Misa Peringatan Setahun Agustinus
Daniel Hartanto
Pkh. 3,1-11; Yoh. 6,37-44
Kapel Frateran
BHK Oro-Oro Dhowo Malang 4 Agustus 2014
Buka
Sore hari ini kita berkumpul dalam perayaan
Ekaristi dengan ujud khusus memohon kerahiman Tuhan untuk Agustinus Daniel
Hartanto. Kita memperingati setahun almarhum dipangggil Tuhan, bukan untuk
membuka dan memperdalam rasa duka dan kecemasan kita tetapi justru kita
mengenangkannya sebagai pijakan bagi kita untuk tetap bersemangat. Bersemangat
karena percaya akan janji Tuhan yang berkuasa mengatur segalanya termasuk
mengatur kelahiran dan kematian manusia.
Kita yang masih hidup tentu memhonkan agar mereka
yang dipanggil Tuhan beristirahat dalam kemuliaan dan kedamian. Sebaliknya,
mereka yang kita doakan, yang telah berpulang tentu mengharapkan agar kita
tetap berjuang mengisi waktu kehidupan, terbebas dari rasa putus asa. Kita
berdoa semoga semangat kita dan semangat keluarga, pengharapan kita dan
pengharapan keluarga tetap teguh. Kita bawa semuanya dalam perayaan kematian
dan kebangkitan Tuhan ini. Kita akui salah dan dosa kita...
Renungan
Dalam mengenang kepergian almahum Agustinus
Daniel Hartanto ini, saya mengajak kita
semua dan teristimewa keluarga yang ditinggalkan untuk memaknai dan menerima
dalam iman rencana Tuhan berkaitan dengan kepergian Almahum. Mengawali renungan
ini saya mengajak kita semua untuk menyimak dan merasakan beberapa fakta
seputar kematian yang menjadi berita utama dalam beberapa mingggu belakangan
ini.
Harian Kompas
dan berbagai media sosial lainnya, kemarin menurunkan berita dengan judul yang
menyedihkan, 516 pemudik tewas karena
kecelakaan lalulintas selama dalam rentang waktu 22 Juli hingga 2 Agustus 2014.
Itu laporan resmi secara nasional dari Mabes Polri.
Dari
sekian banyak berita kecelakaan saya ambil dua berita yang paling tragis yang
terjadi di Muntilan dan Situbondo. Di Muntilan sebuah mobil Suzuki Carry bertabrakan dan
terbakar menewaskan empat orang penumpang yang merupakan satu keluarga: suami,
istri dan 2 anak. Di Situbondo mobil Daihatsu
Xenia B 1768 KFQ milik satu keluarga
asal Bojong Malang terguling di Jalan Raya Baluran. Mobil yang memuat satu
keluarga berjumlah 7 orang itu terguling dan menewaskan 3 dari 7 anggota keluarga
itu.
Berita lain tentang fakta kematian yang menyedot perhatian dunia berkaitan
dengan kecelakaan pesawat terbang. Tanggal
17 hingga 25 Juli 2014 boleh dikatakan sebagai pekan paling mengerikan untuk
dunia penerbangan. Setelah pesawat MH-170 milik Malaysia hilang bersama 238
penumpannya,lagi-lagi pesawat Malaysia Airlines MH-17 tertembak dan jatuh di
Ukraina, merenggut 298 jiwa penumpang. Menyusul pesawat Trans Asia Airway jatuh saat mendarat darurat di Taiwan menewaskan
47 penumpangnya dan menyusul lagi
tragedi yang menimpa maskapai Air Algerie, yang menewaskan 119 penumpangnya.
Pengamat penerbangan mengklaim 2014 adalah tahun yang paling
aman dalam sejarah tranportasi udara, tetapi kenyataannya jumlah korban jiwa justru
meningkat 300 persen sejak 2013. Tercatat 763 penumpang dan awak kabin tewas
dalam kecelakaan pesawat sepanjang 2014. Jumlah tersebut 498 lebih tinggi,
dibandingkan tahun 2013 hanya 265 jiwa. Juli 2014 boleh dikatakan sebagai bulan
terburuk dalam sejarah penerbangan dilihat dari jumlah penumpang yang
meninggal. Dalam kasus jatuhnya pesawat di Ukraina tercatat ada 12 orang WNI. Dan
yang mengerikan, satu keluarga 4 orang yaitu Yuli Hastini asal Solo yang mau
berlibur ke Solo bersama suaminya John Paulisen dan dua anak mereka Arjuna
Martin Paulisen dan Srikandi Paulisen tewas dalam kecelakaan itu.
Bagaimana reaksi dan perasaaan kita, sandainya kisah-kisah
kematian massal keluarga seperti ini menimpa keluarga-keluarga kita? Satu anggota keluarga meninggal saja
kita merasa sedih, apalagi kalau satu keluarga meninggal sekaligus. Tidak
terbayangkan bagaimana susana dan reaksi keluarga besar yang ditinggalkan.
Lebih dari itu, mengapa saya mengangkat fakta kematian massal, yang menimpa
satu keluarga? Saya sama sekali tidak bermaksud membangkitkan rasa sedih
berkepanjangan dalam diri kita tetapi justru saya mau mengatakan kepada kita
bahwa cobaaan dan derita, apalagi kematian itu dialami semua orang, semua
keluarga.
Saat ini kita boleh ingat anggota keluarga kita yang telah
meninggal tetapi coba bayangkan kalau
saat ini kita menjadi salah satu anggota keluarga dari satu keluarga (4 orang) yang
terbakar dalam kecelakaan di Muntilan, atau keluarga (3 orang) yang tewas di
Situbondo, atau keluarga Ibu Yuli yang tewas bersama suami dan dua anak mereka?
Saya kira kita akan menyadari bahwa cobaan dan
derita kita masih jauh lebih ringan daripada yang dialami
keluarga-keluarga lainnya ini. Dengan membandingkan seperti ini kita harapkan
bahwa kita tidak tenggelam dalam perasaan duka berkepanjangan apalagi putus dan
kehilangan harapan. Tuhan mencobai kita dalam batas kemampauan kita untuk
mengukur kekuatan iman kita dan sekaligus mengukur kualitas harapan kita.
Apa artinya cobaan dan derita sebagai pengukur iman dan
harapan kita? Jawabannya ada dalam firman Tuhan yang kita dengarkan dalam
bacaan-bacaan yang kita gunakan. Sungguh menarik membaca dan merenungkan kitab
Pengkhotbah karena segalanya berada dalam keteraturan dan keseimbangan ang
dikaitkan dengan waktu. Kitab Pengkhotbah dengan tegas mengatakan bahwa segala
sesuatu di kolong langit ada waktu dan masanya. Itu artinya apa saja dan siapa
saja yang ada di bumi ini tidak ada yang kekal atau abadi. Dunia adalah
perubahan, dunia diwarnai perubahan dan pergantian dan itulah yang menjadikan kehidupan menarik dan penuh
dinamika.
Hal yang menarik untuk kita renungkan dari kitab Pengkhotbah
adalah persolan lahir dan meninggal. Ada waktu lahir dan ada waktu meninggal.
Pada ayat 2 ada kata lahir-meninggal dan pada ayat 4 ada kata menangis-tertawa;
meratap-menari. Kalau ayat 2 dan ayat 4 ini kita sejajarkan maka kita akan
temukan pasangan kata lahir-menangis; meninggal-tertawa atau lahir-meratap,
meninggal-menari. Pasangan kata seperti ini tentu tidak biasa untuk kita. Saat
orang lahir biasanya kita bergembira, senang, tertawa dan saat orang meninggal
kita menangis, sedih, dan meratap. Apakah penulis kitab suci tidak keliru?
Kitab suci sama sekali tidak keliru dan tidak salah karena
yang tertawa dan menangis itu adalah orang yang lahir dan yang meninggal. Saat
seorang bayi dilahirkan semua orang lain senang tetapi tetapi bayi harus
menangis dan jika tidak menangis harus dibuat agar menangis. Sebaliknya, ketika
seseorang meninggal semua yang lain menangis dan bersedih tetapi yang meninggal
senang, tertawa, dan menari karena dibebaskan dari beban kehidupan di dunia.
Konsep ini sesuai dengan ajaran iman kita bahwa kematian
adalah awal suatu kehidupan kekal penuh sukacita. Dalam konteks ini pula maka kita
yang ditinggalkan diharapkan tidak tengelam dalam duka berkepanjangan apalagi
berputus asa. Kita yang masih hidup diharapan mengisi waktu sesuai rencana
Tuhan. Segala sesuatu yang terjadi dan kita alami dalam hidup hanyalah seringan
dan variasi di jalan yang kita lewati bermula dari kelahiran hingga kematian.
Hidup kita terentang antara dua waktu yaitu lahir dan mati?
Yesus memlaui penginjil Yohanes juga meneguhkan dan
menguatkan kita bahwa dengan janjiinya
yang tidak terbatalkan akan setiap orang yang datang kepada-Nya. Almahum
Agustinus Daniel Hartanto merupakan pemberian dan hadiah gratis dari Tuhan
untuk dititipkan sementara kepada keluarga dan orangtua. Sebagai orangtua tentu
keluarga telah memelihara dan merawat titipan itu dan setahun lalu titipan itu
diambil kembali oleh Tuhan sebagai pemiliknya. Ada waktunya Tuhan memberikan
itu kepada keluarga dan setahun lalu Tuhan mengambilnya kembali. Sebagai orang
yang percaya kita hanya bisa bersyukur karena pernah dipercayakan untuk
menerima dan memelihara pemberian Tuhan.
Dalam iman kita tentu yakin bahwa Tuhan memanggilnya untuk
menikmati sukcita abadi. Semua yang Tuhan berikan akan diambilnya dan Tuhan
tidak membiarkan pemeberiannya hilang. Setahun lalu Agustinus Daniel Hartanto
hilang dari pandangan fisik kita dan keluarga tetapi ada dan hidup secara
rohani di hadapan Tuhan sang pemilik kehidupan itu. Yesus dalam injil
menegaskan bahwa Dia akan menjemput setiap orang yang datang kepada-Nya. Dalam
keyakinan seperti inilah kita menerima kenyataan ini dalam ketegaran semangat,
dalam keteguhan iman dan harapan.
Almarhum Agustinus sudah diselamatkan Tuhan, dan tentu
alharhum lebih berbagia lagi jika semua keluarga yang ditinggalkan tetap
menjalani kehidupan secara lebih bersemangat lagi, terutama dalam mengembangkan
amal dan kebaikan kepada orang lain. Masih ada Agutinus Daniel Hartanto memang
telah dipanggil pulang tetapi TUhan pasti mengirim Agustinus-Agustinus yang
lain kepada keluarga yang ditinggalkan. Jika keluarga tetap hidup bersemangat
membantu orang apalagi memperlakukan orang lain seperti yang pernah dilakukan
untuk Agustinus maka kepergian Almarhum bukannya mematahkan semangat kita
melainkan justru memacu semangat dan meneguhkan iman dan pengharapan kita dalam
kerinduan sampai janji Tuhan terlaksana. Yesus sebagai yang pertama bangkit
sudah berjanji bukan hanya kepada Agustinus yang telah dipanggilanya setahun
lalu, tetapi juga untuk kita yang masih. Tidak ada jalan lain selain kita terus
berjuang sampai tiba waktunya kita juga dipangggil. Semoga Tuhan terus memberi
kita semua semangat iman dan harapan.
Amin
Pengkhotbah 3,1-11
Untuk segala sesuatu
ada masanya, untuk apa pun di bawah langit ada waktunya. Ada waktu untuk lahir,
ada waktu untuk meninggal, ada waktu untuk menanam, ada waktu untuk mencabut
yang ditanam; ada waktu untuk membunuh, ada waktu untuk menyembuhkan; ada waktu
untuk merombak, ada waktu untuk membangun; ada waktu untuk menangis, ada waktu
untuk tertawa; ada waktu untuk meratap; ada waktu untuk menari; ada waktu untuk
membuang batu, ada waktu untuk mengumpulkan batu; ada waktu untuk memeluk, ada
waktu untuk menahan diri dari memeluk; ada waktu untuk mencari, ada waktu untuk
membiarkan rugi; ada waktu untuk menyimpan, ada waktu untuk membuang; ada waktu
untuk merobek, ada waktu untuk menjahit; ada waktu untuk berdiam diri, ada
waktu untuk berbicara; ada waktu untuk mengasihi, ada waktu untuk membenci; ada
waktu untuk perang, ada waktu untuk damai. Apakah untung pekerja dari yang
dikerjakannya dengan berjerih payah? Aku telah melihat pekerjaan yang diberikan
Allah kepada anak-anak manusia untuk melelahkan dirinya. Ia membuat segala
sesuatu indah pada waktunya, bahkan Ia memberikan kekekalan dalam hati mereka.
Tetapi manusia tidak dapat menyelami pekerjaan yang dilakukan Allah dari awal
sampai akhir.
Yohanes 6,37–44
Semua yang diberikan
Bapa kepada-Ku akan datang kepada-Ku, dan barangsiapa datang kepada-Ku, ia
tidak akan Kubuang. Sebab Aku telah turun dari sorga bukan untuk melakukan
kehendak-Ku, tetapi untuk melakukan kehendak Dia yang telah mengutus Aku. Dan
Inilah kehendak Dia yang telah mengutus Aku, yaitu supaya dari semua yang telah
diberikan-Nya kepada-Ku jangan ada yang hilang, tetapi supaya Kubangkitkan pada
akhir zaman. Sebab inilah kehendak Bapa-Ku, yaitu supaya setiap orang, yang
melihat Anak dan yang percaya kepada-Nya beroleh hidup yang kekal, dan supaya
Aku membangkitkannya pada akhir zaman." Maka bersungut-sungutlah orang
Yahudi tentang Dia, karena Ia telah mengatakan: "Akulah roti yang telah
turun dari sorga." Kata mereka: "Bukankah Ia ini Yesus, anak Yusuf,
yang ibu bapa-Nya kita kenal? Bagaimana Ia dapat berkata: Aku telah turun dari
sorga?" Jawab Yesus kepada mereka: "Jangan kamu bersungut-sungut.
Tidak ada seorang pun yang dapat datang kepada-Ku, jikalau ia tidak ditarik
oleh Bapa yang mengutus Aku, dan ia akan Kubangkitkan pada akhir zaman.
No comments:
Post a Comment