HARI MINGGU
BIASA XVI THN C/2
Kej.18,1‑10a
Kol.1,24‑28 Luk.10,38‑42
Paroki
Kritus Raja Mbaumuku Minggu, 17 Juli 2016
==========================================================
==========================================================
Buka
Sibuk dan
berkesibukan telah menjadi ciri atau identitas hidup dan kehidupan manusia
sepanjang zaman. Lebih lagi zaman sekarang kesibukan menjadi indikator
keberhasilan seseorang. Kesibukan sering dinilai penting tanpa memperoalkan untuk
apa orang sibuk dan apa yang harus disibuki. Orang sibuk sering dipuji karena
ada pengandaian kesibukan menjadi awal setiap kesuksesan dalam hidup. Hari ini,
melalui Firman yang diperdengarkan kepada, Yesus justru mengkritisi setiap
kesibukan manusia. Bagi Yesus, kesibukan bukanlah takaran dan ukuran yang
menentukan kualitas dan mutu kehidupan manusia. Bagi Yesus kesibukan yang tanpa
hasil tidak ada artinya. Yesus menghendaki suatu model kesibukan yang
membuahkan hasil. Penggalan kitab suci sebentar berkisah tentang kesibukan
Abraham, Paulus dan Marta serta Maria berhadapan dengan para tamu. Pengalaman
bertamu yang melahirkan kesibukan tuan
rumah sekaligus sebagai kesempatan untuk menilai tuan rumah yang
menerima tamu. Marilah kita bertanya diri perihal semua kesibukan kita selama
ini. Apakah kesibukan kita betul berisi ataukah hanya sekadar sibuk. Mungkin
kita berlaku seperti Marta yang selalu sibuk sampai tidak bisa membedakan hal terpenting.
Mungkin kita kesibukan membuat kita tidak punya waktu untuk duduk dekat kaki
Yesus dan mendengarkan SabdaNya. Atas semua kelalaian itu kita mohon kerahiman
Tuhan yang maha pengampun.....
Orang
bilang, rumah yang tidak pernah menerima tamu dan didatangi tamu diibaratkan
sebagai sebuah pekuburan. Terlepas dari
benar tidaknya pernyataan ini namun satu hal yang mau dikatakan bahwa menerima
tamu di rumah itu, mengundang orang bertamu ke rumah itu merupakan satu hal
yang baik karena bertalian dengan dimensi sosialitas manusia. Dalam perkara
menerima tamu, ada sementara orang mengatakan bahwa orang di dunia Timur adalah
orang yang bersikap ramah tamah. Keramah-tamahan itu salah satunya
dibuktikan dengan kebiasaan mereka menerima tamu ke rumah. Tata cara orang
timur menerima tamu ke rumah itu
ada aturan mainnya, ada tata caranya.
Aturan main, tata cara itu tidak hanya untuk tamu yang datang tetapi juga untuk
tuan rumah yang didatangi tamu atau dikunjungi. Tamu datang mengetahui apa yang
sebaiknya untuk tuan rumah yang didatangi dan tuan rumah juga mengarhui apa
yang sebaiknya untuk tamu yang datang.
Ketiga penggalan kitab suci yang kita dengar
dalam ketiga bacaan hari ini pada intinya mau menggaris bawahi tata cara,
aturan main dalam bertamu dalam kunjung mengunjungi. Kitab kejadian dalam
bacaan pertama tadi menggambarkan teknik, strategi Abraham ketika menerima tamu
ke rumahnya. Dikatakan bahwa pada waktu itu Tuhan sendiri mau bertamu dalam
penampakan yang terjelma dalam tiga orang tamu. Abraham punya sikap tersendiri dan
unik dalam menerima tamunya itu. Abraham melihat ketiga orang itu, ia berlari
dari depan pintu kemahnya, ia menjemput mereka, ia menghormati mereka dengan
bersujud ke tanah, ia mengajak mereka
untuk mampir ke kemahnya biar minum air dingin dan meminta mereka beristirahat
sebentar. Ia menghidangkan mereka roti yang dibuat Sara, serta daging yang
enak. Pelayanan Abraham memang sempurna.
Servisnya memuaskan. Kian senangnya ketiga tamu itu dengan makanan yang enak
itu maka mereka bertanya siapa yang membuat semuanya itu. Ternyata Sara bermain
dibalik roti dan daging yang enak itu. Ia sibuk di dapur sampai tamu tidak tahu
dia berada di mana. Sara pun dicari karena ia tidak menonjolkan dirinya di hadapan tamu. Kepada Sara yang tidak menonjolkan diri
itu dijanjikan seorang anak. Abraham memberi pelayanan kepada orang asing yang
membuat semua mereka merasa senang dan diterima. Santu Paulus dalam bacaan
kedua juga punya cara yang unik dalam hal melayani. Kepada Jemaat di Kolose
Paulus menulis perihal cara dan model pelayanannya. Pelayanan Paulus itu
tertuju kepada Yesus Kristus sendiri. Yesus yang telah melayani jemaat mau
diteruskan dalam misi Paulus ini dengan melayani jemaat yang lainnya. Pelayanan
yang ditawarkan Paulus itu berupa Firman Tuhan sendiri.
Kebiasaan menerima dan menjamu tamu itu
berlangsung sejak dahulu kala dan tetap berlanjut sampai zaman kita sekarang
ini. Injil tadi mengisahkan tentang pengalaman tamu yang medtangi keluarga yang
berada di kampung Betania. Santu Lukas mencatat bahwa di kampung Betania itu
ada dua bersaudara. Mereka itu bernama Maria dan Marta. Maria dan Marta ini
juga punya cara strategi yang unik dalam menerima dan menjamu tamu. Tamu
mereka saat itu adalah seorang pemuda yang sangat akrab dengan saudara mereka
yang bernama Lazarus. Nama pemuda itu adalah Yesus. Lukisan penginjil lukas
tadi sangat berbeda dengan caranya Abraham menerima ketiga orang asing dalam
bacaan pertama. Kalau kita mendengarkan
secara teliti apa yang terjadi pada saat Yesus bertamu di sana maka jelas akan
muncul kesan yang kurang enak.
Cara Maria dan Marta menerima Yesus dan para muridnya sebagai tamu betul tidak sesuai dengan perasaan dan kebiasaan orang Timur. Kehadiran rombongan Yesus mendatangkan suasana pertentangan antara tuan rumah antara Maria dan Marta. Rombongan Yesus itu memang merepotkan dan membuat kedua bersaudara itu menentukan prioritas masing‑masing. Marta utamakan dapur sedangkan Maria utumakan kamar tamu. Perbedaan prioritas dan kepentingan ini melahirkan perbedaan dalam penilaian dan nilai yang didapat. Marta tampil seakan mengumumkan bahwa apa yang dibuatnya dan yang dipilihnya merupakan yang paling penting. Dia sibuk di dapur. Bibirnya yang tadinya penuh lipstik kini harus diganti dengan arang. Pipinya yang tadinya dipoles dengan bedak mahal kini harus diganti dengan abu dapur dan bahkan ia harus memeras air mata gara‑gara asap dapur yang menyelimuti dia. Sampai di sini sebenarnya pilihan Marta bernilai tinggi.
Persoalannya muncul ketika Marta meninggalkan tungku api, meluncur ke ruangan tamu di mana Maria sedang mendengarkan Yesus bersama rombongan-Nya. Marta tanpa basa basi, secara lancang, tanpa memperhitungkan perasaan Yesus dan para murid-Nya sebagai tamu, menuduh Yesus sebagai orang yang tidak punya kepedulian terhadap kesibukan Marta. “Tuhan, tidakkah Engkau peduli dengan kesubukan saya? Lihat bibir saya penuh arang, pipi saya penuh debu karena kerja sendiri, sibuk sendiri di dapur. Suruhlah Maria untuk membantu aku. Kita bisa bayangkan bagaimana muka Yesus saat itu karena tuan rumah yang menyuruh tamu. Sikap dan cara Marta ini memang berlawanan dengan kebiasaan kita yang berusaha agar segala hal yang berkaitan dengan pelayanan terhadap tamu harus disembunyikan.
Sara dalam bacaan pertama tentu patut dipuji karena dia tidak pernah tampil di ruangan tamu. Yang ditampilkan di sana hanyalah hasil dari kesibukannya. Coba ktia bayangkan kalau besok kita pergi bertamu ke satu keluarga dan ibu rumah tanggap sibuk buatkan kopi di dapur dan bapa harus menemani tamunya di ruangan tamu. Dan saat itu ibu datang dan berteriak di depan kita sebagai tamu, dan ia perintahkan agar perintahkan bapa/suaminya supaya segera pergi pinjam gula di rumah tetangga. Tentu kita sebagai tamu merasa malu dan bila perlu segera minta pulang. Yesus sebagai tamu dalam cerita tadi mengalami hal serupa karena Marta secara tidak langsung menyuruh Yesus untuk segera ke dapur untuk melayani. Kesibukan Marta itu belum terbukti karena belum ada sesuatu yang dihidangkan kepada Yesus dan rombongan-Nya. Marta mengatakan bahwa ia sibuk melayani tetapi belum ada teh atau kopi yang disajikan. Sampai akhir cerita injil tadi tidak ditulis bahwa setelah itu Yesus minum atau makan. Marta menganggap diri sibuk tetapi sibuk tanpa hasil. Untung Yesus itu orang hebat, tidak kenal malu, tidak meninggalkan rumah itu. Yesus justruperistiwa itu untuk menegaskan tentang arti dan makna setiap kesibukan manusia. Bagi Yesus Marta menjadi wakil semua manusia yang sibuk terus dan terus sibuk tetapi hasil dari kesibukan tidak nyata. Itu sama artinya orang pura-pura sibuk atau hanya main sibuk-sibukka. Bagi Yesus hidup yang hanya terkesan sibuk-sibukan tanpa hasil adalah kehidupan yang tidak bernilai, kehidupan yang tidak berarti. Bagi Yesus sebuah kesibukan baru bernilai untuk kehidupan hanya jika buah dan hasil kesibukan itu menjadi suatu kenyataan yang berguna. Tidak ada gunanya orang menyampaikan bahwa ia sibuk di dapur tetapi tak secangkir teh pun yang disajikan. Tak ada gunanya seorang bapa menyatakan sibuk kerja di kebun, di kantor, di sekolah tetapi sampai dia pensiun tidak ada prestasi dan hasil kerja yang bisa dinikmati orang lain.
Cara Maria dan Marta menerima Yesus dan para muridnya sebagai tamu betul tidak sesuai dengan perasaan dan kebiasaan orang Timur. Kehadiran rombongan Yesus mendatangkan suasana pertentangan antara tuan rumah antara Maria dan Marta. Rombongan Yesus itu memang merepotkan dan membuat kedua bersaudara itu menentukan prioritas masing‑masing. Marta utamakan dapur sedangkan Maria utumakan kamar tamu. Perbedaan prioritas dan kepentingan ini melahirkan perbedaan dalam penilaian dan nilai yang didapat. Marta tampil seakan mengumumkan bahwa apa yang dibuatnya dan yang dipilihnya merupakan yang paling penting. Dia sibuk di dapur. Bibirnya yang tadinya penuh lipstik kini harus diganti dengan arang. Pipinya yang tadinya dipoles dengan bedak mahal kini harus diganti dengan abu dapur dan bahkan ia harus memeras air mata gara‑gara asap dapur yang menyelimuti dia. Sampai di sini sebenarnya pilihan Marta bernilai tinggi.
Persoalannya muncul ketika Marta meninggalkan tungku api, meluncur ke ruangan tamu di mana Maria sedang mendengarkan Yesus bersama rombongan-Nya. Marta tanpa basa basi, secara lancang, tanpa memperhitungkan perasaan Yesus dan para murid-Nya sebagai tamu, menuduh Yesus sebagai orang yang tidak punya kepedulian terhadap kesibukan Marta. “Tuhan, tidakkah Engkau peduli dengan kesubukan saya? Lihat bibir saya penuh arang, pipi saya penuh debu karena kerja sendiri, sibuk sendiri di dapur. Suruhlah Maria untuk membantu aku. Kita bisa bayangkan bagaimana muka Yesus saat itu karena tuan rumah yang menyuruh tamu. Sikap dan cara Marta ini memang berlawanan dengan kebiasaan kita yang berusaha agar segala hal yang berkaitan dengan pelayanan terhadap tamu harus disembunyikan.
Sara dalam bacaan pertama tentu patut dipuji karena dia tidak pernah tampil di ruangan tamu. Yang ditampilkan di sana hanyalah hasil dari kesibukannya. Coba ktia bayangkan kalau besok kita pergi bertamu ke satu keluarga dan ibu rumah tanggap sibuk buatkan kopi di dapur dan bapa harus menemani tamunya di ruangan tamu. Dan saat itu ibu datang dan berteriak di depan kita sebagai tamu, dan ia perintahkan agar perintahkan bapa/suaminya supaya segera pergi pinjam gula di rumah tetangga. Tentu kita sebagai tamu merasa malu dan bila perlu segera minta pulang. Yesus sebagai tamu dalam cerita tadi mengalami hal serupa karena Marta secara tidak langsung menyuruh Yesus untuk segera ke dapur untuk melayani. Kesibukan Marta itu belum terbukti karena belum ada sesuatu yang dihidangkan kepada Yesus dan rombongan-Nya. Marta mengatakan bahwa ia sibuk melayani tetapi belum ada teh atau kopi yang disajikan. Sampai akhir cerita injil tadi tidak ditulis bahwa setelah itu Yesus minum atau makan. Marta menganggap diri sibuk tetapi sibuk tanpa hasil. Untung Yesus itu orang hebat, tidak kenal malu, tidak meninggalkan rumah itu. Yesus justruperistiwa itu untuk menegaskan tentang arti dan makna setiap kesibukan manusia. Bagi Yesus Marta menjadi wakil semua manusia yang sibuk terus dan terus sibuk tetapi hasil dari kesibukan tidak nyata. Itu sama artinya orang pura-pura sibuk atau hanya main sibuk-sibukka. Bagi Yesus hidup yang hanya terkesan sibuk-sibukan tanpa hasil adalah kehidupan yang tidak bernilai, kehidupan yang tidak berarti. Bagi Yesus sebuah kesibukan baru bernilai untuk kehidupan hanya jika buah dan hasil kesibukan itu menjadi suatu kenyataan yang berguna. Tidak ada gunanya orang menyampaikan bahwa ia sibuk di dapur tetapi tak secangkir teh pun yang disajikan. Tak ada gunanya seorang bapa menyatakan sibuk kerja di kebun, di kantor, di sekolah tetapi sampai dia pensiun tidak ada prestasi dan hasil kerja yang bisa dinikmati orang lain.
Menghadpi
Marta yang lancang dan cerewt itu Yesus mengajarkan nilai kesibukan manusia dan
pilihan terpenting dalam hidup. Sibuk haruslah bermakna, sibuk haruslah
berarti, sibuk haruslah dibuktikan dengan hasil. Marta sibuk sekadar sibuk, ia
hanya sibuk-sibukan. Karena kesibukannya tidak menghasilkan sesuatu maka itu
sama artinya dia telah memilih yang salah, memilih yang tidak penting. Itulah
sebabnya Yesus justru memuji Maria yang tidak sibuk tetapi mendengarkan apa
yang Yesus sampaikan. Bagi Yesus Maria memilih yang paling penting. Maria tidak
sibuk ia hanya menyiapkan diri tenaga dan waktunya untuk mendengarkan Yesus.
Sebagai
manusia tentu kita memang maklum dengan cara dan sikap Marta ini tetapi
sebagai ornag yang tahu adat jelas kita tidak setuju dengan cara Marta bersikap
di hadapan tamunya. Namun dari sikap Marta ini kita bisa dapat hal penting,
karena dengan itu Yesus bisa membaeri
pennilaian atas perbuatan Marta dan perbuatan Maria. Karena Marta protes, dia
tahu nilai kerjanya, nilai kesibukannya. Karena Marta protes Maria juga tahu
bahwa ternyata Maria mendapat nilai paling tinggi dari Yesus. Penilaian Yesus
terhadap cara kedua bersaudara ini memang tampaknya berat sebelah. Muncul kesan
bahwa Yesus membela orang yang tidak
sibuk, hanya duduk mendengarkan Dia. Maria yang dipuji sementara Marta dinilai
telah memilih yang kurang penting. Hemat saya pernilaian Yesus ini tepat. Yesus tidak bermaksud melecehkan orang yang
sibuk atau tidak menghargai pengorbanan dan kesibukan Marta. Yesus mencintai
orang yang rajin bekerja, yang sibuk bekerja. Namun yang dipuji adalah yang
kerja dan yang sibuk berisi, sibuk mendatangkan hasil.
Marta di mata Yesus adalah contoh manusia yang katanya sibuk tapi tidak ada hasil. Marta sibuk tetapi air saja belum bisa disajikan kepada Yesus. Marta sibuk tanpa bukti dan itulah yang dinilai Yesus. Lain halnya Maria dia tenang‑tenang tetapi dia duduk dan mendengarkan tamunya. Maria dan Marta sudah tahu Yesus itu Allah yang berkuasa membuat mukjizat bila kelaparan menimpa bahkan. Jadi Marta sebenarnya tidak perlu sibuk karena Yesus datang bukan untuk mencari makanan dan minuman. Mereka sudah tahu bahwa Yesus berkuasa membuat mukjzat kalau mereka lapar. Bebeapa bulan sebelumnya Yesus menghidupkan Lazarus saudara mereka.
Marta masih berpikir secara manusia sedangkan Maria menyadari bahwa Yesus sebagai Tuhan yang berkausa melakaukan segalanya. Karena itulah Maria berjuang selalu dekat pada Yesus. Inilah keunggulan Maria yaitu menaruh kepercayaaan kepada Yesus dan itu terbukti dengan selalu mau dekat di kaki Yesus untuk mendengarkan hal yang paling penting. Maria dipuji karena berlaku seperti Sara dalam bacaan pertama tadi yang tidak mau melaporkan kesibukannya kepada tamu.
Marta di mata Yesus adalah contoh manusia yang katanya sibuk tapi tidak ada hasil. Marta sibuk tetapi air saja belum bisa disajikan kepada Yesus. Marta sibuk tanpa bukti dan itulah yang dinilai Yesus. Lain halnya Maria dia tenang‑tenang tetapi dia duduk dan mendengarkan tamunya. Maria dan Marta sudah tahu Yesus itu Allah yang berkuasa membuat mukjizat bila kelaparan menimpa bahkan. Jadi Marta sebenarnya tidak perlu sibuk karena Yesus datang bukan untuk mencari makanan dan minuman. Mereka sudah tahu bahwa Yesus berkuasa membuat mukjzat kalau mereka lapar. Bebeapa bulan sebelumnya Yesus menghidupkan Lazarus saudara mereka.
Marta masih berpikir secara manusia sedangkan Maria menyadari bahwa Yesus sebagai Tuhan yang berkausa melakaukan segalanya. Karena itulah Maria berjuang selalu dekat pada Yesus. Inilah keunggulan Maria yaitu menaruh kepercayaaan kepada Yesus dan itu terbukti dengan selalu mau dekat di kaki Yesus untuk mendengarkan hal yang paling penting. Maria dipuji karena berlaku seperti Sara dalam bacaan pertama tadi yang tidak mau melaporkan kesibukannya kepada tamu.
Zaman kita sekarang penuh persaingan. Itulah sebabnya manusia zaman ini selalu sibuk,
terus sibuk dan sibuk terus-terus. Manusia berubah semuanya menjadi si Sibuk.
Akibatnya kita jatuh pada pilihan Marta. Sibuk tanpa hasil, penuh namun hampa,
padat namun kkosong. Kita tenggelam dalam kesibukan sehingga tidak ada lagi waktu buat kita untuk duduk dekat kaki Yesus
seperti Maria. Duduk dekat Yesus berarti sibuk berisi, penuh yang berisi dan
dan padat berisi. Bukan seperti Marta yang sibuk asal sibuk.
Marilah kita
belajar dari peristiwa Marta dan Maria sehingga setiap kesibukan kita menjadi
kesibukan yang berisi dan berguna. Semoga kita bisa memilih mana yang paling
baik untuk kita. Kita semua diberi pilihan mau menjadi Marta atau Maria. Hidup
ini merupakan kesempatan untuk memilih nilai. Semoga kita bisa memilih secara
tepat. Amin.
No comments:
Post a Comment