Saturday, February 1, 2014

PERINGATAN: CARA MELAWAN LUPA

Pesta Yesus Dipersembahkan di Kenisah,  2 Februari 2014
Mal.3,1-4; Ibr.2,14-18; Luk.2,22-32
Peringatan 86 Tahun Tarekat Frater BHK di Indonesia
Buka
Hari gereja memperingati pesta Yesus dipersembahkan di Bait Allah. Suatu peringatan yang mengingatkan kita bahwa kelahiran dan keharian Yesus merupakan berkat dari Allah untuk manusia. Berkat itu dipersembahkan kepada Allah. Hidup kita juga menjadi berkat dari Allah. Dalam iman yang melihat hidup kita sebagai berkat mendorong kita juga untuk menjadikan diri kita sebagai persembahan kepada Allah. Dan itu secara nyata kita tunjukan dalam jawaban kita menanggapi panggilan Allah. Persembahan diri dalam pelayanan memungkinkan kita melakukan hal-hal sederhana tetapi dengan cinta yang besar dan dengan hati penuh cinta. Persembahan diri kita kiranya menjadi terang bagi orang lain. Bersaman dengan peringatan Yesus dipersembahkan di Bait Allah kita juga bersyukur karena sejak 86 tahun silam para pendahlu kita dalam tarekat frater BHK telah membawa terang ke bumi Indonesia yang memungkinkan banyak orang mengalami kasih Tuhan. Kita berdoa semoga semangat dan cinta yang telah diperkenalkan sejak 86 tahun silam oleh perintis awal terus mewarnai karya para frater BHK ke depannya.
Renungan
Mengawali renungan ini, saya mengajak para frater sekalian untuk mencermati beberapa hal atau kenyataan berikut ini. (1) Di halaman depan rumah Induk ini ada sebuah monumen berupa patung Bunda Hati Kudus dan di bawahnya ada tulisan “Peringatan: Kapitel Umum Pertama di Indonesia. Kongregasi Frater Bunda Hati Kudus-BHK, Malang, 9-21 Oktober 2000. Fr.MWilfied van der Poll, BHK Pemimpin Umum, Fr.Paulini B.C da Silva, BHK Wakil, Fr.Maria Leo Rultenberg, BHK Anggota/Sekertaris) (2) Di salah satu sudut lorong komunitas DPU Oro-oro Dowo ada prasasti berisi tentang perpindahan pusat generalat frater BHK dari Belanda ke Indonesia. (3) Dua tahun lalu saat mengikuti misa ulang tahun SMAK Frateran ada acara peresmian gua Maria di SMAK Frateran yang ditandai dengan penandatanganan prasasti yang ditempatkan dekat gua Maria. (4) Saat kita mengikuti rekoleksi di komunitas Novisiat, Frater Yasintus selalu menyisipkan ajakan untuk para frater agar bahan-bahan yang dipresentasikannya bisa dikumpulkan menjadi buku (5) Mengakhiri aneka kegiatan perlombaan di Yayasan Mardi Wiyata, para juara biasanya diberi piala dan piagam penghargaan. (6) Ketika saya menghadiri acara pernikahan seorang teman di Blitar, saya diberi sebuah cangkir yang bertuliskan kalimat indah tentang perkawinan, nama pasangan dan tanggal akad nikah mereka. (7) Hari ini kita merayakan ekaristi untuk satu ujud yaitu peringatan 86 tahun Tarekat Frater BHK masuk ke Indonesia.  
Deretan penggalan fakta ini melahirkan satu pertanyaan penting yang harus kita jawab. Pertanyaannya, mengapa harus ada monumen, prasasti, buku, piala, piagam, cangkir dan peringatan 86 tahun seperti ini? Atau kata apa sebenarnya yang memicu dan  mengharuskan adanya fakta-fakta seperti ini? Jawabannya hanya satu kata. Jawabannya adalah kata LUPA. Karena ada kata LUPA dan takut LUPA orang membuat monumen, prasasti, buku cacatan, piala penghargaan, membuat cangkir kenangan, dan hari peringatan. Kenyataan dan kisah sejarah peradaban manusia antara lain dapat dirunut melalui pelbagai cacatan dan peninggalan berupa prasasti. Semua hal itu dilakukan karena ada hal yang penting yang memang tidak boleh dilupakan atau harus selalu diingat. Singkat kata, tugu peringatan, monumen, prasasti, buku, harip-hari peringatan merupakan alat atau senjata melawan LUPA. Tanpa kita sadari, sesungguhnya setiap kali kita melihat meonumen atau prasasti sebenarnya kita dingatkan bahwa kita adalah PELUPA.
Beberapa hari yang lalu  dalam diskusi TVONE terkait keputusan MK tentang mekanisme Pemilu, Yuzril Isha Mahendra beberapa kali menegaskan bahwa masyarakat Indonesia, bangsa Indonesia memiliki ingatan yang pendek. Untung Yuzril tidak mengatakan bahwa bangsa Indonesia tergolong bangsa yang sering lupa ingatan. Ingatan pendek sama dengan cepat lupa apa yang pernah dilakukan, apa yang terjadi, dan apa yang dialami. Pernyataan Yuzril, itu ada benarnya juga meskipun lupa adalah pengalaman manusia universal. Banyak masalah di negara kita biasanya hilang dari ingatan kita atau dilupakan bersamaan dengan mengalirnya waktu. Kasus-kasus akan dilupakan bersamaan dengan berlalunya waktu dan akan diganti dengan kasus-kasus baru. Ketika kasus kematian Munir didiamkan, mendiang istrinya membuat gerakan perlawanan melawan Lupa dengan membangun menumen melawan Lupa untuk Munir.
Perayaan peringatan 86 tahun tarekat Frater BHK berkarya di Indonesia hari ini, boleh saja dikatakan sebagai peringatan dan perayaan melawan lupa. Melawan lupa yang boleh jadi akan dialami para frater generasi yang akan datang. Peringatan hari ini tanpa kita sadari mau menegaskan kepada kita bahwa kita juga berpeluang untuk lupa dan melupakan hal-hal penting dalam kehidupan kita sebagai sebuah persekutuan di bawah payung spirit hati sang pendiri. Momen peringatan 86 tahun Terekat frater BHK bermisi di Indonesia secara tidak langsung “memaksa” kita untuk mengingat segala sesuatu yang terjadi dan dialami sejak 86 tahun silam. Mengingat segala sesuatu yang penting yang terjadi masa lalu, merenungkan dan memaknainya pada saat ini untuk merencankan suatu perkembangan, progres masa depan misi tarekat. Sekali lagi perayaan peringatan ini, bagi kita adalah momen dan monumen pengingat melawan LUPA. Syukur karena pendahulu kita memilki tradisi untuk mencatat, menulis semua peristiwa penting yang terjadi sehingga kita sebagai pewaris tarekat dapat merunut suka duka perjalanan tarekat.
Tahun lalu di kapel ini kita merayakan misa peringatan 85 tahun tarekat masuk Indonesia. Saya yakin kita semua masih mengingat atau tidak lupa apa yang disampaikan romo yang memimpin misa waktu itu. Tahun lalu juga di kapel ini kita merayakan misa peringatan 140 tahun berdirinya tarekat frater BHK yang dimulai pendiri Ignas Andreas Schaepman di Belanda. Saya juga percaya bahwa apa yang saya sampaikan dalam renungan waktu itu masih melekat kuat dalam ingatan kita. Dari angka 140 tahun itu 86 tahun karya tarekat berada di Indonesia. Itu artinya apa? Artinya setelah 54 tahun tarekat Frater BHK berkarya di bumi Kincir Angin, tanah kelahiran tarekat, karisma pendiri semakin meluas ke Indonesia termasuk ke kota Malang ini. Usia 54 tahun bagi tarekat BHK saat itu dianggap usia matang menentukan pilihan atau opsi bermisi ke Indonesia untuk membumikan spirit Schaepman yang dikuasi gerakan hati. Keyakinan akan kematangan semangat bermisi itulah yang menginspirasi sekaligus menganimasi pelbagai bentuk karya yang dijalankan tarekat berkaitan dengan pembinaan kaum muda dalam jalur pendidikan. Aneka peristiwa penting dan aneka prestasi yang diraih dalam karya para frater BHK selama 86 tahun sebagai komunitas terpanggil harus dingat, dimaknai, dan diamini sebagai buah dari gerakan hati yang dikuasai kasih untuk mencintai. Keberadaan tarekat frater BHK selama 86 tahun di Indonesia adalah keberadaan dan kehadiran sebuah  hati. Spritualitas hati yang menjiwai karya dan perutusan para frater telah diwariskan dari sang pendiri harus dimaknai sebagai hati yang memenuhi kualifikasi unggul. Hati kita merupakan instansi penimbang dalam menentukan apakah yang kita lakukan itu baik atau buruk. Hati  kita menjadi institusi moral yang memungkinkan kita bisa membedakan apa yang baik dari yang buruk dan mengabaikan yang buruk untuk sesuatu yang yang  baik. Hati sebagai pengendali kehidupan, dalam konteks iman dan panggilan kita merupakan penentu kualitas hidup dan karya dalam panggilan kita. Berkarya dan menjalani panggilan dengan hati merupakan bentuk penyerahan dan persembahan diri kepada Allah.
Uskup Schaepman telah menyerahkan diri dan mempersembahkan diri kepada Tuhan. Ia telah memberi contoh penyerahan dan persembahan diri itu kepada semua pengikutnya. Panggilan adalah penyerahan dan persembahan diri. Semua kita menyebut diri sebagai orang terpanggil artinya kita tergolong orang yang telah menyerahan dan mempersembahkan diri dan kehidupan kita kepada rencana Tuhan.
Tentu bukan suatu kebetulan kalau peringatan 86 tahun karya frater BHK di Indonesia  ini bertepatan dengan pesta Yesus dipersembahkan di Kenisah. Bacaan-bacaan hari ini juga memberi inspirasi sekaligus memberi wawasan baru untuk panggilan kita. Nubuat nabi Maleakhi dalam bacaan pertama menegaskan bahwa Tuhan yang dinantikan akan datang ke Kenisah-Nya. Dalam konteks perjanjian lama kenisah itu merujuk pada bangunan fisik di Yerusalem tetapi dalam konteks perjanjian baru kenisah itu dalam pengertian metafor merujuk pada diri dan pribadi manusia. Tubuh kita adalah Kenisah atau Bait Allah. Wawasan baru yang bisa kita kaitkan dengan peringatan 86 tahun karya frater BHK di Indonesia ini adalah melihat kehadiran para misionaris BHK 86 tahun silam itu sebagai utusan Tuhan yang mempersiapkan jalan sekaligus membawa Tuhan kepada manusia Indonesia sebagai Kenisah. Tentu kita berbangga karena 86 tahun lalu ada konfrater kita yang menghadirkan Tuhan dengan spirit pendiri. Dalam bahasa nabi Maleakhi para frater perintis itu ibarat  tukang permurni logam yang membawa api yang memurnikan dan ibarat tukang cuci yang membawa sabun dan deterjen  pembersih. Misionaris perintis itu telah membawa semangat pendiri yang berpusat pada hati untuk memurnihkan dan membersikan manusia Indonesia dari kebodohan. Bangsa Indonesia yang dimurnikan dan dibersihkan dari kebodohan melelaui karya para frater ibarat nabi yang diutus mentahirkan orang Lewi.  Hasil karya para misionaris perintis BHK memungkinkan begitu banyak orang mengenal Tuhan yang pada akhirnya mempersembahkan diri kepada Tuhan. Sejujurnya harus kita akui bahwa  kita mau bergabung dalam persaudaraan BHK karena ada pendahulu kita yang membawa dan memperkenalkan TUhan itu kepada kita. Dan itulah alasan mengapa ada peringatan seperti ini.
Pilihan menyerahkan dan mempersembahkan diri kepada TUhan yang diperkenalkan kepada kita melalui karya para pendahulu kita pada dasarnya adalah pilihan untuk berada dan hidup dalam kebersamaan, persaudaraan , dan solidaritas. Dimensi kerbersamaan, persaudaraan, dan solidaritas harus menjadi identitas kita  yang menyerahkan dan mempersembahkan diri kepada Tuhan. Mengapa ketiga hal itu penting? Surat kepada orang Ibrani tadi memberi pendasaran yang tidak terbantaahkan yaitu karena Yesus yang adalah Tuhan telah menyatakan  solidaritas dengan menjadi seperti manusia. Merasa diri sama seperti orang lain adalah bahasa sederhana untuk sebuah solidaritas. Hanya kalau kita merasa diri sama dengan orang lain kita akan menumbuhkan semangat kebersamaan dan persaudaraan. Kita tentu yakin bahwa keberadaan dan karya frater BHK selama 86 tahun di Indonesia berhasil karena mengedepankan dimensi kebersamaan, persaudaraan, dan solidaritas itu. Karena itu, pada momen peringatan seperti ini kita tidak boleh melupakan apa makna kebersamaan, persaudaraan, dan solidaritas itu di antara kita sebagai konfrater dan di antara kita dengan orang yang kita layani dalam karya pelayanan kita.
Kehadiran Yesus di bait Allah saat dipersembahkan kedua orangtuanya menurut tata cara adat Yahudi menciptakan suasana luar biasa. Penggalan injil Lukas tadi menggambarkan bagaimana suasana di kenisah saat seorang bernama Simeon menyaksikan Yesus datang. Simeon yang sepanjang hidupnya merindukan datangnya sang Mesias pada akhirnya meluapkan kegembiraannya dalam sebuah kidung yang Indah. Bagi Simeon kedatangan, kehadiran Yesus di kenisah adalah penuhan akan apa yang dirindukan dan dinantikan sepanjang hidupnya. Hidup Simeon hanya diarahkan pada cita-cita melihat dan memandang Allah. Karena itu, baginya kematian setelah mengalami sendiri, memandang, dan melihat Tuhan  adalah kematian dalam rahmat.”Sekarang Tuhan, perkenankanlah hamba-Mu berpulang dalam damai sejahtera, menurut sabda-Mu, sebab aku telah melihat keselamatan yang Kausediakan di hadapan segala bangsa”.
Apa relevansi perkataan Simeon ini dengan peringatan 86 tahun karya frater BHK di Indonesia. Menurut saya pernyataan Simeon ini menjadi sebuah prasasti dan menomen peringatan bagi kita untuk tidak melupakan semangat awal tarekat kita dalam menghadirkan Tuhan kepada orang yang meridukan dan menantikan keselamatan. Sejak 140 tahun yang lalu saat tarekat lahir di Belanda dan sejak 86 tahun tarekat berkarya di Indonesia masih banyak orang seperti Simeon yang menantikan kehadiran Tuhan melalui karya para frater. Saat ini, di mana-mana banyak Simeon yang ingin mengenal Tuhan dalam berbagai cara. Dan para frater BHK punya cara yang khas dalam spirit pendiri, membawa Tuhan yang sudah memenuhi hati kepada hati orang yang mendambakan Tuhan. Sebagai pengikut Kristus kita ada, hadir, dan hidup untuk menghadirkan Kristus. Betapa Tuhan diagungkan kalau setiap perjumpaan kita dengan orang lain melahirkan suana seperti perjumpaan Yesus dengan Simeon. Mari kita jadikan peringatan hari ini sebagai menumen pengingat atau senjata melawan LUPA akan apa yang telah dimulai pendiri dan para pendahulu kita. Semoga semakin banyak orang mengalami seperti yang dialami Simoen dalam perjumpaan dengan kita. Profiat, Hati Bunda Kudus terbuka untuk niat baik kita. Amin
Claket, 2 Februari 2014

No comments:

Post a Comment