Renungan
Minggu Biasa ke-33 Th.B1 15 November
2015
Dan.12,1-3; Ibr.10,11-14.18; Mrk.13,24-32
Kapela
STKIP St.Paulsu Ruteng
Buka
Hari ini kita memasuki
minggu terakhir masa biasa dalam penanggalan Liturgi. Minggu ini menandai
berakhirnya tahun Liturgi. Bacaan dalam
liturgi hari ini mengangkat masalah akahir zaman, akhir kehidupan yang berarti
berbicara tentang seluruh kehidupan setiap manusia sejak kelahiran hingga
kematian. Semuanya mengajak kita untuk
terus merenungkan semua hal dalam kehidupan kita. Hari ini bacaan liturgi membicarakan akhir dunia. Suatu pesan
yang agak mengejutkan sekaligus menggembirakan kita. Kita semua percaya bahwa tiada kebinasaan sebagai akhir kehidupan
orang percatya. Kita juga percaya
bahwa sekali waktu Putra Manusia akan
datang dan barangsiapa hidup baik, akan bersinar bagaikan matahari dan hidup
kekal. Berjaga-jagalah jika kamu ingin diselamatkan! Sebab tidak ada yang tahu
kapan Penolong akan datang. Hanya Bapa yang mengetahuinya. Kita memohonkan agar
kita terus dimampukan untuk berbuat yang baik selama hidup kita. Agar perayaan
ini berkenan kepada Tuhan kita akui salah dan dosa kita.
Renungan
Mengawali
renungan ini kami ingin bertanya kepada Saudara/i, apakah dalam hidup kita
pernah merasa menyesal? Mengapa kita menyesal? Rasa sesal, menyesal, dan
penyesalan hampir pasti pernah dialami semua manusia. Setiap kita dalam cara
yang berbeda dan dalam peristiwa berbeda mengalami rasa sesal, menyesal.
Terlalu banyak alasan atau sebab mengapa
kita menyesal. Jika kita meringkas semua alasan lahirnya rasa sesal maka kita
akan temukan dua alasan pokok yaitu karena ada kata terlambat (kelambatan) dan
karena ada cepat (kecepatan). Kelambatan dan kecepatan yang melahirkan
penyesalan dan rasa sesal biasanya berkaitan dengan dua hal penting yaitu
kebaikan dan keburukan. Orang merasa menyesal kalau ia terlambat, tak sempat
melakukan segala sesuatu yang baik yang seharusnya ia lakukan. Juga sebaliknya,
orang menyesal karena kalau ia terlalu cepat melakukan segala sesuatu yang
buruk, atau yang jahat. Karena itu,
sesal selalu berkaitan dengan waktu untuk kebaikan atau keburukan.
Lambat
berbuat baik membuat orang menyesal. Terlalu cepat atau telanjur berbuat buruk
juga melahirkan rasa sesal. Kelambatan akan kebaikan dan kecepatan akan
keburukan itulah awal lahirnya rasa sesal. Karena itu, agar tidak menyesal
manusia, kita diharapkan bertindak sebaliknya yaitu mempercepat kebaikan dan
memperlambat keburukan. Artinya, kalau tidak mau menyesal kemudian, kita
dituntut melakukan kebaikan sebanyak-banyaknya dan secepat-cepatnya. Juga, kalau tidak mau menyesal kemudian kita
dituntut untuk melambatkan bahkan menghilangkan kebiasaan yang buruk dari
kehidupan. Hanya orang yang cepat dan terus berbuat baik yang tidak memiliki
kata sesal. Hanya orang yang tidak melakukan kesalahan, keburukan, kejahatan
yang tidak mengalami rasa sesal. Kalau kita menyesal, hanya ada dua kemungkinan
sebabnya yaitu kita terlambat, melambatkan kebaikan atau karena kita terlalu
cepat, telanjur melakukan hal yang
buruk.
Semua
bacaan pagi ini dalam cara yang berbeda tetapi menyampaikan pesan yang sama
untuk kehidupan manusia, kehidupan kita. Pesan itu berkaitan dengan akhir
kehidupan kita manusia. Bacaan-bacaan pagi ini mengarahkan kita pada satu
kondisi agar tidak ada penyesalan di ujung perjuangan dan ziarah hidup kita.
Nubuat Daniel dalam bacaan pertama dalam analogi simbolik membandingkan akhir
kehidupan manusia. Pada akhir kehidupan, manusia merindukan untuk tampil
sebagai manusia berpredikat bijaksana. Hanya manusia bijaksana yang akan tampil
ibarat matahari, cahaya cakrawala. Hanya orang bijaksana yang akan menjadi
bintang yang bercahaya indah selama-lamanya. Berjuang menjadi orang bijaksana
berarti mau menjadi terang, mau menjadi matahari, dan bintang yang bercahaya
menerangi dan menuntun orang pada kebaikan.
Nabi Daniel mengingatkan pentingnya manusia untuk unggul dan cepat dalam
melakukan segala sesuatu yang baik. Keselamatan manusia pada akhir zaman dalam
konteks pewartaan nabi Daniel ditentukan oleh seberapa banyak dan seberapa
cepat manusia berlomba dalam melakukan segala yang baik. Hanya orang yang cepat
dan terus berbuat baik yang namanya akan tertulis dalam kitab kehidupan. Daniel
menegaskan bahwa hanya bangsa yang nama tertulis dalam kitab kehidupan yang
akan keluar sebagai matahari dan bintang yang bercahaya. Hanya merekalah yang
menjadi umat atau bangsa yang berhak mendapatkan keselamatan.
Cita-cita
dan kerinduan manusia untuk mengakhiri kehidupan sebagai matahari dan bintang
yang bercahaya tidak mungkin terjadi kalau manusia tidak mendasarkan usaha,
perjuangan dan kehidupannya pada dasar yang benar. Merindukan akhir kehidupan
sebagai orang bijaksana dan bercahaya laksana matahari dan bintang itu bukanlah
satu perkara yang mudah. Itu membutuhkan perjuangan dan ketahanan yang prima.
Orang yang menang adalah orang yang telah berjuang dengan sekuat tenaga untuk
menghadirkan kebaikan dan berbagi kebaikan. Mereka yang bijaksana adalah mereka
yang keluar dari debu tanah, kata Daniel hari ini, dan semua itu menegaskan
tentang semangat berkorban untuk suatu kebaikan.
Surat
kepada orang Ibrani dalam bacaan kedua menegaskan, menguatkan argumentasi tentang
korban sebagai dasar dan tumpuan bagi orang-orang yang bijaksana. Keselamatan
dalam konteks bacaan kedua berarti manusia harus melandaskan atau mendasarkan
perjuangan demi kebaikan akhir itu berpatokan pada semangat dan contoh Kristus
sendiri. Surat kepada orang Ibrani mengingatkan kita bahwa segala perjuangan
dan usaha manusia untuk menjadi baik dan bijaksana tidak akan bermakna kalau
tidak dijiwai semangat pengorbanan yang ditunjukkan Yesus sendiri.
Berbuat
baik, untuk sesuatu yang baik, demi kebaikan selalu ada kompensasinya. Tidak
ada kebaikan, keindahan yang lahir begitu saja dalam kehidupan kita. Kebaik dan
keindahan, lahir dari perjuangan atau tantangan. Kebaikan dan keindahan itu
ibarat kembang teratai yang lahir dari lumpur. Sekuntum teratai indah hanya
mekar ketika akar-akarnya berani menembus kebusukan lumpur di mana tanaman itu
hidup. Yesus sudah membuktikan itu melalui pengorbanannya pada salib yang
membebaskan dan menyelamatkan kita manusia. Korban Kristus sudah menggaransi
dan menjamin keselamatan manusia tidak berarti manusia tidak perlu berjuang dan
memperjuangkan segala yang baik dalam kehidupan. Sebaliknya, justru karena
Kristus menunjukkan itu kepada manusia, manusia dituntut untuk meneruskan
semangat yang sama kepada orang lain. Logikanya lurus dan sederhana. Kalau
Kristus sudah menguduskan manusia maka manusia yang mengakui diri sebagai
pengikut Kristus dituntut untuk terus berlomba dalam mencari kebaikan dan
berbagi kebaikan.
Semua
kita tentu tidak menginginkan suatu akhir kehidupan penuh penyesalan karena
kurang dan terlambat mengusahakan segala yang baik. Semua kita juga tentu tidak
merindukan akhir kehidupan yang penuh penyesalan karena terlalu banyak buruk,
kelemahan, kejahatan, kesalahan, dosa yang kita lakukan. Semua kita merindukan
suatu akhir kehidupan yang membahagiakan. Kalau benar dunia kita ini panggung
sandiwara dan setiap kita menjadi aktornya, tentu kita tidak menginginkan suatu
sandiwara yang berakhir tragis. Kita merindukan akhir drama kehidupan kita
secara baik dan menyenangkan. Kita menginginkan drama kehidupan yang ber-happy
ending.
Merindukan
akhir drama kehidupan yang membahagiakan, yang berhappy ending menuntut kita
menjadi aktor-aktris yang baik yang bisa menjalankan peran kita secara baik.
Tuhan telah memilih kita dalam tugas, peran, panggilan kita untuk kita lakoni
secara benar dan tepat sehingga pada akhirnya kita dinilai sebagai pemaian yang
baik. Dalam sejarah perjalanan usia
kehidupan kita, kita selalu diberi
peran, diberi tugas untuk kita jalani dengan lebih baik dan bertanggungjawab.
Semuanya itu pada waktunya akan dipertanggungjawabkan bukan saja di hadapan
manusia yang hidup tetapi terutama di hadapan Tuhan yang memberikan kita
akesempatan untuk hidup dan merajut kebaikan dalam kehidupan.
Merindukan
akhir kehidupan yang menyenangkan dan membahagiakan itu bukan saja kehendak
manusia melainkan menjadi agenda dan rencana Allah. Penggalan Injil Markus hari
ini menegaskan bahwa Tuhan sendiri merencanakan untuk mengumpulkan orang-orang pilihannya dari seluruh muka bumi, dari empat penjuru
mata angin. Tuhan merencanakan keselamatan dan kebahagian untuk segala bangsa.
Dan, hal yang penting untuk dicatat dari apa yang dikatakan injil hari ini
yaitu bahwa Tuhan mengumpulkan setelah manusia berjuang menghadapi pelbagai
tantangan selama hidup. Tuhan mengumpulkan orang-orang yang bertahan dalam
tantangan dan malapetaka kerasnya kehidupan.
Tuhan hanya meminta malaikat-malaikat untuk mengumpulkan orang-orang
terpilih. Siapakah mereka itu? Mereka
itu adalah semua yang bertahan dalam tantangan memperjuangan kebaikan dan
berbagi kebaikan. Mereka yang dikumpulkan Tuhan itu adalah mereka yang memahami
rencana dan rahasia Tuhan yang berjuang membawa dan membagi kebaikan.
Bagian
akhir penggalan injil tadi bernada perintah yang tampaknya mendesak berkaitan
dengan waktu, ketahuilah waktunya sudah dekat, sudah di ambang pintu. Kata-kata
ini mengingatkan kita untuk secepatnya dan sebanyak-banyaknya mengusahakan hal yang baik dan kebaikan termasuk
melepaskan semau keburukan karena Tuhan hanya mengumpulkan orang pilihan yaitu
mereka yang berlimpah dalam kebaikan.
Seorang
ibu rumah tangga yang cukup berada dan beriman mantap sering menjadikan
rumahnya sebagai tempat berkumpul untuk segala kegiatan rohani termasuk
kegiatan latihan koor dan pendalaman
kitab suci. Suatu hari dalam mimpinya ia ditantangi Yesus dan dalam mimpi itu
Yesus berjanji 2 hari lagi Yesus akan datang mengunjunginya. Setelah
brmimpimpi ibu itu berusaha menata
rumahnya lebih baik menyongsong kehadiran Yesus. Ia menyiapkan segalanya lebih
dari yang biasa. Ruangan ditata dengan baik, halaman dibersihkan, kue-kue
dibuat berjenis-jenis, menu makanan juga disajikan secara lebih spesial. Setelah semuanya disiapkan dan harinya tiba,
ibu itu duduk di ruang tamu sambil menunggu saatnya Yesus datang. Tak lama
kemudian seorang pemulung masuk halaman mencari barang bekas. Pemulung itu
diminta segera tinggalkan halaman rumah
karena Yesus mau datang. Pemulung itu pergi. Kemudian datang seorang pengemis,
meminta sesuatu tetapi dia segera diminta tinggalkan rumah itu karena tuan
rumah mau menerima Yesus. Kemudian datang seorang penjual ikan cara. Dia segera
diminta tinggalkan tempat itu karena takut aroma ikan cara mengganggu suasana
kedtangan Yesus. Orang itu juga pergi. Sampai sore ibu itu menunggu terus dan
Yesus tampaknya berhalangan dan batal datang. Karena kelelahan ibu itu
tertidur. Ia bermimpi lagi didatangi Yesus. Dalam mimpi ibu itu marah-marah
karena Yesus berbohong, tidak menepati janji. Dalam mimpi itu Yesus menegaskan
bahwa dirinya sudah tiga kali datang tetapi justru diusir untuk segera pergi.
Saat sadar dari mimpinya ibu itu mengingat bahwa ada pemulung, pengemis dan
penjual ikan cara yang datang dan diusirnya. Ia sangat menyesal tetapi sudah
terlambat. Mari kita berlomba berbuat yang baik dalam berbagai kesempatan agar
pada waktunya kita diangkat menjadi orang pilihan Tuhan. Semoga
No comments:
Post a Comment