Saturday, September 19, 2015

RENUNGAN MINGGU BIASA KE-25 THN.B1



HARI MINGGU BIASA XXV THN B1 20 September 2015
Keb 2:12.17‑20; Yak 3:16‑4:3; Mrk 9:29‑36
Kapela STKIP St.Paulus Ruteng
==============================================

Buka

Semua yang baik dan semua yang jahat bisa datang dari sumber yang sama yaitu hati kita. Niat baik dan niat jahat bisa datang dari hati yang mengendalikan arah gerak dan orientasihidup kita. Pesan Tuhan untuk kita hari ini tidak lain membebaskan hati kita dari perasaan iri karena akan membusukan hidup kita. Mari kita memohonkan Tuhan membersihkan hari kita dari semua perasaan iri hati, dengki, dan dendam agar kita diberi hati yang baru untuk suatu kehidupan yang lebih damai dan menyenangkan. Kita awali perayaan ini dengan mengakui kelmahan dan semua dosa yang menguasai hati kita.

Renungan
Jika kepada setiap orang (kita) diminta menyebutkan satu tanda bahwa seseorang itu orang baik, apa jawaban kita? Apa tandanya seorang itu termasuk orang baik? Tandanya yang tepat adalah seorang itu dibenci. Kalau seseorang dibenci karena seseorang itu baik, maka orang itu memang baik. Idealnya, orang baik itu disayangi, disenangi. Logika dan hukum kehidupan yang biasa adalah orang baik disayangi, dan orang jahat dibenci dan dijauhi. Kenyataan membuktikan bahwa pada umumnya orang baik  itu bukannya disayangi tetapi justru dibenci dan menjadi sasaran kebencian orang jahat. Kenyataan lain mebuktikan bahwa setiap kejahatan mendatangkan malapetaka dan penderitaan. Kejahatan menaburkan dan menumbuhkan penderitaan. Setiap kejahatan menyebakan penderiataan baik bagi orang lain maupun terlebih untuk pelaku kejahatan. Kitab Amsal mengingatkan, "Siapa mengejar kejahatan akan ditimpa kejaha­tan" (Ams 11:27) karna kejahatan seserang akan menelan dirinya  sendiri (Pkh 8:6).  Ini logika atau hukum kejahatan. Sebaliknya tidak ada kebaikan yang menyebabkan penderitaan bagi orang lain dan bagi diri sendiri. Setiap kebaikan yang dihidupkan melahirkan ketenangan, keamanan, dan tenteram dalam kehidupan.
Kenyataan menunjukkan kita bahwa kejahatan bukan hanya menimpa penjahat, tetapi justru lebih banyak dialami orang baik. Ketika penjahat melakukan kejahatan, dampaknya bukan saja  dialami si penjahat tetapi juga dialami orang baik.  Saat kejahatan dilakukan pelaku bisa bergembira tetapi orang lain yang menderita akibat kejahatan itu. Korban pertama untuk setiap kejahatan adalah orang‑orang baik yang tidak bersalah.
Semua bacaan yang diperdengarkan kepada kita hari ini menegaskan bahwa dampak kejahatan dialami orang baik. Sastra Kebijaksanaan Salomo dalam bacaan pertama memberikan kita informasi tentang bagaimana niat, rancangan, strategi, dan rencana orang jahat terhadap orang baik. Rencana penjahat itu menucul karena orang baik dianggap sebagai pengganggu dan penghalang pekerjaan mereka yang jahat. "Marilah kita menghadang orang yang baik, sebab bagi kita ia menjadi gangguan serta menentang pekerjaan kita ... Mari kita mencobainya dengan aniaya dan siksa agar kita mengenal kelembutannya serta menguji kesabaran hatinya. Hendaklah kita menjatuhkan hukuman mati keji terhadapnya, sebab menurut katanya ia pasti mendapat pertolongan" (Keb 2:12.19‑20).
Teks ini menyadarkan kita bahwa penderitaan, penyiksaan, dan penga­niayaan yang dialami orang‑orang baik itu datang dari luar, dari para penjahat. Orang baik tidak akan merencanakan dan melakukan kejahatan yang membuat orang lain menderita. Orang baik tidak akan menyiksa diri dan sesamanya, tidak akan menciptakan beban bagi orang lain. Orang baik menderita sengsara karena  datang dari luar, dari orang‑orang jahat. Persis kondisi seperti itulah yang dialami orang-orang baik, para nabi yang digambarkan di dalam kisah-kisah kitab suci. Injil mencatat bahwa  Yesus menderita karena kejahatan orang yang merasa terganggu karena kebaikan Yesus. Yesus menegaskan, "Anak Manusia akan diserahkan ke dalam tangan manusia, dan mereka akan membunuh Dia, dan tiga hari sesudah dibunuh Ia akan bangkit" (Mrk 9:31). Yesus benar‑benar menderita sengsara dan merasa terasing dan dikelilingi oleh permusuhan. Semua bentuk penderitaan yang dialami Yesus datang dari luar, dari manusia jahat dan berdosa.
Jika kita mengkritisi dan bertanya tentang alasan paling mendasar sampai kejahatan itu menimpa orang-orang baik, maka hanya ada dua jawabannya. Surat Santu Yakobus dalam bacaan kedua mencatat dua hal itu tidak lain adalah iri hati dan egoisme. "Setiap iri hati dan egoisme melahirkan kejahatan. Di mana ada iri hati dan mementingkan diri sendiri di situ ada kekacauan dan segala macam perbuatan jahat. Kamu iri hati, namun kamu tidak mencapai tujuanmu, lalu kamu bertengkar dan kamu berkelahi" (Yak 3:16; 4:2). Kekacauan dan perbuatan jahat lahir dari iri hati dan egoisme. Karena iri hati manusia bertengkar dan bermusuhan. Karena ada iri hati manu­sia mengejar sesamanya, menyaingi, dan bahkan membinasakan sesamanya. Kitab Amsal mencatat bahwa satu-satunya kekuatan yang mampu membusukan tulang, adalah sikap iri hati. "iri hati membusukkan tulang" (Ams 14:30). Sesungguhnya iri hati tidak hanya membusukkan tulang tetapi juga membusukkan hati. Hati yang busuk tidak hanya menghasilkan perbuatan busuk, tetapi juga penderitaan yang busuk. Begitulah iri hati membuat orang busuk di dalam hatinya, busuk juga dalam perbuatannya dan akhirnya menciptakan penderitaan yang busuk untuk kehidupan orang lain. Iri hati dan egoisme merupakan kekuatan jahat yang berdaya menghancurkan tatatan kehidupan yang aman dandamai.
Kekuatan iri hati dan egoisme yang menghancurkan itu dibangun dan ditopang hawa nafsu yang saling berjuang dan menguasai manusia. Rasul Yakobus dalam suratnya menulis, "Dari manakah da­tangnya sengketa dan pertengkaran di antara kamu? Bukankah da­tangnya dari hawa nafsumu yang saling berjuang di dalam tubuhmu? Kamu mengingini sesuatu, namun kamu tidak memperolehnya, lalu kamu membunuh" (Yak 4:1‑2). Sengketa dan pertengkaran datang dari dan karena hawa nafsu. Permusuhan antara manusia juga lahir dari banyaknya hawa nafsu yang "saling bersaing" dalam diri, merebut keinginan yang tidak tercapai. Benarlah kalau orang mengatakan bahwa  manusia itu sesungguhnya merupakan nafsu yang berjalan.
Gambaran tentang manusia sebagai nafsu berjalan tampak dalam penggalan injil hari ini. Dalam perjalanan para murid Yesus bertengkar satu sama lain karena nafsu akan kuasa. Di tengah jalan "mereka mempertengkarkan siapa yang terbesar di antara mereka" (Mrk 9:34). Nafsu untuk memperoleh kekuasaan, jabatan, dan prestise serta nafsu untuk menjadi yang terbesar di atas orang‑orang lain melahirkan per­tengkaran, perkelahian dan bahkan pembunuhan di antara manusia. Dengan nafsu yang tidak terkendali untuk mempertahakan dan mengejar kekuasaan dan menjadi orang besar, manusia berperang melawan dirinya sendiri dan melawan orang lain. Saat nafsu menguasai manusia maka ia tidak akan mampu memandang orang lain sebagai "saudara atau sahabat", melainkan sebagai musuh yang harus dilawan, dika­lahkan, dan dimusnahkan.
Sebagai orang baik bagaimana kita harus menghadapi orang‑orang jahat yang dikuasai oleh iri hati, egoisme dan hawa nafsu seperti itu? Apakah kita mesti berhenti menjadi baik, jujur, rendah hati, setia dan menjalankan segala kebaikan dan kebajikan yang ada pada kita, hanya karena taidak mau disebut sebagai pengganggu yang mengancaman menentang pekerjaan orang‑orang jahat? Apakah kita harus menyerah pada perbuatan jahat, biar aman dan tidak lagi diganggu atau dicobai oleh orang‑orang jahat? Aman dalam kejahatan dan dengan kejahatan bukanlah suatu kebajikan yang terpuji. Kebajikan yang terpuji adalah perasaan aman dalam kebaikan dan dengan kebaikan, sebab kebajikan seperti itu akan menguatkan dan meneguhkan kita untuk tetap dan teguh melakukan yang baik. Berada dalan kebajikan kebaikan memungkinkan kita terus  melakukan perbuatan baik dan terus menghasilkan yang terbaik seturut kemampuan kita meskipun ada risiko orang jahat  terganggu seperti pengalaman Yesus.
 Iri hati, egoisme, dan nafsu sering membawa orang pada sikap tidak mau mencari jalan keluar yang baik untuk setiap masalah. Membalas dendam tidak akan menyelesaikan persoalan, tetapi dendam justru menyuburkan, menumbuhkan, dan membuah­kan banyak persoalan baru pada masa depan. Dalam persoalan rasa dendam Paus Yohanes Paulus I menasihatkan, “ lebih baik mengambil sikap diam daripada memilih rencana balas dendam. Dalam sikap diam, engkau akan mampu bertobat untuk mengasihi juga musuh‑musuhmu. Maka, dengan memilih "diam", "perdamaikanlah mula‑mula dirimu dengan Allah, perbaruilah hatimu, tunjukkanlah cinta untuk menggantikan dengki, gantilah kemarahan dengan kesabaran, gantilah ketamakan yang tak terkendalikan dengan kesederhanaan dan ugahari. Jika engkau telah bertobat dalam batinmu dan membar­ui dirimu, maka engkau akan melihat dunia ini dengan mata yang lain dan engkau menemukan suatu dunia yang berubah. Nasihat seperti ini sesungguhnya merupakan penjabaran atau parafrase dari apa yang Yesus ajarkan, "Kamu telah mendengar firman: Kasihilah sesamamu manusia dan bencilah musuh­mu. Namun Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu" (Mat 5:43‑44).  "Kamu telah mendengar firman: Mata ganti mata dan gigi ganti gigi. Namun Aku berkata kepadamu: Janganlah kamu melawan orang yang berbuat jahat kepadamu" (Mat 5:38).
Semua kita, kapan dan di mana saja, pasti merindukan suatu model kehidupan yang aman dan damai. Suasana aman dan damai yang didambakan itu harus mulai dari hati setiap manusia, setiap kita.  Kalau hati kita dipenuhi semangat damai dan aman maka apa yang kita katakan dan lakukan pasti dituntutn oleh semangat damai dan aman itu. Dan musuh hati yang damai, hati yang aman adalah iri hati, ingat diri yang dikendalikan oleh kencenderungan yang disebut nafsu. Dan nafsu itu macam-macam antara lain mau berkuasa, mau dihormati, mau dinilai hebat, mau dianggap paling penting, menjadi yang terkaya, mau menjadi yang paling pintar, mau menjadi segalanya. Semakin banyak kemauan yang tidak realistis menguasa kita semakin hati kita terbagi-bagi dan itu yang membuat kita tidak damai dengan diri sendiri dan juga sulit berdamai dengan orang lain dan lingkungan kita.
Semoga pesan yang Tuhan sampaikan melalui bacaan hari ini mendorong kita untuk terus berupaya mengikis rasa iri yang mengkin sudah mudlai atau telah mengisi ruang hati kita. Kita menyingkirkan iri hati dan egoisme itu karena iri hati membusukan kehidupan kita. Semoga.

 Menjadikan Hati Putih tanpa Iri dan Dendam

No comments:

Post a Comment