Monday, August 4, 2014

RENUNGAN 1 TAHUN ARWAH AGUST. D.HARATANTO

Misa Peringatan Setahun Agustinus Daniel Hartanto
Pkh. 3,1-11; Yoh. 6,37-44
Kapel Frateran BHK Oro-Oro Dhowo Malang 4 Agustus 2014

 Buka

Sore hari ini kita berkumpul dalam perayaan Ekaristi dengan ujud khusus memohon kerahiman Tuhan untuk Agustinus Daniel Hartanto. Kita memperingati setahun almarhum dipangggil Tuhan, bukan untuk membuka dan memperdalam rasa duka dan kecemasan kita tetapi justru kita mengenangkannya sebagai pijakan bagi kita untuk tetap bersemangat. Bersemangat karena percaya akan janji Tuhan yang berkuasa mengatur segalanya termasuk mengatur kelahiran dan kematian manusia. 
Kita yang masih hidup tentu memhonkan agar mereka yang dipanggil Tuhan beristirahat dalam kemuliaan dan kedamian. Sebaliknya, mereka yang kita doakan, yang telah berpulang tentu mengharapkan agar kita tetap berjuang mengisi waktu kehidupan, terbebas dari rasa putus asa. Kita berdoa semoga semangat kita dan semangat keluarga, pengharapan kita dan pengharapan keluarga tetap teguh. Kita bawa semuanya dalam perayaan kematian dan kebangkitan Tuhan ini. Kita akui salah dan dosa kita...  

Renungan
Dalam mengenang kepergian almahum Agustinus Daniel Hartanto  ini, saya mengajak kita semua dan teristimewa keluarga yang ditinggalkan untuk memaknai dan menerima dalam iman rencana Tuhan berkaitan dengan kepergian Almahum. Mengawali renungan ini saya mengajak kita semua untuk menyimak dan merasakan beberapa fakta seputar kematian yang menjadi berita utama dalam beberapa mingggu belakangan ini.
Harian Kompas dan berbagai media sosial lainnya, kemarin menurunkan berita dengan judul yang menyedihkan,  516 pemudik tewas karena kecelakaan lalulintas selama dalam rentang waktu 22 Juli hingga 2 Agustus 2014.  Itu laporan resmi secara nasional dari Mabes Polri.
Dari sekian banyak berita kecelakaan saya ambil dua berita yang paling tragis yang terjadi di Muntilan dan Situbondo. Di Muntilan sebuah mobil  Suzuki Carry bertabrakan dan terbakar menewaskan empat orang penumpang yang merupakan satu keluarga: suami, istri dan 2 anak. Di Situbondo mobil Daihatsu Xenia B 1768 KFQ  milik satu keluarga asal Bojong Malang terguling di Jalan Raya Baluran. Mobil yang memuat satu keluarga berjumlah 7 orang itu terguling dan menewaskan 3 dari 7 anggota  keluarga  itu.
Berita lain tentang fakta kematian  yang menyedot perhatian dunia berkaitan dengan kecelakaan pesawat terbang. Tanggal 17 hingga 25 Juli 2014 boleh dikatakan sebagai pekan paling mengerikan untuk dunia penerbangan. Setelah pesawat MH-170 milik Malaysia hilang bersama 238 penumpannya,lagi-lagi pesawat Malaysia Airlines MH-17 tertembak dan jatuh di Ukraina, merenggut 298 jiwa penumpang. Menyusul pesawat Trans Asia  Airway jatuh saat mendarat darurat di Taiwan menewaskan  47 penumpangnya dan menyusul lagi tragedi yang menimpa maskapai Air Algerie, yang menewaskan 119 penumpangnya.
Pengamat penerbangan mengklaim 2014 adalah tahun yang paling aman dalam sejarah tranportasi udara, tetapi kenyataannya jumlah korban jiwa justru meningkat 300 persen sejak 2013. Tercatat 763 penumpang dan awak kabin tewas dalam kecelakaan pesawat sepanjang 2014. Jumlah tersebut 498 lebih tinggi, dibandingkan tahun 2013 hanya 265 jiwa. Juli 2014 boleh dikatakan sebagai bulan terburuk dalam sejarah penerbangan dilihat dari jumlah penumpang yang meninggal. Dalam kasus jatuhnya pesawat di Ukraina tercatat ada 12 orang WNI. Dan yang mengerikan, satu keluarga 4 orang yaitu Yuli Hastini asal Solo yang mau berlibur ke Solo bersama suaminya John Paulisen dan dua anak mereka Arjuna Martin Paulisen dan Srikandi Paulisen tewas dalam kecelakaan itu.
Bagaimana reaksi dan perasaaan kita, sandainya kisah-kisah kematian massal keluarga seperti ini menimpa keluarga-keluarga  kita? Satu anggota keluarga meninggal saja kita merasa sedih, apalagi kalau satu keluarga meninggal sekaligus. Tidak terbayangkan bagaimana susana dan reaksi keluarga besar yang ditinggalkan. Lebih dari itu, mengapa saya mengangkat fakta kematian massal, yang menimpa satu keluarga? Saya sama sekali tidak bermaksud membangkitkan rasa sedih berkepanjangan dalam diri kita tetapi justru saya mau mengatakan kepada kita bahwa cobaaan dan derita, apalagi kematian itu dialami semua orang, semua keluarga.
Saat ini kita boleh ingat anggota keluarga kita yang telah meninggal  tetapi coba bayangkan kalau saat ini kita menjadi salah satu anggota keluarga dari satu keluarga (4 orang) yang terbakar dalam kecelakaan di Muntilan, atau keluarga (3 orang) yang tewas di Situbondo, atau keluarga Ibu Yuli yang tewas bersama suami dan dua anak mereka? Saya kira kita akan menyadari bahwa cobaan dan  derita kita masih jauh lebih ringan daripada yang dialami keluarga-keluarga lainnya ini. Dengan membandingkan seperti ini kita harapkan bahwa kita tidak tenggelam dalam perasaan duka berkepanjangan apalagi putus dan kehilangan harapan. Tuhan mencobai kita dalam batas kemampauan kita untuk mengukur kekuatan iman kita dan sekaligus mengukur kualitas harapan kita.
Apa artinya cobaan dan derita sebagai pengukur iman dan harapan kita? Jawabannya ada dalam firman Tuhan yang kita dengarkan dalam bacaan-bacaan yang kita gunakan. Sungguh menarik membaca dan merenungkan kitab Pengkhotbah karena segalanya berada dalam keteraturan dan keseimbangan ang dikaitkan dengan waktu. Kitab Pengkhotbah dengan tegas mengatakan bahwa segala sesuatu di kolong langit ada waktu dan masanya. Itu artinya apa saja dan siapa saja yang ada di bumi ini tidak ada yang kekal atau abadi. Dunia adalah perubahan, dunia diwarnai perubahan dan pergantian dan itulah  yang menjadikan kehidupan menarik dan penuh dinamika.
Hal yang menarik untuk kita renungkan dari kitab Pengkhotbah adalah persolan lahir dan meninggal. Ada waktu lahir dan ada waktu meninggal. Pada ayat 2 ada kata lahir-meninggal dan pada ayat 4 ada kata menangis-tertawa; meratap-menari. Kalau ayat 2 dan ayat 4 ini kita sejajarkan maka kita akan temukan pasangan kata lahir-menangis; meninggal-tertawa atau lahir-meratap, meninggal-menari. Pasangan kata seperti ini tentu tidak biasa untuk kita. Saat orang lahir biasanya kita bergembira, senang, tertawa dan saat orang meninggal kita menangis, sedih, dan meratap. Apakah penulis kitab suci tidak keliru? 
Kitab suci sama sekali tidak keliru dan tidak salah karena yang tertawa dan menangis itu adalah orang yang lahir dan yang meninggal. Saat seorang bayi dilahirkan semua orang lain senang tetapi tetapi bayi harus menangis dan jika tidak menangis harus dibuat agar menangis. Sebaliknya, ketika seseorang meninggal semua yang lain menangis dan bersedih tetapi yang meninggal senang, tertawa, dan menari karena dibebaskan dari beban kehidupan di dunia.
Konsep ini sesuai dengan ajaran iman kita bahwa kematian adalah awal suatu kehidupan kekal penuh sukacita. Dalam konteks ini pula maka kita yang ditinggalkan diharapkan tidak tengelam dalam duka berkepanjangan apalagi berputus asa. Kita yang masih hidup diharapan mengisi waktu sesuai rencana Tuhan. Segala sesuatu yang terjadi dan kita alami dalam hidup hanyalah seringan dan variasi di jalan yang kita lewati bermula dari kelahiran hingga kematian. Hidup kita terentang antara dua waktu yaitu lahir dan mati?
Yesus memlaui penginjil Yohanes juga meneguhkan dan menguatkan  kita bahwa dengan janjiinya yang tidak terbatalkan akan setiap orang yang datang kepada-Nya. Almahum Agustinus Daniel Hartanto merupakan pemberian dan hadiah gratis dari Tuhan untuk dititipkan sementara kepada keluarga dan orangtua. Sebagai orangtua tentu keluarga telah memelihara dan merawat titipan itu dan setahun lalu titipan itu diambil kembali oleh Tuhan sebagai pemiliknya. Ada waktunya Tuhan memberikan itu kepada keluarga dan setahun lalu Tuhan mengambilnya kembali. Sebagai orang yang percaya kita hanya bisa bersyukur karena pernah dipercayakan untuk menerima dan memelihara pemberian Tuhan.
Dalam iman kita tentu yakin bahwa Tuhan memanggilnya untuk menikmati sukcita abadi. Semua yang Tuhan berikan akan diambilnya dan Tuhan tidak membiarkan pemeberiannya hilang. Setahun lalu Agustinus Daniel Hartanto hilang dari pandangan fisik kita dan keluarga tetapi ada dan hidup secara rohani di hadapan Tuhan sang pemilik kehidupan itu. Yesus dalam injil menegaskan bahwa Dia akan menjemput setiap orang yang datang kepada-Nya. Dalam keyakinan seperti inilah kita menerima kenyataan ini dalam ketegaran semangat, dalam keteguhan iman dan harapan.
Almarhum Agustinus sudah diselamatkan Tuhan, dan tentu alharhum lebih berbagia lagi jika semua keluarga yang ditinggalkan tetap menjalani kehidupan secara lebih bersemangat lagi, terutama dalam mengembangkan amal dan kebaikan kepada orang lain. Masih ada Agutinus Daniel Hartanto memang telah dipanggil pulang tetapi TUhan pasti mengirim Agustinus-Agustinus yang lain kepada keluarga yang ditinggalkan. Jika keluarga tetap hidup bersemangat membantu orang apalagi memperlakukan orang lain seperti yang pernah dilakukan untuk Agustinus maka kepergian Almarhum bukannya mematahkan semangat kita melainkan justru memacu semangat dan meneguhkan iman dan pengharapan kita dalam kerinduan sampai janji Tuhan terlaksana. Yesus sebagai yang pertama bangkit sudah berjanji bukan hanya kepada Agustinus yang telah dipanggilanya setahun lalu, tetapi juga untuk kita yang masih. Tidak ada jalan lain selain kita terus berjuang sampai tiba waktunya kita juga dipangggil. Semoga Tuhan terus memberi kita semua  semangat iman dan harapan. Amin


Pengkhotbah 3,1-11
Untuk segala sesuatu ada masanya, untuk apa pun di bawah langit ada waktunya. Ada waktu untuk lahir, ada waktu untuk meninggal, ada waktu untuk menanam, ada waktu untuk mencabut yang ditanam; ada waktu untuk membunuh, ada waktu untuk menyembuhkan; ada waktu untuk merombak, ada waktu untuk membangun; ada waktu untuk menangis, ada waktu untuk tertawa; ada waktu untuk meratap; ada waktu untuk menari; ada waktu untuk membuang batu, ada waktu untuk mengumpulkan batu; ada waktu untuk memeluk, ada waktu untuk menahan diri dari memeluk; ada waktu untuk mencari, ada waktu untuk membiarkan rugi; ada waktu untuk menyimpan, ada waktu untuk membuang; ada waktu untuk merobek, ada waktu untuk menjahit; ada waktu untuk berdiam diri, ada waktu untuk berbicara; ada waktu untuk mengasihi, ada waktu untuk membenci; ada waktu untuk perang, ada waktu untuk damai. Apakah untung pekerja dari yang dikerjakannya dengan berjerih payah? Aku telah melihat pekerjaan yang diberikan Allah kepada anak-anak manusia untuk melelahkan dirinya. Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya, bahkan Ia memberikan kekekalan dalam hati mereka. Tetapi manusia tidak dapat menyelami pekerjaan yang dilakukan Allah dari awal sampai akhir.


Yohanes 6,37–44

Semua yang diberikan Bapa kepada-Ku akan datang kepada-Ku, dan barangsiapa datang kepada-Ku, ia tidak akan Kubuang. Sebab Aku telah turun dari sorga bukan untuk melakukan kehendak-Ku, tetapi untuk melakukan kehendak Dia yang telah mengutus Aku. Dan Inilah kehendak Dia yang telah mengutus Aku, yaitu supaya dari semua yang telah diberikan-Nya kepada-Ku jangan ada yang hilang, tetapi supaya Kubangkitkan pada akhir zaman. Sebab inilah kehendak Bapa-Ku, yaitu supaya setiap orang, yang melihat Anak dan yang percaya kepada-Nya beroleh hidup yang kekal, dan supaya Aku membangkitkannya pada akhir zaman." Maka bersungut-sungutlah orang Yahudi tentang Dia, karena Ia telah mengatakan: "Akulah roti yang telah turun dari sorga." Kata mereka: "Bukankah Ia ini Yesus, anak Yusuf, yang ibu bapa-Nya kita kenal? Bagaimana Ia dapat berkata: Aku telah turun dari sorga?" Jawab Yesus kepada mereka: "Jangan kamu bersungut-sungut. Tidak ada seorang pun yang dapat datang kepada-Ku, jikalau ia tidak ditarik oleh Bapa yang mengutus Aku, dan ia akan Kubangkitkan pada akhir zaman.

No comments:

Post a Comment