Wednesday, April 29, 2015

HUT PERNIKAHAN MARKUS PORAT

Renungan Misa Syukur HUT Nikah
Sirak 51,1-12; Markus 4,35-41
Borong, 21 Juni 2010

Buka
Malam ini kita semua diundang keluarga ini untuk bersama mereka mensyukuri rahmat dan cinta Tuhan yang telah mengaarahkan dan menyertai panggilan mereka sebagai suami istri. Kita besyukur karena Tuhan telah meneguhkan dan menguatkan mereka dalam aneka tantangan dan perjuangan hidup. Seraya mengucapkan syukur kita juga memohon rahmat peryertaan Tuhan untuk anak-anak yang akan pergi mencari kebijaksanaan, menuntut ilmu. Kita berdoa agar Tuhan menolong mereka sekaligus agar mereka senantiasa mendekatkan diri kepada Tuhan. Agar syukur dan doa kita berkenan kepada Tuhan baiklah kita akui salah dan dosa kita

Renungan
Manusia biasanya mudah sekali mencari alasan untuk melakukan sesuatu. Karena itu, logislah bagi kita kalau setiap kegiatan, aktivitas, tindakan manusia memiliki dasar atan alasan. Alasan yang dipakai itu bisa dicari atau dicari-cari, bisa dibuat atau dibuat-buat, bisa ada atau diada-adakan.Hari Jumat yang lalu Pak Markus menjumpai saya di Kisol dan meminta untuk memimpin perayaan ekaristi di rumah ini dengan ujud syukur atas HUT pernikahan yang ke-22 dan sekaligus memohon doa restu bagi anak-anak mereka yang akan mengadu nasib dan mempersiapkan masa depan pada lembaga pendidikan. Syukur dan memohon doa restu itulah alasan utama mengapa kita ada bersama di tempat ini saat ini. Pernikahan antara Pak Markus dan Ibu adalah kenyataan. Anak-anak akan  berangkat ke tempat studi juga kenyataan. Karena itu keberadaan kita di sini bukanlah karena dicari-cari, diada-adakan, dibuat-buat. Memang waktu Pak Markus menyampaikan hal ini kepada saya, pikiran saya langsung mengingat pengalaman pribadi saya tahun 2005. Lima tahun lalu Oktober 2005 pastor Paroki Iteng meminta saya untuk merayakan misa di kampung dan saya spontan menerima tawaran itu. Di luar dugaan saya misa itu ternyata dibuat besar-besaran. Saya terkejut saat tiba di kampung ada kemah besar hampir sama dengan kemah saat misa sulung saya tahun 1995. Ternyata Pastor paroki dan panitia dan keluarga mau membuat kejutan mau merayakan syukur 10 tahun imamat saya. Kalau waktu misa sulung koor dari SMA Fransiskus, pada misa 10 tahun koor dari SMA St.Maria Iteng. Yang menarik lagi bagi saya saat itu adalah: panitia misa sulung dulu tetap menjadi panitia misa syukur 10 tahun itu. Ternyata dulu panitianya belum dibubarkan dan bertahan sampai 10 tahun. Saya cemas panitia itu juga belum dibubarkan. Saya tidak menduga dan saya tidak pernah merencanakan hal seperti itu. Karena itu saya ingat dalam sambutan, saya sampaikan bahwa acara itu tampaknya dibuat-buat, dicari-cari karena biasanya orang tunggu 25 (perak) tahun, 40 (pancawindu) tahun, 50 (emas) tahun. Saya tidak tahu kita beri nama apa pesta untuk 10 tahun seperti itu.Mungkin pesta kayu jati saja. Ini kenyataan dan mungkin cara khas orang Pocoleok yang membuat saya harus melihatnya dengan cara yang lain.
Pada akhirnya saya menyadari bahwa mereka melakukan itu sebagai bentuk dukungan terhadap pilihan hidup saya. Intinya mereka mau mengungkapkan syukur dan saya yakin selama 10 tahun mereka ingat dan mendoakan saya kalau tidak semua paling kurang panitia yang belum dibuarkan itu. Semula saya berpikir mereka hanya mau mencari alasan untuk perbaikan gizi karena babi dan sapi harus jadi taruhan untuk menghiasi meja hidangan.  Pikiran saya seperti itu tergeser ketika nilai ucapan syukur itu diperhadapkan pada inti kehidupan kita sebagai orang beriman. Bahwa Binatang darat, laut, udara babi dan sapi, ayam ikan harus melintang itu hanya efek samping yang tidak bisa dibandingkan ekspresi iman dalam bentuk syukur. Nilai kebersamaan, kekeluargaan, persaudaraan, untuk salaing mendukung dan menguatkan dalam mengungkapkan syukur ternyata bernilai melampaui hal material. Karena itu saya dan mudah-mudahan kita juga disadarkan bahwa syukur itu harus menjadi bagian dari perjalanan hidup kita dari saat-ke saat. Tidak mesti menunggu 25 tahun, 40 tahun, 50 tahun, 75 tahun atau seratus tahun karena kita semua bukanlah ahli ilmu pasti yang menentukan. Tuhan yang menentukan karena itu hari ini kita bersykur. Kalau masih diberi waktu untuk besok, besok juga  begitu seterusnya syukur menyertai kehidupan kita. Karena itu kiranya kalau pak Markus mengundang kita untuk merayakan syukur HUT pernikahan ke-22 tahun bukanlah hal aneh atau dicari-cari dan dibuat-buat. Saya tidak tahu sebagai orang Pocoleok apakah panitia pernikahan Pak Markus 22 tahun lalu masih menjadi panitia dalam acara malam ini?
Mengapa syukur itu harus menjadi bagian dari gerak hidup kita? Jawabannya karena hidup kita di dunia ini merupakan perjuangan. Kita semua hidup di dunia ibarat pemain  bola piala dunia yang dilepaskan trio 3 pelatih andalan kita yaitu Bapa, Putra dan Roh Kudus. Kita dilepaskan di arena untuk bermain dalam prosedur standar sebagai orang beriman, memanfaatkan setiap peluang untuk mengumpulkan nilai dan mencetak goal-goal indah. Dalam konteks perjuangan seperti itulah syukur harus menjadi muara gerak hidup kita.
Gambaran tentang suka duka perjunagan hidup manusia analogis dibahasakan Kitab Putra Sirakh dalam bacaan pertama tadi. Cukup jelas kiranya bagi kita bahwa penggalan teks Putra Sirakh tadi mewacanakan dinamika perjuangan manusia dalam kehdiupan ini. Ekspresi syukur dan dan nyanyian pujian Putra Sirakh  secara tidak lansung  menggambarkan secara konkret situasi keseharian hidup manusia. Ibarat pemain bola Putra Sirakh menyadari diri sebagai pribadi yang berada dalam kepungan lingkungan yang bisa menghancurkan semua rencana dan cita-citanya.  Situasi Sirakh juga menjadi situasi kita dan semua manusia sepanjang zaman. Rahmat, kebaikan, perlindungan, penyertaan Tuhan itulah yang bisa ia temukan dalam setiap pengalaman pahit yan dihadapinya dan itulah yang diolahnya sebagai bahan untuk bermadah memudi Tuhan.
Saya yakin, dan boleh kita semua yakin bahwa keluarga Pak Markus juga tidak luput dari situasi dan pengalaman Putra Sirakh. Hidup bersama selama 22 tahun sebagai suami istri jelas banyak tantangan dan cobaannya. Berjalan bersama selama 22 tahun tentu banyak krikil tajamnya. Memasuki rimba kehidupan bersama selama 22 tahun pasti banyak duri yang melukai. Tetapi semua hal itu terlewatkan dengan baik itulah yang harus disyukuri. Dan itulah membuat kita semua berada dalam perayaan malam ini.
Dalam setiap pesta pernikahan  entah itu terjadi di gunung, pedalaman jauh dari laut, entah itu di dekat laun biasanya orang menggunakan kata dan simbol yang berkaitan dengan laut. Sambutan dan ucapan, simbol  saat pesta nikah hampir pasti penuh dengan kata, istilah yang berhubungan dengan laut. Kita dengan ucapan selamat mengarungi samudera rumah tangga. Selamat memasuki bahtera rumah tangga. Bagi mereka yang belajar bahasa arab tidak akan menngunakan kata laut dan bahtera sekaligus karena bahtera itu bukan berarti sampan atau perahu. Bahtera itu sesungguhnya berarti laut karena laut bahasa arabnya bahrun (jenis masklin). Mengapa orang yang jauh dari pantai juga pakai kata laut, bahtera, bahrun. Pilihan kata itu tentu ada alasannya dan itu berkaitan dengan perbandingan suasna laut dengan kehidupan bermah tangga. Pelbagai tantangan dan cobaan dalam hidup berkeluarga diparalelkan dengan ancaman badai, gelombang. Suka duka kehidupan berkeluarga biasanya sudah tergambar dalam pilihan kata dan simbol seperti itu.
Pilihan apa saja termasuk pilihan hidup berkeluarga dalam konteks iman kita dilihat sebagai bentuk jawaban manusia atas ajakan dan panggilan Tuhan. Ajakan dan panggilan Tuhan itu menuntut manusia untuk memilihnya secara bebas dan bertanggungjawab. Tuhan senantias amengajak manusia untuk sesuatu yang memungkinkannya selamat. Dan menarik sekali injil tadi memuat kata-kata ajakan Yesus: Marilah kita bertolak ke seberang. Mengapa Yesus mengajak ke seberang? Ada apa di seberang, dan bagimana harus ke seberang? Pertanyaan-pertanyaan ini mendapat jawaband alam injil tadi. Yesus mengajak ke seberang  karena hari sudah petang. Itu artinya tidak lama lagi kegelapan alam tiba. Itulah gambaran situasi yang tidak menguntungkan yang bakal menimpa manusia. Itu artinya di seberang sana ada satu kondisi yang lebih baik dari yang ada saat itu. Mereka ke seberang dengan menggunakan kapal fery penyeberangan dan bersama-sama dengan Yesus. Yesus mengajak sekaligus menyertai penyeberangan itu. Itu artinya ada jaminan pelayaran itu berlangsung aman karena penanggungjawabnya ada bersama mereka. Bagi Yesus  penyeberangan itu dijamin aman dan akan tiba di seberang karena itu ia membentangkan tikar lalu tidur nyanyak.
Sikap dan pandangan Yesus ternyata lain dengan pengalaman para penumpang. Mereka merasakan adanya badai yang mengancam dan Yesus dinilai sebagai orang yang masa bodoh, tidak peduli. Cara mereka membangungkan Yesus menjadi bumerang karena Yesus membaca bahwa mereka takut dan tidak percaya kepada pemimpin rombongan. Krena mereka tidak percaya maka Yesus dengan mudah memberi perintah agar angin redah dan itu memang terjadi. Setelah angin redah mereka masih juga belum mengenal Yesus sehingga bertanya tentang siapa sebenarnya Yesus itu. Dari dinamika penyerangan bersama Yesus ini jelas mereka tiba dengan selamat bersama Yesus di seberang.
Kalau perkaawinan dianalogikan sebayai suatu upaya menajawab ajakan Tuhan dan bersedia ikut dalam penyebrangan bersama Tuhan maka pasti perkawinan itu akan berjalan aman. Kuncinya Yesus harus selalu diyakini hadir dalam dan bersama ada dalam peyeberangan. Kalau Yesus selalu dirasakan kehadirannya, maka manusia harus selalu berinisiatif datang mendekati dia dan memohon pertlindungannya. Kisah injil tadi dengan seluruh dinamika yang terjadi di dalamnya erat kaitannya dengan panggilan hidup kita sebagai apa saja. Kalau kita yakin pilihan hidup kita sebagai jawaban atas ajakan dan panggilan Tuhan, maka kita harus yakin pula bahwa Yesus akan ada bersama-sama dengan kita.
Dalam misa ini kita juga berdoa untuk perjalanan anak-anak dari keluarga ini untuk  melanjutkan studi. Itu juga harus dilihat sebagai jawaban atas panggilan Tuhan untuk ke seberarng mencari ilmu yang membuat masa depan lebih baik. Bagi adik-adik yang hendak berangkat, berangkatlah bersama Yesus, dan manakala ada tantangan dalam perjalanan mencari ilmu jangan lupa dekati Yesus karena Dia akan menolong pada waktunya yang tepat. Mudah-mudahan acara seperti ini menyadarkan dan mengingatkan kita untuk selalu bersyukur kepada Tuhan yang senantiasa menyertai kita dalam cara yang cocok dan pas untuk kita. Amin


No comments:

Post a Comment