Minggu
Biasa ke-5 Tahun C/2 Sabtu,6 Februari 2016
Yes.6,1-2a.3-8; 1Kor.14,1-11;
Luk.5,1-11
Paroki Kristus Raja,
Mbaumuku
Pembaruan: Bertoak ke tempat yang Dalam
Buka
Ada banyak alasan dan kemungkinan yang membuat seseorang gagal. Setiap kegagalan melahirkan kekecewaan dan putus asa. Manusia
bisa gagal dalam usaha dan kehidupan
kalau ia hanya mau mencari gampang dan tidak mau mengambil risiko. Orang
seperti itu dapat dibandingkan dengan orang yang mencari sesuatu di tempat yang
salah. Orang seperti itu seperti orang yang ingin memancing ikan di tempat yang
dangkal, atau memancing di tengah deburan gelombang.
Panggilan hidup para pengikut Kristus menurut bacaan
hari ini, harus dijiwai oleh semangat untuk rela bertolak ke tempat yang dalam
meski penuh tantangan dan risiko. Kalau kita jujur, mungkin kita akan menyadari
diri sebagai orang yang lebih suka mencari sesuatu di tempat yang salah. Yesus menghendaki kita untuk menjadi penjala
manusia. Tentu saja ada tuntutan
dan risikonya. Kita mohonkan agar kita
dijauhkan dari mentalitas hidup yang serba dangkal
Renungan
Merasa kecewa dan putus asa adalah penyakit
yang menimpa semua orang. Apalagi manusia yang hidup pada zaman seperti kita
sekarang ini. Di mana-mana kita bertemu dengan orang yang berpenampilan kusut.
Kita dapat bertemu dengan manusia-manusia yang tampaknya kecewa. Kita bisa bertemu dengan orangtua yang kecewa terhadap
anak-anak mereka. Kita bisa bertemu dengan guru dan pendidik yang kecewa
terhadap para siswa mereka. Kita bertemu dengan rakyat yang kecewa terhadap
pemerintah dan para pemimpin. Kita bisa bertemu dengan pelanggan listrik dan
air yang kecewa karena listri sering
padam dan air macet. Kita bertemu dengan masyarakat yang kecewa terhadap
penegak hukum yang bisa dibeli dengan uang. Kita bisa bertemu dengan pemimpin
agama karena umatnya kurang menghayati iman mereka. Kita bertemu dengan rakyat
yang kecewa terhadap praktik ketidakadilan dalam kehidupan bersama. Banyak
orang kecewa karena tidak mengalami kemajuan dalam hidup. Tuntutan pembaruan
sering kali macet karena pelbagai kebijakan publik terlilit dalam jebakan
kepentingan politik. Begitulah, di mana-mana dan kapan saja, kita bisa bertemu
dengan orang kecewa karena apa yang mereka harapkan tidak terwujud. Banyak orang
kecewa seperti para nelayan yang sepanjang malam melaut tetapi tidak benangkap
apa-apa. Kekecewaan dapat
menggerogoti manusia dalam pelbagai situasi dan pelbagai bidang kehidupan.
Kekecewaan dapat terjadi dalam kehidupan berkeluarga, dalam kehidupan
bermasyarakat, dalam menjalankan tugas dan pekerjaan. Pendek kata, rasa kecewa muncul dengan seribu
satu macam alasan.
Bacaan-bacaan yang diperdengarkan kepada kita hari ini
pada intinya menggambarkan kekecewaan itu. Dalam bacaan pertama Nabi Yesaya
menggambarkan suatu pengelihatan yang mempesonakan. Ia melihat gambaran Tuhan
yang dilingkupi rombongan para malaikat. Dalam pengelihatan itu, Nabi Yesaya
mengungkapkan rasa kecewanya terhadap dirinya sendiri. Ia kecewa karena menyadari
diri sebagai orang yang najis bibir dan juga hidup di antara bangsa yang najis
bibir. Katanya: Celakalah aku, sebab aku orang yang najis bibir dna hidup di
tengah bangsa yang najis bibir. Inilah ungkapan rasa kecewa gaya nabi
Yesaya, yang tidak berhasil secara maksimal dalam tugas kenabiannya. Ia kecewa
karena belum menjalankan misinya sebagai nabi secara sempurna. Meskipun
demikian, dalam situasi kecewa seperti itu Tuhan berinisiatif untuk mentahirkan kenajisan sang
nabi. Bibir nabi Yesaya disentuh bara api yang merupakan kuasa pembersihan atas
diri dan hidupnya. Tuhan berinisiatif mentahirkan orang pilihan-Nya. Inisiatif
Allah itulah yang memungkinkan Yesaya menyatakan sikapnya. Tuhan masih mencari
orang yang hendak menjalankan misi perutusan. Melalui malaikat, Yesaya
mendengar pertanyaan Tuhan sendiri: Siapakah yang akan diutus dan siapakah
yang mau pergi untuk Aku? Tanpa berpikir panjang Yesaya menyatakan komitmen
dan niatnya yang tulus. Ia menunjukkan dirinya sendiri dan siap untuk diutus.
Ia mengatakan: Inilah, dan Utusalah aku…
Melalui bacaan pertama, digambarkan bahwa Yesaya
mengalami proses perubahan pola, cara dan
gaya hidupnya. Ia melakukan reformasi pembaharuan total dalam
menjalankan apa yang dikehendaki Tuhan. Ia mau menjadikan dirinya sebagai orang
yang rela diutus. Inilah gambaran singkat tentang panggilan Yesaya yang berawal
dari rasa kecewa, tetapi berakhir dengan menerima perutusan. Suatu kekecewaan
mengawali kesuksesannya sebagai nabi, utusan Tuhan.
Gambaran tentang rasa kecewa bukan hanya menimpa
Yesaya. Rasa kecewa juga dialami para
pengikut Yesus seperti yang digambarkan dalam penggalan Injil Lukas. Simon
sebagai seorang nelayan merasa kecewa karena semalam suntuk ia bersama
teman-temannya membentangkan jalanya, menebarkan jala untuk mendapatkan sesuatu
tetapi tidak seekor pun ikan yang mereka dapat. Tentu saja sebagai nelayan
mereka merasa gagal dan harus kecewa. Dalam situasi seperti itulah Yesus muncul
dalam rangka mengajarkan ribuan orang yang mengikut Dia. Pada saat itulah Yesus
melihat bahwa Simon dan teman-temannya tidak bekerja secara profesional sebagai
para nelayan. Mereka belum berhasil
menjaring seekor ikan pun. Mereka semua terancam stres dan kecewa.
Menghadapi situasi seperti itu tentu muncul pertanyaan: mengapa mereka tidak
mendapat ikan? Jawabannya sederhana saja.
Mereka memang sudah bekerja sepanjang malam, tetapi
sayangnya mereka bekerja dengan cara
yang tidak cerdas, cari gampang, tidak
mau berkorban. Mereka menjala ikan di tempat yang
dangkal. Mereka mau menjala ikan di pinggir danau, di tempat yang kotor. Bagi
Yesus, cara Simon dan temannya itu merupakan contoh cara kerja yang tidak
profesional, cara kerja yang tidak efektif,
hanya mencari aman. Mengapa? Karena sebagai orang yang
berprofesi nelayan mereka seharusnya
mengetahui bahwa ikan tidak mungkin hidup di tempat yang dangkal. Sebagai
nelayan mereka seharusnya sudah mengetahui bahwa ikan itu ada dan biasa hidup
di tempat yang tenang dan dalam. Yang mereka lakukan justru kebalikannya. Kegagalan mereka terkait pada keingian mereka untuk tetap
berada di tempat yang dangkal, tepi danau.
Tidak mengherankan kebodohan seperti itu membuahkan
kekecewaan. Pada saat itulah Yesus melihat titik lemah mereka. Mereka mencari
ikan ditempat yang salah. Mereka bekerja tanpa perhitungan yang cermat sebagi
nelayan. Mereka gagal karena mengail ditempat yang dangkal, di tempat yang
kotor, di tempat yang bergelombang. Untuk membuktikan ketidakcerdsan Simon dan
temannya, Yesus menyuruh mereka bertolak ke
tempat yang dalam membuang,
menebarkan jala jauh dari tepi pantai, jauh dari deburan ombak, jauh dari air
yang keruh, jauh dari tempat kotor.
Hasilnya sungguh terbukti ketika jala mereka koyak karena banyaknya ikan yang terjaring. Kecewaan semalam
suntuk terobati ketika Yesus menunjukkan sikap
yang baru, cara kerja baru, mental kerja baru, strategi baru, tempat yang baru.
Pembaruan mental disertai kemauan untuk melakukan pembaruan adalah kata kunci untuk
suatu perubahan yang membawa kebaikan. Musuh kemajuan dalam hidup bersama adalah
manusia yang bermental dangkal, ingin bertahan di tempat yang dangkal, di
tempat yang kotor. Orang yang bertahan lama di tempat yang kotor akan
kehilangan rasa kebersihan. Orang yang lama tinggal dan berada di tempat yang
berbau tidak akan merasa bau itu sebagai hal yang mengganggu. Manusia bermental dangkal, kotor biasanya alergi
terhadap gerakan pembaruan. Karena itu,
pelbagai macam instrumen dan cara bisa digunakan melawan siapa saja yang berniat
melakukan pembaharuan. Musuh para reformator adalah kemapanan para penguasa
yang ingin bertahan di tempat.
Panggilan dan perutusan para nabi dalam berbagai kisah
dalam berbagai agama selalu berkaitan
dengan gerakan dan perlawanan terhadap
penguasa ingin berkuasa selama mungkin.
Yesus sendiri melawan mental yang hanya berada di tepi pantai, hanya
tinggal di tempat yang dangkal, tempat yang nyaman. Yesus melawan mental Petrus
dan temannya yang bermental dangkal dan dan bertahan di tempat yang kotor. Petrus dan
temannya tidak mungkin menangkap ikan yang banyak kalau mereka masih berada di
tempat dangkal, tempat kotor. Mereka mendapatkan ikan yang banyak justru setelah
mereka beralih dari tempat dangkal dan
kotor itu. Mental bertahan dan memprtahankan segala cara kerja yang lama,
bertahan di tempat yang kotor tidak akan
memberi hasil dan tidak akan membawa perubahan. Hanya orang yang bermental
dangkal bertahan di tempat yang dangkal. Hanya aorang yang bermental kotor yang
tetap bertahan di tempat yang kotor. Para pengikut Kristus adalah manusia yang
sudah dibarui mentalnya dari mental yang dangkal dan kotor menuju mental yang
dalam dan bersih. Yesu tahu bahwa perubahan dan pembaruan itu harus diawali
dengan kemauman untuk berpindah dari cara lama ke cara baru, dari tempat tempat
dangkal ke tempat dalam, dari tempat kotor ke tempat bersih. Pengikut Kristus
harus bermendal dalam dan bersih. Mengapa? Karena Yesus sudah membayar
kedangkalan dan kekotoan itu dengan darahnya di kayu salib. Orang beriman
seperti nabi yang najir bibir telah dibah dan dibarui Tuhan. Kalau ada pengikut
Kristus yang bermental dangkal dan kotor sama artinya ia ingin menyalibkan Tuhan dengan cara yang lebih keji.
Kisah
injil tadi penuh dengan gambaran yang masih berkaitan dengan kehidupan manusia masa kini. Dari bacan tadi, ada tiga hal penting yang perlu
kita renungkan:
Pertama, kekecewaaan itu
adalah perasaan yang biasa untuk semua
manusia. Tetapi, bagi orang yang beriman kegagalan dalam kehidupan bukanlah
kata akhir karena pada waktunya Tuhan akan turun tangan. Dalam situasi seperti
itu manusia hanya dituntut untuk membiarkan dirinya dibimbing dalam kuasa dan
kehendak Tuhan. Yesaya telah mengalami sendiri hal tersebut. Sejauh manausia berada dalam kondisi hidup yang jujur dan
benar, maka jalan Tuhan tetap terbuka baginya. Sebaliknya, sehebat apa pun
hidup manusia bila dibangun di atas kepalsuan akan runtuh juga karena orang
seperti itu akan selalu berusaha menutupi ketidakjujuran mereka.
Kedua, Injil hari ini sebenarnya
mau membahasakan kebiasaan hidup manusia, yang kadang-kadang tidak mengetahui
bagaimana ia bekerja, dan tidak tahu di mana ia harus bekerja untuk mendapatkan
sesuatu. Sebelum mendapat perintah Yesus, Simon
dan temannya menjadi
contoh manusia yang bekerja asal kerja, yang
penting datang, dan menunggu tanpa mengubah cara dan mental.
Tidak tahu bagaimana mereka menjala ikan dan di mana mereka harus membentangkan
jala. Orang tentu kecewa kalau berhadapan dengan manusia
seperti ini.
Ketiga, Simon dan temannya yang
membuang jalan di tempat yang dangkal, di tepi pantai yang berobak dan kotor,
adalah gambaran tentang kehidupan manusia. Dengan cerita itu, mau digambarkan
kepada kita bahwa memang ada manusia yang bermental enak. Tidak mau basah,
tidak mau repot, tidak mau mencari tempat yang tenang untuk mendapatkan apa
yang diperlukan bagi hidup. Pada masa sekarang ini masih banyak orang yang
mencari sesuatu dengan gayanya Simon
sebelum diubah Yesus. Masih ada Simon lain di zaman kita.
Mereka itu bisa hadir dalam diri manusia-manusia yang mencari gampang, tidak
mau mengambil risiko, tetapi ingin bertahan
dan mempertahan posisinya.
Bagi Yesus hari ini, setiap orang yang mau menjadi
pengikut-Nya harus bersedia untuk berjuang, bersedia untuk basah, bersedia
untuk bertolak ke tempat yang lebih dalameralih
ke tempat yang baru. Terapi dan obat untuk
mengatasi rasa kecewa manusia, bagi Yesus hanya satu yaitu rela bertolak
ketempat yang dalam, di lautan yang tenang dan penuh ikan. Mudah-mudahan kita
menjadi pengikut Kristus yang rela bertolak dan mencari sesuatu pada kedalaman
dan ketenangan Tuhan sendiri. Bukan patuh dan setia pada sikap dan mental
yang bertahan di tempat dangkal dan kotor. Kita
tentu sepakat, bahwa hanya pada Tuhanlah kita akan mendapatkan ketenangan… Amin