Renungan Misa Perutusan
Rm.Bone, Rm.Don, Fr.Kristian, Fr.Redy
Kis.3,1-10; Mrk.10,46-52
Seminari Kisol Kamis, 14 Juni 2012
Emas dan Perak tidak ada pada kami….
Bukanlah hal yang baru bagi Komunitas ini untuk menjadikan moment
perpisahan sebagai moment perutusan. Karena itu kita lebih suka menggunakan
rumusan misa perutusan daripada menggunakan rumusan misa perpisahan. Perpisahan
itu konotasinya pasif negatif sedangkan perutusan konotasinya aktif dan
positif. Aktif dan positif karena perutusan itu identik dengan tugas yang
diterima untuk dilaksanakan sesuatu. Pertanyaan pokoknya satu saja: diutus
untuk apa? Pertanyaan lainnya akan mengarah pada pertanyaan pokok ini.
Pertanyaan itu, hari ini diarahkan kepada kami berempat dan jawaban kami tentu
berbeda-beda sesuai konteks kami. Meskipun demikian sebagai orang beriman tentu
kita menyatukan semuanya dalam makna perutusan yang lebih luas lagi. Kami
berempat yang telah menjejakkan kaki di tempat ini akan pergi. Kami pergi kamu
tinggal, kamu punya harapan atas kami dan kami punya perjuangan untuk harapan
kamu. Saat ini kita berada dalam konteks perutusan sebagai orang beriman.
Karena itulah, moment ini jangan dilihat sebagai hal istimewa hanya buat kami
yang akan pergi tetapi sebagai saat istimewa buat kita semua. Keistimewaan
moment ini bagi kita bisa ditemukan melalui pesan firman Tuhan yang
diperdengarkan untuk kita saat ini.
Dua kisah tadi terjadi di tempat yang berbeda. Pertama terjadi di
Gerbang indah Yerusalem yang merupakan salah satu dari delapan gerbang masuk ke
kota Yerusalem. Gerbang indah merupakan gerbang yang paling banyak dilalui para
peziarah. Saya pertama kali masuk kota Yerusalem tahun lalu justru melalui
gerbang indah ini meski berdesakan dengan ribuan peziarah dari seluruh dunia.
Di sana pemandu menunjukkan kami tempat Petrus dan Yohanes menyembuhkan orang
lumpuh yang dikisahkan dalam bacaan pertama tadi. Bacaan injil
menampilkan kisah yang mirip tetapi lokasinya ada di gerbang kota Yerikho.
Pemandu juga telah menunjukkan kami tempat itu setelah melintasi pohon Zakeus
dan bukit pencobaan. Sepintas dua kisah tadi memang berkaitan dengan dunia
medis karena berbicara tentang penyembuhan orang lumpuh dan orang buta, tetapi
bagi saya sebenarnya dua teks ini juga mewacanakan perutusan orang beriman yang
berkaitan dengan proses belajar.
Setiap perutusan dapat dikatakan sebagai saat untuk belajar dalam
konteks yang seluas-luasnya. Setiap orang yang diutus untuk suatu tugas
tertentu dengan sendirinya dan bahkan tanpa disadari ditempatkan ke dalam
kerangka prilaku dan peritindak belajar. Mengapa? Karena untuk menjalankan misi
perutusan secara benar orang dituntut untuk mempelajari banyak hal. Untuk dapat
mempelajari banyak hal orang yang diutus itu harus mampu mendisposisikan dri
sebagai orang yang membutuhkan bantuan dan pertolongan orang lain. Orang
yang diutus itu harus dan mesti menempatkan diri dan seluruh sikapnya dalam
spirit perjuangan seorang lumpuh atau seorang yang buta. Proses perutusan,
proses belajar bermula dan terjadi ketika seseorang merasakan adanya
keterbatasan pada dirinya. Perutusan juga membahasakan keterbatasan. Orang
lumpuh diusung ke gerbang Yerusalem karena keterbatasan fisik. Orang buta ke
gerbang Yerikho juga karena keterbatasan fisik.
Dua bacaan tadi menampilkan tokoh-tokoh yang memiliki
keterbatasan. Dua bacaan ini tampaknya mirip karena tokoh yang ditampilkan
relatif sama-sama berada dalam keterbatasan fisik. Dalam bacaan pertama kita
mendengarkan kisah seorang tokoh yang lumpuh secara fisik berhadapan dengan
Petrus dan Yohanes. Injil menanmpilkan kisah orang yang buta berhadapan dengan
Yesus. Alur kisah dua bacaan yang melibatkan dua tokoh yang sama-sama cacat
fisik dengan seting tempat yang berbeda; Gerbang Indah Yerusalem dan Gerbang
Yeriko. Yerusalem itu terletak sembilan kilo meter sebelah Timur kota Yerikho.
Apa yang terjadi di Gerbang Indah Yerusalem itu? Dan apa yang bisa kita
dapatkan dari peristiwa itu? Pesan pokok dari kisah orang lumpuh di Gerbang
Yerusalem itu berkaitan dengan adanya empat model manusia berhadapan dengan
tawaran Keselamatan Tuhan untuk manusia. Baiklah kita lihat ayat demi ayat
bacaan pertama tadi.
Pada suatu hari menjelang waktu sembahyang, yaitu pukul tiga
petang, naiklah Petrus dan Yohanes ke Bait . Di situ ada seorang
laki-laki, yang lumpuh sejak lahirnya sehingga ia harus diusung. Tiap-tiap hari
orang itu diletakkan dekat pintu gerbang Bait Allah, yang bernama Gerbang
Indah, untuk meminta sedekah kepada orang yang masuk ke dalam Bait Allah.
(ay.1-2). Ayat ini mau menegaskan kepada kita bahwa Tidak semua orang
yang pergi ke Bait Allah memiliki motivasi untuk menyembah Allah. Dari teks
tadi kita mengenal beberapa golongan orang yang datang ke Bait ALLAH.
Golongan pertama diwakili Petrus dan Yohanes. Keduanya "naik"
ke Bait ALLAH untuk berkomunikasi dengan Allah, mendekatkan diri kepada Allah.
Kata "naik" memiliki arti mencari perkara-perkara yang di atas.
Petrus dan Yohanes mewakili manusia yang sungguh-sungguh beribadah. Ayat ini
sejalan dengan bagian lain penginjil Markus yang menulis bahwa Yesus mengutus
murid-murid-Nya berdua-dua dan melengkapi mereka dengan Firman dan Kuasa Roh
Kudus sebagai senjata dalam melawan kuasa roh-roh jahat(Mrk. 6,7)
Model kedua yaitu orang lumpuh. Nama orang lumpuh itu tidak
dinyatakan; hanya disebutkan "seorang laki-laki". Orang lumpuh
ini mewakili orang-orang yang belum memiliki "nama", artinya orang
yang belum menerima keselamatan. Posisi orang lumpuh ini baru berada di dekat
pintu gerbang Bait Allah, belum masuk melalui pintu gerbang. Hanya tinggal
selangkah lagi baginya untuk memasuki Bait Allah, namun langkah yang menentukan
ini belum ditempuhnya. Dia hanya meminta para pengusung meletakkan dirinya di
gerbang karena targetnya memintah sedekah. Kita ingat apa yang ditulis Yohanes
tentang kata-kata Yesus: Akulah pintu; barangsiapa masuk melalui AKU, ia akan
selamat dan ia akan masuk dan keluar dan menemukan padang rumput (Yoh.10,9)
Orang yang belum diantar, masuk lewat pintu gerbang Bait Allah
sebenarnya belum dapat disebut orang Kristen sejati. Sebab pintu gerbang itu
adalah Kristus sendiri. Sebagai seorang yang belum melangkahkan kakinya
melewati pintu gerbang, orang lumpuh ini belum menerima Kristus sebagai
Juruselamat.
Dinamika perjumpaan kedua murid dengan orang lumpuh itu berlanjut.
Ketika orang lumpuh itu melihat, bahwa Petrus dan Yohanes hendak masuk ke Bait
Allah, ia meminta sedekah. Mereka menatap dia dan Petrus berkata:
"Lihatlah kepada kami." Lalu orang itu menatap mereka
dengan harapan akan mendapat sesuatu dari mereka. (ay.3-5) Kata-kata Petrus ini
seolah-olah orang lumpuh itu tidak bisa melihat Petrus dan Yohnaes. Padahal
sebelumnya si lumpuh melihat keduanya sebab dia bermaksud meminta
sedekah. Pasti dan jelas ada makna khusus yang terkandung dalam kata-kata
Petrus kepada si pengemis lumpuh ini, "Lihatlah kepada kami!"
Bukan sekadar memandang wajah Petrus dan Yohanes. Yang dimaksudkan Petrus
adalah mengubah cara pandang. "Ubahlah cara engkau memandang."
Bagi Petrus orang lumpuh itu hanya mata fisiknya yang terbuka melihat tetapi
mata hatinya buta tertutup. Berbeda dengan Bartimeus yang mata fisik buta
tetapi mata hatinya terbuka. Cara pandang Petrus dan Yohanes sangat bertolak
belakang dengan cara pandang si pengemis lumpuh itu.
Petrus dan Yohanes sebagai murid Kristus menegaskan bahwa mereka
dapat meminta kepada Allah, tetapi bukan mengemis seperti si lumpuh itu. Orang
lumpuh itu justru tidak meminta dan berharap kepada Allah; dia hanya berharap
menerima belas kasihan dari manusia yang hanya memberi sedekah sekadarnya.
Mengarapkan menerima karena rasa belas kasih sesama manusia adalah mental
seorang pengemis. Tidak terbersit kerinduan dan keinginan dalam dirinya untuk
mendapatkan kesembuhan melalui para imam dan rasul yang setiap hari lewat di
hadapannya menunju Bait Allah. Yang ada dalam pikiran si lumpuh itu hanyalah
uang. Pola pikir seperti ini mau diubah Petrus dan Yohanes.
Harapan orang lumpuh untuk menerima banyak uang dari Petrus dan
Yohanes adalah harapan yang sia-sia. Sebab Yesus mengutus para murid dengan
pesan agar tidak membawa bekal atau pun uang. Hanya tongkat -gambaran salib
TUHAN- yang boleh mereka bawa dan menjadi andalan mereka dalam perutusan.
Perkataan Petrus, "Lihatlah kepada kami" mengingatkan si
lumpuh itu, bahwa Petrus juga tidak memiliki uang, namun tidak membuat Petrus
menjadi pengemis. "Lihatlah kami" merupakan ajakan Petrus kepada si
lumpuh untuk memikirkan perkara-perkara di atas, untuk melangkahkan kaki masuk
ke dalam Bait Allah. Setelah langkah yang terpenting itu dijalani, maka orang
akan menerima segala berkat Allah yang mencukupkan segala kebutuhan hidupnya.
Di samping kedua rasul dan orang lumpuh itu, ada kelompok ketiga
yaitu orang-orang yang meletakkan si pengemis lumpuh di depan pintu gerbang
Bait Allah Kelompok ini menggambarkan orang yang penuh semangat bersaksi dan
menolong agar orang lain mau datang kepada Tuhan. Namun sayangnya,
niatnya tidak tuntas, kesaksiannya tidak membawa berkat keselamatan bagi orang
lain, sebab mereka memberi kesaksian yang salah. Mereka hanya
menggembar-gemborkan kesembuhan, berkat kekayaan dan berkat-berkat jasmani
lainnya, tetapi tidak menceritakan kasih Allah yang rela mati menyelamatkan
orang berdosa. Kesaksian yang tidak memberitakan salib Tuhan tidak akan membawa
perubahan pada si pengemis lumpuh itu: orang lumpuh selamanya akan tetap lumpuh!
Salib adalah kuasa kematian dan kebangkitan yang membawa
kesembuhan bagi si lumpuh seperti yang dinyatakan Petrus sendiri. Itulah modal
perutusan Petrus dan kawan-kawannya. Petrus berkata: "Emas dan perak tidak
ada padaku, tetapi apa yang kupunyai, kuberikan kepadamu: Demi nama Yesus
Kristus, orang Nazaret itu, berjalanlah!(Kis.3,6). Petrus dan Yohanes hanya
memiliki modal Nama Yesus. Di sini jelas bagi kita bahwa pertolongan
materi tidak akan mengubah profesi orang lumpuh itu sebagai pengemis. Hanya
Nama Yesuslah yang telah mengubahnya secara rohani menjadi pengikut Kristus
yang sanggup berjalan dan tidak lagi meminta-minta. Hal ini jelas terlihat
dalam ayat berikutnya:
Lalu Petrus memegang tangan kanan orang itu dan membantu dia
berdiri. Seketika itu juga kuatlah kaki dan mata kaki orang itu. Ia
melonjak berdiri lalu berjalan kian ke mari dan mengikuti mereka ke dalam Bait
Allah, berjalan dan melompat-lompat serta memuji Allah (ay.7-8). Petrus
membantu si lumpuh itu berdiri merupakan gambaran orang-orang yang telah
mengenal kuasa kebangkitan TUHAN memiliki kerelaan membantu orang-orang yang
imannya masih lemah. Orang lumpuh ini baru mendengar Nama YESUS dan masih perlu
dibantu dan didorong pertumbuhan imannya. Petrus dan Yohanes yang
dikuasai Roh Kristus yang bangkit dengan ringan tangan membimbing dan mendoakan
orang yang baru mengenal TUHAN agar tetap teguh dalam iman. Lazimnya
orang lumpuh sejak lahir tidak akan langsung berdiri, apalagi berjalan. Pasti
membutuhkan waktu untuk belajar berjalan. Namun orang lumpuh ini dapat segera
berdiri, berjalan, bahkan melompat! Jamahan TUHAN atas orang lumpuh ini
membuktikan kuasa Nama Tuhan yang tidak terbatas.
Pertolongan Tuhan yang dialami si lumpuh ini membawanya ke Bait
Allah mengikuti Yohanes dan Petrus. Tanpa dikomando, orang yang disembuhkan ini
memuji Tuhan sambil melompat-lompat untuk mengekspresikan rasa syukur dan
sukacita yang luar biasa. Dan bersama pemazmur berdoa "berbahagialah
orang-orang yang diam di rumah Tuhan" (mzr.84,5) Diam di rumah Tuhan
berarti sudah masuk melewati pintu gerbang keselamatan, seperti yang
dialami si pengemis lumpuh itu.
Golongan keempat adalah orang banyak atau rakyat kebanyakan.
Seluruh rakyat itu melihat dia berjalan sambil memuji Allah, lalu
mereka mengenal dia sebagai orang yang biasanya duduk meminta sedekah di
Gerbang Indah Bait Allah, sehingga mereka takjub dan tercengang tentang apa
yang telah terjadi padanya (ay.9-10). Ayat ini jelas menampilkan satu model
sikap manusia berhadapan dengan karya Tuhan. Rakyat yang menyaksikan
peristiwa kesembuhan si lumpuh di gerbang Indah Yerusalem itu hanya takjub,
tidak lebih dari itu. Hati mereka tidak tergerak memuji TUHAN seperti si lumpuh
yang disembuhkan. Mereka hanya menjadi penonton yang pasif. Bila sikap seperti
ini dipertahankan, sudah pasti selamanya golongan ini hanya akan
"menonton" dan menjadi penonton mujizat, bukan mengalami dan menjadi
penikmat mujizat.
Tanpa berniat menyamakan diri dengan Petrus dan Yohanes, kami
berempat yang diutus hari ini juga tidak punya emas dan perak untuk siapa saja
yang selama ini kami jumpai dan kami layani. Frater Redy, dan Frater Kristian,
Rm.Don dan saya juga datang ke Seminari ini bukan membawa emas atau perak untuk
dibagikan. Kami datang hanya membawa keyakinan bahwa Tuhan sendiri bisa memakai
kami untuk sesuatu yang kiranya baik untuk dibagikan. Karena itu kalau memang
ada hal baik yang dirasakan sudah kami berikan, janganlah memuji kami. Pujilah
Tuhan yang memakai kami untuk meneruskan kebaikan-Nya kepada kita dan siapa
saja yang memerlukan keterlibatan kami. Saya berharap ketiga saudara saya yang
diutus hari ini juga sepakat bahwa kita datang dan hidup di sini untuk
memperkenalkan Kristus yang telah memanggil kita tanpa emas dan perak. Semangat
yang sama kiranya terus kami bawa dalam tugas perutusan yang baru. Harapannya
semakin banyak orang yang diantar masuk ke rumah Tuhan untuk mengenal dan
memuji Tuhan.
Sebagai pengikut Kristus kami berempat kemungkinan masih bertemu
dengan banyak orang lumpuh dan orang buta yang membutuhkan setuhan, perhatian
Tuhan, jamahan Kasih Tuhan dan menggunakan kami sebagai alat di tangan-Nya
untuk melaksanakan karya sebersar dan seagung itu. Kalau Petrus dan Yohanes
dihadapkan dengan orang lumpuh di gerbang kota Yerusalem, maka mungkin kami
akan menghadapi orang lumpuh yang lain dalam perutusan kami. Kalau Yesus yang
mengutus kami dahulu berhadapan dengan Bartimeus yang meminta matanya
dicelikkan maka kemungkin kami berempat akan bertemu dengan model kebutaan
manusia zaman ini dalam tugas perutsuan yang baru. Terus terang dari kami
berempat belum ada yang bisa membuat mujizat membuat orang lumpuh bisa berjalan
dan membuat orang buta bisa melihat. Meskipun demikian kami yakin Tuhan telah
memakai kami dalam cara Tuhan sendiri untuk membebaskan orang dari model
kelumpuhan dan kebutaan dalam bentuk yang lain melalui tugas, pekerjaan kami.
Semua itu jelas kami tidak tahu tetapi Tuhan mengetahui semuanya dan tentu
orang lain yang bisa mengatakan itu kalau memang mereka merasa mendapatkan kebaikan
Tuhan melalui diri kami.
Perutusan itu, sore ini memang difokuskan kepada
kami berempat tetapi sesungguhnya semua kita adalah utusan Tuhan karean kita
telah menjadi murid Tuhan. Zaman sekarang amat kurang jumlah orang yang lumpuh
secara fisik tetapi tetapi di mana-mana kita temukan orang yang lumpuh
mentalnya, lumpuh nuraninya, lumpuh karakternya. Zaman sekarang amat kurang
orang buta fisik seperti Bartimeus tetapi tidak berkurang manusia yang buta
nuraninya, buta mata hatinya, buta mata kehendaknya. Ketika praktik
ketidakjujuran, ketidakadilan, kurupsi, menyontek ambisi berkuasa dibiarkan
tumbuh dan ditoleransi di sana kelumpuhan demi kelumpuhan, kebutaan demi
kebutaan akan bertumbuh. Kalau semua itu dibiarkan, termasuk dibiarkan terjadi
di lembaga terhormat lembaga calon imam ini maka hapuslah slogan dan jargon
pendidikan karakter dari silabus pendidikan kita. Menyembuhkan orang lumpuh dan
buta fisik jauh lebih mudah daripada menyembuhkan orang yang lumpuh dan buta
secara mental, kejiwaan dan rohani. Keadilan, kejujuran, kebenaran tidak bisa
dibeli dan dinilai dengan uang. Karena itu, sungguh merupakan penghinaan kepada
Tuhan yang adil, Tuhan yang benar ketika orang beriman mengukur kejujran,
kebenaran, dan keadilan itu dengan uang. Uang bukanlah alat yang pas untuk
dipakai sebagai kompensasi sebuah kebenaran dan keadilan. Saya percaya kita
semua mau disembuhkan dari lumpuh dan buta metal. Saya percaya kita semua ingin
masuk ke dalam rumah Tuhan dan mau berjalan bersama Tuhan membawa kebenaran.
Semua kita bisa mengambil kata-kata Petrus: Emas dan Perak tidak ada pada kami
tetapi kebenaran tentang Kristus yang bangkit itulah yang kami bawa dan
wartakan. Dalam semangat ini kita akan selalu berkata dalam harapan seperti
Bartimeus: Tuhan, semoga aku melihat. Kata-kata Bartimeus inilah menjadi
semangat perutsan kami berempat di tempat yang baru. Doakan kami berempat agar
dalam perutusan kami, kami membawa semangat Petrus dan Yohanes kerinduan
Bartimeus. Semoga
No comments:
Post a Comment