Saturday, November 26, 2016

RENUNGAN MINGGU ADVENT-1



HARI MINGGU I ADVEN, 21 NOV.2016
Kapela STKIP Santu Paulus Ruteng
Buka

Hari ini kita memasuki masa atau tahun liturgi yang baru yang ditandai dengan perayaan minggu pertama masa  Advent. Kita berdoa semoga dalam masa ini kita sungguh-sungguh membenahi diri bagi kelayakan dan kepantasan kita menyambut kelahiran Tuhan di hari Natal. Kita bawa semua niat pribadi dan niat bersama kita untuk mengisi masa penantian ini dengan segala yang baik

Renungan
Dalam dunia militer ada satu kata yang hampir pasti selalu diucapkan setiap anggota satuan. Kata apakah itu? Kata itu adalah “SIAP” . Siap adalah kata yang selalu diucapkan setiap anggota satuan dalam dunia militer sebelum atau pada saat seorang anggota menerima perintah dari atasan atau sesamanya. Kata ‘Siap’ yang melekat pada mulut setiap anggota militer itu memang kedengarannya sangat singkat dan sederhana, tetapi kata itu memiliki kekuatan luar biasa dalam menentukan arah gerakan dan  model aksi yang akan dilakukan seorang anggota militer. Setiap perintah, aba-aba yang diarahkan kepada setiap anggota militer pasti disambut dengan kata, “Siap!”.
Kata ‘siap’ seperti ini selalu bernuansa harapan karena dalam kata itu tersembunyi atau impilisit ada kerinduan dan kemauan yang kuat untuk mendapatkan sesuatu secara baik dan sukses. Siap dan kata ‘siap’ biasanya menjadi titik awal untuk setiap kesuksesan dalam hidup. Tidak ada kesuksesan yang dicapai tanpa persiapan. Kesuksesan untuk akhir suatu tindakan atau pekerjaan selalu menghadirkan kata siap dalam seluruh prosesnya. Seorang palajar, mahasiswa yang sukses misalnya selalu dikaitkan dengan kualitas persiapannya dalam seluruh proses yang terjadi. Seorang petani dapat dikatakan sukses hanya jika ia siap menjalankan pekerjaannya sebagai petani secara baik. Seorang pejabat pemerintah yang sukses adalah seorang yang sungguh memiliki kata siap dalam dan selama ia memerintah.  Begitu seterusnya kalau ada kata siap pasti ada kata sukses. Singkat kata, tidak ada kesususesan tanpa persiapan. Kata sukses menjadi anak sulungnya kata ‘Siap’.
Hari ini gereja dan kita semua memasuki tahun baru liturgi gereja yang ditandai dengan perayaan minggu pertama Advent. Permulaan tahun Liturgi ini juga ditandai dengan adanya lingkaran Advent dengan empat batang lilin yang dinyalakan secara berurutan sejak minggu pertama hingga minggu keempat masa Advent ini. Bacaan-bacaan yang diperdengarkan untuk kita pada hari Minggu pertama Advent itu sesungguhnya hanya terpusat pada satu kata yaitu kata ‘siap’. Dalam bacaan pertama kita mendengarkan ajakan Yesaya untuk segera mendaki ke gunung Tuhan karena di sana Tuhan akan memberikan manusia petunjuk  dan jalan yang menggaransi kehidupannya. Yesaya menulis ajakan ini: "Mari, kita naik ke gunung TUHAN, ke rumah Allah Yakub, supaya Ia mengajar kita tentang jalan-jalan-Nya, dan supaya kita berjalan menempuhnya; sebab dari Sion akan keluar pengajaran dan firman TUHAN dari Yerusalem." Ajakan ke gunung Tuhan seperti ini hanya bisa dijawab dan diikuti kalau orang memang siap berjalan dan mendaki ke gunung Tuhan. 
 Beberapa tahun lalu ketika saya bersama rombongan peziarah tiba di terminal unta di kaki gunung Sinai, ada beberapa orang dari peziarah dari kelompok lain tidak bisa melanjutkan pendakian ke puncak Sinai yang harus ditempuh sepajang malam. Mereka memilih berhenti karena merasa tidak siap menunggang unta dan jalan dalam kegelapan menuju puncak Sinai. Rombongan kami semuanya siap dan tergolong sukses dan kompak tiba di puncak Sinai. Kami sukses tiba pagi hari di puncak Sinai dan sungguh menggembirakan menyaksikan fajar pagi dari kapela Musa di puncak gunung itu. Merasakan dan menikmati suasana hikmat dan sakral karena di tempat itulah dahulu Musa menerima sepuluh perintah yang menjadi pentunjuk bagi kehidupan kita.
Perihal perlunya persiapan seperti ini dalam bahasa dan rumusan lain dan lebih konkret dikatakan Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Roma hari ini. Paulus mengingatkan bahwa keselamatan semakin mendekat, dan manusia harus siap menyambutnya. Paulus mengingatkan  jemaat Roma dan kita semua bahwa semuanya harus siap, sebab keselamatan sudah lebih dekat, hari sudah jauh malam, telah hampir siang. Sebab itu marilah kita menanggalkan perbuatan-perbuatan kegelapan dan mengenakan perlengkapan senjata terang!  Perlengkapan dan senjata terang itu nayata dalam cara hidup kita untuk lebih sopan, seperti pada siang hari, tidak terlarut dalam pesta pora dan kemabukan, dalam percabulan dan hawa nafsu, jangan dalam perselisihan dan iri hati. Bersiap untuk konteks Paulus berarti manusia kita, harus spirit mendewakan kenikmatan lahiriah.
Konsep ‘siap’ menurut Yesus dalam versi Matius dalam injilnya hari ini tampak dalam sikap yang awas atau berjaga-jaga. Yesus memberikan kita deskripsi yang terlampau dramatis tentang suasana yang akan dihadapi manusia yang tidak berjaga-jaga. Yesus mengingatkan bahwa pada waktunya Tuhan akan menggoncang manusia dengan pengalamanan yang tragis melalui lukisan kisah air bah dan narasi lain tentang pemisahan dua orang yang ada di ladang dan dua orang yang ada pada kilangan gandum. Mereka akan segera dipisahkan dan mereka harus siap menerima kenyataan itu. Pada waktu itu kalau ada dua orang di ladang, yang seorang akan dibawa dan yang lain akan ditinggalkan; kalau ada dua orang perempuan sedang memutar batu kilangan, yang seorang akan dibawa dan yang lain akan ditinggalkan. Kondisi seperti ini mengharuskan manusia untuk berjaga-jaga. Karena itu berjaga-jagalah, sebab kamu tidak tahu pada hari mana Tuhanmu datang.
Kata “advent” seperti yang kita ketahui  berasal dari kata “adventus” dari bahasa Latin, yang artinya “kedatangan”. Masa Advent ini berkaitan dengan permenungan akan kedatangan Kristus. Kristus memang telah datang ke dunia, Ia akan datang kembali di akhir zaman; namun Ia tidak pernah meninggalkan kita atau Gereja-Nya. Ia selalu hadir di tengah- tengah umat-Nya. Dengan demikian  Advent sesungguhnya merupakan perayaan terkait  tiga hal penting yaitu: peringatan akan kedatangan Kristus yang pertama di dunia, peringatan akan kehadiran-Nya di tengah Gereja atau umat, dan penantian akan kedatangan-Nya kembali pada akhir zaman. Maka kata “Advent” harus dimaknai dalam arti yang penuh, perihal tiga dimensi waktu : dulu, sekarang, dan yang akan datang.
Di hadapan kita ada lingkaran atau corona advent yang terbuat dari daun-daun segar. Empat batang lilin diletakkan sekeliling Lingkaran Advent, tiga lilin berwarna ungu dan yang lain berwarna merah muda. Lilin-lilin itu melambangkan keempat minggu dalam Masa Adven, yaitu masa persiapan  menyambut Natal. Setiap hari, dalam bacaan Liturgi Perjanjian Lama dikisahkan tentang penantian bangsa Yahudi akan Mesias, sementara dalam Perjanjian Baru mulai diperkenalkan tokoh-tokoh yang berperan dalam Kisah Natal. Pada awal Masa Advent, sebatang lilin dinyalakan, kemudian setiap minggu berikutnya lilin lain dinyalakan. Seiring dengan bertambah terangnya Lingkaran Advent setiap minggu, kita pun diingatkan bahwa kelahiran Sang Terang Dunia semakin dekat.  
Warna-warni keempat lilin juga memiliki makna tersendiri. Lilin ungu sebagai lambang pertobatan, masa mempersiapkan jiwa kita untuk menerima Kristus pada Hari Natal. Lilin merah muda dinyalakan pada Hari Minggu Adven III yang disebut Minggu “Gaudete”(Latin) yang berarti “sukacita”, melambangkan adanya sukacita di tengah masa pertobatan menyambut kelahiran Tuhan. Warna merah muda dibuat dengan mencampurkan warna ungu dengan putih.   Pada Hari Natal, keempat lilin tersebut digantikan dengan lilin-lilin putih - masa persiapan kita telah usai dan kita masuk dalam sukacita yang besar.
Pesan Firman Tuhan untuk kita hari ini tegas dan jelas yaitu perlunya persiapan hati dan batin menyambut Tuhan dengan berbagai tindakan atau aksi nyata bahwa kita memang siap menyambut Tuhan yang membebaskan kita dari belenggu yang mengancam. Kita diminta untuk selalu siap, berjaga-jaga dengan cara membendahi cara hidup kita terhadap diri kita, terhadap sesama, terhadap alam lingkungan, dan terhadap Tuhan. Aksi praksisnya dikatakan Paulus dalam bacaan kedua tadi.
Saya ingin meringkas pesan Firman Tuhan hari ini dalam cerita kecil ini. Seorang, sebut saja namanya Simon Mael (SM), melintasi padang gurun dan ia sangat kehausan. Dia mencoba mencari tempat penjualan air minum namun tidak ditemukannya. Setelah sekian lama SM berjalan ia berpapasan dengan seorang pedagang dasi. SM yang kehausan itu bertanya apakah pedagang itu mempunya air minum untuk dibagikan kepadanya. Pedagang dasi itu mengatakan bahwa dirinya tidak menjual air  minum namun ia menawarkan dasi seharga hanya Rp10.000 kepada SM. “Dasi ini sangat penting untuk Bapak”, kata penjual dasi itu. SM sangat marah kepada penjuan dasi itu. “ Kau bodoh, Saya tidak butuh dasimu saya hanya butuh air minum”. Ia pun berlalu.  Kemudian SM bertemu dengan seorang anak yang menjual gelang. SM bertanya kepada anak itu apakah ada air yang dijual. Anak itu berkata ia tidak menjual air namun ia menawarkan gelang kepada SM. Kemarahan SM semakin menjadi-jadi. Ia mengusir anak itu. Dalam rasa haus yang kian mendera SM tiba di sebuah restoran yang semua serba gratis. Di restoran itu orang bisa makan dan minum tanpa bayar. Betapa senangnya si SM. Saat ia mencoba masuk, penjaga restoran itu tidak mengizinkan dia karena tidak memakai gelang  dan tidak berdasi. SM memang heran karena semua yang makan dan minum di sana memakai gelang dan berdasi.
Ada banyak peristiwa dan pengalaman dalam hidup kita yang sering kita lewatkan begitu saja bahkan kita sepelekan dan benci. Kita lewatkan dan sepelekan karena yang kita utamakan adalah kepentingan diri kita. Kita tidak pernah membayangkan bahwa semua yang kita hindari dan sepelekan justru menentukan nasib kita. Tuhan mengundang kita untuk mengalami semuanya secara gratis dan Tuhan menguji kita dalam pengalaman hidup. Semoga kita tidak mengalami nasib seperti Simon Mael. Amin

 Di samping Kapela di Puncak Sinai