Friday, February 5, 2016

RENUNGAN MINGGU BIASA KE-5 TAHUN C/2



Minggu Biasa ke-5 Tahun C/2 Sabtu,6 Februari 2016 
Yes.6,1-2a.3-8;  1Kor.14,1-11;  Luk.5,1-11
Paroki Kristus Raja, Mbaumuku

Pembaruan: Bertoak ke tempat yang Dalam

Buka

Ada banyak alasan dan kemungkinan yang membuat seseorang gagal. Setiap kegagalan melahirkan kekecewaan dan putus asa. Manusia bisa gagal dalam usaha dan kehidupan kalau ia hanya mau mencari gampang dan tidak mau mengambil risiko. Orang seperti itu dapat dibandingkan dengan orang yang mencari sesuatu di tempat yang salah. Orang seperti itu seperti orang yang ingin memancing ikan di tempat yang dangkal, atau memancing di tengah deburan gelombang. 
Panggilan hidup para pengikut Kristus menurut bacaan hari ini, harus dijiwai oleh semangat untuk rela bertolak ke tempat yang dalam meski penuh tantangan dan risiko. Kalau kita jujur, mungkin kita akan menyadari diri sebagai orang yang lebih suka mencari sesuatu di tempat yang salah.  Yesus menghendaki kita untuk menjadi penjala manusia. Tentu saja ada tuntutan dan risikonya. Kita mohonkan agar kita dijauhkan dari mentalitas hidup yang serba dangkal

Renungan
Merasa kecewa dan putus asa adalah penyakit yang menimpa semua orang. Apalagi manusia yang hidup pada zaman seperti kita sekarang ini. Di mana-mana kita bertemu dengan orang yang berpenampilan kusut. Kita dapat bertemu dengan manusia-manusia yang tampaknya kecewa. Kita bisa bertemu dengan orangtua yang kecewa terhadap anak-anak mereka. Kita bisa bertemu dengan guru dan pendidik yang kecewa terhadap para siswa mereka. Kita bertemu dengan rakyat yang kecewa terhadap pemerintah dan para pemimpin. Kita bisa bertemu dengan pelanggan listrik dan air yang kecewa karena listri  sering padam dan air macet. Kita bertemu dengan masyarakat yang kecewa terhadap penegak hukum yang bisa dibeli dengan uang. Kita bisa bertemu dengan pemimpin agama karena umatnya kurang menghayati iman mereka. Kita bertemu dengan rakyat yang kecewa terhadap praktik ketidakadilan dalam kehidupan bersama. Banyak orang kecewa karena tidak mengalami kemajuan dalam hidup. Tuntutan pembaruan sering kali macet karena pelbagai kebijakan publik terlilit dalam jebakan kepentingan politik. Begitulah, di mana-mana dan kapan saja, kita bisa bertemu dengan orang kecewa karena apa yang mereka harapkan tidak terwujud. Banyak orang kecewa seperti para nelayan yang sepanjang malam melaut tetapi tidak benangkap apa-apa.   Kekecewaan dapat menggerogoti manusia dalam pelbagai situasi dan pelbagai bidang kehidupan. Kekecewaan dapat terjadi dalam kehidupan berkeluarga, dalam kehidupan bermasyarakat, dalam menjalankan tugas dan pekerjaan.  Pendek kata, rasa kecewa muncul dengan seribu satu macam alasan.
Bacaan-bacaan yang diperdengarkan kepada kita hari ini pada intinya menggambarkan kekecewaan itu. Dalam bacaan pertama Nabi Yesaya menggambarkan suatu pengelihatan yang mempesonakan. Ia melihat gambaran Tuhan yang dilingkupi rombongan para malaikat. Dalam pengelihatan itu, Nabi Yesaya mengungkapkan rasa kecewanya terhadap dirinya sendiri. Ia kecewa karena menyadari diri sebagai orang yang najis bibir dan juga hidup di antara bangsa yang najis bibir. Katanya: Celakalah aku, sebab aku orang yang najis bibir dna hidup di tengah bangsa yang najis bibir. Inilah ungkapan rasa kecewa gaya nabi Yesaya, yang tidak berhasil secara maksimal dalam tugas kenabiannya. Ia kecewa karena belum menjalankan misinya sebagai nabi secara sempurna. Meskipun demikian, dalam situasi kecewa seperti itu Tuhan berinisiatif untuk mentahirkan kenajisan sang nabi. Bibir nabi Yesaya disentuh bara api yang merupakan kuasa pembersihan atas diri dan hidupnya. Tuhan berinisiatif mentahirkan orang pilihan-Nya. Inisiatif Allah itulah yang memungkinkan Yesaya menyatakan sikapnya. Tuhan masih mencari orang yang hendak menjalankan misi perutusan. Melalui malaikat, Yesaya mendengar pertanyaan Tuhan sendiri: Siapakah yang akan diutus dan siapakah yang mau pergi untuk Aku? Tanpa berpikir panjang Yesaya menyatakan komitmen dan niatnya yang tulus. Ia menunjukkan dirinya sendiri dan siap untuk diutus. Ia mengatakan: Inilah, dan Utusalah aku…
Melalui bacaan pertama, digambarkan bahwa Yesaya mengalami proses perubahan pola, cara dan gaya hidupnya. Ia  melakukan reformasi pembaharuan total dalam menjalankan apa yang dikehendaki Tuhan. Ia mau menjadikan dirinya sebagai orang yang rela diutus. Inilah gambaran singkat tentang panggilan Yesaya yang berawal dari rasa kecewa, tetapi berakhir dengan menerima perutusan. Suatu kekecewaan mengawali kesuksesannya sebagai nabi, utusan Tuhan.
Gambaran tentang rasa kecewa bukan hanya menimpa Yesaya.  Rasa kecewa juga dialami para pengikut Yesus seperti yang digambarkan dalam penggalan Injil Lukas. Simon sebagai seorang nelayan merasa kecewa karena semalam suntuk ia bersama teman-temannya membentangkan jalanya, menebarkan jala untuk mendapatkan sesuatu tetapi tidak seekor pun ikan yang mereka dapat. Tentu saja sebagai nelayan mereka merasa gagal dan harus kecewa. Dalam situasi seperti itulah Yesus muncul dalam rangka mengajarkan ribuan orang yang mengikut Dia. Pada saat itulah Yesus melihat bahwa Simon dan teman-temannya tidak bekerja secara profesional sebagai para nelayan.  Mereka belum berhasil menjaring seekor ikan pun. Mereka semua terancam stres dan kecewa. Menghadapi situasi seperti itu tentu muncul pertanyaan: mengapa mereka tidak mendapat ikan? Jawabannya sederhana saja.
Mereka memang sudah bekerja sepanjang malam, tetapi sayangnya mereka bekerja  dengan cara yang tidak cerdas, cari gampang, tidak mau berkorban. Mereka menjala ikan di tempat yang dangkal. Mereka mau menjala ikan di pinggir danau, di tempat yang kotor. Bagi Yesus, cara Simon dan temannya itu merupakan contoh cara kerja yang tidak profesional, cara kerja yang tidak efektif, hanya mencari aman. Mengapa? Karena sebagai orang yang berprofesi  nelayan mereka seharusnya mengetahui bahwa ikan tidak mungkin hidup di tempat yang dangkal. Sebagai nelayan mereka seharusnya sudah mengetahui bahwa ikan itu ada dan biasa hidup di tempat yang tenang dan dalam. Yang mereka lakukan justru kebalikannya. Kegagalan mereka terkait pada keingian mereka untuk tetap berada di tempat yang dangkal, tepi danau.
Tidak mengherankan kebodohan seperti itu membuahkan kekecewaan. Pada saat itulah Yesus melihat titik lemah mereka. Mereka mencari ikan ditempat yang salah. Mereka bekerja tanpa perhitungan yang cermat sebagi nelayan. Mereka gagal karena mengail ditempat yang dangkal, di tempat yang kotor, di tempat yang bergelombang. Untuk membuktikan ketidakcerdsan Simon dan temannya, Yesus menyuruh mereka bertolak ke tempat yang dalam  membuang, menebarkan jala jauh dari tepi pantai, jauh dari deburan ombak, jauh dari air yang keruh, jauh dari tempat kotor. Hasilnya sungguh terbukti ketika jala mereka koyak karena banyaknya ikan yang terjaring. Kecewaan semalam suntuk terobati ketika Yesus menunjukkan sikap yang baru, cara kerja baru, mental kerja baru, strategi baru, tempat yang baru. Pembaruan mental disertai kemauan untuk melakukan pembaruan adalah kata kunci untuk suatu perubahan yang membawa kebaikan.  Musuh kemajuan dalam hidup bersama adalah manusia yang bermental dangkal, ingin bertahan di tempat yang dangkal, di tempat yang kotor. Orang yang bertahan lama di tempat yang kotor akan kehilangan rasa kebersihan. Orang yang lama tinggal dan berada di tempat yang berbau tidak akan merasa bau itu sebagai hal yang mengganggu.  Manusia bermental dangkal, kotor biasanya alergi terhadap gerakan pembaruan.  Karena itu, pelbagai macam instrumen dan cara bisa digunakan melawan siapa saja yang berniat melakukan pembaharuan. Musuh para reformator adalah kemapanan para penguasa yang ingin bertahan di tempat.
Panggilan dan perutusan para nabi dalam berbagai kisah dalam berbagai agama  selalu berkaitan dengan gerakan dan perlawanan  terhadap penguasa ingin berkuasa selama mungkin.  Yesus sendiri melawan mental yang hanya berada di tepi pantai, hanya tinggal di tempat yang dangkal, tempat yang nyaman. Yesus melawan mental Petrus  dan temannya yang bermental dangkal dan  dan bertahan di tempat yang kotor. Petrus dan temannya tidak mungkin menangkap ikan yang banyak kalau mereka masih berada di tempat dangkal, tempat kotor. Mereka mendapatkan ikan yang banyak justru setelah mereka beralih dari tempat dangkal  dan kotor itu. Mental bertahan dan memprtahankan segala cara kerja yang lama, bertahan di tempat yang kotor  tidak akan memberi hasil dan tidak akan membawa perubahan. Hanya orang yang bermental dangkal bertahan di tempat yang dangkal. Hanya aorang yang bermental kotor yang tetap bertahan di tempat yang kotor. Para pengikut Kristus adalah manusia yang sudah dibarui mentalnya dari mental yang dangkal dan kotor menuju mental yang dalam dan bersih. Yesu tahu bahwa perubahan dan pembaruan itu harus diawali dengan kemauman untuk berpindah dari cara lama ke cara baru, dari tempat tempat dangkal ke tempat dalam, dari tempat kotor ke tempat bersih. Pengikut Kristus harus bermendal dalam dan bersih. Mengapa? Karena Yesus sudah membayar kedangkalan dan kekotoan itu dengan darahnya di kayu salib. Orang beriman seperti nabi yang najir bibir telah dibah dan dibarui Tuhan. Kalau ada pengikut Kristus yang bermental dangkal dan kotor sama artinya ia ingin menyalibkan  Tuhan dengan cara yang lebih keji.
 Kisah injil tadi penuh dengan gambaran yang masih berkaitan dengan kehidupan manusia masa kini. Dari bacan tadi, ada tiga hal penting yang perlu kita renungkan:
Pertama, kekecewaaan itu adalah perasaan yang biasa  untuk semua manusia. Tetapi, bagi orang yang beriman kegagalan dalam kehidupan bukanlah kata akhir karena pada waktunya Tuhan akan turun tangan. Dalam situasi seperti itu manusia hanya dituntut untuk membiarkan dirinya dibimbing dalam kuasa dan kehendak Tuhan. Yesaya telah mengalami sendiri hal tersebut. Sejauh manausia berada dalam kondisi hidup yang jujur dan benar, maka jalan Tuhan tetap terbuka baginya. Sebaliknya, sehebat apa pun hidup manusia bila dibangun di atas kepalsuan akan runtuh juga karena orang seperti itu akan selalu berusaha menutupi ketidakjujuran mereka.
Kedua, Injil hari ini sebenarnya mau membahasakan kebiasaan hidup manusia, yang kadang-kadang tidak mengetahui bagaimana ia bekerja, dan tidak tahu di mana ia harus bekerja untuk mendapatkan sesuatu. Sebelum mendapat perintah Yesus, Simon dan temannya menjadi contoh manusia yang bekerja asal kerja, yang penting datang, dan menunggu tanpa mengubah cara dan mental. Tidak tahu bagaimana mereka menjala ikan dan di mana mereka harus membentangkan jala. Orang tentu kecewa kalau berhadapan dengan manusia seperti ini.
Ketiga, Simon dan temannya yang membuang jalan di tempat yang dangkal, di tepi pantai yang berobak dan kotor, adalah gambaran tentang kehidupan manusia. Dengan cerita itu, mau digambarkan kepada kita bahwa memang ada manusia yang bermental enak. Tidak mau basah, tidak mau repot, tidak mau mencari tempat yang tenang untuk mendapatkan apa yang diperlukan bagi hidup. Pada masa sekarang ini masih banyak orang yang mencari sesuatu dengan gayanya Simon sebelum diubah Yesus. Masih ada Simon lain di zaman kita. Mereka itu bisa hadir dalam diri manusia-manusia yang mencari gampang, tidak mau mengambil risiko, tetapi ingin bertahan dan mempertahan posisinya.
Bagi Yesus hari ini, setiap orang yang mau menjadi pengikut-Nya harus bersedia untuk berjuang, bersedia untuk basah, bersedia untuk bertolak ke tempat yang lebih dalameralih ke tempat yang baru. Terapi dan obat untuk mengatasi rasa kecewa manusia, bagi Yesus hanya satu yaitu rela bertolak ketempat yang dalam, di lautan yang tenang dan penuh ikan. Mudah-mudahan kita menjadi pengikut Kristus yang rela bertolak dan mencari sesuatu pada kedalaman dan ketenangan Tuhan sendiri.  Bukan patuh dan setia pada sikap dan mental yang bertahan di tempat dangkal dan kotor. Kita tentu sepakat, bahwa hanya pada Tuhanlah kita akan mendapatkan ketenangan… Amin