Wednesday, March 6, 2013

RENUNGAN ARWAH


Misa Pemakaman Frater Silvester, BHK
Yesaya 35,1-10; Matius 21,18-22
Provinsialat Frateran BHK Malang, Minggu, 13 Jan. 2013

Buka

Seminggu sebelum Natal kita berkumpul di tempat ini karena salah seorang yang kita kasihi dalam diri Frater Marianus dipanggil pulang. Hari ini kita berkumpul lagi di tempat ini karena seorang yang kita kasihi juga dipangil pulang. Sebagai orang beriman kita boleh yakin bahwa rasa-rasanya Tuhan terlalu mencintai tarekat Bunda Hati Kudus sampai-sampai dua orang penting dari tarekat ini dipanggil Pulang. Frater Sil dipanggil pulang sebelum ia mewujudkan kerinduannya mengabdi Tuhan di tanah misi, mengemban misi Kongregasi. Sajauh yang saya dengar dari pembicaraan para Frater di komunitas Claket 21 Frater Sil sedang mempersiapkan diri untuk berangkat ke tanah misi. Itu rencana manusia dan rencana tarekat tetapi Tuhan menentukan Frater Sil untuk secepatnya menjalankan misi tarekat di alam yang kekal. Dalam iman dan harapan akan kerahiman dan kemurahan Tuhan saat ini kita berdoa untuk perjalanan Frater Sil kembali ke rumah Bapa. Doa-doa kita melapangkan jalan dan membuka pintu perhentinan kekal bagi Frater Sil. Agar doa kita berkenan kepada Tuhan dan berdaya meneyelamatkan bagi  Jiwa saudara kita ini baiklah kita akusi salah dan dosa kita... 

Renungan

Harian Kompas edisi Minggu 29 Januari 2012 memuat sebuah cerita Pendek berjudul ”Pohon Hayat”. Pohon Hayat yang menjuduli cerpen itu adalah sebatang pohon raksasa yang tumbuh di alun-alun sebuah kota. Seorang kakek bercerita kepada cucunya tentang pohon itu. Suatu hari sang cucu meminta kakek membawanya ke alun-alun kota untuk melihat pohon yang diceritakan itu. Setiba di alun-alun keduanya langsung menuju pohon yang besar, tinggi, dan rindang itu. Kakek menceritakan kepada cucunya bahwa pohon itu tidak diketahui kapan ditanam dan juga tidak diketahui siapa yang menanamnya.  Setelah keduanya berteduh, sang kakek mengajak cucunya untuk menengadah mengamati dahan, ranting, dan daun-daun pohon itu. Sambil mengamati bagian pohon itu, sang kakek berkata kepada cucunya, lihat dan tahukah kamu bahwa ada banyak misteri terungkap dari dahan, ranting, dan daun pohon ini? Setelah lelah mengamati bagian-bagian pohon raksasa itu sang kakek melanjutkan pembicaraannya kepada cucunya, katanya:  kehidupan setiap penduduk di kota ini tersemat pada setiap lembaran daun yang bertengger di cabang, ranting, dan tangkai pohon ini. Setiap kali ada satu daun yang gugur itu artinya ada seseorang di kota ini telah lepas dari kehidupan. Satu daun artinya satu kehidupan, Satu daun adalah satu jiwa, begitu kisah sang kakek.

Setelah mendengarkan penjelasan kekeknya, mata sang cucunya mengamati banyak daun kering berserakan dan terinjak-injak orang yang datang ke alaun-alun kota. Lalu terjadilah dialog lanjuutan antara sang kakek dan cucunya. ”Apakah daun-daun kering yang berserakan ini adalah jasad orang-orang yang sudah mati?” tanya sang cucu sambil memperlihatan daun-daun kering. ”Ya, daun-daun itu adalah sisa jasad mereka dari pohon kehidupan.” ”Berarti  termasuk bekas jasad ayah ada di antara daun-daun kering itu?” lanjut sang cucu. ”Mungkin. Tetapi kakek kira, jasad ayahmu kini sudah menyatu kembali dengan tanah.” Mengapa daun-daun kering itu tidak dibersihkan atau dibakar saja.” ”Tak perlu, karena lambat laun mereka juga akan kembali ke muasalnya, tanah, melebur menjadi tanah. Dari tanah kembali ke tanah.”
”Kalau daun-daun yang mulai tampak kuning yang ada di atas sana itu milik siapa?” tanya sang cucu ” Itu semua milik orang-orang tua yang masih hidup di kota ini, mereka-mereka yang sudah lama bertengger di atas pohon kehidupan.” ”Apakah mereka akan segera gugur.” Ya,”Tentu saja, karena gugur itu adalah nasib dan takdir mereka.” ”Apa kakek ada di antara salah satu daun kuning yang siap gugur?” ”Aku tidak tahu. Itu rahasia yang di atas, tidak seorang pun berhak tahu.”
Sang cucu kembali  menengadahkan kepala sambil mengamati, mencari-cari di mana letak daun milik kakeknya, daun miliknya, daun milik ibunya, dan daun dari sanak keluarganya.”
Apakah ”Tunas-tunas daun yang tersemat di pucuk pohon itu, adalah bayi-bayi yang baru lahir di kota ini?” ”Ya. Benar, memang kenapa?” Ya, ”Berarti, sekarang, aku berada di antara daun-daun muda yang bertengger di atas sana?” ”Ya. Tentu saja lanjut kakek.” ”Wah itu artinya, masa gugurku masih sangat lama.”  ”Siapa bilang? Setiap lembar daun kehidupan yang ada di atas sana adalah rahasia. Tak ada seorang pun yang tahu. Gugur adalah hak semua daun, dari yang kuning, yang masih segar dan hijau, bahkan yang masih tunas pun bisa saja patah dan gugur.”
Seminggu setelah kembali dari alun-alun kota, sang kakek menderita sakit. Makin hari kesehatannya memburuk. Sang cucu teringat akan kata-kata sang kakek sewaktu mereka berteduh di bawah pohon di alun-alun kota. Sang cucu lari ke pohon itu untuk mengamati apakah ada daun kuning yang akan gugur ditiup angin. Setelah satu jam menunggu di bawah pohon itu, sang cucu merasakan datangnya angin menghempas pohon itu. Tampak  olehnya beberapa daun kuning, daun segar, dan pucuk muda dari pohon itu gugur beterbangan lalu rebah ke tanah. Setelah menyaksikan itu sang cucu pulang dan dalam perjalanan ia mendengar tangisan karena ada anak kecil, orang dewasa yang meninggal. Lebih dari itu, setiba di rumah ia menyaksikan kakeknya telah meninggal.
Kisah kakek dan cucu yang diangkat Mashdar Zainal melalui Cerpen Pohon Hayat (pohon hidup)  yang saya jadikan ilustrasi dalam reunungan ini adalah kisah yang sungguh bersentuhan langsung dengan dimensi terdalam atau hal pokok berkaitan dengan hidup dan kehidupan kita. Penulis cerpen ini mengabstrasikan kehidupan nyata melalui dua tokoh rekaannya yaitu kakek dan cucunya yang secara tepat menganalogikan hidup dan kehidupan kita dengan sebatang pohon yang tumbuh di tengah alun-alun kota. Dialog antara kakek dan cucunya dalam cerpen tadi sudah menjadi renungan dan bahan refleksi untuk kita. Diri dan hidup kita bukanlah apa-apa. Kita hanyalah selembar daun yang tumbuh pada salah satu ranting pohon hidup yang juga cepat atau lambat akan menguning dan tua. Kapan gugurnya, kapan agin menerpa, dan menerbangkannya tidak ada yang tahu. Itu misteri yang Tuhan sembunyikan bagi semua kita manusia. Kita hanya bisa membaca gelaja alam  ketika daun mulai kuning kita bisa pastikan daun itu akan gugur. Daun kehidupan manusia menjadi kuning tidak bisa diartikan seperti warna lampu lalulintas, kuning siap berubah menjadi hijau. Warna kuning daun kehidupan manusia menjadi pratanda saat pulang, saat mudik abadi, saat kembali akan segera tiba.
Selembar daun pohon kehidupan telah gugur kemarin dalam diri Frater Silvester, BHK. Kemarin sebagai daun dari pohon kehidupan Saudara kita Frater Sil gugur setelah melewati proses panjang dalam perawatan medis. Upaya Tarekat dan para medis untuk merawatnya hanyalah upaya menahan badai yang datang menmguncang dan membuatnya gugur. Badai itu tampaknya amat dahsyat sampai selembar daun yang kita cinta gugur yang membuat kita terhenyak dan sedih. Frater Sil telah gugur setelah mengisi hari dan merekatkan daun kehidupannya dalam kebersamaan dengan sesama anggota keluarga besar frater Bunda Hati Kudus. Keluarga Besar Frater Bunda Hati Kudus tentu merasa kehilangan selembar daun yang turut memberi citarasa pada persaudaraan para frater dengan kehadiran Frater Sil dalam tugas dan pelayanannya. Keluarga-keluarga bearnya  di Flores, kita semua, dan siapa saja yang pernah mengenal Frater Sil tentu merasa kehilangan. Kepergian Frater Sil, gugurnya selembar daun dari pohon kehidupan sungguh menyadarkan kita semua bahwa almarhum resmi kembali mengakrabi bumi asal. Dia datang dari tanah dan kembali ke tanah. Kemarin Frater Sil ibarat selembar daun yang gugur diterpa angin. Bagi Keluraga Bear Tarekat Frater BHK, keluarga dan yang sungguh mengenalnya, almarhum pasti lebih dari selembar daun, dia adalah sebatang pohon yang terus bertumbuh memunculkan pucuk-pucuk daun baru melalui semangat dan teladan hidupnya yang pantas dikisah dan dan dikenangkan Ia gugur sebagai daun tetapi ia tinggalkan segala hal yang baik kepada kita yang ditinggalkannya. Karena itu, meski secara fisik ia telah hilang dari pandangan kita tetapi secara rohani ia tetap menjadi penyubur pohon kehidupan tarekat oleh teladan dan cara hidupnya yang baik.
Daun kehidupan yang gugur kemarin dalam diri Frater Sil bukanlah daun tanpa arti. Kemarin Frater Sil memulai sebuah perjalanan mudik abadi dan menjawabi panggilan sanga Khalik. Karena itu sebagai orang beriman kita percaya Frater Sil bukanlah pengembara tanpa tujuan. Bagi kita kepergiannya membuat kita sedih sebagai mansia,  tetapi kita yakin Tuhan mempunyai rencana indah bagi almarhum, bagi tarekat,  dan bagi kita. Mungkin kita merasa seperti tanpa harapan tetapi nubuat Yesaya dalam bacaan pertama sungguh menguatkan kita karena Tuhan berkuasa mengubah segalanya. Tuhan berkuasa mengubah situasi gurun menjadi situasi yang membawa sukacita. Padang gurun dan padang kering akan bergirang, padang belantara akan bersorak-sorak dan berbunga; seperti bunga mawar ia akan berbunga lebat, akan bersorak-sorak, ya bersorak-sorak dan bersorak-sorai. Lebih dari itu Tuhan sendiri datang membawa pembalasan dan ganjaran dan membuka jalan bagi Kudus bagi orang benar. Di situ tidak akan ada singa, binatang buas karena orang-orang yang diselamatkan akan berjalan di situ, dan orang-orang yang dibebaskan TUHAN akan pulang dan masuk ke Sion dengan bersorak-sorai.
Gambaran sukacita padang gurun seperti yang dinubuatkan Yesaya ini jelas menjadi harapan kita semua bagi almarhum Frater Sil. Sukacita dan sorak sorai kemenangan itu tentu kita yakin didapat almarhum karena selama hidupnya almarhum telah menjadi pohon ara yang berbuah lebat dan manis dalam berbagai kebajikan dan kebaikan ia lakukan baik untuk tarekat maupun untuk gereja. Kalau melihat kehebatan Frater Sil sebagai seorang Organis, maka dalam iman kita boleh percaya bahwa Tuhan memanggilnya untuk mengiringi paduan suara para malaikat di surga. Kita manusia boleh melupakan semua kebaikan yang dibuat almarhum tetapi Tuhan tidak melupakan segala kebaikan itu.
Apa yang baik dan segala sesuatu yang baik yang manusia lakukan  selama hidup tidak akan dilupakan Tuhan. Tuhan  menghendaki agar manusia hidup sebagai pohon ara yang bisa menghasilkan buah dan buah itu demi kebaikan orang lain. Injil yang diperdengarkan untuk kita saat ini pada intinya mau mengatakan bahwa manusia sebagai ciptaan  Tuhan harus memiliki kebaikan yang berguna untuk orang lain. Kisah dan kasus pohon ara yang diancam Yesus dalam injil tadi terjadi karena pohon ara itu menyalahi hukum musim dan hukum alam untuk berbuah. Pohon ara yang diancam Yesus adalah pohon ara tanpa kebaikan, pohon ara tanpa kebajikan.
Kisah Cerpen Pohon Hayat dalam ilustrasi awal tadi kiranya mendorong kita untuk memaknai perjalanan hidup kita. Dan kisah pohon ara dalam injil seharusnya mewajibkan kita untuk berkehidupan dengan buah-buah kebaikan dan kebajikan. Kehadiran kita dalam peristiwa kepergian Frater Sil ini kiranya menjadi saat rahmat yang membawa kita pada permenungan akan kualitas diri, pohon kehidupan kita. Kisah pohon ara  dan kisah pohon hayat menjadi kisah sarat makna untuk kita semua baik yang masih kecil, yang sudah dewasa maupun yang sudah lanjut usia. Setiap kita bisa menilai apakah daun pada pohon kehidupan kita baru bertumbuh ataukah sudah hijau ataukah sudah mulai berwana kuning. Ingat misteri daun gugur pada pohon kehidupan tidak memandang  umur. Bahwa daun kehidupan kita akan gugur itu sudah pasti tetapi bagaimana kita menyiapkan kepastian itu, itulah yang perlu kita antispasi dengan selalu mau menjadi pohon ara yang berbuah.
Berbuah kebaikan dan kebajikan itulah yang Tuhan inginkan. Bukan sekadar hidup rimbun-rimbunan. Berbuah adalah panggilan kehidupan dan itu terjadi dalam kerja dan usaha. Akhirnya semoga sekembali dari tempat ini kita menata pohon kehidupan kita. Berkat Tuhan untuk kita semua! Amin

Claket, 21 Malang, Minggu, 13 Jan.2013







No comments:

Post a Comment