Saturday, August 2, 2014

MISA ARWAH YOHANES M.BADRI

Misa Peringatan 100 Hari Almarhum Yohanes M.Badri
Yesaya 35,1-10; Matius 21,18-22
Lingkungan St.Petrus Celaket Malang 30 Juli 2014
=============================================

 Buka

Saat ibadat rosario kita sering mengucapkan doa ini: ” Ya Yesus yang baik, ampunilah dosa-dosa kami. Selamatkanlah kami dari api neraka, dan hantarlah jiwa-jiwa ke surga, terlebih jiwa-jiwa yang sangat membutuhkan kerahiman-Mu”
Dalam dan melalui doa yang singkat ini sebenarnya tergambar kayakinan dasar kita sebagai orang percaya. Doa ini menggambarkan iman , kasih dan pengharapan kita akan suatu kehidupan setelah kematian. Dalam doa ini manusia mengakui kebaikan dan kerahiman Tuhan akan nasib manusia. Kita yang masih hidup memohon dibebaskan dari neraka dan bagi yang telah meningal mengharapkan kerahiman dan belas kasih Tuhan untuk mengantar jiwa  sesama kita yang terpaksa transit sementara di bandara api penyucian.  
Dalam konteks itulah malam ini kita diundang untuk mendoakan keselamatan jiwa almahum... dalam perayaan ekaristi. Merayakan ekaristi bagi kedamaian jiwa umat beriman berkaitan dengan keyakinan kita akan api penyucian. Kita percaya bahwa jika seseorang meninggal dunia dengan iman kepada Tuhan, tetapi dengan menanggung dosa-dosa ringan dan luka akibat dosa, maka Tuhan dalam kasih dan Kerahiman Ilahi-Nya akan terlebih dahulu memurnikan jiwa. Setelah pemurnian dilakukan sempurna, maka jiwa akan mendapatkan kekudusan dan kemurnian yang diperlukan agar dapat ikut ambil bagian dalam kebahagiaan abadi di surga.
Dalam iman marilah kita mengawali doa harapan kita bagi keselamatan jiwa almahum... dengan mengakui  kesalahan dan dosa-dosa kita.

Renungan
Harian Kompas Januari 2012  memuat  cerita Pendek berjudul ”Pohon Hayat”. Pohon Hayat (pohon hidup) yang menjadi judul cerpen itu adalah sebatang pohon tua yang tumbuh di alun-alun sebuah kota. Seorang kakek bercerita kepada cucunya tentang pohon yang besar, tinggi, dan tua yang ada di tengah kota itu.  Suatu hari sang cucu meminta kakeknya untuk bersama-sama ke alun-alun kota untuk melihat pohon yang diceritakan itu. Setiba di alun-alun kota keduanya langsung menuju pohon yang besar, tinggi dan rindang itu. Kakek menceritakan kepada cucunya bahwa pohon sudah ada sejak dahulu kala dan tidak ada yang tahu siapa yang menanamnya di alun-alun kota. Setelah keduanya berteduh, sang kakek mengajak cucunya untuk mengangkat kepala, menengadah  mengamati dahan, ranting, dan daun-daun pohon itu. Sambil mengamati bagian pohon itu, sang kakek berkata kepada cucunya, lihat dan tahukah kamu bahwa ada banyak misteri terungkap dari dahan, ranting, dan daun pohon ini? Setelah lelah mengamati bagian pohon raksasa itu sang kakek melanjutkan pembicaraannya kepada cucunya, katanya: kehidupan setiap penduduk di kota ini tersemat pada setiap lembaran daun yang bertengger di cabang dan ranting pohon ini. Setiap kali ada satu daun yang gugur itu artinya ada seseorang di kota ini telah lepas dari kehidupan. Satu daun artinya satu kehidupan, begitu kisah sang kakek.
Setelah mendengarkan penjelasan sang kekek, mata sang cucunya mengamati begitu banyak daun kering berserakan dan terinjak-injak orang yang datang ke alaun-alun kota. Lalu terjadilah dialog antara sang kakek dan cucunya.
”Apakah daun-daun kering yang berserakan ini adalah jasad orang-orang yang sudah mati?” tanya sang cucu sambil memperlihatan daun-daun kering. ”Ya, daun-daun itu adalah sisa jasad mereka dari pohon kehidupan.” ”Berarti  termasuk bekas jasad ayah ada di antara daun-daun kering itu?”lanjut sang cucu. ”Mungkin. Tetapi kakek kira, jasad ayahmu kini sudah menyatu kembali dengan tanah.” Mengapa daun-daun kering itu tidak dibersihkan atau dibakar saja.” ”Tak perlu, karena lambat laun mereka juga akan kembali ke muasalnya, tanah, melebur menjadi tanah. Dari tanah kembali ke tanah.”
”Kalau daun-daun yang mulai tampak kuning yang ada di atas sana itu milik siapa?” tanya sang cucu ” Itu semua milik orang-orang tua yang masih hidup di kota ini, mereka-mereka yang sudah lama bertengger di atas pohon kehidupan.” ”Apakah mereka akan segera gugur.” Ya,”Tentu saja, karena gugur itu adalah nasib dan takdir mereka.” ”Apa kakek ada di antara salah satu daun kuning yang ada di atas sana, yang siap gugur itu?” ”Aku tidak tahu. Itu rahasia yang di atas, tidak seorang pun berhak tahu.”
Sang cucu kembali  menengadahkan kepala sambil mengamati, mencari-cari di mana letak daun milik kakeknya, daun miliknya, daun milik ibunya, dan daun dari sanak keluarganya.”
Apakah ”Tunas-tunas daun yang tersemat di pucuk pohon itu, adalah bayi-bayi yang baru lahir di kota ini?” ”Ya. Benar, memang kenapa?” Ya, ”Berarti, sekarang, aku berada di antara daun-daun muda yang bertengger di atas sana?” ”Ya. Tentu saja lanjut kakek.” ”Wah itu artinya, masa gugurku masih sangat lama.”  ”Siapa bilang? Setiap lembar daun kehidupan yang ada di atas sana adalah rahasia. Tak ada seorang pun yang tahu. Gugur adalah hak semua daun, dari yang kuning, yang masih segar dan hijau, bahkan yang masih tunas pun bisa saja patah dan gugur.”
Seminggu setelah kembali dari alun-alun kota, sang kakek menderita sakit. Makin hari kesehatannya memburuk. Sang cucu teringat akan kata-kata sang kakek sewaktu mereka berteduh di bawah pohon di tengah kota. Dia pun lari ke pohon itu untuk mengamati apakah ada daun kuning yang akan gugur ditiup angin. Setelah satu jam menunggu di bawah pohon itu, sang cucu merasakan datangnya terpaan angin menghempas pohon itu. Tampak  olehnya beberapa daun kuning, daun segar, dan pucuk muda dari pohon itu gugur beterbangan sampai akhirnya rebah ke tanah. Dia pulang, dan dalam perjalanan ia mendengar tangisan karena ada anak kecil, orang dewasa yang meninggal. Lebih dari itu setiba di rumah ia menyaksikan kakeknya telah meninggal.
Kisah kakek dan cucu dalam Cerpen Pohon Hayat (pohon hidup)  ini adalah kisah yang sungguh bersentuhan langsung dengan dimensi terdalam atau hal pokok tentang kehidupan kita. Penulis cerpen ini secara amat mengesankan mencoba menganalogikan, membandingkan hidup dan kehidupan kita dengan sebatang pohon yang ditanam di tengah alun-alun kota. Dialog tokoh kakek dan cucunya dalam cerpen ini sudah menjadi renungan dan bahan refleksi untuk kita. Diri dan hidup kita bukanlah apa-apa. Diri dan hidup kita hanyalah selembar daun yang tumbuh pada salah satu ranting pohon hidup. Daun itu cepat atau lambat akan menguning dan tua. Kapan gugurnya, kapan agin menerpa dan menerbangkannya tidak ada yang tahu. Itu rahasia yang Tuhan sembunyikan bagi semua kita manusia. Kita hanya bisa membaca gelaja alam  ketika daun mulai kuning kita bisa pastikan daun itu akan gugur. Daun kehidupan manusia menjadi kuning tidak bisa diartikan seperti warna lampu lalulintas, kuning siap berubah menjadi hijau. Warna kuning daun kehidupan manusia menjadi pratanda saat pulang dan saat mudik abadi akan segera tiba.
Selembar daun pohon kehidupan telah gugur 100 hari lalu dalam diri almarhum..... Dia gugur ibarat dau yang lepas diterpa angin setelah melewati proses panjang dalam usia yang ia lewati. Dia telah gugur setelah sekian tahun bertengger pada dahan pohon kehidupan. Dia mengisi hari hidupanya bersama keluarga, keluarga besar, dan bersama semua orang yang telah mengenalnya. Dalam keluarga dan oleh keluarga almarhum bukan hanya sekadar selembar daun tetapi lebih dari itu ia telah menjadi sebatang pohon tempat sandaran dan berteduhnya semua anak dan cucunya.
Sejak kepergian almarhum 100 hari lalu kita semua disadarkan bahwa almarhum resmi kembali mengakrabi bumi asal. Dia datang dari tanah dan kembali ke tanah. Seratus hari lalu almarhum ibarat selembar daun yang ggur diterpa angin. Ia gugur sebagai daun tetapi ia tinggalkan segala hal yang baik bagi anak-anak sebagai sebatang pohon. Karena itu, meski secara fisik ia telah hilang dari pandangan kita tetapi secara rohani ia tetap menjadi penyubur pohon kehidupan keluarga oleh teladan dan cara hidupnya yang baik
Daun kehidupan yang gugur dan kita kenangkan malam ini bukanlah daun tanpa arti untuk kehidupan kita dan keleuarga yang ditinggalkan. Almarhum mudik abadi 100 lalu bukanlah pengembara tanpa tujuan. Bukan lembaran daun tanpa makna. Bagi kita yang mengenanya, dan dan terutama bagi keluarga, kepergian almarhum, lepasnya daun kehidupan nya dari pohon kehidupan, membuat kita sedih sebagai mansia,  tetapi kita yakin Tuhan mempunyai rencana yang lebih untuk almarhum dan untuk kita. Mungkin kita merasa seperti hidup tanpa harapan tetapi nubuat Yesaya dalam bacaan pertama sungguh menguatkan kita. Janji Tuhan senantiasa ditepati karena Tuhan itu setia. Dalam kesetiaan itulah TUhan Tuhan berkuasa mengubah segalanya, mengubah pucuk daun menjadi daun yang hijau, terus menguning, lalu gugur.
Tuhan yang sama digambarkan Yesaya sebagai Tuhan yang berkuasa mengubah situasi gurun menjadi situasi yang membawa sukacita. Padang gurun dan padang kering akan bergirang, padang belantara akan bersorak-sorak dan berbunga; seperti bunga mawar ia akan berbunga lebat, akan bersorak-sorak, ya bersorak-sorak dan bersorak-sorai. Lebih dari itu Tuhan sendiri datang membawa pembalasan dan ganjaran. Tuhan yang setia membuka jalan bahkan menjadi jalan  bagi Kudus bagi orang benar. Di jalan kudus itulah tidak akan ada singa, binatang buas, orang-orang yang diselamatkan akan berjalan di situ, dan orang-orang yang dibebaskan TUHAN akan pulang dan masuk ke Sion dengan bersorak-sorai.
Gambaran sukacita padang gurun seperti yang dinubuatkan Yesaya malam ini jelas menjadi harapan kita semua bagi almarhum. Sukacita dan sorak sorai kemenangan itu tentu kita yakin didapat almarhum karena selama hidupnya almarhum telah menjadi pohon ara yang berbuah lebat dan manis dalam berbagai kebajikan dan kebaikan yang pernah ia lakukan. Kita manusia mungkin dan boleh melupakan semua kebaikan yang dibuat almarhum terhadap kitsa dan terhadap siapa saja tetapi Tuhan tidak melupakan segala kebaikan itu. Apa yang baik dan segala sesuatu yang baik yang manusia lakukan  selama hidup tidak akan dilupakan Tuhan. Tuhan mengingat segala kebaikan dan melupakan semua keburukan karena Tuhan  menghendaki agar manusia hidup ibarat pohon ara yang bisa menghasilkan kebaikan dan kebajikan. Pohon ara yang diancam Yesus adalah pohon ara tanpa kebaikan, pohon ara tanpa kebajikan.
Kisah  tentang daun gugur dalam  Cerpen Pohon Hayat semestinya mengharuskan kita untuk memaknai perjalanan hidup kita. Dan kisah pohon ara dalam injil seharusnya mewajibkan kita untuk berkehidupan dengan buah-buah kebaikan dan kebajikan. Dalam perayaan misa arwah seperti ini kiranya menjadi saat rahmat yang membawa kita pada permenungan akan kualitas pohon kehidupan kita. Kisah daun gugur pada cerpen Pohon Hayat adalah kisah hidup dan akhir kehidupan kita.  Setiap kita bisa menilai apakah daun pada pohon kehidupan kita baru bertumbuh ataukah sudah hijau ataukah sudah mulai berwana kuning. Ingat misteri daun gugur,  pada pohon kehidupan tidak memandang  umur. Bahwa daun kehidupan kita akan gugur itu sudah pasti tetapi bagaimana kita menyiapkan kepastian itu, itulah yang perlu kita antisipasi dengan selalu mau menjadi pohon ara yang berbuahkan kebaikan dan kebajikan.
 Akhirnya, saya mengajak kita semua  agar sekembali dari tempat ini kita menata pohon kehidupan kita. Mumpung kita masih diberi waktu untuk bisa memupuk dan membenahinya. Dalam iman kita percaya Tuhan mampu mengubah segalanya, mengubah hidup kita dan teristimewa mengubah almahum kehidupan almahum untuk menikmati sukacita yang kekal... Amin.

Keselamatan bagi Umat Tuhan
Pembacaan dari Nubuat Yesaya 35,1-10

Padang gurun dan padang kering akan bergirang, padang belantara akan bersorak-sorak dan berbunga; seperti bunga mawar ia akan berbunga lebat, akan bersorak-sorak, ya bersorak-sorak dan bersorak-sorai. Kemuliaan Libanon akan diberikan kepadanya, semarak Karmel dan Saron; mereka itu akan melihat kemuliaan TUHAN, semarak Allah kita. Kuatkanlah tangan yang lemah lesu dan teguhkanlah lutut yang goyah. Katakanlah kepada orang-orang yang tawar hati: "Kuatkanlah hati, janganlah takut! Lihatlah, Allahmu akan datang dengan pembalasan dan dengan ganjaran Allah. Ia sendiri datang menyelamatkan kamu!" Pada waktu itu mata orang-orang buta akan dicelikkan, dan telinga orang-orang tuli akan dibuka. Pada waktu itu orang lumpuh akan melompat seperti rusa, dan mulut orang bisu akan bersorak-sorai; sebab mata air memancar di padang gurun, dan sungai di padang belantara; tanah pasir yang hangat akan menjadi kolam, dan tanah kersang menjadi sumber-sumber air; di tempat serigala berbaring akan tumbuh tebu dan pandan. Di situ akan ada jalan raya, yang akan disebutkan Jalan Kudus; orang yang tidak tahir tidak akan melintasinya, dan orang-orang pandir tidak akan mengembara di atasnya. Di situ tidak akan ada singa, binatang buas tidak akan menjalaninya dan tidak akan terdapat di sana; orang-orang yang diselamatkan akan berjalan di situ, dan orang-orang yang dibebaskan TUHAN akan pulang dan masuk ke Sion dengan bersorak-sorai, sedang sukacita abadi meliputi mereka; kegirangan dan sukacita akan memenuhi mereka, kedukaan dan keluh kesah akan menjauh.
Demikianlah Sabda Tuhan


Yesus mengutuk Pohon Ara (Matius, 21,18-22)
Pada pagi-pagi hari dalam perjalanan-Nya kembali ke kota, Yesus merasa lapar. Dekat jalan Ia melihat pohon ara lalu pergi ke situ, tetapi Ia tidak mendapat apa-apa pada pohon itu selain daun-daun saja. Kata-Nya kepada pohon itu: "Engkau tidak akan berbuah lagi selama-lamanya!" Dan seketika itu juga keringlah pohon ara itu. Melihat kejadian itu tercenganglah murid-murid-Nya, lalu berkata: "Bagaimana mungkin pohon ara itu sekonyong-konyong menjadi kering?" Yesus menjawab mereka: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika kamu percaya dan tidak bimbang, kamu bukan saja akan dapat berbuat apa yang Kuperbuat dengan pohon ara itu, tetapi juga jikalau kamu berkata kepada gunung ini: Beranjaklah dan tercampaklah ke dalam laut! hal itu akan terjadi. Dan apa saja yang kamu minta dalam doa dengan penuh kepercayaan, kamu akan menerimanya.

Doa Pembukaan

Ya Allah, awal dan akhir kehidupan orang percaya, kami brsyukur kepada-Mu atas anugerah  dan  rahmat-Mu  bagi kami umat-Mu. Dalam bimbingan kasih-Mu Engkau telah menuntun kami semua untuk  berdoa bersama mengenangkan dan mendoakan keselamatan jiwa hamba-Mu ..... yang telah kami kembali ke rumah-Mu yang abadi. Kami memohon, ampunilah segala dosanya agar dia pantas dikutsertkan ke dalam sukacita abadi bersama para kudus. Kuatkanlah kami semua dan keluarga yang ditinggalkan  dengan anugerah penghiburan iman dan semoga kamba-Mu yang kami kenangkan dalam perayaan ini menjadi pendoa bagi kami. Tuntunlah kami dalam terang kuasa Roh Kudus-Mu agar kami mampu merenungkan Sabda-Mu dan mengamalkannya dalam kehidupan kami. Demi Kristus Pengantara  kami. Amin










No comments:

Post a Comment