Thursday, August 18, 2016

PERINGATAN 25 TAHUN MENINGGAL



Mengenang 25 Tahun Berpulangnya
Bapak Daminaus Kabur
Di Nunur Iteng: Jumat, 19 Agustus 2016
Sirak 13: 1-18; Yoh 15: 1-8)

Mengenang: Untuk Lebih Berbuah
Renungan                                             
Tanggal 7 Juli 2016 saat makan siang Romo Ino bercerita tentang apa yang terjadi di kamarnya. Kejadian serupa menurut Romo Ino merupakan peristiwa yang keempat yang terjadi pada tanggal yang sama 7 Juli. Pertama kedua dan ketiga dia alami saat masih belajar di Prancis dan yang keempat terjadi di STKIP Ruteng. Apa persis kejadiannya. Ia bercerita bahwa pada tanggal-tanggal itu ada kejadian yang aneh yaitu ada tujuh buku yang tiba-tiba terjatuh atau terlempar dari rak buku tanpa sebab. Ketujuh buku itu jatuh tersusun dalam dua kelompok. Kelompok pertama ada 3 buku yang berukuran  agak tipis dan kelompok kedua ada 4 buku yang tebal-tebal. Yang menarik, tiga buku pertama semuanya buku-buku sastra  yang isinya tentang kelahiran dan kisah-kisah awal kehidupan manusia. Empat buku lain yang tebal semuanya buku sastra juga hanya isinya justru tentang kisah-kisah kematian, pembunuhan dan aborsi. Tiga peristiwa pertama tidak saya saksikan tetapi peristiwa keempat ini saya saksikan. Romo Ino membawa saya ke kamarnya. Dan dia tunjukkan rak buku di kamarnya dan tua tumpukan buku yang sudah berada di lantai. Tiga buku pertama berada satu meter dari rak dan empat buku yang lain tertumpuk sekitar 2,5 meter dari tiga buku pertama persis dekat pintu keluar. Romo Ino sudah dokumentasikan itu dan saya juga coba mengabadikan dengan mengambil foto. Apa sebenarnya yang terjadi? Romo Ino berkisah saat peristiwa pertama dia gelisah dan bingung sekadar mereka-reka apa sebenarnya yang terjadi. Menejalang sore Romo Ino teringat bahwa saat berlibur ia membakar lilin di pusara saudarinya bernama Lisa. Kata Romo Ino, di pusara dengan lilin bernala itu ia berjanji dan bernazar bahwa ia akan merayakan misa khusus pada hari peringatan berpulangnya Lisa tepatnya setiap tanggal 7 Juli. Sore hari baru Ino teringat akan janjinya dan dia menyebut nama Lisa saudarinya. Setelah nama Lisa disebutkan, sepontan kegelisahan dan kebingungannya lenyap. Ino sadar bahwa ia lupa menyebutkan dan bahkan merayakan misa khusus buat Lisa. Begitu juga peristiwa kedua dan ketiga dalam kesibukan saat misa pagi 7 Juli Ino lupa sebutkan khusus nama Lisa. Hal yang sama 7 Juli bulan lalu Ino misa pagi tetapi nama Lisa tidak disebut khusus. Ino diingatkan dengan tanda tujuh buku tentang kehidupan dan kematian dicabut dan dijatuhkan dari rak bukunya. Begitulah setiap tanggal tujuh bulan tujuh Lisa selalu mengingatkan Romo Ino untuk merayakan ekaristi baginya.
Saya kira terang dan jelas bagi kita semua, mengapa saya menempatkan kisah nyata ini sebagai ilustrasi awal  permenungan ini. Tentu banyak pesan dan makna yang bisa kita petik dalam kisah seperti ini. Bagi saya kisah dan kejadian ini menghadirkan dua pesan penting sekaligus membuktikan kepada kita tentang dua hal yaitu (1) Ekaristi itu penting bagi orang yang telah meninggal dan (2) Meninggalnya seseorang tidak memutuskan relasi spiritualnya dengan orang yang masih hidup.
Saya juga yakin bahwa dua hal pokok ini ada dalam benak dan hati setiap kita. Dalam konteks seperti ini, kisah tadi dapat dimaknai sebagai hal pokok yang mendasari kebersamaan kita saat ini di tempat ini. Kisah tadi boleh dikatakan sebagai dasar spiritual atau spiritual standing dari perayaan ini. Perayaaan ini bukanlahlah sesuatu yang mengada-ada dan diada-adakan. Perayaan seperti ini sudah seharusnya ada karena sadar ekaristi menggaransi jiwa mereka yang telah berpulang dan membuktikan diskontinuitas atau ketidakterputusan relasi antara kita yang masih hidup dengan mereka yang mendahului kita. Dalam konteks ini pula perayaan kita malam ini tidak lagi sekadar mengenang atau tindakan in memoria tetapi menjadi bentuk pernyataan iman tentang apa yang mendasari hidup kita sebagi orang beriman. Kita mengimani Ekaristi sebagai bekal kehidupan jiwa baik bagi yang masih hidup maupun yang telah meinggal.
Keluarga Bapak Damianus menyadari betul bahwa Ekaristi sebagai perayaan iman melekat kuat dalam penghayatan hidup almarhum. Keluarga juga menyadari bahwa kepulangan almarhum 25 tahun silam tidak memutuskan relasi spiritual di antara mereka. Saya kira kalau saat ini kita bertanya kepada mama Katarina dan keluarga besar almarhum tentang berapa batang lilin yang telah dinyalakan dan terbakar habis di pusara almarhum, kemungkinan tidak bisa dihitung. Kalau ditanya sudah berapa kata dan kalimat yang diungkapkan sebagai doa di pusara yang sama, juga tidak terhitung. Lilin yang dinyalakan pada pusara dan kata kata yag terungkap sebagai doa adalah bahasa spiritual kejiwaan betapa almarhum diyakini sebagai pendoa bagi keluarga besar. Saya tahu, setiap kali ada anggota keluarga, anak-anak dan cucu-cucu yang hendak memualai suatu tugas, karya perutusan pasti semuanya datang memohon restu pada pusara yang sama. Di pusara ini mereka berdoa dan benazar, berkomunikasi bersama luluhnya lilin. Dan malam ini semua kita dalam spirit yang sama mengenang almarhum.
Menarik sekali tema yang memberi konteks dan membingkai kebersamaan kita dalam perayaan ini. Pada tema : Mengenang: Untuk Lebih Berbuah kita temukan tiga kata kunci yaitu Mengenang, Lebih, dan Berbuah. Tiga kata kunci ini dipertalikan dengan kata untuk sebagai indikator sasaran aktivitas mengenang. Mengenang, membahaskan moment masa silam dengan dua rujukan yaitu (1) kehidupan keluarga Bapak Damianus hingga dia berpulang 17 Agustus 1991 dan (2) kehidupan keluarga ini pascakepulangan almarhum. Mengenang dan mengingat itu bukan hal mudah. Manusia sering lupa dan sangat alamiah kalau semakin lama sesuatu semakin dilupakan. Hal yang selalu kita ingat hanyalah  yang berkaitan dengan peristiwa dan pengalaman luar biasa. Pengalaman yang mengabadikan kesan dan pesan istimewa selalu diingat. Saya tidak tahu apakah ada dari antara kita ini lima tahun lalu hadir misa peringatan 20 tahun Pak Damianus. Apakah ada yang ingat hari dan tanggalnya? Apa ada yang ingat teks bacaan waktu itu? Apa ada yang masih ingat isi khotbah saat itu? Mengenang itu sesungguhnya merupakan tindakan dan keputusan untuk aktif mengingat-ingat segala sesuatu yang penting.
Kata lebih membahasakan usaha yang tidak kenal lelah. Dalam hidup manusia selalu berjuang agar meraih kondisi yang lebih. Kalau tidak ada kata lebih maka dunia kita sepi. Dunia dan kehidupan kita ramai dan penuh dinamika justru karena orang mau mendapatkan predikat lebih. Orang ramai-ramai bersekolah karena mau lebih pintar, ramai-ramai kerja sawah karena mau hasilnya lebih. Ramai-ramai berdagang karena mau dapatkan keuntungan  yang lebih. Begitulah seterusnya hidup kita dikendalikan oleh keinginan untuk lebih, untuk lebih, dan untuk lebih.
Berbuah adalah hasil dari suatu proses yang tidak saja lama tetapi juga penuh tantangan.  Tidak ada tanaman yang ditanam langsung berbuah. Berbuah adalah bahasa perjuangan. Banyak dan berkualitas tidaknya buah yang dihasilkan sangat ditentukan oleh kualitas proses yang dilewati. Petani semangka atau melon baru boleh berharap memetik semangka atau melon yang berkualitas hanya kalau cara kerja memelihara semangka dan melon itu dilakukan secara tekun, cermat, dan terus menerus.
Tema Mengenang: untuk lebih banyak berbuah dalam perayaan keluarga ini dapat dimaknai sebagai usaha untuk mengingat pelbagai peristiwa penting yang dialami keluarga besar almarhum. Semua peristiwa dan pengalaman masa silam itu menjadi lebih bernilai ketika dimaknai dalam konteks pengalaman masa kini. Kondisi sekarang yang dialami keluarga besar ini merupakan hasil rajutan pelbagai persitiwa dan perjuangan masa lalu bersama almahum. Itulah yang patut dan harus dikenang. Keluarga ini tidak mungkin mengalami keadaan seperti sekarang ini tanpa masa lalu. Dan masa lalu itu tidak mungkin tanpa peran seorang yang malam ini kita kenangkan dan hadirkan dalam doa-doa kita.
Bagaimana kita bisa memakanai tema Mengenang: untuk Lebih Berbuah ini dalam peringatan 25 tahun berpulangnya almarhum ini? Setiap kita bisa saja memberi jawaban tetapi saya kira untuk semua putra dan putri almarhum jawabannya ada dalam teks kitab suci malam ini. Kitab Putra Sirakh tadi berjudul “nasihat bapa kepada anaknya”. Intinya terkait relasi orangtua dengan anak-anak dengan  penekanan pada aspek kewajiban anak terhadap orangtua.  Sirakh menggambarkan ketergantungan seorang anak terhadap orangtua bukan soal pemenuhan kebutuhan fisik tetapi terutama pemenuhan kebutuhan rohani spiritual. Ada begitu banyak  kebajikan dan kewajiban moral yang semesetinya diperhatikan anak terhadap orangtua. Setiap kebajikan dan kewajiban anak terhadap orangtua, menurut Kitab Putra Sirakh, pasti diganjari dengan sesuatu yang menjamin keselamatan anak-anak.  Kebajikan dan kewajiban itu adalah
(1) mendengarkan dan  berperilaku sesuai dengan apa yang didengarkan. Ganjarannya mendapatkan keselamatan. Anak-anakku, dengarkanlah aku, bapamu, dan hendaklah berlaku sesuai dengan apa yang kamu dengar, supaya selamat. Mendengarkan dan bertindak sesuai dengan apa yang didengarkan dari orangtua menjamin adanya keselamatan.
 (2) menghormati orangtua menjadi modal agar seseorang dihormati oleh anank-anaknya ketika menjadi orangtua dan syarat terkabulkannya setiap doa. Barangsiapa menghormati bapanya, ia sendiri akan mendapat kesukaan pada anak-anaknya pula, dan apabila bersembahyang, niscaya doanya dikabulkan. Bentuk penghormatan itu dalam kata-kata dan tindakan dan berdaya mengalirkan berkat untuk kehidupan dan rumahtangganya. Anakku, hormatilah bapamu, baik dengan perkataan maupun dengan perbuatan, supaya berkat dari padanya turun atas dirimu karena rumah tangga anak dikukuhkan oleh berkat bapa, tapi dasar-dasarnya dicabut oleh kutuk ibu.
(3) memuliakan orangtua berdaya memulihkan dosa dan mendatangkan harta. Barangsiapa menghormati bapanya memulihkan dosa, dan siapa memuliakan ibunya serupa dengan orang yang mengumpulkan harta. Memuliakan orangtua juga menjamin lamanya usia kehidupan. Ini menjadi salah satu perintah dari kesepuluh perintah Tuhan tentang hukum menghormati orangtua. Barangsiapa memuliakan bapanya akan panjang umurnya, dan orang yang taat kepada Tuhan menenangkan ibunya serta melayani orang tuanya sebagai majikannya. Memuliakan orangtua berarti pula menjaga kehormatan orangtua agar tidak ternista. Jangan meninistai bapamu karena nista bukan kehormatan bagi dirimu! Sebaliknya kemuliaan seseorang terletak dalam menghormati bapanya, dan merasa malu sebagai anak jika ibunya ternista.
(4) Menolong dan memahami orangtua saat mereka memasuki usia lanjut. Tindakan menolong dan memahami orangtua  berdaya menghapus salah dan dosa. Anakku, tolonglah orangtuamu pada masa tuanya, jangan menyakiti hatinya di masa hidupnya. Termasuk kalau akalnya sudah berkurang hendaklah kaumaafkan, jangan menistakannya sewaktu engkau masih berdaya. Kebaikan yang ditunjukkan kepada orangtua tidak sampai terlupa, melainkan dibilang sebagai pemulihan segala dosamu. Pada masa pencobaan engkau akan diingat oleh Tuhan, maka dosamu lenyap seperti air beku yang kena matahari.
(5) Mengerjakan semua kerendahan hati. Pesan yang tidak kalah pentingnya disampaikan Putra Sirakh terkait pelaksanaan pekerjaan dalam semangat kerendahan hati. Melakukan pekerjaan dalam semangat kerendahan hati dimakanai sebagai bekerja tanpa niat ingin dipuji, ingin dikenal, ingin menjadi populer. Bekerja dalam semangat kerendahan hati menjadi cara mendapatkan karunia di hadapan Tuhan. Lakukanlah pekerjaanmu dengan sopan, maka engkau akan lebih disayangi dari pada orang yang ramah-tamah. Makin besar engkau, makin patut kaurendahkan dirimu, supaya kaudapat karunia di hadapan Tuhan.  
Orang yang tidak mengindahkan kelima hal terkait kewajiban dan kebajikannya terhadap orangtua menurut Kitab Putra Sirakh dianggap penghujat yang akan dikutuk.  Penghujatlah orang yang meninggalkan bapanya dan yang mengerasi ibunya.
Ekaristi kita malam ini terfokus pada sosok seorang bapa yang sepantasnya dikenang. Dia dikenang karena telah mewariskan begitu banyak kebaikan dan kebajikan kepada anak-anaknya. Kalau kata-kata Putra Sirakh tadi  ditempatkan pada lidah almahum yang kita doakan maka semua anak dan keturunan almarhum pasti paham dan mengingat semuanya itu. Setiap tahun mereka mendoakan dan mengenangkan almarhum termasuk malam ini mereka mengenangnya bersama kita semua. Ini ungkapan, cara dan bahasa mereka untuk menyatakan bahwa mereka mendengarkan, memuliakan, menghormati, dan menolong orangtua mereka dan berusaha berkarya dengan kerendahan hati dalam tugas mereka masing-masing. Dengan ini pula semua kita diajak untuk selalu diingatkan tentang bagaimana kita hidup, ada, dan bertindak menghadapi orangtua kita masing-masing.
Perayaan peringatan untuk mengenang almarhum malam ini juga didasari keyakinan bahwa almarhum telah berbuat banyak dan juga telah berbuah banyak. Dalam spirit rohani, almarhum adalah pendoa. Hal ini terkait dengan tugasnya sebagai gru sekaligus anggota majelis gereja. Dalam dan selama hidupnya ia senantiasa terpaut pada Kristus sang pokok Anggur. Cara hidupnya sebagai guru sederhana terus mendidik kesembilan anaknya yang kini semuanya telah mandiri. Sebagai guru dengan gaji seadannya almarhum mendidik sembilan orang anaknya dengan kerja keras dan penuh kedisiplinan. Ia inginkan dirinya sebagai salah satu ranting anggur yang bersatu dengan Yesus sang pokok anggur untuk bisa menumbuhkan ranting-ranting baru yang pada waktunya menghasilkan buah. Ia telah menumbuhkan sembilan ranting itu tanpa harus melepaskan diri dari sang pokok anggur. Semilan ranting itu sudah berbuah. Mereka semua telah bekerja meneruskan pelayanan kemanusiaan yang telah diwariskan almahum. Dari satu ranting yang bekerja sebagai guru telah menumbuhkan semilan ranting dengan tugas panggilan masing-masing. Darah pendidik dan guru tampak lebih kuat sehingga beberapa anaknya menjadi guru dan pendidik termasuk pasangan mereka. Sebagiannya menjadi pekerja negara, politisi yang memberi sumbangan bagi kehidupan bangsa dan negara. Jasa almarhum pasti dikenang oleh semua mantan muridnya. Lebih dari itu jasa almarhum dikenang dan diteruskan oleh sembilan anaknya dan akan terus diteruskan oleh generasi selanjutnya.  Satu ranting anggur yang melekat  pada Yesus sang pokok itu memang telah mati 25 tahun silam tetapi sembilan ranting baru telah bertumbuh dan berbuah. Boleh kita katakan mati satu tumbuh sembilan, dan nanti mati sembilan tumbuh yang yang tidak terbilang. Fisik dan nama Daminanus Kabur, boleh kabur di kubur tetapi semangat dan spiritnya tidak akan kabur karena anak-anak dan keturunannya akan terus berkibar membawa kabar mengakbarkan nama itu dalam tugas perutusan mereka.  Perayaan malam ini membuktikan tekad dan niat kesembilan anak dan keturunan almarhum untuk hidup menurut nasihat kitab Putra Sirakh sambil terus bersatu dengan Yesus sang pokok Anggur.
Kita semua dan teristimewa anak-anak dan keturunan almarhum pasti punya niat menjadi lebih berbuah banyak dan lebih berbuah manis dan berkualitas  lagi dalam tugas perutusan pada masa mendatang. Karena itu, tidak ada cara lain selalin terus menyatu pada Yesus sang pokok anggur. Menagapa? Karena Yesus berkata: Akulah pokok anggur dan kamulah ranting-rantingnya. Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa. Barangsiapa tidak tinggal di dalam Aku, ia dibuang ke luar seperti ranting dan menjadi kering, kemudian dikumpulkan orang dan dicampakkan ke dalam api lalu dibakar.
Damianus Kabur telah menjadi satu ranting yang dirawat Tuhan dan bukan ranting kering yang harus dibuang dan dibakar. Karena dia telah dipelihara Tuhan maka kita boleh berharap dan terus meminta agar anak dan keturunnya tidak saja terus berbuah dan berbuah terus tetapi lebih banyak dan lebih berkualitas.  Dalam kesatuan dengan sang pokok anggur kita tidak perlu malu meminta karena Yesus menjamin melalui firman-Nya: Jikalau kamu tinggal di dalam Aku dan firman-Ku tinggal di dalam kamu, mintalah apa saja yang kamu kehendaki, dan kamu akan menerimanya. Marilah kita belajar untuk tetap bersatu dengan Kristus sang pokok Anggur agar terus menghasilkan buah yang lebih baik dan berkualitas dalam tugas panggilan kita masing-masing. Semoga perayaan kenangan ini bermakna untuk kita semua. Amin