Wednesday, September 21, 2016

RENUNGAN MINGGU BIASA KE-26



HARI MINGGU BIASA XXV THN.C2  18  SEPTEMBER 2016
Am 8:4-7; 1Tim 2:1-8; Luk 16:1-13
Paroki Langke Majok dan Stasi Watu Wohe

Buka
Marilah kita serahkan seluruh rencana kerja kita seminggu ke depan  dalam bimbingan agar kita bekerja secata benar, jujur, dan adil. Kita memohonkan kekuatan Tuhan agar kita mampu hidup dan bekerja demi kebaikan diri sendiri dan kebaikan sesama dalam semangat kejujuran. Kita akui kelemahan kita seandainya ketidakjujuran mewarnai perjuangan  hiudp kita.
Renungan
Andaikan pada saat ini Tuhan datang kepada setiap kita dan tanyakan kepada kita, Anda mau hidup berapa tahun lagi, apa jawaban kita? Saya yakin setiap kita akan menentukan angka yang paling tinggi. Kita inginkan hidup kita lebih lama.  Seandainya juga saat ini malaikat maut datang kepada kita dan membawa 50 jenis penyakit yang akan membuat kita cepat mati, dan kita diminta untuk memilih, kita akan memilih berapa penyakit?
Saya yakin kita tidak akan mau memilih satu pun dari penyakit yang ditawarkan itu. Mengapa kalau tawaran tambah usia manusia melilih angka tertinggi dan kalau ditawari penyakit tidak mau memilih? Jawabannya karena semua orang menginginkan semua hal yang menguntungkan dirinya. Semua manusia, semua kita inginkan yang terbaik untuk diri sendiri dan kalau boleh semua yang buruk itu menjadi milik orang lain dan menimpa orang lain. Keinginan, untuk mementingkan diri itu pada akhirnya menentukan perilaku dan tingkah laku manusia. Orang yang mau mencari keuntungan diri sendiri cenderung melakukan manipulasi atau menipu, memalsukan segala hal.
Masih segar dalam ingatan kita bahwa sekarang ini di mana-mana orang berhadapan dengan perilaku dan tindakan yang bernuansa kepalsuan. Ada vaksin palsu, obat palsu, ijazah palsu, kuitansi palsu, surat perjalanan dinas palsu, tanda tangan palsu, KTP palsu, polisi palsu, hakim palsu, tentara palsu, bupati palsu, kepada desa palsu, sertifikat tanah palsu, rambut palsu, gigi palsu, dan masih bisa ditambahkan dengan palus-palsu lainnya. Kalau semuanya palsu maka kita akan bertemu dengan manusia palsu dengan tingkah laku yang serba palsu. Segala bentuk kekerasan dan tindakan tidak terpuji sesungguhnya lahir dari hidup yang penuh dnegan kepalsuan.
Model kepalsuan hidup manusia itu digambarkan dalam tiga bacaan yang kita dengar hari ini. Dalam bacaan pertama kita dendengarkan bagaimana Nabi Amos mengangkat kisah tentang praktih hidup manusia semasa Amos tampil sebagai nabi. Amos melihat praktik hidup yang tidak terpunji, cara hidup yang penuh penipuan dan kepalsuan. Amos mengangkat kisah dunia bisnis, dunia perdagangan yang jauh dari kejujuran. Banyak orang yang terpaksa haknya dinjak-injak karena perilaku sesamanya yang tidak jujur. Nabi Amos mengamati bahwa dalam dunia perdagangan masa itu banyak yang bertindak palsu. Ukuran dan takaran dimanipulasi biar mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya.
Kepalsuan yang paling jelas dalam hidup manusia sejak zaman dahulu hingga zaman sekarang adalah mempermainkan angka, memanipulasi angka. Dan itu bukan hanya dunia bisnis tetapi juga merambat ke dunia politik. Akibatnya, orang tidak akan menaruh hormat kepada orang seperti itu. Kejujuran adalah kebajikan yang paling mahal harga dalam kehidupan manusia. Orang jujur dihormati, penipu akan ditinggalkan. Nubuat nabi Amos hari ini mengingatkan kita akan aneka kepalsuan dalam hiudp manusia zaman ini. Dalam bacaan pertama tadi kita mendengar  orang bertanya, “kapan bulan Sabat berlalu, supaya kita boleh berdagang terigu; kita akan memperkecil takaran, menaikkan harga dan menipu dengan neraca palsu; kita akan membeli orang papa karena uang, dan membeli orang miskin karena sepasang kasut; kita akan menjual terigu tua.  Sikap Tuhan terhadap orang seperti ini jelas.  “Aku tidak akan melupakan untuk seterusnya segala perbuatan mereka!”
Bacaan kedua mengingatkan kita manusia agar mengusahakan hidup yang aman dan tenteram dalam kesalehan dan kehormatan. Kesalehan dan kehormatan adalah jaminan terbaik untuk berkenan kepada Allah.
Tidak mudah orang mengusahan kebaikan dan kehormatan untuk diri dan hidupnya. Mengapa? Karena keinginan manusia tidak terbatas baik itu itu keinginan untuk berkuasa maupun keinginan untuk memiliki segalanya. Lebih dari itu, kepalsuan dan manipulasi umunya lahir ketika orang hanya mau mencari yang gampang. Menggampangkan segala hal akan membaw aorang pada perilaku yang tidak jujur dan tidak adil. Kisah Injil versi Lukas hari ini juga memberikan kita gambaran bahwa penipuan dan pemalsuan terjadi ketika orang terdesak untuk menyelematkan dirinya sendiri, terdesak untuk mencari gampang.
Dari Injil  kita mendapat kesan bahwa bendahara yang terancam  dipecat oleh tuannya menampilkan dua sikap yang seolah-olah berbuat baik tetapi sesungguhnya dia memanipulasi untuk pentingan dirinya. Kesannya, ia menjadi orang yang murah hati, dengan berusahan memainkan angka atau kuitasi utang. Kesannya, seolah-olah ia aberbelas kasih dan mau menolong orang yang bertang tetapi sesungguhnya dia mau mendapatkan keuntungan.  Dia tahu diri bahwa dia orang bermental enak, tidak mau bekerja keras, dan malu melakukan pekerjaan yang halal. Karena mau mencari gampang ia memotong (pele) angka biar sebagiannya dihadikan miliknya.  Kasus-kasus korupsi para pejabat zaman ini juga mitip-mirip dengan perilaku mantan benadara dalam injil tadi. Praktik mark up anggaran, proyek, memainkan angka kuitasi dan nota belanja tetap menjadi penyakit kronis masyarakat kita saat ini.
Yang buruk dari bendahara itu adalah caranya ia mengatasi kesuli­tannya. Untuk mengatasi kesulitannya ia menempuh jalan yang tidak jujur, jalan yang tidak halal. Ia membuat kontrak tipuan/palsu dengan tuan/majikan dari teman‑temannya. Ia membonceng pada orang lain, mengadakan kolusi dengan mereka. Ia mengeruk untung dari teman‑temannya. Dalam surat kontrak dari teman‑temannya tertulis misalnya 100 tempayan minyak, namun dalam surat kontrak palsu tertulis hanya 50 tempayan. Dengan demikian ia mendapat untung 50 tempayan. Dalam surat temannya yang lain tertulis 100 pikul gandum, namun dalam surat kontrak palsu tertulis 80 pikul. Dengan demikian ia memperoleh untung 20 pikul gandum.
Keburukan dari bendahara itu adalah bahwa ia memaksa teman‑temannya untuk membuat tipuan, dan dengan itu pula ia menipu majikannya sehingga ia mendapat untung yang besar.
Apa aplikasi dari tingkah laku si bendahara ini untuk kita?
Pertama, bekerjalah dan berusah seuat tenaga dalam kesulitan. Kesulitan harus kita hadapi dengan usaha dan perjuangan. Hidup kita manusia bukan tanpa kesulitan.   Mengatasi pelbagai kesulitan yang ada, manusia harus bekerja, berjuang, mencari pelbagai jalan untuk keluar dari kesulitan yang ada. Di dalam Kitab Mazmur kita mendengar tentang nilai perjuan­gan manusia. "Orang‑orang yang menabur dengan mencucurkan air mata akan menuai dengan sorak‑sorai. Orang yang berjalan maju dengan menangis sambil menabur benih, pasti pulang dengan sorak‑sorai" (Mzm 126:5‑7).
Untuk mengatasi kesulitan apa saja, manusia harus bekerja mena­burkan benih, mengolah tanah. Ia harus berjuang, mencucurkan air mata. Ia harus mengalami penderitaan. Tidak ada kesulitan yang dapat diatasi tanpa usaha, tanpa korban atau penderitaan. Dalam kenyataan, hanya orang yang bersusah payah dapat berhasil baik di dalam hidupnya. Orang yang dengan susah payah berjuang, berhasil dalam hidupnya, karena orang seperti itulah yang dikasihi Tuhan.  Hubungan baik dengan Allah ditentukan oleh pekerjaan. Orang punya hubungan baik dengan Tuhan kalau ia bekerja. Dan pekerjaan orang seperti itu berhasil karena dalam usaha dan perjuangannya bukan ia sendiri yang bekerja, melainkan ia bekerja sama dengan Allah.   Keadaan kita yang sulit, pulih kembali karena campur tangan Allah sendiri "yang melakukan perkara besar kepada kita". Inilah usaha yang pertama, yakni mengatasi kesulitan lewat per­juangan yang keras. Kita bekerja keras, namun bekerja sama dengan Allah. Hanya dengan itu manusia bebas dari kepalsuan dan manipulasi
Kedua, bekerja dan berusaha dengan baik dan secara baik! Perjuangan dan usaha untuk mengatasi kesulitan mesti halal, mesti baik dan benar. Tidak semua usaha dan perjuangan manusia baik dan benar. Sekali­pun manusia mau mengatasi pelbagai kesulitan dalam hidupnya, namun apa yang dibuat untuk itu tidak seluruhnya baik secara moral. Inilah yang dilakukan oleh bendahara di dalam Injil. Memang ia mau mengatasi kesulitannya, namun cara yang dipakai untuk itu sama sekali tipuan, tidak dapat dibenarkan. Terhadap siapa saja yang menghalalkan segala cara untuk mengatasi kesulitan hidupnya, Tuhan sendiri bersumpah untuk memperhatikan mereka setimpal dengan perbuatan mereka yang jahat itu. "Dengar­lah ini, kamu yang menginjak‑injak orang miskin, dan yang membi­nasakan orang sengsara di negeri ini ... Aku tidak akan melupakan untuk seterusnya segala perbuatanmu itu." Kalau kita berbuat sesuatu yang tidak benar, tidak jujur, maka Tuhan akan membalas setimpal dengan kejahatan yang kita lakukan.
"Barang siapa setia dalam perkara‑perkara kecil, ia setia juga dalam perkara‑perkara besar. Dan barang siapa tidak benar dalam perkara‑perkara kecil, ia tidak benar juga dalam perkara‑perkara besar." Kesalahan kita di dalam hal‑hal yang besar justru datang dari kita sendiri yang lalai dalam hal‑hal kecil. Kehidupan dan perjuangan kita berhasil di dalam Tuhan dan dengan Tuhan sendiri. Karena itu, kata Santu Agustinus, "Dengarlah, hai manusia, janganlah berjalan ikut manusia, tetapi ikutilah Tuhan yang membuat manu­sia.   Semoga Firman Tuhan hari ini menyadarkan kita sekaligis memberi motivasi kepada kita untuk berjuang mempertahankan hiudp dengan kerja yang jujur, tanpa manipulasi. Semoga

Di museum perahu Galilea

RENUNGAN MINGGU BIASA KE-25



HARI MINGGU BIASA XXIV Th.C2 11 September 2016
Kel 32:7‑11.13‑14;  1Tim 1:12‑17; Luk 15:1‑32 (Luk 15:1‑10)
Kapela STKIP Santu Palus Ruteng

Buka
Marilah kita mensyukuri semua berkat dan perlindungan Tuhan selama seminggu yang silam dan pagi ini kembali membawa semua niat, rencana, orang yang kita doakan dan yang mengharapan doa kita alam perayaan yang menyelamatkan ini. Agar kita pantas menghadap Tuhan dengans emua niat itu, marilah kita berpantas diri dengan mengakui kelamhan dan dosa kita.

Renungan
Narasi yang digambarkan melalui Kitab Keluaran dalam bacaan pertama pagi ini mengingatkan saya akan pengalaman beberapa tahun lalu saat malam hari tiba di kaki Gunung Sinai Mesir. Mendaki ke puncak Sinai memang tidak mudah apalagi saat itu kami harus berangkat malam agar bisa tiba pagi di puncak Sinai. Semula kami dengan bus besar, kemudian berganti bus lebih kecil menuju terminal unta. Kami berjalan dalam kegelapan dan sama sekali tidak ada banyang bagaimana model jalan dan kondisi ke puncak Sinai itu. Ketika menunggang unta dan unta berjalan di malam yang gelap itu dalam ingatan saya terlintas semua kisah yang dulu diajarkan guru tentang perjalanan Israel yang dikomandani Musa. Perjalanan menunggang unta di malam gelap itu memang asyik tetapi selalu ada kecemasan apakah nanti unta bisa mengantar kami ke tempat tujuan. Untung saja semua unta itu sudah terbiasa sehingga biar tanpa tuannya mereka bisa berjalan setelah ada yang menunggang. Semuanya berjalan pasti di malam yang gelap. Kami dilarang nyalakan senter karena unta akan takut kalau ada cahaya dan unta justru berjalan cepat dan pasti dalam kegelapan. Unta tidak bisa membawa kami sampai puncak. Untuk sampai kepuncak harus berkaki dan menapaki ribuan anak tangga berupa batu-batu. Semua berniat harus sampai di puncak sebeleum matahari terbit. Pukul 9 malam dari kaki Sinai dan baru tiba di puncak pukul 5 pagi.Saat mentari pagi mulai bersinar barulah kami menyadari bahwa ternyata seluruh gunung Sinai itu hanyalah batu tanpa ada tumbuhan apa pun. Konsisi puncak Sinai itu memang indah saat matahari terbit dan keindahan itu terasa menebus semua kelelahan dan keletihan menunggang unta dan berjalan kaki. Saat berada di kapela Musa yang ada di puncak Sinai, semua kisah masa lalu tentang perjalanan Israel dalam pelajaran agama saat SD seakan muncul kembali. Termasuk kisah yang kita baca dalam bacaan pertama tadi.
Melalui bacaan pertama itu kita diingatkan tentang semua kisah Israel menuju tanaah Terjanji. Ada banyak kisah sedih yang menimpa Israel sejak keluar dari Mesir. Mereka kehausan dan kelaparan melintasi padang pasir yang begitu luas dan panas. Dalam konsisi itu mereka di bawa Musa menuju tanah terjanji. Mereka tinggalkan Mesir dengan segala suka duka dan tantangannya. Musa dilengkapi dengan pedoman yang harus diterimanya dari Yahwe di puncak Sinai. Peoman berupa hukum-hukum Tuhan itu dimaksudkan sebagai tuntunan bagi Israel. Dalam kenyataannya Israel justru berbuat tidak sesuai dengan apa yang Tuhan inginkan. Musa sebagai pimpinan harus bertanggung jawab atas perilaku bangsa yang dibimbingnya. Kita membaca dan mendengarkan tadi bahwa banagsa itu bertindak di luar yang diharapkan dan Musa harus berjuang agar murka tidak ditimpakan kepada bangsa itu.Musa meampilkan citra diri sebagai pemimpin yang bertanggung jawab. Perjuangan Musa berhasil meredam murka yang seharusnya ditimpakan kepada mereka. Kisah keluaran ini menawarkan pesan penting kepada kita manusia sampai masa ini untuk menyadari betapa Kasih Tuhan tidak bisa diukur dengan perilaku manusia. Kasih Tuhan yang selalu diarahkan kepada manusia tidak terbatalkan oleh perilaku manusia sejauh manusia itu berjuang selalu kembali ke jalan yang benar. Dalam bahasa biblis dikatakan bahawa murka Tuhan hanya bisa diredam dalam semnagat rendah hati dan sikap tobat yang sejati. Sasl dan tobat sejati adalah senjata pamungkas yang meruntuhkan murka Allah. Israel berhasil masuk tanah terjanji sebagai tanah kemakmuaran jsutru karena mereka telah teruji dalam aneka pengalaman hidup.
Kisah tobat dan sesal sejati yang mengalirkan dan menghadirkan kembali kasih Tuhan itu, dalam gaya dan cara yang lain dinarasikan dalam bacaan kedua hari ini. Santu Paulus dalam surat kepada Timoteus tadi menampilkan tokoh yang hidup dan bertindak lalim tetapi kemudian ia berbalik dan bertobat.  Dia yang dinilai sebagai lalim dan penghujat itu telah memilih arah perbaikan berupa pertobatan. Buah pertobatan itulah yang menjadikan dirinya sebagai orang pilihan Allah untuk menyebarkan kasih dan kebaikan yang sejati.
Perilaku Israel yang menyimpang dan tokoh Saulus dalam bacaan kedua dalam bahasa lain dikatakan sebagai perilaku menghilangkan diri dari hadapan Tuhan. Menghilang atau menjauhkan diri dari Tuhan itu juga menjadi inti Firman Tuhan dalam injil hari ini. Dari Injil kita mendengarkan bahwa ada sembilan puluh sembilan domba yang baik, dan hanya satu domba yang jahat. Namun anehnya kesem­bilan puluh sembilan domba yang baik itu ditinggalkan oleh sang gembala hanya untuk pergi mencari yang jahat seekor itu. Logika manusia biasanya memperhatikan yang lebih banyak dan yang baik‑baik daripada hanya seekor saja dan yang jahat. Namun Tuhan Yesus justru pergi mencari seekor domba yang hilang itu, dan meninggal­kan kesembilan puluh sembilan ekor domba lain yang baik‑baik. Apakah makna dan motif dari sikap dan tindakan   Yesus yang digambarkan injil seperti ini?
Makna tindakan meninggalkan 99 dan mencari yang satu mau menegaskan kepada kita bahwa Tuhan menginginkan keselamatan bagi setiap orang per jiwa, per  individu. Bagi Tuhan keselamatan itu bukanlah kondsi yang diberikan kepada sasaran bersifat masal. Tuhan merencanakan keselamatan setiap orang. Kesamatan itu urusan perorang dan bukan urusan massal. Petobatan massal tidka menjamin keselamatan seseorang. Yang diutamakan adalah keselamatan orang perorang. Itu dan begitulah caranya Tuhan terhadap manusia. Karena itu, 99 bukanlah angka yang terpenting bagi Tuhan. Juga sebaliknya angka satu bukanlah angka yang tidak bermakna untuk Tuhan. Satu jiwa untuk Tuhan tidak lebih murah dari 99 jiwa. Mengapa? Karena 99 jiwa itu ada karena kumpulan satu jiwa. Kalau itu pesannya maka pertobatan massal dam hidup tidak lebih menguntungkan daripada pertobatan peroangan, pertobatan individual. Lalu kalau kita mempersoalkan motif kisah tentang satu domba hilang dan harus tinggalkan 99 yang lain apa jawaban kita. Apa motifnya menampilkan kisah ini? Menurut saya ada dua moti dasar yaitu:
Pertama, Motif Kasih. Kasihlah yang mendorong Tuhan untuk pergi mencari hanya seekor domba yang hilang. Hanya karena kasih dan demi kasih, Yesus tidak mau agar domba‑domba‑Nya ada yang hilang. Walaupun domba itu hilang karena perbuatannya sendiri, atau karena nakal dan liar sehingga hilang, namun Tuhan masih pergi juga mencarinya. Inilah yang dialami Santu Paulus. "Aku yang  tadinya seorang penghujat dan seorang penganiaya dan seorang ganas, namun aku telah dikasi­hi‑Nya ... Kristus Yesus datang ke dunia untuk menyelamatkan orang berdosa, dan di antara mereka akulah yang paling berdosa. Namun justru karena itu aku dikasihani" (1Tim 1: 13.15‑16). Sulit dibayangkan bagaimana Santu Paulus menjadi seorang penghu­jah, seorang penganiaya dan seorang ganas. Selayaknya ia harus ditindak dan dihukum, atau sekurang‑kurangnya menderita sendiri akibat tingkah laku dan perbuatannya itu. Namun kenyataannya justru ia yang dikasihi oleh Tuhan. Tuhan mengasihi orang berdo­sa. Ia mencintai mereka. Pasti bukan dosa atau kejahatan yang dikasihi atau dicintai oleh Tuhan. Tuhan tidak pernah mencintai dosa dan kejahatan. Manusia sendiri juga tidak demikian. Namun Tuhan mencintai manusia atau mengasihi orang berdosa. Manusia lebih penting dari dosa. Keselamatan orang lebih penting daripada kejahatan yang dilakukannya. Tuhan mengasihi manusia supaya manusia baik dan selamat.
Kedua, Motif Persatuan. Yesus menghendaki agar dari semua domba‑Nya tidak ada yang hi­lang. Dengan kata lain, Tuhan Yesus menghendaki agar semua domba‑Nya bersatu, utuh dan lengkap. "Inilah kehendak Dia yang telah mengutus Aku, yaitu supaya dari semua yang telah diberikan‑Nya kepada‑Ku jangan ada yang hilang" (Yoh 6:39). Kenyataan bahwa ada domba yang hilang karena liar atau kemauan sendiri, namun ada juga domba yang dihilangkan. Ingat saja kasus orang hilang.
Tuhan mencari domba yang hilang karena memang Ia mau agar domba‑domba‑Nya tetap utuh bersatu. Ia mau agar mereka tetap lengkap jumlahnya. Maka Ia selalu berdoa: "Ya Bapa, bukan untuk mereka ini saja Aku berdoa, melainkan juga untuk orang‑orang yang percaya kepada‑Ku oleh pemberitaan mereka; supaya mereka semua senantiasa menjadi satu, sama seperti Engkau ya Bapa di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau agar mereka juga di dalam kita" (Yoh 17:20‑21). Senantiasa menjadi satu itulah kehendak Tuhan. Para murid bersatu pertama‑tama secara ke dalam dengan sesamanya sendiri, lalu dengan orang‑orang lain. Namun para murid juga bersatu dengan Tuhan. Sesungguhnya di dalam Tuhan para murid bersatu di antara mereka sendiri dan dengan orang‑orang lain. Inilah yang semestin­ya kita sadari. "Sadar akan perasaan bersatu dan dipersatukan di dalam Tuhan adalah jaminan dari kepastian, kesuburan dan kegem­biraan” Orang yang senantiasa menyadari bahwa ia bersatu dengan orang lain dan dengan Tuhan akan senantiasa merasa tenang dan pasti, merasa berhasil dan gembira.
Untuk senantiasa mencapai dan memiliki persatuan ini, kita sen­diri mesti meneladani Kristus, yaitu dengan tidak membiarkan orang lain hilang. Kita mempunyai kewajiban untuk melindungi, menjaga dan memelihara sama saudara kita. Lalu kalau terpaksa sesama kita hilang, entah karena kelalaiannya sendiri atau dibuat oleh musuh‑musuhnya, maka kita mesti "pergi mencari yang sesat itu sampai menemukannya" (Luk 15:4). Orang dapat hilang terus dalam hidupnya karena kita tidak mau pergi mencarinya. Kita membiarkannya hilang dan hilang terus. Yesus sebaliknya pergi mencarinya sampai Ia menemukannya.
Persatuan terpelihara dengan baik hanya kalau kita memberikan perhatian kepada yang lemah, yang tersesat dan terluka. Henri Nouwen katakan: "Kita tidak sendirian. Di luar semua yang memi­sahkan kita, kita menjadi bersama‑sama. Kita adalah milik bersa­ma. Kita menemukan kebersamaan manusiawi ini, bukan ketika kita kuat dan berkuasa, melainkan ketika kita menjadi orang yang terluka dan lemah." Persatuan kita kuat apabila kita bergabung dengan orang‑orang kecil, lemah dan terluka. Sebab itu, di dalam kasih Tuhan, "berusahalah memelihara kesatuan Roh oleh ikatan damai sejahtera" dengan Tuhan dan sesamamu (Ef 4:3).
Semoga pesan Firman Tuhan hari ini sungguh memberikan kita jaminan keselamatan bukan saja keselamatan yang bersifat massal tetapi terlibih keselamatan secara pribai. Semoga kita menjadi domba yang mau dibawa pulang ke kandang yang benar dan menyelamatkan. Amin

PUISIKU



Bising Pengusik Mimpi

Dalam bias purnama
Sosok tertunduk mengusap wajah
Terbangun ia dari lelap
tampak mengutuk rajang
Penyangga raga lelah
Selepas mengukir asa
Merajut impian
Yang pantas diwariskan
Untuk suatu tradisi
Agung keheningan
Yang mencipta
Lihatlah ia
Memejam mata penutup mimpi
Seolah mengais rangkaian kata
Yang hadir di awal mimpi
Saat raga pasrah
Pada ranjang awal lelap
Mimpi terusir
Menyisakan sepenggal puisi
Tak berpesan buat kehidupan
Prematur di ujung kebisingan
Yang menggelisahkan
Puisi kehidupan
Yang sesungguhnya
Tercipta dalam keheningan mimpi
Untuk tradisi yang santun
Terusik gemuruh bising malam
Mendendamkan raga dan ranjang
Seakan menolak kelahiran kata
Untuk merawat kebersamaan
Tradisi yang beradab
Maafkan aku
Karena gagal melahirkan
Puisi indah tentang makna
Hening untuk peradaban
Makna hening untuk
Memaknai ada
Yang menjelma
Dalam waktu
Penentu makna
Adaku
Adamu
Kita ada
Ruteng, 7 Juli 2016


Kasih Bahasa Jagat
Jangan dan tak perlu
Kau tanya kata
Penghias jagat
Biar kau tak dianggap
Penghuni liar semesta
Jangan tanya dan tak perlu
Kau mencari kata penghias jagat
Biar kau tak dinilai
Pendatang haram semesta
Jangan dan tak perlu
Kau mencari kata perangkum jagat
Biar tak dianggap
Tak kenal Ada
Jangan dan mesti tak kau tanya
Kata pengada jagat
Kasih pengawal jagat
Perangkum semesta
Dalamnya kita terlebur
Memaknai
Kasih pengawal dan
Pemilik semesta
Ditulis Sabtu 23 Juli 2016 dalam perjalanan Ruteng menuju Waerebo


Indah Bunga
Keindahan sementara
Menjerat kekaguman sukma
Di ujung hari penuh inspirasi
Mengabadikan sebuah kesementaraan
Karena sadar ini keindahan
Sebentar lagi raib ditelan waktu
Yang tinggal hanya bayangan
Keindahan yang sempat kuabadikan
Sekadar pengingat
Yang indah ini pernah
Melahirkan kekaguman
Tentang sesuatu
Entah apa dan siapa namanya
Yang pasti keindahan abadi
Tidak lenyap
Bersama gugurnya helai kumtum
Yang mengajakku menulis puisi
Tentang keindahan
Tentang kesementaraan
Tentang yang abadi
Sekadar mengingatkan
Bahwa semuanya tentang kita
Tentang bunga
Tentang kehidupan dan
Indahnya sekutum bunga
Yang pasti gugur diterpa angin
Ruteng, 21 Juli 2016