MENELADANI
KELUARGA
KUDUS NASARETH
1.
Pengantar
Minggu
lalu saya dikontak mellalui sms oleh Pak Doni. Kemudian disusul dengan pembicaraan per telepon. Intinya meminta kesediaan
saya untuk memimpin misa bagi keluarga yang mengikti kegiatan rekoleksi dan
Ziarah di Tumpang. Pada hari Kamis, 15 November 2012.
Saya menerima permintaan itu. Beberapa hari kemudian Jumat, 9 Novemer 2012 saya
mendapat sms dari Pak Doni dan isinya berkembang. Dia meminta saya untuk
menerima tugas baru lagi selain misa yaitu memberi materi yang berkaitan dengan
kehidupan keluarga dengan batas waktu satu jam dari pukul 08.30-09.30. Permintaaan itu juga saya terima dengan
konsekuensi harus menyiapkan bahan rekoleksi itu di tengah kesibukan
perkuliahan. Dalam keadaan serba terbatas saya coba berusaha menyiapkan bahan
rekoleksi itu yang saat ini akan saya berikan kepada kita semua yang hadir.
2.
Penegasan Tema
Tema
yang ditawarkan kepada saya melalui pesan singkat atau SMS tadi adalah: “MENELADANI
KELUARGA KUDUS NASARETH. Tema ini amat singkat karena hanya terdiri atas 4
kata. Tema ini bukanlah sebuah kalimat karena diawali dengan kata kerja yang
dalam ilmu bahasa menduduki fungsi predikat. Tema ini tanpa subjek. Kalau mau
dijadikan sebagai kalimat maka harus ada subjeknya. Dan subjek itu harus
menjawab pertanyaan tentang siapa yang meneladani keluarga Kudus Nasareth?
Dalam konteks rekoleksi ini bapa dan ibulah yang menjadi subjeknya. Dari tema
yang singkat dan sederhana ini kita sendiri menjadikan diri sebagai subjek.
Dari
4 kata yang membentuk tema ini, kata Keluarga ditempatkan sabagai pusatnya. Menarik bahwa kata keluarga diapiti kata kerja meneladani dan kata kudus. Kata
meneladani, merupakan kata yang mengacu pada adanya kegiatan, aktivitas. Meneladani
adalah tanda aktivitas dan aktivitas adalah bahasa kehidupan. Orang meneladani
berarti orang terlibat dan melibatkan diri dalam satu aktivitas dan hal itu
hanya dilakukan oleh orang yang hidup. Meneladani adalah gerakan yang membawa
konsekuensi adanya perubahan. Perubahan yang muncul dari usaha meneladani
bisanya sekaligus mengukur kualitas sang subjek yang melakukan itu.
Dari tema tadi
“Keluarga” dilihat sebagai sasaran atau titik tuju dari kegiatan meneladani.
Tema tentang keluarga tentu amat revelan. Gereja sungguh menyadari bahwa
keluarga adalah basis gereja sebagai ecclesia domestica. Karena keluarga
sebagai basis gereja, perhatian terhadap masalah kehidupan keluarga harus
selalu menjadi prioritas dalam kehidupan orang beriman. Dalam konteks itu pula, saya menerima tawaran untuk memberikan rekoleksi
ini. Meskipun demikian, para peserta rekoleksi jangan mengharapkan saya akan
mengulas masalah keluarga itu secara teoretis ilmiah karena forum ini bukanlah
forum ilmiah. Saya berkeyakainan bahwa semua peserta adalah praktisi dalam
dunia kehidupan keluarga. Peserta sekalian adalah arsitek kehidupan keluarga.
Saya hanyalah orang luar yang coba melihat dan menempatkan keluarga itu dalam
perspektif rohani. Agar dimensi dan perspektif rohani ini sungguh mendasari
pembicaraan kita dalam konteks tema yang kita rumuskan, izinkanlah saya memberi
nuansa rohani pada tema itu dengan memperluas tema itu menjadi: “MENELADANI
KELUARGA KUDUS NASARETH MEWUJUDKAN KELUARGA KATOLIK RAJAWALI”.
Tema yang dipeluas ini
sengaja saya rumuskan untuk membingkai seluruh pikiran dan pemahaman kita agar
pembicaraan kita tentang keluarga tidak membias. Untuk apa kita meneladani
Keluarga Kudus? Jawabannya untuk mewujudkan Keluarga Katolik yang kudus yang
baik, yyang unggul. Identitas dan atribut
Katolik itu penting ditekankan agar kita selalu memaknai kembali seluruh
ziarah kehidupan keluarga kita. Keluarga Katolik model apa dan macam mana yang
harus kita bangun? Jawaban terhadap pertanyaan ini harus dan wajib merujuk pada
spirit, semangat, mentalitas yang mendasari dan mencitrakan kehidupan keluarga
kita yang beridentitas katolik itu. Saya mencoba menawarkan sebuah pola, model,
dan spirit keluarga katolik dalam sebuah analogi dengan mengambil spirit seekor
burung Rajawali. Itulah sebabnya dalam tema yang diperluas tadi kita temukan
kata Rajawali. Baiklah kita diajak untuk berkilas balik melihat identitas kita sebagai keluarga
katolik sebelum kita memaknai Keluarga berspirit Rajawali.
3. Keluarga Katolik dan Perwujudan
Identitasnya
Dalam sejarah perkembangan kekristenan, kita menemukan bahwa gereja perdana
bermula dari sebuah perkumpulan rumah tangga. Ketika itu belum ada gedung
gereja. Orang berkumpul di rumah-rumah, maka disebut pula jemaat rumah. Paulus
pernah menulis: Salam juga kepada jemaat
di rumah mereka. Salam kepada Epenetus, saudara yang kukasihi, yang adalah buah
pertama dari daerah Asia untuk Kristus (Roma 16:5). Rumah bukan hanya tempat
untuk berkumpul, tetapi dalam rumah itu juga ada keluarga yang membentuk
persekutuan berdoa dan belajar. Selain tuan rumah, hadir pula orang-orang yang
bekerja di rumah itu, para tetangga dan sanak keluarga lainnya. Intinya adalah
keluarga itu sendiri yaitu orang tua dan anak-anak mereka. Siapa yang memimpin
dan mengajar persekutuan itu? Ayah dalam keluarga itulah yang memimpin. Hal ini
meneruskan kebiasaan keluarga Yahudi, di mana seorang ayah memberikan
pendidikan iman kepada anak-anaknya.
Pada waktu itu belum ada komisi keluarga dan komisi kateketik
seperti sekarang yang menyiapkan bahan katekese tentang kehidupan
keluarga. Masa gereja perdana keluargalah yang menjadi komisi kateketik yang
melakukan katekese berkaitan dengan iman. Anak-anak belajar tentang segala hal
berkaitan dengan iman di rumah mereka. Gurunya adalah ayah dan ibu mereka
sendiri. Kehidupan keluarga sehari-hari dijadikan ruangan belajar. Dengan
demikian ayah dan ibu memiliki peranan penting dalam pendidikan iman. Ayah dan
ibu menjadi ''guru dan imam'' bagi anak-anaknya. Keluarga menjadi wadah utama
pendidikan agama. Persekutuan keluarga masa itu juga menjadi wadah bagi
orang-orang yang belum Kristen untuk mengenal pokok-pokok dasar ajaran Kristen.
Dengan demikian keluarga menjadi sebuah gereja kecil, gereja rumah (ecclesia
domestica).
Sejarah menunjukkan kepada kita bahwa keluarga memiliki peran penting dalam
kehidupan gereja. Kekristenan berkembang mulai dari gereja dalam keluarga
(ecclesia domestica). Dalam rangka mengingatkan kembali betapa pentingnya
kehidupan keluarga dalam perkembangan gereja, maka ditetapkanlah masa khusus bagi penghayatan panggilan hidup keluarga. Dalam
kesadaran seperti inilah kita bisa memahami mengapa gereja mentapkan adanya
tahun keluarga
Bagaimanakah identitas keluarga sebagai ''gereja kecil''? Sama seperti
hakikat gereja adalah persekutuan orang-orang yang percaya kepada Kristus yang
dipanggil untuk menjadi garam dan terang dunia, demikian pulalah hakikat
keluarga sebagai sebuah gereja kecil. Dalam penghayatan sebagai gereja kecil,
keluarga Katolik seharusnya memiliki identitas. Pertama, melakukan kehendak
Allah. Keluarga sebagai gereja kecil memiliki identitas melakukan kehendak
Allah, yaitu dengan mendengarkan Firman Allah dan melakukannya. Identitas
keluarga yang melakukan kehendak Allah penting untuk dihayati, teristimewa
dalam menyikapi perubahan-perubahan zaman. Firman Allah menjadi dasar dalam
menyikapi pelbagai tuntutan perubahan. Dalam rangka melakukan kehendak Allah,
keluarga perlu meneladani kedekatan relasi dengan Tuhan dan sesama. Rekoleksi
seperti ini menjadi bentuk konkretnya.
Keluarga yang melakukan kehendak Allah juga bisa dilihat perwujudannya
antara lain dalam komunikasi satu dengan yang lain serta solidaritas. Jika
dalam keluarga tidak terjadi komunikasi yang baik, biasanya akan muncul
kesalahpahaman, saling mencurigai dan tidak mempercayai hingga terjadilah konflik
yang berkepanjangan. Dengan demikian, keluarga sebagai gereja kecil yang
melakukan kehendak Allah perlu menerjemahkan kehendak Allah dalam komunikasi
yang penuh kasih dan meneladani, sehingga tercipta suasana hidup bersama yang
akrab dan rukun. Dengan hidup dalam kehendak Allah, maka setiap anggota saling
memahami dan menghargai. Satu dengan yang lain akan dapat merendahkan hati,
menempatkan kepentingan orang lain lebih utama daripada kepentingannya sendiri,
sehingga semakin hari semakin menyerupai kehidupan Kristus (Filipi 2:1-8).
Dalam rangka melakukan kehendak Allah, maka penting pula keluarga meneladani
solidaritas satu dengan yang lain. Solidaritas itu tampak
dalam segala peristiwa yang menggembirakan atau menyedihkan. Solidaritas
terungkap antara lain dalam sikap empati dan murah hati. Hal ini bukan saja
merupakan sikap kepada sesama anggota keluarga tetapi juga berkembang dalam
solidaritas kepada semua orang dalam rangka meneladani persaudaraan sejati.
Persaudaraan sejati adalah wujud pelaksanaan perintah mengasihi Tuhan dan
sesama (Matius 22:34-40).
Keluarga Katolik yang otentik adalah keluarga yang membuka diri dengan
penuh cinta kasih dan komitmen baik kepada masyarakat maupun gereja. Dengan
demikian, kehangatan kasih dan persaudaraan bukan hanya untuk anggota keluarga
tetapi juga bagi masyarakat sekitarnya. Ini berarti keluarga tidak membangun
persekutuan yang eksklusif tetapi sebuah persekutuan yang inklusif. Dalam hal
ini keluarga terbuka untuk siapa saja yang ingin melakukan kehendak Allah. Keterbukaan
mau menerima dan menghargai siapa saja terwujud pula dalam penerimaan,
penghargaan bahkan dialog dan kerja sama dengan keluarga-keluarga lain yang ada
di masyarakat yang memiliki itikad baik untuk melakukan kehendak Allah dalam meneladani
dunia atau masyarakat menuju masa depan yang lebih baik, penuh damai dan
sejahtera.
Kedua, berkumpul dan menyebar. Dalam melakukan kehendak Allah, keluarga
berada di tengah masyarakat yang sedang mengalami gejolak perubahan zaman yang
pesat. Perubahan zaman ini dapat digambarkan seperti persekutuan para murid
yang berkumpul sebagai satu keluarga bersama Yesus. Dalam persekutuan itu para
murid menikmati kedamaian dan kenyamanan hidup dekat dengan Sang Guru namun
sewaktu-waktu juga menghadapi tantangan-tantangan dan kesulitan bahkan ada
saatnya mereka harus meninggalkan kenyamanan persekutuan untuk menyebar dalam
karya melakukan perintah Sang Guru (Matius 10:5-15). Mereka diutus untuk masuk
dalam kehidupan masyarakat, memberitakan kerajaan sorga yang membawa kesembuhan,
kebangkitan, pemulihan, dan kedamaian. Mereka diutus untuk berkarya dalam
masyarakat yang sedang menghadapi pelbagai persoalan. Mereka mengalami banyak
tantangan dan kesulitan bahkan penolakan di perjalanan, namun tidak
menghentikan karya membawa kabar baik bagi dunia dan melayani orang lain.
Dalam gambaran kehidupan para murid ini ada dinamika kehidupan yang
berkumpul dan menyebar. Hal ini memberikan inspirasi pada dinamika kehidupan
keluarga yang berkumpul dan menyebar di dunia. Dalam panggilannya untuk
melakukan kehendak Allah, keluarga dipanggil untuk bersekutu dengan Allah namun
juga siap menyebar menjadi pelayan masyarakat, menunjukkan kasihnya pada
sesama, menjadi garam dan terang dunia (Matius 22:37-39).
Ketiga, solider pada yang lemah. Keluarga tidak bisa dipisahkan dari
tanggung jawab untuk hidup solider terhadap orang lain. Solidaritas bukan hanya
bagi anggota keluarga yang lemah tapi juga semua kaum lemah di tengah
masyarakat. Inilah keluarga yang menyatu dengan sesama. Kalau kita melihat
kehidupan Yesus, Ia senantiasa memberikan perhatian dan pelayanannya
kepada yang lemah. Penghayatan identitas
keluarga sebagai gereja kecil mestinya menyatu dalam kehidupan keluarga
Kristen.
Jika keluarga kita terbangun dengan baik, maka gereja pun akan maju dengan
pesat serta menjadi berkat bagi masyarakat. Itulah hubungan yang erat antara
keluarga dan gereja. Keluarga adalah gereja kecil dan gereja adalah keluarga
besar. Agar gereja menjadi keluarga besar maka keluarga-keluarga yang menjadi
anggotanya harus hidup dalam semangat rajawali.
4. Apa dan Mengapa Rajawali?
Ketika orang menyebut dan mendengarkan kata rajawali pikiran kita
boleh jadi langsung membayangkan sesuatu yang menakutkatkan. Rajawali, atau
elang biasanya menjadi musuh para pemelihara ayam. Itulah gambaran negatif yang
kuat melekat pada pikiran dan perasaan kita. Yakinlah, hari ini dalam rekoleksi
ini saya akan menampilkan citra rajawali yang lain karena rajawali dilihat
secara rohani dalam kaitannya dengan ziarah kehidupan keluarga-keluarga
katolik.
Rajawali adalah makhluk
ciptaan Tuhan yang sangat indah. Alkitab menuliskan mengenai rajawali sebanyak
27 kali, jauh lebih banyak dibandingkan merpati atau jenis burung lainnya. Seekor
rajawali dewasa memiliki tinggi badan sekitar 90 cm, dan bentangan sayap
sepanjang 2 meter. Ia membangun sarangnya di puncak-puncak gunung. Sarang itu
sangat besar sehingga manusiapun dapat tidur di dalamnya. Sarang itu beratnya
bisa mencapai 700 kg dan sangat nyaman. Berdasarkan Firman Tuhan, kita dapat
melihat beberapa hal yang dapat kita pelajari dari burung rajawali ini
4.1 Ayat Kitab Suci tentang Rajawali
Alkitab Terjemahan Baru terbitan Lembaga Alkitab Indonesia memuat paling
kurang 27 ayat yang menyebutkan kata Rajawali.
- Keluaran 19:4 Kamu sendiri telah melihat apa yang
Kulakukan kepada orang Mesir, dan bagaimana Aku telah mendukung kamu di
atas sayap rajawali dan membawa kamu kepada-Ku.
- Imamat 11:13
Inilah yang harus kamu jijikkan dari burung-burung, janganlah dimakan,
karena semuanya itu adalah kejijikan: burung rajawali, ering janggut dan
elang laut;
- Ulangan 14:12
Tetapi yang berikut janganlah kamu makan: burung rajawali, ering janggut
dan elang laut;
- Ulangan 28:49 TUHAN akan mendatangkan kepadamu
suatu bangsa dari jauh, dari ujung bumi, seperti rajawali yang datang
menyambar; suatu bangsa yang bahasanya engkau tidak mengerti,
- Ulangan 32:11 Laksana rajawali
menggoyangbangkitkan isi sarangnya, melayang-layang di atas anak-anaknya,
mengembangkan sayapnya, menampung seekor, dan mendukungnya di atas
kepaknya,
- II Samuel 1:23 Saul dan Yonatan, orang-orang yang
dicintai dan yang ramah, dalam hidup dan matinya tidak terpisah. Mereka
lebih cepat dari burung rajawali, mereka lebih kuat dari singa.
- Ayub 9:26 meluncur lewat laksana perahu dari
pandan, seperti rajawali yang menyambar mangsanya.
- Ayub 39:30 Atas perintahmukah rajawali
terbang membubung, dan membuat sarangnya di tempat yang tinggi?
- Mazmur 103:5 Dia yang memuaskan hasratmu dengan
kebaikan, sehingga masa mudamu menjadi baru seperti pada burung rajawali.
- Amsal 23:5 Kalau engkau mengamat-amatinya,
lenyaplah ia, karena tiba-tiba ia bersayap, lalu terbang ke angkasa
seperti rajawali.
- Amsal 30:17 Mata yang mengolok-olok ayah, dan
enggan mendengarkan ibu akan dipatuk gagak lembah dan dimakan anak
rajawali.
- Amsal 30:19 jalan
rajawali di udara, jalan ular di atas cadas, jalan kapal di tengah-tengah
laut, dan jalan seorang laki-laki dengan seorang gadis.
- Yesaya 40:31 tetapi orang-orang yang
menanti-nantikan TUHAN mendapat kekuatan baru: mereka seumpama rajawali
yang naik terbang dengan kekuatan sayapnya; mereka berlari dan tidak
menjadi lesu, mereka berjalan dan tidak menjadi lelah.
- Yeremia 48:40 Sebab beginilah firman TUHAN:
Sesungguhnya, ia datang melayang seperti burung rajawali dan mengembangkan
sayapnya ke atas Moab.
- Yeremia 49:16 Sikapmu yang menggemetarkan orang
memperdayakan engkau, dan keangkuhan hatimu, ya engkau yang tinggal di
liang-liang batu, yang menduduki tempat tinggi bukit! Sekalipun engkau
membuat sarangmu tinggi seperti burung rajawali, Aku akan menurunkan
engkau dari sana, demikianlah firman TUHAN.
- Yeremia 49:22 Sesungguhnya, ia naik terbang
seperti burung rajawali, melayang dan mengembangkan sayapnya ke atas
Bozra. Hati para pahlawan Edom pada waktu itu akan seperti hati perempuan
yang sakit beranak."
- Yeremia 4:13 Lihat, ia naik seperti awan-awan,
keretanya kencang seperti angin badai, kudanya lebih tangkas dari pada
burung rajawali. Celakalah kita, sebab kita dibinasakan!
- Ratapan 4:19 Pengejar-pengejar kami lebih cepat
dari pada burung rajawali di angkasa mereka memburu kami di atas
gunung-gunung, menghadang kami di padang gurun.
- Yehezkiel 1:10 Muka mereka kelihatan begini:
Keempatnya mempunyai muka manusia di depan, muka singa di sebelah kanan,
muka lembu di sebelah kiri, dan muka rajawali di belakang.
- Yehezkiel 10:14 Masing-masing mempunyai empat
muka: muka yang pertama ialah muka kerub, yang kedua ialah muka manusia,
yang ketiga ialah muka singa dan yang keempat ialah muka rajawali.
- Yehezkiel 17:3 Katakanlah: Beginilah firman Tuhan
ALLAH: Seekor burung rajawali yang besar dengan sayapnya yang besar dan
panjang, penuh dengan bulu yang berwarna-warna datang ke gunung Libanon
dan ia mengambil puncak pohon aras.
- Yehezkiel 17:7 Dalam pada itu ada juga burung
rajawali besar yang lain dengan sayapnya yang besar dan bulu yang lebat.
Dan sungguh, pohon anggur ini mengarahkan akar-akarnya ke burung itu dan
cabang-cabangnya dijulurkannya kepadanya, supaya burung itu mengairi dia
lebih baik dari bedeng di mana ia ditanam.
- Daniel 4:33 Pada saat itu juga terlaksanalah
perkataan itu atas Nebukadnezar, dan ia dihalau dari antara manusia dan
makan rumput seperti lembu, dan tubuhnya basah oleh embun dari langit,
sampai rambutnya menjadi panjang seperti bulu burung rajawali dan kukunya
seperti kuku burung.
- Daniel 7:4 Yang pertama rupanya seperti seekor
singa, dan mempunyai sayap burung rajawali; aku terus melihatnya sampai
sayapnya tercabut dan ia terangkat dari tanah dan ditegakkan pada dua kaki
seperti manusia, dan kepadanya diberikan hati manusia.
- Hosea 8:1 Tiuplah sangkakala! Serangan laksana
rajawali atas rumah TUHAN! Oleh karena mereka telah melangkahi
perjanjian-Ku dan telah mendurhaka terhadap pengajaran-Ku.
- Obaja 1:4 Sekalipun engkau terbang tinggi
seperti burung rajawali, bahkan, sekalipun sarangmu ditempatkan di antara
bintang-bintang, dari sana pun Aku akan menurunkan engkau, -- demikianlah
firman TUHAN.
- Habakuk 1:8 Kudanya lebih cepat dari pada macan
tutul, dan lebih ganas dari pada serigala pada waktu malam; pasukan
berkudanya datang menderap, dari jauh mereka datang, terbang seperti
rajawali yang menyambar mangsa.
4.2 Apa yang Perlu dipelajari dari Rajawali
Dari semua teks yang
berbicara tentang Rajawali ini kita bisa temukan beberapa hal pokok atau
pelajaran yang bermakna dalam kaitannya dengan tema rekoleksi. Idealisme dan harapan kita untuk meneladani
Keluarga Katolik yang sesuai dengan kehendak Tuhan hanya akan terjadi kalau
kita juga memiliki keunggulan seekor Rajawali. Rajawali mengajarkan kita
pelbagai nilai, pelajaran, dan keunggulan yang dapat dijadikan semangat dalam meneladani
keluarga kudus.
(1) Gaya Terbang
Rajawali itu Unik.
Rajawali Tidak Hanya
Terbang, tetapi Juga Melayang. Satu hal yang paling membedakan species rajawali
dengan burung yang lain adalah species rajawali lebih banyak terbang dengan
cara melayang, dengan membuka lebar kedua sayapnya dan menggunakan tenaga angin
sebagai kekuatan pendorong bagi tubuhnya. Rajawali tidak terbang seperti
layaknya burung-burung yang lain, yang terbang dengan mengepak-kepakkan
sayapnya dengan kekuatan sendiri. Hal yang dilakukan rajawali ialah melayang
dengan anggun, membuka lebar-lebar kedua sayapnya dan menggunakan kekuatan
angin untuk mendorong tubuhnya. Yang membuat rajawali sangat spesial adalah ia
tahu waktu yang tepat untuk meluncur terbang. Ia berdiam di atas puncak gunung
karang, membaca keadaan angin, dan pada saat tepat ia mengepakkan sayapnya
untuk mendorongnya terbang, lalu membuka sayapnya lebar-lebar kemudian melayang
dengan menggunakan kekuatan angin itu. Ini dilakukan rajawali untuk menghemat
tenaga yang dikeluarkan mengingat rajawali adalah burung penjelajah yang setiap
harinya sanggup menempuh jarak minimal 400 km lebih. Panggilan dan kodratnya
untuk terbang jauh, mengharuskannya memilih cara terbang yang lain daripada gaya
terbang jenis unggas lainnya. Ia menggunakan kekuatan yang ada di luar
kemampuan dirinya untuk bisa terbang tinggi dan menempuh jarak yang jauh.
Angin, juga menggambarkan
kesulitan-kesulitandan pergumulan hidup. Bagi rajawali, badai adalah media yang
tepat untuk belajar menguatkan sayapnya. Dia terbang menembus badai itu,
melayang di dalamnya, melatih sayapnya untuk lebih kuat lagi. Orang
"Katolik Rajawali" seharusnya mengucap syukur dalam menghadapi
berbagai-bagai pencobaan karena pencobaan sebagai media untuk menguatkan
sayap-sayap iman kita.
Dalam bahasa Alkitab
angin sering disebutkan sebagai penggambaran Roh Kudus. Kita dapat belajar
untuk bekerja sama dengan Roh Kudus dan membiarkan-Nya mengangkat kita lebih
tinggi lagi, semakin dekat dengan Tuhan. Seringkali kita 'terbang' dengan
kekuatan kita sendiri, hasilnya kita menemui banyak kelelahan, kekecewaan dan
kepahitan dalam hidup ini. Kita perlu belajar dari rajawali, kita mau untuk
'terbang' melintasi kehidupan ini dengan mengandalkan Roh Kudus.
Kita ingin keluarga
kita bertumbuh dalam semangat seekor Rajawali maka mau tidak mau kita sebagai
keluarga Katolik harus mampu menunjukkan gaya terbang, citra diri dan kekhasan
kita. Kenyataan dalam kehidupan
menunjukkan bahwa kita manusia seringkali hanya mengandalkan kekuatan sendiri
dalam melakukan suatu hal. Maka tidak heran jika manusia sering menemui serta
mengalami berbagai macam keputusasaan, kelelahan, banyak membuang waktu dan
banyak sekali mengalami kekecewaan di dalam kehidupan. Belajar dari sang rajawali,
maka kita perlu juga terbang dengan mengandalkan sumber daya atau kekuatan-kekuatan
yang ada di sekitar kita seperti waktu orang lain, tenaga orang lain, modal
orang lain, kecakapan, ide atau bahkan kesempatan (opportunity) yang datangnya
dari orang lain. Dan sumber kekuatan utama kita adalah kekuatan Allah sendiri.
Dalam perspektif lain,
terpaan angin juga bisa kita gambarkan sebagai masalah dan hambatan dalam
kehidupan manusia, kehidupan keluarga-keluarga kita. Rajawali selalu belajar
untuk memperkuat sayap-sayapnya ketika terbang menerjang badai. Ketika kita
manusia dihadapkan pada berbagai masalah dan hambatan dalam hidup hendaknya
kita juga selalu bisa belajar menguatkan sayap-sayap mental, karakter serta
kepribadian kita. Badai kehidupan dan badai perkembangan zaman siap menerpa
keluarga-keluarga kita ketika gempuran global meruntuhkan semua batas pengaman
kehidupan keluarga kita. Kemajuan zaman bisa saja mematahkan sayap-sayap
idealisme kita untuk terbang tinggi dan jauh membawa anak-anak kita ke tempat
yang menjanjikan. Kemajuan teknologi komunikasi saat ini telah menjadikan bumi
dan dunia ini tidak lebih dari sebuah kampung global tanpa batas. Kemajuan
dunia teknologi di satu sisi amat positif karena telah mendekatkan yang jauh
tetapi di sisi lain telah memperlebar jarak yang dekat justru menjauh. Kita
sering senang karena bisa berkomunikasi dengan orang di tempat jauh karena
bantuan teknologi tetapi kita lupa dan tanpa sadar saat yang sama kita
menjauhkan diri dari orang yang paling dekat dengan kita.
Suatu ketika seorang
pembantu rumah tangga mendatangi dokter karena pipi dan telinga kanannya luka
kena strika panas. Bannyak orang menduga ia mengalami kekerasan dari majikannya.
Setelah diselidiki ternyata saat pembantu menyerika pakaian ada deringan
handphone masuk. Tanpa sadar ia mengarahkan strika panas ke telinganya. Ia
mengira ia sedang menggenggam handphone dan lupa bahwa ia memegang strika
panas. Ini contoh dampak teknologi yang menjauhkan orang dari hal paling dekat dengan dirinya. Sekarang ini orang bisa
duduk di satu meja makan, secara fisik dekat, tetapi mereka sebenarnya saling
menjauh karena setiap orang sibuk sms dengan orang di seberang lautan. Kemajuan
teknologi masa kini menurut saya telah membuat orang hidup dan bertindak
setengah-setengah, dan sebagian-sebagian. Dan kalau kita jujur hal ini juga telah mendominasi kehidupan
keluarga-keluarga kita. Sulit rasanya sekarang kita temukan orang yang hidup dan
bertindak penuh. Kalau misalnya saat misa di gereja masih ada deringan
handphone yang membuat orang lain terganggun itu tandanya pemiliknya datang
tidak penuh, hadir setengah karena terlepas dari ia lupa mematikan hpnya, orang
akan menilai masih ada hal penting lain yang harus ia lakukan. Teknologi
berhasil membagi manusia berkeping-keping dan dipetak seakan menjadi
kapling-kapling. Hal yang sama juga bisa terjadi dalam keluarga. Bapa bukannya
tertawa dengan ibu yang ada bersama di meja makan atau di ruangan tamu tetapi
malahan justru tertawa dengan lawan bicara yang berada di tempat jauh. Kalau
itu sering terjadi maka yang ada di sana tidak lebih dari orang yang
setengah-setengah. Kalau tertawa dan marah sendiri tanpa lawan bicara yang
kelihatan, bisa saja membuat orang itu mendapat gelar bukan saja
setengah-setengah tetapi ada tambahan yang kurang sedap menjadi setengah gila.
Sebagai rajawali kita harus berjuang mengalahkan semua tantangan itu dengan
gaya terbang kita yang unik dan khas sebagai orang katolik. Orang-orang yang
menantikan TUHAN, mendapat kekuatan baru mereka seumpama rajawali yang naik
terbang dengan kekuatan sayapnya - Yesaya 40 : 31
(2) Rajawali Berpandangan Tajam dan Terfokus
Rajawali dikarunia
sepasang mata yang luar biasa yang memiliki kekuatan atau jarak pandang hingga
10 kali lebih jauh dari mata manusia. Tidak heran dengan kekuatan mata seperti
itu seekor rajawali sanggup mengintai mangsanya yang berjarak lebih dari 15 km.
Dengan kemampuan luar biasa seperti itu rajawali selalu bisa melihat dan
mengintai mangsanya sehingga sangat jarang mangsa bisa lolos dari sergapan sang
rajawali. Selain memiliki pandangan yang tajam, jauh, rajawali juga sangat
fokus terhadap calon mangsanya. Dengan kata lain pada saat rajawali telah
menetapkan seekor buruan, fokus pandangannya akan selalu ditujukan kepada calon
mangsanya meskipun ia dihadapkan dengan berbagai halangan dan gangguan yang
ada.
Kemampuan rajawali
dalam melihat jauh ke depan bisa kita artikan sebagai visi dan tujuan yang
jelas. Dalam perjalanan menuju keberhasilan kita manusia atau keluarga hendaknya membiasakan diri untuk selalu
menetapkan tujuan yang ingin dicapai dalam hidup. Banyak orang yang telah
menetapkan tujuan dan memiliki impian-impian di masa depan tetapi mengapa
sebagian besar dari mereka pada akhirnya gagal untuk mewujudkannya? Karena pada
dasarnya sebagian besar orang tidak merumuskan visi dan cara pandang hidupnya
secara benar. Ketidaktajaman perumusan visi kehidupan membuat orang gagal
mencapai tujuan. Orang yang hidup tanpa visi yang jelas akan melakukan
segalanya serba alamiah dan terkesan rutinitas yang membawanya pada kebosanan.
Dan kebosanan merupakan ragi yang akan terus berkembang menjadikan roti
kehidupan kita tidak dapat berkembang sebagaimana yang kita harapkan. Rajawali mengajak kita untuk
memiliki ketajaman pandangan terhadap rencana dan masalah kehidupan. Rencana
kehidupan yang jelas tidak akan memberi peluang untuk mengubahnya di tengah
jalan. Rajawali membidik sasaran dalam fokus yang benar dan terus konsisten
pada titik sasaran yang mau dicapainya.
(3) Anak Rajawali Harus Belajar Terbang untuk Terbang
Di atas puncak gunung
yang tinggi, telur rajawali menetas dan muncullah anak rajawali. Seperti
layaknya anak yang lain, hanya ada dua hal yang sangat disukai oleh anak
rajawali ini untuk dilakukan, yaitu makan dan tidur. Anak rajawali akan
menghabiskan masa-masa pertamanya di dunia di dalam sarangnya yang nyaman.
Setiap hari, induk rajawali mencarikan makanan untuk anaknya dan menyuapi mulut
anak yang sudah terbuka menerima makanan. Dengan perut kenyang, anak itu tidur
kembali. Hal itu berlangsung berulang-ulang dalam hidupnya.
Siklus ini berjalan
beberapa minggu, sampai pada suatu hari, induk rajawali ini terbang dan hanya
berputar-putar di atas sarangnya memperhatikan anaknya yang ada di dalam sarang
itu. Kali ini tanpa makanan. Setelah berputar beberapa kali, induk rajawali
akan terbang dengan kecepatan tinggi menuju sarangnya, ditabraknya sarang itu
dan digoncang-goncangkannya. Kemudian ia merenggut anaknya dari sarang dan
dibawanya terbang tinggi. Kemudian, secara tiba-tiba, ia menjatuhkan anaknya
dari ketinggian. Anak ini berusaha terbang, tetapi gagal. Beberapa kemudian, saat jatuh melayang ke bawah mendekati
batu-batu karang, induk rajawali ini dengan cepat meraih anaknya kembali dan
dibawa terbang tinggi. Setelah itu dilepaskannya pegangan itu dan anaknya jatuh
lagi. Tapi sebelum anaknya menyentuh daratan, ia mengangkatnya kembali. Hal ini
dilakukan berulang-ulang, setiap hari. Hanya dalam waktu satu minggu anaknya
sudah banyak belajar, dan mulai memperhatikan bagaimana induknya terbang. Dalam
jangka waktu itu, sayap anak rajawali sudah kuat dan ia pun mulai bisa terbang.
Kita mau agar
keluarga-keluarga kita menjadi keluarga Katolik Rajawali berarti juga kita
berniat mengembangkan pola pendidikan gaya induk rajawali terhadap anaknya. Dan
kalau direnungkan secara lebih serius saat ini banyak Keluarga Katolik hidup
seperti anak rajawali ini. Terlalu nyaman di dalam sarangnya. Kita datang ke
gereja seminggu sekali untuk mendapatkan makanan. Kita menunggu pelayan Tuhan
untuk memberi mereka "makanan rohani" ke dalam mulutnya. Kemudian
setelah ibadah selesai, kita pulang dan "tidur" lagi, tanpa melakukan
Firman Tuhan dan hidup tidak berubah. Baru setelah beban-beban berat menindih
selama 1 minggu, kita merasakan "lapar" dan butuh asupan makanan,
kemudian kita pun pergi lagi ke gereja untuk didrop makanan lagi.
Hal ini berlangsung
terus-menerus berulang-ulang tanpa ada pertumbuhan secara rohani dalam hidup
kita. Sampai suatu saat, sesuatu pencobaan terjadi dalam hidup kita, sarang
digoncangkan dengan keras, dan kita tidak tahu apa yang harus dilakukan. Kita
mulai menyalahkan Tuhan, "Tuhan jahat! Tuhan tidak adil!..." Benarkan Tuhan tidak adil dan tidak berpihak kepada kita?
Tidak! Tuhan tidak jahat! Jika kita mengalami pencobaan dan goncangan berarti Bapa
di surga sedang melatih kita untuk bisa lebih dewasa lagi, agar kita bisa siap
untuk terbang. Akan sia-sia menjadi rajawali kalau dia tidak bisa terbang.
Berarti akan sia-sia menjadi orang Katolik, menjadi keluarga Katolik kalau kita
tidak pernah dewasa dalam iman! Akan tetapi perhatikanlah hal ini: setiap
pencobaan datang, Tuhan tidak pernah membiarkan anak-anak-Nya jatuh tergeletak,
tetapi seperti induk rajawali, pada saat kirits, ia menyambar anaknya untuk
diangkat kembali. Beban berat boleh datang, tetapi kemudian mulailah untuk
berdoa. Mulailah membuka Alkitab dan membaca Firman Tuhan. Kemudian kita akan
menyadari bahwa jawaban doa itu telah datang. Masa-masa sukar akan selalu ada
di depan kita, tapi kita akan menemukan diri kita selalu penuh dengan
pengharapan jika kita tetap berdiri pada kebenaran Firman Allah. Apa yang
sedang terjadi? Ternyata kita sedang merentangkan sayap kita! Kita sedang
belajar terbang! Tuhan mengangkat dan mempermuliakan kita melalui
pencobaan-pencobaan yang kita alami.
Jika induk rajawali
melatih anaknya untuk mempergunakan sayapnya, Tuhan melatih kita untuk
mempercayai Firman-Nya dan mempergunakan iman kita. Menjadi keluarga Katolik
Rajawali berarti pula melihat keterlibatan Tuhan dalam setiap kesukaran hidup
kita.
(4) Rajawali
Diciptakan untuk Tinggal di Tempat Tinggi
Berbeda dengan jenis
burung lainnya, rajawali diciptakan untuk terbang di tempat-tempat yang tinggi,
jauh dari pandangan mata telanjang dan jauh dari jangkauan para pemburu.
Burung rajawali
memiliki keunikan, jika ia berada di alam bebas akan menjadi burung yang paling
bersih di antara burung lainnya, tetapi jika dia berada di dalam penjara
(kandang) dan terikat, ia akan menjadi burung yang paling kotor (hal ini
terjadi karena si rajawali mengkonsumsi makanan yang berbeda dengan burung
lainnya, ia akan memakan makanan seturut orang yang memeliharanya dalam kandang
dan kemungkinan itu makanan yang busuk.
Kita mau menjadi
keluarga Katolik rajawali artinya kita diajak untuk berada di tempat yang tinggi
dan terbang tingi dalam kebabasan sebagai anak Allah. Tuhan menciptakan kita
untuk selalu terbang dan berada di tempat yang tinggi, yaitu selalu berada
dalam hadirat-Nya dan bebas dari kontrol dunia. Sekian sering kita memasukkan
diri dalam kandang-kandang yang kita buat sendiri. Kita sering memasukan diri
kita dalam kandang-kandang dosa yang membuat kita terikat. Kelemahan manusiawi
kita akan mengikat kita di tempat yang paling rendah dan kotor dan hampir pasti dalam keterikatan itu kita
akan menikmati segala hal yang berlawanan dengan rencana Tuhan. Menjadi katolik
Rajawali adalah pilihan untuk terbang tinggi
menjangkau Hadirat Tuhan yang maha Tinggi.
(5) Rajawali Memiliki Waktu Khusus untuk Pembaharuan
Ketika rajawali berumur
60 tahun, ia memasuki periode pembaharuan. Seekor rajawali pada usia 60 tahun
akan mencari tempat tinggi dan tersembunyi di puncak gunung. Ia berdiam di sana,
membiarkan bulu-bulunya rontok satu demi satu. Rajawali ini mengalami keadaan
yang menyakitkan dan sangat mengenaskan selama kira-kira 1 tahun. Ia menunggu
dengan sabar selama proses ini berlangsung, dan setiap hari ia membiarkan sinar
matahari menyinari tubuhnya untuk mempercepat proses penyembuhannya. Melalui
proses alamiah seperti ini, bulu-bulu barupun tumbuh, dan rajawali menerima
kekuatan yang baru sehingga ia mampu bertahan hidup hingga umur 120 tahun,
seperti normalnya rajawali hidup.
Menjadi katolik
rajawali berarti pula menerima tuntutan pembaharuan diri dan cara hidup dari
hari ke hari sepanjang hidup. Kalau rajawali melakukan pembaharuan tunggu usia
60 tahun, kita manusia justru melakukannya secara terus menerus. Mengapa?
Karena rahasia kehidupan kita hanya Tuhan yang tahu. Kita mau tunggu 60 tahun
dengan pengandaian Tuhan mengizinkan kita tiba pada usia itu. Tetapi jika Tuhan
memanggil kita sebelum 60 tahun itu artinya kita kembali tanpa pernah melakukan
pembaharuan.
Sebagaimana halnya rajawali, orang Katolik, keluarga Katolik
perlu memiliki waktu-waktu khusus untuk proses pembaharuan dalam hidup ini.
Membiarkan hal-hal lama yang tidak berguna lagi 'rontok' dan menanti-nantikan
dengan sabar pemulihan dari Tuhan. Pembaharuan adalah prinsip Ilahi, di mana
Allah memotong, memangkas, membersihkan ranting dan dahan yang kering dan lapuk
membusuk dan yang tidak menghasilkan
buah dalam hidup kita ini agar kita mampu berbuah lebih lebat lagi. Selama kita
hidup dan selama kita menantikan Dia, relakan proses pembaharuan itu
berlangsung dalam hidup kita. Rekoleksi seperti ini merupakan salah satu model
upaya pembaharuan itu.
(6) Rajawali Kadang-kadang Sakit Seperti Manusia
Ketika rajawali
mengalami sakit, ia terbang ke suatu tempat yang sangat disukainya, dan di sana
ia dengan leluasa menikmati sinar matahari. Karena sinar matahari memainkan peranan sangat penting dalam kehidupan
rajawali, dan juga merupakan obat yang paling mujarab baginya. Kekuatan sinar
matahari itulah yang memulihkan kondisi fisik sang rajawali. Dia selalu mencari
sinar matahari untuk mempercepat proses pemulihan kesehatannya.
Orang katolik Rajawali
dan Keluarga Katolik Rajawali tidak akan luput dari pelbagai penyakit baik
penyakit yang berkaitan dengan jiwa maupun penyakit fisik. Ketika kita sakit,
baik itu sakit secara fisik, ekonomi, rumah tangga, pekerjaan, pelayanan, atau
sakit rohani, apakah kita juga mencari sinar pemulihan pada Allah yang
memainkan peranan penting dalam hidup kita, yang juga merupakan sumber
kesembuhan bagi segala macam 'penyakit'. Kita, lebih dari Rajawali sehingga
tidak ada alasan bagi kita untuk menghindari kedekatan dengan Allah dalam
segala situasi kehidupan kita yang tidak menguntungkan.
(7) Rajawali
Menyonsong Akhir Kehidupan
Ketika rajawali berada
dalam keadaan mendekati kematiannya, ia akan terbang ke tempat yang paling
disukainya, di atas gunung. Di gunung yang tinggi itulah rajawali berusaha
menyelimuti tubuhnya dengan kedua sayapnya. Ia akan mengarahkan pandangannya ke
arah terbitnya mentari. Ketika mentari beranjak naik di ufuk timur sang
rajawali mengarahkan pandangannya ke sinar pagi lalu ia menunduk merengang
nyawa, lalu ia mati dalam sorotan sinar matahari pagi.
Orang katolik dan
keluarga katolik rajawali tanpa kecuali, pada waktunya akan mengalami nasib
seperti rajawali. Sebagai orang beriman kita merindukan sebuah akhir kisah
ziarah sambil memanang sinar mentari Ilahi. Sudah sepantasnyalah semua orang
beriman mati dengan mata dan hati tetap tertuju pada Yesus sebagai sumber
pengharapan dan jaminan di dalam kehidupan kekal.
5. Hambatan menjadi Keluarga Katolik Rajawali
Dalam uraian terdahulu
kita mendengarkan bahwa angin badai merupakan tantangan utama bagi rajawali
untuk terbang tinggi dan terbang jauh. Saya yakin tidak ada keluarga yang hidup
tanpa masalah. Semua kita yang hadir tentu mengetahui secara persis dan secara
benar apa yang merupakan masalah dalam keluarga yang membuat kita susah terbang
sebagai keluarga katolik rajawali. Kalau mau dideretkan atau dilitaniakan saaat
ini tentu waktu kita tidak cukup. Berikut ini saya menyampaikan satu contoh
masalah yang menghambat keluarga katolik dalam usaha menjadi keluarga katolik rajawali itu.
Mungkin ada dari antara kita yang pernah membaca sebuah buku yang ditulis
Nancy Anderson berjudul Avoiding The
Greener Grass Syndome. Judul ini kalau dialihkan ke dalam bahasa Indonesia
berarti: Menghindari Sindrom Rumput yang Lebih Hijau. Apa sebenarnya yang mau
dikatakan di dalam buku itu? Ternyata buku itu itu berisi kisah pengalaman
pribadi Nancy Anderson dalam kehidupan keluarganya yang mengalami pasang surut
karena banyaknya badai yang menerpa kehidupan rumah tangganya. Salah satu badai
yang nyaris merobekkan layar perahu keluarganya berkaitan dengan apa yang
dikatakan melalui judul buknya ini. Dia mengisahkan bagimana ia kehilangan
harapan untuk merekatkan kembali hubungan dengan pasangannya yang nyaris bubar.
Sebabnya, tidak lain karena masing-masing
didera sindrom rumput hijau. Ia menulis: imanku berubah menjadi
suam-suam kuku, sehingga aku lebih percaya pada kebohongan-kebohongan dunia:
"Saya berhak untuk bahagia." Kebohongan yang kuhadapi membuatku
terlibat dalam hubungan cinta gelap yang nyaris mengakhiri perkawinan kami. Aku
dengan sengaja menulis buku berjudul Avoiding The Greener Grass Syndome
(Menghindari Sindrom Rumput yang Lebih Hijau) agar kisah ketidaksetiaan dalam
keluargaku tidak menjadi "kisah kehidupan keluarga lainnya".
Sindrom rumput hijau yang dikatakan Nancy ini bukan tidak mungkin bahkan
hampir pasti juga akan menimpa pasangan-pasangan suami istri masa kini. Sindrom
rumput hijau seperti ini, kini muncul dalam istilah cinta yang
bercabang-cabang, cinta tebagi-bagi, cinta bersegi-segi. Cinta segi tiga, segi
empat dan segi-segi lainnya. Dalam bahasa populer zaman ini semuanya terangkum
dalam kata kramat yang tidak sedap yaitu fenomena selingkuh.
Sebagai bentuk tanggungjawabnya atas kehidupan dan demi menyelamatkan
kehidupan keluarga lainnya yang bermasalah, Nancy menulis bernada mengingatkan:
Ingatlah, Rumput di seberang pagar
mungkin selalu tampak lebih hijau, tetapi kesetiaan kepada Allah dan kesetiaan
janji kepada pasangan Anda sajalah yang dapat memberikan damai di hati dan
kepuasan. Apabila Anda menghindari
sindrom rumput yang lebih hijau dengan mencintai dan menghormati pasangan Anda,
pernikahan Anda akan menjadi gambaran tentang hubungan Kristus dan jemaat bagi
orang-orang di sekitar Anda
(Ef.5,31-32). Apa yang dinasihatkan Nancy ini juga sebuah rekomendasi
buat keluarga katolik untuk terus menjadi keluarga rajawali yang berada di
tempat tinggi dan terus mengarahkan padangan kepada Allah sang matahari
kehidupan.
Keluarga rajawali adalah keluarga yang menghindari konflik tetapi dalam
kenyataan konflik juga menjadi bagian dari kehidupan keluarga karena itu kalau
ada konflik baiklah kita ingat dua kata kramat ini: SUAMI-ISTRI. Dalam konteks
usaha membebasakan diri dari sindrom rumput hijau baiklah saya coba memaknai
setiap huruf pada pasangan kata SUAMI-ISTRI itu. Pasangan kata itu terdiri atas
10 huruf bermakna dan dibagi adil karena
lima huruf milik suami dan lima huruf milik istri. Saya memakani dan melengkapinya
dengan teks dari kitab Amsal.
6. Pagar-Pagar Pengaman Keluarga Katolik Rajawali
·
Sadarilah bahwa masing-masing
punya andil jikalau konfliks sampai terjadi. (Amsal 14,17: Jauhilah orang bebal, karena pengetahuan tidak kaudapati
dari bibirnya)
·
Usahakanlah
untuk mengadu atau berbicara terlebih dahulu hanya kepada Tuhan (Ams 11:13: Siapa mengumpat,
membuka rahasia, tetapi siapa yang setia, menutupi perkara).
·
Akuilah
dengan jujur dan ekspresif perasaan-perasaan negatifmu di
hadapan Tuhan (Ams 5:21: Karena segala jalan orang terbuka di depan
mata TUHAN, dan segala langkah orang diawasi-Nya)
·
Mintalah hikmat dan
kasih tambahan untuk dapat menyelesaikan konfliks tersebut
sesegera dan setuntas mungkin (Ams 4:6: Janganlah meninggalkan hikmat itu, maka
engkau akan dipeliharanya, kasihilah dia, maka engkau akan dijaganya).
·
Izinkanlah istri
untuk mencurahkan isi hati, termasuk uneg-unegnya, dengan merdeka, tanpa
takut dimarahi (Ams 11:2: Jikalau keangkuhan tiba, tiba juga cemooh,
tetapi hikmat ada pada orang yang rendah hati)
- Izinkan suami menganalisis masalah tanpa
diinterupsi, sehingga pokok masalah dapat disoroti
secara jernih (Ams 10:19 : Di dalam banyak bicara pasti ada
pelanggaran, tetapi siapa yang menahan bibirnya, berakal budi).
- Salurkanlah energi senantiasa untuk mencari solusi, bukan untuk
mencari-cari kesalahan (Ams 17:9: Siapa menutupi pelanggaran,
mengejar kasih, tetapi siapa membangkit-bangkit perkara, menceraikan
sahabat yang karib).
- Tetapkanlah hati untuk
saling meminta maaf satu kepada yang lain dan
memohon pengampunan Tuhan (Ams 16:6: Dengan kasih dan
kesetiaan, kesalahan diampuni, karena takut akan TUHAN orang menjauhi
kejahatan).
- Rayakanlah penyelesaian konfliks secara kreatif (Ams 24:10:
Jika engkau tawar hati pada masa kesesakan, kecillah kekuatanmu).
- Isilah hari-hari selanjutnya dengan curahan kasih sayang
yang lebih konkret demi kesembuhan dan pemulihan
hubungan dan keintiman (Ams 27:5: Lebih baik teguran yang
nyata-nyata dari pada kasih yang tersembunyi)
7. Penutup
Kita mengidealkan
keluarga Katolik Rajawali tetapi kita masih hidup di dunia dengan segala hal
yang akan menarik kita dan boleh jadi
membuat kita tidak bisa terbang seperti rajawali. Dalam kerendahan hati tentu
kita harus manaruh harapan kepada Tuhan sebagai Induk rajawali dan kita percaya
kita akan selalu di bawa terbang di atas kepak sayapnya. Karena itu, kita perlu
menyadari bahwa hidup kita, hidup keluarga kita tidak selamanya mulus karena
pasti di jalan yang kita lewati itu kita akan menjumpai banyak hal: ada krikil,
ada duri, ada persimpangan, ada pentujuk arah, ada masalah, ada pengorbanan,
ada air mata, kritikan, ada tawa, ada senyuman, ada orang lain. Semunya itu
kita kita butuhkan dalam meneladani mosaik kehidupan keluarga kita menuju
keluarga rawajali.
Kita membutuhkan
Kerikil yang tajam supaya kita belajar
berhati-hati. Kita membutuhkan
Semak Berduri supaya kita lebih Waspada.
Kita membutuhkan Persimpangan supaya kita memilih secara Bijaksana. Kita
membutuhkan Petunjuk Jalan supaya kita punya kepastian tantang masa depan. Kita
membutuhkan Masalah supaya kita tahu
kita memiliki Kekuatan. Kita membutuhkan Pengorbanan supaya kita tahu cara
Bekerja Keras. Kita membutuhkan Airmata supaya kita tahu merendahkan Hati. Kita
membutuhkan Kritikan supaya kita tahu bagaimana Cara Menghargai. Kita
membutuhkan Tertawa supaya kita tahu Mengucap Syukur. Kita membutuhkan Senyuman
supaya kita tahu kita Punya Cinta. Kita membutuhkan Orang Lain supaya kita tahu
kita Tak Sendirian
Akhirnya, saya menutup
renungan rekoleksi ini dengan harapan
semoga ada manfaatnya dan untuk hal yang tidak berkenan mohon dilupakan dan
dimaafkan. Marilah kita terus berjuang membangun keluarga kita, membangun
gereja kita dengan dalam semangat Rajawali. Keluarga adalah gereja kecil dan
gereja adalah keluarga besar. Mari kita berjuang untuk menjadi keluarga
rajawali. Semoga
Biara Frateran BHK Malang
Rabu, 14 November 2012
RD.Bonefasius Rampung
No comments:
Post a Comment