Sunday, September 13, 2015

RENUNGAN MINGGU BIASA KE-24 THN.B1



Renungan Minggu Biasa ke-24 Thn.B/1
Yes 50:5‑9a; Yak 2:14‑18; Mrk 8:27‑35
Paroki Kristus Raja, Mbaumuku 13 September 2015
======================================================

 Buka
Tuhan mengingatkan kita dalam bacaan hari ini tentang konsistensi antara pengakuan iman dan perilaku sebagai waujud iman. Kita kadang-kadang mengaku beriman tetapi kadang-kadang pula berbuat berlawanan dengan iman. Kita sadari itu untuk mengawali perayaan keselamatan ini
Renungan
Kisah-kisah injil memberikan kita informasi tentang panggilan dan keterpilihan sekelompok nelayan seputar Danau Galilea untuk menjadi murid dan pengikut Yesus.  Sejak mereka dipilih Yesus, mereka  selalu berada bersama dan dalam kebersamaan dengan Yesus.  Yesus memanggil murid-murid untuk tinggal dan hidup bersama Yesus, mengalami apa yang dialami Yesus.  Berada bersama Yesus memungkinkan mereka kompak dan saling mengenal satu sama lain secara lebih baik dan intensif.  Ada pengandaian yang logis bahwa tinggal dan hidup bersama Yesus berarti membuka kemungkinan bahwa para murid itu dapat mendengarkan pengajaran dan menyaksikan segala tindakan Yesus. Hal ini dilakukan agar murid-murid dapat berpikir dan bertindak seperti Yesus. Keakraban dalam kebersamaan dan saling mengenal dalam kedekatan merupakan target Yesus mengumupulan para murid-Nya.
Tinggal bersama Yesus merupakan masa yang penting untuk membangun sikap “kemuridan”, solidaritas, kekompakan. Kekompakan dan rasa solider satu sama lain hanya bisa diwujudkan jika orang selalu ada bersama karena dalam kebersamaan mereka saling mengenal lebih mendalam. Sikap itulah yang diinginkan Yesus dari para murid-Nya. Yesus menguji kualitas mutu dan intensitas kebersamaan para murid itu selama berada dan hidup bersama Yesus. Ujian untuk kualitas relasi dan kebersamaan di antara para murid itu hanya dirumuskan dalam dua pertanyaan kepada para murid-Nya. Pertanyaan pertama Yesus, ingin mengetahui bagaimana para murid mendengarkan komentar orang-orang banyak di luar para murid, tentang dirinya.  “Kata orang banyak, siapakah aku ini?” Jawaban orang banyak yang direkam para murid itu amat beragam. Jawaban yang beragama itu patut dimengerti karena memang orang banyak tidak hidup bersama dengan Yesus seperti halnya para murid. Pertanyaan kedua isinya tetap sama tetapi yang ditanya adalah pendapat para murid yang sedah lama ada dan berada bersama Yesus. “ Menurut kamu, siapakah Aku ini?”
Jawaban para murid, orang-orang dekat Yesus yang diwakili Petrus itu tegas, pasti, dan tidak mendua. Petrus mewakili kelompok para murid menegaskan bahwa Yesus yang mereka kenal selama ada bersama mereka adalah Mesias. Kepastian dan kebenaran jawaban kelompok para murid ini menegaskan kepada kita bahwa kebersamaan para murid bersama Yesus itu sungguh merupakan kebersamaan yang bermartabat, bernilai, bermutu, dan sesuai dengan apa yang dikehendaki Yesus. Jawaban para murid ini menegaskan dan membenarkan bahwa relasi Yesus dengan para murid itu bukan sekadar kerumunan atau gerombolan manusia tetapi suatu kebersamaan yang memiliki orienasi dan tujuan mului. Jawaban Petrus yang mewakili para murid membenarkan kata-kata dan klaim Yesus untuk para murid itu. Kebersamaan Yesus dengan para murid dan seluruh misi-Nya  membuat murid-murid masuk dalam kehidupan-Nya. Benar dan tepatlah kalau  Yesus bersabda, “Aku menyebut kamu sahabat karena Aku telah memberitahukan kepadamu segala sesuatu yang kudapatkan dari Bapa-Ku” (Yoh 15:15). Yesus meminta para murid untuk tinggal di dalam Dia dan Yesus tinggal di dalam hati mereka. “Tinggallah di dalam Aku dan Aku tinggal di dalam kamu” (Yoh 15:4). Kedua ayat ini memberikan kita keyakinan bahwa kebersamaan Yesus dengan para murid itu merupakan kebersamaan yang penuh makna, bermutu, dan berkualitas.
Proses menjadi pengikut Yesus tidak segampang yang dibayangkan sekalipun murid-murid itu selalu bersama Yesus. Pengakuan spontan Petrus bahwa Yesus itu “Mesias”  sesungguhnya lahir dari konsep dan pemahaman yang lebih khusus dan mendalam tentang pribadi Yesus. Ungkapan  Mesias itu berasal dari pandangan khusus tentang Yesus. Petrus melihat Yesus sebagai “Pemberita yang diurapi Allah” (Pemberita Mesias) dengan tugas Mesianik yang datang untuk melakukan pekerjaan sebagai Imam Raja, Imam Besar (pemberi berkat); imam yang memberi diri sebagai kurban. Tugas Mesianik ini berhubungan dengan pekerjaan menebus, yang dilaksanakan Yesus sendiri sesuai dengan rencana Allah.  Dari pihak Allah, Yusus adalah kurban anugerah untuk menebus manusia berdosa.
Jawaban Petrus adalah kesaksian yang mewakili gambaran dan harapan umat Israel pada saat itu. Bagi Yesus, ungkapan Petrus belum cukup sebagai seorang pengikut Kristus.  Bagi Yesus jawaban Petrus belum pas untuk seorang yang telah menjadi sahabat. Yesus menuntut lebih dari sekadar mengakui Yesus sebagai Mesias. Bagi Yesus para murid harus bisa melakukan, meneladani apa yang dilakukan Yesus. Yesus menuntut penghayatan yang nyata dari kata-kata untuk membuktikan bahwa kebersamaan mereka adalah kebersamaan bermutu, berkualitas. 
Kualitas suatu persahabatan harus bisa dibuktikan dalam sikap dan tindakan yang menyatakan solidaritas. Penghayatan harus disertai dengan perbuatan. Itulah sebabnya Yesus menegaskan “Setiap orang yang mau mengikuti Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikuti Aku” (Mrk 8:34). Yesus mengharapkan para murid tetap bersama Yesus. Yesus mengingatkan mereka semua tentang  sesuatu yang akan terjadi. Yesus mempertanyakan  apakah penghayatan hidup bersama Yesus dapat membuat mereka percaya dan berani menyangkal diri serta rela berkorban demi keselamatan umat manusia?
Tututan Yesus akan  kualitas persahabatan itu adalah perbuatan nyata. Peryataan iman, pengakuan iman tidak cukup tanpa perbuatan. Kata rasul Yakobus dalam bacaan kedua beriman itu adalah tindakan, beriman itu adalah perbuatan, beriman itu adalah bertindak. Iman itu meruapakan tindakan? Jawabannya karena  beriman tanpa perbuatan adalah mati. Dengan kata lain lebih baik orang mati bersama imannnya  daripada ia hidup tanpa perbuatan yang membutikan keberimanannya. Mati setelah melakukan banyak kebaikan meski tidak beriman itu jauh lebih baik dari pada mati setelah beriman tetapi tidak pernah berbuat baik.
Pesan tiga bacaan hari ini amat jelas menuntut kita untuk tidak sekadar beriman tetapi berimat yang berbuat. Menjadi beriman, pengikut Kristus, utusan Tuhan bukan saja mengajar, tetapi juga melaksanakan dan menghayati apa yang diajarkan. Prasyarat karya apostolik yang berhasil yakni adanya pengalaman akan hubungan pribadi yang akrab dengan Kristus. Apa yang kita wartakan sebenarnya memancarkan kualitas hubungan kita yang mendalam dengan Kristus sendiri. Relasi yang baik dan kuat dengan Tuhan memungkinkan kita mampu mengaksikan iman kita. Relasi yang baik dengan Tuhan memungkinkan kita tahan karena kita dibentengi gunung batu yang tidak mungkin terkalahkan.  Yesaya sepeti yang dinubuatkan dalam bacaan pertama meyakinkan kita bahwa iman yang berbuahkan tindakan, iman yang hidup adalah iman yang bersandar pada kekkuatan dan kebesaran kuasa Tuhan.  Yesaya tegar dan tidak berpaling hanya karena ia mengandalkan Tuhan sebagai gunung batunya. Hanya dengan bersandar pada kekuatan Tuhan kita bisa berbicara dan mewartakan Tuhan yang kita imani. Hanya dalam solidaritas dengan Tuhan yang hadir dalam diri sesama kita bisa menjadi murid dan sahabat Yesus.
Tono dan Tomi adalah dua bersahabat yang belasan tahun hidup bersama dalam suana sangat akrab. Selama ada bersama mereka menunjukkan rasa solidaritas  yang tinggi. Banyak orang iri menyaksikan Tono dan Tomi yang hidup rukun dan setia kawan ini. Suatu hari kedua bersahabat ini ke hutan untuk berburu.  Setelah mereka memasuki arena htan rimba, tiba-tiba seekor harimau menguntit mereka. Melihat binatang buas itu Tono segera menyelamatkan diri dan lari mendapatkan sebatang pohon. Ia menyelamatkan diri ke atas dahan pohon dan tidak bergerak. Sementara itu, Tomi yang fisiknya akak besar kesulitan untuk berlari cepat secepat Tono. Menyadari keadaannya tidak memungkinkan Tomi akhirnya jatuh dan ia berpura-pura mati dan menahan napas. Harimau mendekatinya dan mulai mencium tubuh Tomi. Tono mebisu dari balaik dahan menyaksikan adegan menegangkan itu. Ia menyaksikan harimau itu menjilati tubuh Tomi sahabatnya. Ia menyaksikan mulut singa itu mencium telinga Tomi. Singa mengira Tomi sudah lama mati sehingga tidak diapa-apakannya. Saat itu sekor rusa melintas dan hari mau tadi segera tinggalkan Tomi karena harus mengejar rusa yang melintas.
Setlah yakin harimau menjauh Tono turun dari dahan persembunyiannya dan mendapati Tomi yang selamat dari terkemanan harimau. Tono meminta Tomi agar menceritakan apa yang dikatakan atau dibisikan harimau kepada Tomi saat harimau itu mencium telinga Tomi. Tomi menyampaikan ada satu rahasia besar yang harimau sampaikan. Tono mendesak apa rahasia yang dibisikkan harimau itu. Tomi terus didesak dan akrena terdesak Tomi berkata kepada Tono, Teman, harimau itu mengatkan kepada saya dan mengingatkan saya katanya: “Tomi, janganlah sekali-kali engkau bersahabat dengan orang yang segera melepaskan engkau justru saat engkau harus membutuhkan bantuannya”. Tono sangat terpukul karena kata-kata Tomi itu.
Bersahabat dan beriman itu harus dibuktikan dalam perbuatan bukan hanya menjadi kata-kata.  Kita telah mengakui Yesus sebagai Mesias seperti pengakuan Petrus dan para murid. Pengakuan dan beriman saja belum cukup. Mari kita belajar berbuat karena beriman dan beriman untuk berbuat yang baik. Amin

No comments:

Post a Comment