuk hidup dalam kepercayaan dan dalam kebenaran. Bukan hidup dalam kebohongan, penipuan dan kepalsuan. Perjanjian dengan mengorban binatang lebih besar tuntutan moral daripada perjanjian dengan kata-kata yang tertulis. Apa konsekuensinya? Kalau orang membuat perjanjian/kesepakatan dengan darah binatang (ayam, kambing, babi) itu artinya kalau orang kemudian mengingkari, mengangkangi perjanjian itu maka darah binatang itu akan menuntutnya dan akan mendapat nasib seperti binatang perjanjian itu. Perjanjian dengan darah binatang adalah sumpah yang memilki sangsi moral paling tinggi. Dan kita, Darah Yesus telah meneguhkan kita.

Darah Yesus tertumpah untuk kita. Darahnya adalah darah perjanjian yang menuntut kita untuk hidup dalam kebenaran. Memberikan kesaksian secara benar. Hidup dan bersaksi secara benar berarti kita sunguh-sunguh percaya akan Kristus yang bangkit, yang senantiasa menawarkan damai untuk kita. Marilah kita belajar untuk berkata benar, untuk hidup secara benar sambil melepaskan kepalsuan, kebohongan, pengingkaran kita. Amin



Kisol, 22 April 2006

Rm. Bone Rampung, Pr

No comments:

Post a Comment